“Udin, No! I want more!” Ya Tuhan! Demi keselamatan calon anak mereka, ia sudah sekuat mungkin menjaga kontrol dirinya. Kedua tangannya bahkan tak berani merengkuh tengkuk sang istri dan wanita itu malah merengek menginginkan lebih. “Mama, Sayang. Inget anak kita.” “Again, please..” “Udin..” Kamarudin tak bergeming. Jika Anya terlarut, ialah yang seharusnya menjadi satu-satunya pengendali. “Honey..” Bulu roma Kamarudin berdiri. Anya tak melepaskannya. Sang istri jelas mengetahui titik lemahnya. “Kalau pelan-pelan pasti nggak apa-apa,” ujar Anya lembut, selembut belaian bulu angsa terbaik. Bibirnya menyerang tengkuk Kamarudin. Mendaratkan kecupan-kecupan basah untuk menggoyahkan tekad suaminya. “Anya..” “Yes, I’am.” Kamarudin meremang. Jawaban serupa desauan yang Anya tiupkan pada lubang telinganya membuat sekujur tubuhnya memanas. Ia adalah lelaki normal yang mencintai istrinya. Sentuhan fisik seperti sekarang ini jelas membangkitkan hasratnya. “Anak-anak tidur.. Surti si
Anya memandangi tempat tidur Josephin dan Kamasea. Kedua anaknya tertidur pulas setelah bermain bersama papa mereka.“Kenapa?” tanya Kamarudin mendekat. Laki-laki itu memeluk tubuh Anya dari belakang. “Kok mandangin merekanya begitu, heum?”“Mereka masih terlalu kecil nggak sih, buat tidur sendiri?”Meski tidur disatu kamar, si kembar berada di ranjang yang berbeda. Hal tersebut tidak dapat didefinisikan sebagai tidur bersama dengan orang tua, karena pada nyatanya mereka tak bergelung di atas ranjang yang sama.“Mereka kalau mau tidur, kita harus ngelonin dulu, abis itu baru dipindahin. Kayak nggak efisien aja, Pah. Kenapa kita nggak beli ranjang yang lebih gede, terus mereka tidurnya bareng kita?”“Mama maunya gitu?”Anya menganggukkan. Sembilan bulan lagi perhatian kepada keduanya akan semakin berkurang. Ia dan Kamarudin pasti disibukkan dengan kehadiran adik mereka. Anya tidak ingin para kakak cemburu pada adiknya. Mungkin tidur bersama bisa dijadikan alternatif untuk menunjukkan j
Seseorang akan seperti terlahir kembali ketiga rantai yang membelit tubuhnya terlepas. Anya kini sedang merasakannya. Beban dipundaknya seakan terangkat usai dirinya memutuskan resign. Harga sebuah kebebasan memanglah mahal, tapi itu semua setara dengan kelegaan yang Anya rasakan. Ia hanya perlu mengusahakan agar kelak di masa depan, tak ada sesal yang mengikuti keputusannya. “Kapan ya, terakhir kali aku bangun tidur full senyum gini? Kayaknya udah lama banget deh, Din.” “Papa, Sayang,” ucap Kamarudin mengoreksi panggilan sang istri. Mereka harus terbiasa supaya anak-anak tidak kebingungan nantinya. Kamasea atau pun Josephin bisa mencontoh keduanya. Hal itu tentu saja tidak baik dilakukan oleh seorang anak kepada orang tuanya. “Anak-anak belum bangun, mau mandi bareng?” tawar Kamarudin. “Ho-ho-ho! Arigatou gozaimasu!” Anya menangkupkan telapak tangannya didepan dada. “Aku mau ke dapur, buat bikinin suami aku kopi sama susunya anak-anak.” Kamarudin memegang bisep kirinya, “ah,” le
“Mas Kamaru ngirim supir?”“Iya, Mbak Anya. Katanya orang suruhan asistennya Mas Kamaru.”Padahal Anya bisa menyetir mobil sendiri— itulah mengapa sampai saat ini ia tidak merekrut supir pribadi.“Ya udah nggak apa-apa. Tolong dibikinin kopi. Suruh tunggu soalnya saya masih siap-siap.”Anya tidak memerlukan banyak orang di rumahnya. Bagi Anya, Surti dan satu satpam yang dipekerjakan oleh ibu mertuanya saja sudah cukup. Ia kurang bisa mempercayai orang lain.“Apa aku nambah orang ya?”Jika dipikir-pikir kembali, kerja Surti terhitung berat. Perempuan muda itu harus membersihkan seluruh rumah, memasak, mencuci pakaian. Semua urusan di dalam rumah, Surti-lah yang mengerjakannya. Dia juga terkadang harus menjaga anak-anak.“Nanti aku minta ke Mama sama Ibu deh.”“Hayo..”Suara kecil Josephin menginterupsi Anya. Kepalanya meneng
“Saya nggak tahu, Mas. Tadi masih baik-baik aja loh padahal.”Brak!!Kamarudin terlonjak saat pintu ruang kejarnya dibuka secara kasar.“Babe,” panggilnya, penuh perasaan.“Ikutin dong! Aku kan lagi emosi! Kamu kok nggak ada khawatir-khawatirnya sih, Din! Kalau aku lompat dari rooftop gimana?”“Astaga, Babe. Ngomong apa kamu!”Kamarudin semakin dibuat kebingungan. Sebenarnya apa yang membuat istrinya semarah ini. Jika karena ngidam, Anya pasti akan mengatakan kepadanya secara gamblang.“Kejar!!” Anya membanting pintu.“Ya Tuhan! Apa sudah dimulai masa ngidamnya istri saya?” Monolog Kamarudin lalu mengikuti perginya sang istri. Tak lupa Kamarudin meninggalkan pesan agar Surti menjaga anak-anaknya.Pasangan muda itu sama-sama terjebak oleh prasangka mereka. Keduanya memikirkan hal yang sama, tapi tak terkomunikasikan dengan baik. Kama
“Sea, sstt!” Anya berdesis dengan jari telunjuk yang dirinya letakkan didepan bibirnya. Wanita itu meminta sang putri agar tidak mengganggu tidur papanya. Setelah sampai di rumah, Kamarudin meminta waktu untuk beristirahat. Laki-laki itu terlelap, tak berselang lama usai tubuhnya mendarat pada empuknya ranjang. “Papa biar bobok. Kasihan Papa, lagi sakit,” ucap ibu dua anak itu lalu mengangkat tubuh sang putri dari atas ranjang. Anya meletakkan Kamasea disamping Josephin. “Listen! Sampe nanti sore, kalian mainnya sama Mama dulu ya..” “Dak au ah!” beo Kamasea. Tatapannya tertuju pada sang papa. “Ceya au again Papa ja.” Betapa trenyuhnya hati Anya mendengar Kamasea ingin menjaga Kamarudin. Anak itu pasti sedih melihat kondisi papanya yang lemah. Laki-laki yang biasanya kuat menjaga dirinya dan sang kakak, kini tergeletak tak berdaya dengan matanya yang terpejam. Kamarudin benar-benar tepar karena tak mampu mengkonsumsi apa pun ke dalam lambungnya. Sungguh malang, tapi Anya juga ta
“Napa utan Ceya ang dieyuk, Papa!” Kamasea menjerit, memprotes sang papa karena bukan dirinya yang papanya peluk. Gadis cilik Kamarudin itu menangis kencang, membuat Josephin ikut terbangun dari tidurnya. Kakak Kamasea itu berdiam di atas ranjang, melihat punggung sang adik yang naik-turun membelakangi dirinya. “Huwaa! Dak yeh yuk Mama! Ceya ja, Papa!” Air mata Anya berhenti mengalir. Adegan termehek-meheknya harus berakhir oleh sabotase si bintang cilik. Tak bisa dipungkiri jika Kamasea lebih jago memerankan tokoh protagonis yang teraniaya dibandingkan dirinya. Para ibu tiri jika anak sambungnya Kamasea, mereka pasti akan habis dibakar warga. Bagaimana tidak, anak itu pandai menjadikan dirinya korban. Padahal tidak diapa-apakan. “Stop! Diem! Jangan nangis lagi. Kan udah Mama lepas!” tutur Anya sembari menurunkan kedua tangannya. “Kuat nggak Pah gendong Sea?! Kalau nggak, Mama bantuin.” Kamarudin menyanggupi. Putrinya belum tentu mau digendong oleh sang istri. Daripada menambah
Satu hari, dua hari, bahkan sampai satu minggu— Kondisi Kamarudin tak kunjung membaik. Pria itu kehilangan berat badannya karena porsi makannya yang berkurang drastis. Meski dokter sudah meresepkan obat mual untuk Kamarudin, nyatanya obat tersebut tidak banyak membantu.Alhasil, Kamarudin sempat dilarikan ke rumah sakit meski hanya setengah hari. Papa si kembar itu meminta pulang setengah menghabiskan setengah kantung cairan infus.Sejak hari dimana Kamarudin pulang bersama Anya, pria itu mendapatkan cuti terhormat. Sampai keadaannya memungkinkan untuk bekerja, seluruh pekerjaan akan ditangani oleh papa Anya dan Wakil Direktur yang merupakan anggota keluarga Handoyo. Hak istimewa tersebut diberikan agar Anya tidak kerepotan, mengingat kedua cucu Tanu tidak dapat berjauhan dari sang papa.Tak hanya sampai disan
Kegagalan Josephin dalam menikahi Jesika secara dadakan akhirnya terbalas. Dikarenakan dirinya yang merupakan kakak Kamasea, ijab qobulnya pun dilaksanakan terlebih dahulu. Tak seperti biasa, Josephin benar-benar tidak mau mengalah pada saudara kembarnya. Untuk pertama kalinya ia bersikap egois, memprioritaskan dirinya di atas kemauan sang adik. “Hi, Wife..” Sapa Josephin dengan senyuman sehangat mentari kala penghulu telah mengesahkan pernikahan mereka. “Hello, Jo..” Pada meja yang bersebelahan dengan prosesi ijab qobul Josephin, Kamasea berseru. “Cih! Abang shut up! Gilirannya Ceya ini!!” Seruannya itu terdengar oleh seluruh tamu undangan mengingat adanya alat pengeras yang terpasang di atas meja ijabnya. “Ya Tuhan.. Punya anak pada ngebet kawin.. Dikira kawin enak kali ya..” gumam Anya, menepuk keningnya. Setelah Michellion yang biang kerok itu ia lepaskan dengan segenap keikhlasan hati, kini tibalah pada momen yang menurut Anya paling berat. Sebagai seorang ibu yang mencintai
Duka mendalam sedang dirasakan oleh Alexiz. Sejak penghulu yang menikahkan putrinya pulang, pria tampan itu terus saja menangis. Kenyataan dimana putrinya telah dipersunting oleh anak sahabatnya semakin terasa nyata.“Tell me! It was a dream, right? Tadi mereka cuman simulasi ijab aja kan?!” Ucap lirih Alexiz yang belum dapat menerima kenyataan.Melepaskan putri kesayangannya ke tangan pria lain merupakan mimpi terburuk Alexiz. Apalagi kepada orang seperti Michellion Hasan yang ia kenal baik kebobrokannya.“Alexiz, wake up! ini nyata! Lexa kita udah nikah, Lex. Dia akhirnya bisa raih cita-citanya..”Alexiz pun terhenyak. ‘Cita-Cita sampah sialan!’ maki pria itu dalam hati.Sejak kapan tepatnya menikah menjadi cita-cita? Putrinya sungguh abnormal. Disaat anak lain mencita-citakan pekerjaan setinggi langit, putrinya yang cantik dan sedikit tidak baik hati justru mengidam-idamkan lelaki bermasa depan suram seperti Michellion.Ngenes.. Ngenes! Mana anak satu-satunya lagi ah!“Stop crying
“Saya terima nikah dan kawinnya, Alexa Sasongko bin..” “Bin.. Bin-tiiii..” Plak! “Argh, Mama!!” erang Michellion kesakitan. “Satu tarikan napas, Ichell!! Satu tarikan!” berang Anya tak mengindahkan protes kesakitan bungsunya. “Serius dong! Jangan salah-salah mulu! Sekali salah lagi, nggak bisa kawin selamanya kamu!” timpal Anya, menakut-nakuti Michellion. Putranya sudah dua kali mengacaukan ijab qobulnya. Anya kan gemas jadinya. Kalau memang tidak niat menikah, anak itu seharusnya bersikap gentle, berani mengakui ketidaksiapannya di depan Alexa dan keluarganya. Memang dasar Michellion! Otaknya hanya berkembang jika menyangkut uang, selebihnya mah nol besar. Michellion yang ragu dengan pernyataan Anya pun bertanya, “masa sih, Mah? Masa gitu doang Ichell terus harus jadi jomblo seumur hidup?” “Dih, nggak percaya-an! Auto blacklist kamu tuh. Iya kan Pak Penghulu?” “Ng..” Melihat pelototan maut Anya, penghulu yang tadinya hendak menyangkal pun merubah jawabannya. “Iya, Mas! Mas h
“Gundulmu!” Sembur Alexiz, ngegas.Calon menantunya memang minta ditendang sampai ke Afrika. Ya mengapatidak– disaat suasana sedang panas-panasnya, anak itu tetap bisa mengelantur.Padahal ia sedang panas dingin karena mendeteksi adanya sinyal permusuhan dariorang-orang rumahnya.Anya menjentikan jari. “Woi! Jadinya gimana? Kaki gue pegel nih berdiri mulu!” tanya perempuan itu tak santai.“...”“Mah, Mah!!” sela Josephin karena omnya tak kunjung menanggapi pertanyaan sang mama. “Nikahin sekarang aja sekalian, Mah. Itung-itung jagain Om Lexiz kalau berubah pikiran lagi ntarnya..”“What?!”Siapa sangka jika usul Josephin itu mengagetkan dua pria disana.Iya, kalian tidak salah jika menebak pekikan tersebut berasal dari mulut Michellion dan calon papa mertuanya.Kali ini keduanya terlihat sangat kompak. Karena kekompakan yang jarang terlihat itu, keduanya bahkan sampai bertatapan mesra.Respon kaget yang mengisyaratkan ketidaksetujuan itu berbanding terbalik dengan Alexa.Alexa yang te
‘Anjing lah! Perasaan gue jadi anak udah sholeh, kenapa ada aja sih ujiannya!’Ditengah umpatan yang Michellion pendam, bibir anak itu berkedut dikarenakan senyuman yang terpaksa harus dirinya hadirkan.“Kamu, bla-bla-bla..”Dengan wajah datarnya— bungsu kamarudin itu berpura-pura fokus mendengarkan. Setiap kali nada papa Alexa berubah, ia menganggukkan kepala. Padahal ia sendiri tidak menyimak serius kalimat-kalimat yang dikeluarkan oleh omnya.“Gara-gara kamu masa depan Lexa jadi kacau gini! Kalau sampai kamu nanti nggak bisa bahagiain Lexa... Siap-siap aja ya kamu.. Om bakal kirim kamu ke neraka jahanam!”“Heum..” gumam Michellion lemah sebagai jawaban.“Jalur express!!”“Via darat apa laut, Om?” celetuk Michellion. Ia paling tidak betah jika harus terus dalam mode serius. Menjadi orang serius bukanlah bakatnya. Melakukan itu hanya membuatnya lelah jiwa dan raga.“What the..”“Uhuk!! Banyak anak dibawah umur disini, Lex!” tegur Kalingga. Setelah tak bisa menghadiri acara lamaran ke
Pada hari berikutnya, kediaman Anya kembali ramai. Kali ini lamaran datang dari pihak orang kepercayaan Kamarudin.“Apaan nih, Man? Pake repot-repot segala.”“Sogokan biar lamarannya nanti diterima, Bu.” Kekeh Lukman dengan tawa renyah di akhir kalimatnya.“Aigo! Mana ada Kenan ditolak.. Bawa diri aja udah pasti diterima lamarannya.” Sahut Anya, membalas.Anya tak mungkin mempersulit masuknya Kenan ke dalam keluarga besar mereka. Selain dikarenakan putrinya yang terlanjur cinta mati, Kenan sendiri sudah dirinya incar sejak keduanya baru mendekatkan diri.Andaikan Kamarudin tidak bertindak sebagai ayah yang terlewat posesif kepada putrinya, pembicaraan tentang pernikahan Kamaseda dan Kenan pasti sudah lama terealisasikan.“Masuk, yuk.. Kita kirain nggak jadi kesini.. Abisnya lama banget nggak nyampe-nyampe kaliannya.” Ujar Kamarudin, mempersilahkan.“Iya, nih!! Ceya sampe udah mau banjir air mata itu..” pungkas Anya, menimpali perkataan Kamarudin.Kenan pun meminta maaf karena telah me
Sudah diputuskan!! Demi menghargai silsilah persaudaraan diantara anak-anaknya, Kamarudin dan Anya pun akhirnya menentukan hari yang berbeda untuk prosesi lamaran ketiganya. Ya, hanya 3 karena Josephin tidak dihitung.. Menjelang hari lamarannya, Josephin untuk sementara waktu diungsikan ke rumah orang tua Anya. Anak itu akan mengetuk pintu rumah mereka dengan didampingi opa dan kedua omanya. Terdengar rempong kan?! Namun bagi Anya, alur seperti itu, hukumnya wajib untuk dijalankan. Anya tidak ingin melepas putri pertamanya dengan asal-asalan. Ia ingin putrinya dilepaskan dengan alur yang semestinya, seperti para anak perempuan milik orang lain. Untuk itu, Josephin pun harus melakukannya sesuai prosedur, dengan bertindak seolah-olah dia merupakan pihak luar yang hendak meminang putri dari keluarganya. Yah, salah sendiri ngebet nikahnya sama dengan angota keluarga sendiri. Coba saja anak itu memilih gadis lain, pendampingan pada lamarannya pasti akan ditemani Anya dan Kamarudin se
“Ya Tuhan,” desah Kamarudin.Pria itu meletakkan ponselnya ke atas meja kerja.“Sialan lo, Lex!”Beberapa detik yang lalu Kamarudin baru saja mendapatkan laporan. Ia akhirnya mengetahui jika sahabat baiknya lah yang menjadi dalang dari meledaknya tagihan putra bungsunya.Sungguh sahabat yang baik. Pria itu sangat tahu cara untuk membalaskan dendamnya. Dengan begini, ia jadi tak bisa berkutik, termasuk memarahi putranya agar Michellion dapat belajar artinya bertanggung jawab dalam menggunakan uang.Yah, mereka juga tak mungkin mengambil kembali barang-barang yang telah diberikan. Hal itu sangat tidak etis. Sebesar apa pun mereka merugi, apa yang mereka hadiahkan jelas sudah menjadi hak si penerima, terlepas dari seberapa liciknya Alexiz dalam memanfaatkan momentum lamaran putrinya.“Man, buat lamaran Ceya nanti, kalian udah nyiapin apa?” tanya Kamarudin, mengangkat kepalanya dan memandang Lukman yang saat ini tengah membaca berkas di meja tamu ruangan kerjanya.“Standar saja sih, Pak..
Michellion berjalan mengendap setelah melewati pintu utama rumahnya.Kepalanya celingukan, memastikan jika dirinya aman, tak berpapasan dengan sang mama.Gila, Gila!Seharian berkeliling mencari hadiah benar-benar membuatnya ingin mati berdiri.Ia tidak tahu pasti berapa uang yang telah dirinya gelontorkan, tapi mengingat banyaknya perhiasan dan hal-hal lain yang calon papa mertuanya beli, sudah dipastikan ia akan tinggal nama ditangan mamanya.“Chell..”“Ssst, Kak, jangan kenceng-kenceng!” hardik Michellion, pelan. Ia kan tengah menghindari pertemuan dengan mamanya. Kalau sampai mamanya tahu ia sudah pulang, habis sudah telinga dan kewarasannya.Di Balik tembok yang memisahkan ruang tamu dengan keluarga, Michellion melambaikan tangan, mengundang sang kakak untuk mendekat ke arahnya.“Apaan sih? Kamu yang kesini lah!”Mendengar jawaban kakaknya, Michellion pun menghentakkan kaki-kakinya.“Cepetan ih!!” pinta Michellion, setengah mengerang.Rumahnya mungkin terlihat sepi, tapi dibalik