Beranda / Romansa / Dosen Dudaku / 6. Salah Paham

Share

6. Salah Paham

Penulis: Diganti Mawaddah
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

POV Devano

"Rumah kamu di mana?" tanyaku pada Andini, saat kami sedang menunggu taksi online di depan gerbang kampus. Wanita itu yang memesannya langsung dari ponselnya. Aku tak tahu menahu dan dia juga tidak memberitahu apapun.

"Di rumah ibu saya, Pak. Saya kan single, jadi belum ada rumah," jawabnya sambil tersenyum tak sedap. Ya, tak sedap menurutku karena aku bertanya apa, dia menjawab layaknya anak TK. Malah, anak TK bisa menjawab dengan benar.

"Iya, saya tahu kamu tinggal di rumah Ibu kamu. Gak mungkin kamu tinggal di rumah saya'kan? Maksud ...."

"Emang boleh tinggal sama, Bapak?" tanyanya balik memotong ucapanku dengan polosnya. Sudahlah, lebih baik aku tidak perlu bertanya apapun lagi, jika ingin usiaku lebih panjang. Buat para pembaca yang ingin segera mengakhiri hidup, aku sarankan banyaklah berbincang dengan Andini.

Tak lama kemudian, taksi tiba untuk menjemput kami. Aku duduk di depan bersama Arjun yang berada dalam gendonganku, lalu Andini duduk di belakang. Tak ada percakapan apapun di dalam mobil yang begitu hening. Arjun tertidur, begitu juga Andini. Hanya suara dengkurannya saja yang menjadi soundtrack perjalanan malam kali ini.

Aku sampai menggelengkan kepala, melihat ada ternyata wanita cuek, budeg, lemot, dan begitu polos seperti Andini. Untunglah wajahnya lumayan cantik, jika tidak, pasti lelaki yang nanti menjadi suaminya makan beling setiap hari karena kesal.

Drt

Drt

Andini tersentak dari tidurnya karena ponsel yang bergetar. Masih dengan mata tertutup, Andini meraba isi tas, lalu mengangkat panggilan.

["Halo. Iya, Bu. Ini lagi di jalan pulang."]

["Pulang ke mana?"]

["Ya pulang ke rumah, Bu. Masa pulang ke pangkuan Ilahi. Udah ya, Bu. Andin ngantuk."]

Aku menahan tawa mendengar ucapan Andini dengan seseorang di seberang telepon sana, yang aku yakini adalah ibunya. Aku bisa jamin, ibunya akan sangat stres dan renta karena memiliki anak seperti Andini. Sungguh makhluk Tuhan paling seksi? Apa? Seksi? Ya ampun, seksi dari mana? Dengan hati-hati aku melirik mahasiswaku yang kembali pulas di belakang sana.

Terkadang ia tersenyum dalam tidurnya. Terkadang lagi memasukkan jari kelingkingnya ke dalam hidung, lalu mengebor; mencari harta karun di dalam sana. Seketika perutku bergolak. Sungguh gadis yang sangat jorok.

"Arjun, kalau udah gede jangan cari istri seperti itu ya? Jorok, budeg, tulalit, bikin sakit jiwa. Pokoknya Papa gak setuju kalau menantu Papa nanti wanita seperti dia," bisikku di telinga Arjun yang masih terlelap.

"Silakan, Pak. Sudah sampai," tegur sopir taksi membuyarkan lamunanku.

"Eh, baru sebentar udah sampai ya?" kataku lagi sambil melihat jam tangan. Ternyata kami hanya memerlukan waktu lima belas menit untuk sampai di depan rumah Andini.

"Andini, sudah sampai. Turun sana! Saya mau pulang," seruku membangunkan Andini yang masih teramat pulas.

"Andini!" panggilku lagi sambil menekan-nekan lututnya.

"Eh, kita udah sampai ya? Maaf Pak, saya ketiduran ya. Lelah saya jongkok di WC, Pak. Semoga besok saya gak ambeien," katanya lagi sambil mengucek kedua matanya. Aku tak menyahut, karena percuma saja. Ia tetap akan menimpali dengan kalimat yang lain pula.

Pagar rumah Andini terbuka lebar. Aku menoleh, dan mendapati ibu-ibu sudah berdiri di depan pagar sambil memegang gagang sapu. Sebelah tangannya lagi berada di pinggang. Jelas sekali akan ada pertempuran antara Godzila VS Kong sebentar lagi.

"Bu, Andini pulang. Ayo, Pak. Turun dulu! Bantuin saya jelasin soal pembalut," rengeknya sambil mencolek punggungku berkali-kali. Sebenarnya aku malas, tetapi daripada nanti terjadi pertikaian, lebih baik aku jelaskan sekilas tentang yang terjadi hari ini. Sekaligus memberitahu orang tua Andini, bahwa anak mereka saat di kelas, bagaikan habis minum CTM.

"Loh, siapa kamu?" tanya ibu itu yang aku rasa tidak terlalu jelek untuk wanita seusianya. Aku yang baru saja turun dari mobil, sempat terlonjak kaget.

"Saya Dev, Bu," ujarku sambil mengulurkan tangan untuk berjabat.

"Debu? Nama kamu Debu?" tanya wanita itu lagi dengan kening mengerut. Andini tertawa, lalu menepuk pundak ibunya dengan pelan.

"Namanya Pak Dev. Bukan de-bu. Kalau debu itu yang suka bantu-bantu di rumah orang kaya," tambah Andini meluruskan kesalahpahaman ini.

"Itu babu, Andini. Kamu ini, jangan nganggep Ibu budeg terus dong," protes wanita itu dengan sewotnya.

"Loh, ini anak siapa? Anak Andini? Cucu saya? Kapan buntingnya?"

"Eh, b-bukan, Bu ...." Aku gelagapan menjawab cecaran dari ibu Andini yang ternyata tidak renta.

"Pa ... Sini, Pa. Lihat ini! Andini punya anak dari lelaki yang tua kayak Papa. Pa ...!" teriak wanita itu ke dalam rumah. Aku yang syok akan kesalahpahaman ini, menjadi takut dan segera saja masuk ke dalam mobil kembali.

"Jalan, Bang!" dengan wajah pucat pasi dan keringat membanjiri wajahku, kudekap Arjun dengan erat, sambil mencoba mengatur napas; guna mengatasi ketakutanku. Mobil pun berjalan dengan sedikit lambat, karena di depan sana ada mobil yang  akan masuk ke dalam rumah.

"Mas, si ibu ngejar!"

"Apa?"

Bersambung-

Ha ha ha ha

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Eneng Dliyyuen
ya allah parmiii
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Dosen Dudaku   7. Dosen Jelata

    POV DevanoHari yang sungguh melelahkan. Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam dan aku baru bisa berbaring di ranjang kuno empuk, tempat biasa aku melepaskan lelah. Arjun sudah terlelap setelah menyusu satu botol dan bermain sebentar denganku.Jika kupikirkan lagi, betapa hari ini aku berlakon bukan seperti diriku. Ke sana-kemari hanya untuk mahasiswi yang membuatku kesal setiap masuk ke dalam kelasnya. Sepanjang usia, baru malam inilah aku pergi ke warung untuk membeli pembalut untuk seorang wanita yang bukan siapa-siapa. Seandainya aku adalah pemilik kampus, pasti mahasiswi seperti Andini tidak akan aku loloskan masuk kampus, karena pasti akan mengakibatkan gagal jantung para dosen dan teman-temannya.Kembali kuteringat akan parasnya. Gadis itu benar-benar seperti pernah kulihat, tapi di mana? Tak mungkin dia anak mantanku, atau anak saudara. Berkali-kali aku coba mengingat di mana pernah melihatnya, tetapi tak juga ketemu. Mungkin aku memang benar-benar tak pernah bertemu denga

  • Dosen Dudaku   8. Sembako untuk Devano

    POV DevanoAku merasa sangat beruntung bisa mengajar di fakultas ekonomi milik Opa Wijaya ini. Selain aku mengenal banyak staf yang tadinya pernah bekerja denganku, aku juga merasa nyaman dan diberi sedikit kelonggaran perihal Arjun yang ikut ke kampus bersamaku.Walau bayarannya tidak banyak, tetapi cukup bagiku yang saat ini masih sendiri, serta lingkungan yang cukup nyaman bagiku.Hari ini sungguh padat. Sedari pagi punggungku belum benar-benar bisa bersandar di kursi dan selera makanku menjadi buruk. Pagi tadi, aku hanya memasukkan sepotong roti bakar ke dalam mulut, dan minum segelas teh jahe. Sekarang, disaat jam sudah menunjukkan pukul sebelas, cacing di dalam perutku pun meronta minta diisi kembali.Aku masih berada di kelas D anak semester dua. Tersisa dua puluh menit lagi jam baru akan usai. Mau tidak mau, sabar tidak sabar, aku harus bersabar menunggu, sambil terus mengajak Arjun bermain. Balita itu duduk nyaman di atas meja dosen sambil memainkan mainan bunyi-bunyian.Tok

  • Dosen Dudaku   9. Kencan

    POV AndiniAku sudah bersiap sejak sore hari. Kebetulan sekali, pukul satu siang jam perkuliahanku selesai, sehingga aku bisa lebih awal pulang ke rumah. Sempat berpapasan dengan Pak Dev saat di gerbang kampus, tetapi sepertinya beliau tidak menyadari senyum yang aku lemparkan padanya. Menunggu jemputan dari Dimas sungguh membuatku berdebar. Lelaki itu adalah kakak kelasku saat SMA. Sering mengirimkan pesan dan juga salam, tetapi kami tidak juga jadian. Karena saat itu Kak Dimas sudah memiliki pacar yang satu kelas dengannya. Pertemuan kembali seminggu yang lalu, saat acara sekolah, membuat Kak Dimas kembali mengirimiku pesan. Dari yang aku tahu, dia sedang skripsi dan malah sudah bekerja. Paling tidak, jika nanti kami jadian, aku pasti merasa bangga padanya, karena pacarku mempunyai pekerjaan yang layak, walau usianya masih muda dan pastinya berbeda dengan Aleta dan Andrea yang memiliki pacar tajir karena harta orang tuanya. Aku terus saja tersenyum sambil memandang keluar rumah da

  • Dosen Dudaku   10. Kencan Bagian 2

    POV Devano"Jadi, itu pacar kamu?" tanyaku pada Andini yang masih saja meringis meraba kepalanya."Bukan, Pak. Baru diajak makan doang. Saya berharap dia menyatakan perasaannya, tapi malah sudah punya pacar," omelnya dengan wajah sebal. Aku tak ingin menanggapi terlalu berlebihan, tetapi jujur anak jaman sekarang pada nekat dan berani, bahkan di tempat umum. "Untung Bapak jadi Spiderman saya hari ini, kalau tidak, bisa botak saya dijambak wanita itu," tambahnya lagi sambil melirik keluar restoran. Jelas sekali wajahnya kecewa dan sedih, tetapi ia menutupinya. Ada satu yang cukup membuatku heran, kenapa malam Minggu seperti ini, dia dapat berkomunikasi dengan baik? Biasanya, kepalaku pasti berasap saat berbincang dengannya."Sini, saya pangku Arjun!" pintanya sembari memberikan kedua tangannya. Aku pun berdiri untuk memberikan bayi gemas ini untuk dipangku oleh Andini."Eh ... Saya bukan mau pangku Bapak. Itu loh, Inspektur," ujarnya lagi dengan gugup. Seketika perasaanku mulai tidak

  • Dosen Dudaku   11. Luka Andini

    POV Devano["Ish, cuma mahasiswa biasa, Sayang."]["Ayah kok gitu? Siapa tahu dari mahasiswa biasa jadi luar biasa. Ayolah, Ayah pokoknya harus punya istri!"]Perbincangan kami selalu seru dan memakan waktu yang panjang. Aku bahkan tak menyadari Arjun tertidur di pundakku dan Andini sudah kembali dari toilet dan bersabar menungguku di meja. Setelah mengucapkan salam, Amira pun menutup teleponnya. Aku kembali berjalan mendekati meja yang sudah tersedia aneka makanan di atasnya. "Kamu gak pesan makanan? Pesan saja, nanti saya yang bayar," kataku pada Andini. Wanita itu mengangkat wajah, lalu kulihat ada air mata yang menganak sungai membasahi kedua pipinya."Loh, kamu kenapa?" tanyaku sedikit panik. Aki menarik kursi untuk duduk di sebelahnya. "Lihatlah, Pak. Ini foto yang dibagikan dua saudara kembar saya. Ada yang dikasih hadiah boneka besar sama pacarnya. Ada yang diajak dinner romantis di sebuah restoran mewah. Ya Allah, saya malah malam minggunya dijambak Mak Lampir. Sungguh beru

  • Dosen Dudaku   12. Saran Andrea

    Aku sangat terkejut dengan info orang hilang yang dibagikan salah satu saudara Andini. Ada rasa khawatir menggelayut, saat tahu bahwa gadis itu tidak pulang ke rumah sejak semalam. Apalagi aku orang yang terakhir bertemu dengannya. Apa ini ada kaitannya dengan lelaki semalam yang kami temui di restoran? Karena setelah dengannya, wajah Andini muram dan buru-buru mengajakku untuk keluar dari restoran. Sekarang apa yang harus aku lakukan, aku tidak tahu. Dengan jari gemetar, aku mengetik pesan inbox untuk saudara Andini lewat pesan f******k. Tidak, sepertinya aku harus segera ke rumah mahasiswiku itu untuk memberi penjelasan pada keluarganya. Bubur ayam yang tadinya sudah ada dalam tenggorokanku mendadak tidak bisa kutelan. Rasa khawatir pada gadis itu lebih besar mengalahkan rasa laparku saat ini. Semoga tidak ada kejadian buruk yang menimpanya saat ini. “Mang, berapa?” tanyaku pada penjual bubur. Lelaki itu memandangku aneh, lalu menoleh pada mangkukku yang masih penuh. “Buburnya t

  • Dosen Dudaku   13. Pacar Pura-pura

    POV DevanoAku merasa sedikit aneh dengan ide yang diberikan oleh Andrea. Jujur, untuk urusan cinta aku tak pernah mau mencoba-coba, apalagi usiaku yang sudah tidak muda. Namun, untuk membantu Andini sedikit terhibur dan lebih baik kondisi kejiwaannya, maka sepertinya aku harus mencobanya. Hitung-hitung aku jadi bisa dekat juga dengan Andrea. Kulirik jam di dinding sudah pukul tiga sore. Aku baru sampai dari mencari Andini yang belum juga pulang. Arjun sedang bermain bersama bibik di depan, sehingga aku bisa beristirahat sebentar, sebelum kembali bertugas menjaga Arjun.DrtDrtPonselku bergetar. Ada nama Andrea di sana. Tentu saja aku berharap kabar baik yang ia sampaikan kali ini. "Halo, assalamualaikum. Ya, Andrea.""Andini sudah pulang, Pak. Ternyata dia pergi ke rumah nenek dan kami tidak diperbolehkan untuk tahu. Terima kasih, Pak. Oh iya, semoga ide yang saya sampaikan tadi pagi, bisa Bapak pikirkan kembali. Semoga Bapak setuju.""Baiklah, akan saya pikirkan. Kalau saya setuj

  • Dosen Dudaku   14. Resmi Pacaran

    "Beneran Bapak suka saya?" tanyaku pada Pak Dev lagi. Mimpi apa aku semalam sampai ditembak oleh dosen uzurku sendiri. Walau hati ini senang, tetapi masih ada keraguan. Dia hanya ingin bercanda menghiburku, atau memang benar-benar menyukaiku? Namun, saat lelaki itu mengangguk pasti sambil tersenyum, di situ kuyakin, Pak Dev tidak mungkin membohongiku. Apalagi usianya tidak muda lagi, pastilah serius untuk sebuah hubungan.Tak apa tak ada cinta di awalnya, nanti juga aku bisa cinta. Semoga Pak Dev benar-benar suka padaku."Bagaimana? Kamu mau menjadi pacar saya?" tanyanya lagi dengan wajah cukup serius."Mm ... Berikan saya waktu berpikir, Pak. Dua hari lagi saya kasih jawaban, tapi kalau saya jawab iya. Tugas kampus saya ada diskon gak?" Dia malah tertawa mendengar pertanyaanku yang menurutnya sangat konyol."Kenapa ketawa?" tanyaku heran. "Pacar ya pacar. Dosen tetap dosen. Tidak ada diskon tugas, apalagi acara diskon kuis. Aturan kelas harus tetap dipatuhi," ujarnya tegas membuatku

Bab terbaru

  • Dosen Dudaku   48. Pesta Pernikahan (Ending)

    Seorang Devano ternyata menunaikan janjinya untuk memberikan pesta pernikahan terbaik untuk Andini. Berlangsung di sebuah ballroom hotel mewah, pesta meriah itu diadakan. Semua setting tempat dan acara, diserahkan Devano pada salah satu teman yang dia percaya, yaitu Emir dan Aminarsih. Dua orang itulah yang membantunya mewujudkan mimpi Andini yang menginginkan pesta pernikahan seperti Tuan Putri di Negeri Dongeng.Pakaian pengantin super mewah dengan pernah pernik mengkilap menempel pada kain tile renda premium yang dibuat oleh perancang kenamaan. Semua disesuaikan dengan perut Andini yang semakin membesar di usia kehamilan menginjak delapan bulan. Tidak ada akad sebelumnya, karena memang mereka sudah menikah secara agama. Pesta langsung semarak dengan mengundang para tamu yang juga berkelas. Jangan lupakan Devano dahulu siapa? Semua relasi bisnis dia hubungi. Bukan karena ingin mengambil keuntungan dari pestanya, tetapi lebih karena semua relasi yang ia undang mengetahui bahwa dia s

  • Dosen Dudaku   47. Kekonyolan Andini

    Andini duduk di samping Devano. Kondisi suaminya sudah jauh lebih baik. Walau masih belum membuka mata, tetapi sudah ada pergerakan dari anggota jari tangan. Sesekali pria itu juga bergumam dan mengigau tidak jelas. Andini meminta ijin pada dokter untuk mendampingi suaminya. Anton dan Parmi juga membantu meyakinkan dokter, bahwa Devano pasti bisa sadar, dengan kehadiran sang istri di sampingnya.Andini menggenggam jemari suaminya yang sedari tadi bergerak, tetapi hanya sebatas itu saja. Air matanya sudah beranak sungai, berharap ada keajaiban untuk suaminya membuka mata. Pelan tangannya mengusap lengan palsu Devano. Dipijatnya lembut dari atas ke bawah. Lalu bergantian dengan tangan kanannya. Andini dengan sabar mendampingi suaminya, sambil membisikkan kalimat penyemangat."Pa, mau pegang anaknya tidak? Ini, Dedek di perut main akrobat terus. Keren loh, tendangannya. Seperti Bang Bokir. Tahu Bang Bokir'kan? Artis China yang jago silat itu loh." Andini terus saja mengajak Devano berbi

  • Dosen Dudaku   46. Koma

    POV AndiniAku tidak tahu harus berkata apa, ketika tahu kabar bahwa suamiku mengalami kecelakaan bersama dengan wanita yang bernama Ayu. Ketika kutanya Tuti dan teman-teman di kampus, mereka mengatakan suamiku marah pada wanita itu dan memaksanya masuk ke dalam mobil dengan kasar. Jelas sekali suamiku marah dengan kelakuannya. Apakah sebenarnya memang suamiku tidak bersalah? Aku terlalu egois yang tidak mau mendengar penjelasannya. Sekian lama aku mendiamkan dan mengabaikannya. Tidak mengurus pakaian juga makannya. Dia terbaring begitu lemah dengan berbagai alat menempel di tubuhnya. Wajahnya brewokan dan lusuh. Aku pingsan sebanyak dua kali begitu mendengar suamiku kecelakaan dan koma di rumah sakit. Keadaanku yang juga tidak sehat, membuat tubuhku semakin lemah, tetapi aku tidak mau kalah, aku harus menemani suamiku, ayah anakku. Dia di sana karena aku."Hiks ...." mau menghabiskan tisu berapa banyak lagi, aku pun tidak tahu. Air mata ini masih terus mengalir dengan derasnya."Su

  • Dosen Dudaku   45. Kecelakaan

    POV AuthorSuasana hati Andini sejak pagi, sudah tidak nyaman. Bayi di dalam perutnya pun sepertinya ikut merasakan hal yang sama. Entah ada apa? Yang jelas seharian ini Andini uring-uringan di kamar. Nasi pun tidak mampu dia telan seperti biasanya. Mual muntah yang seharusnya terjadi di trisemester kehamilan, malah didapatinya menjelang kehamilan lima bulan. Tubuhnya lemas dan tidak bertenaga. Susu hamil dengan rasa vanila pun ia muntahkan. Tidak ada yang masuk dengan benar ke dalam perutnya sejak tiga hari ini.Parmi menghela napas panjang, saat mengoleskan minyak kayu putih di perut, tengkuk, leher, dan juga punggung Andini. Dengan pijatan amat lembut, dia mencoba membuat Andini nyaman, serta tidak mual muntah lagi."Masih mual?" tanya Parmi pada putrinya."Masih, Bu. Gak enak banget rasanya," keluh Andini dengan mata berkaca-kaca. Parmi terus saja memijat lembut tengkuk Andini, hingga pundak. "Mungkin bayi kamu rindu dengan ayahnya," bisik Parmi dengan senyuman hangat. Andini men

  • Dosen Dudaku   44. Kekecewaan Andini

    POV DevanoAndini masih marah padaku. Dia menutup mulut sepanjang hari, tidak menanyakan apapun, bahkan ketika aku dan papa pulang dari menguburkan salah satu bayi kembar kami. Ya, usia janin itu ternyata lebih dari empat bulan dan sudah nampak berwujud juga sudah ditiupkan ruh oleh Sang Pencipta. Aku dan papa memakamkannya layaknya manusia yang wafat pada umumnya.Untunglah ada papa mendampingiku, sehingga aku yang tidak terlalu paham urusan seperti ini, menjadi paham dan mengikuti sesuai dengan arahannya. Jangan bilang hati ini tidak patah. Jangan bilang hati ini tidak terluka. Kehilangan salah satu dari bayi kembar yang dikandung Andini tentu saja membuatku sangat syok. Apalagi aku yang sama sekali tidak pernah mengalami mendampingi istri saat hamil sampai melahirkan.Apakah ini bagian dari penebus dosaku di masa lalu? Tak banyak yang bisa kulakukan saat ini. Bersujud memohon pada Sang Pencipta agar mengampuni dosa-dosaku terdahulu. Saat Amira ada di dalam kandungan ibunya, aku mal

  • Dosen Dudaku   43. Hadirnya Ayu

    Selama empat bulan hamil, sama sekali tidak pernah kurasakan mual, muntah, atau ngidam yang terlalu berlebihan. Hanya saja, setiap harinya wajib ada jambu air di atas meja makan. Demi menuruti keinginan bayi kami, suamiku rela membeli pohon jambu air cangkokan. Menanamnya di pekarangan rumah dan merawatnya setiap hari. Ada dua jenis pohon jambu air yang dia beli. Pertama yang berbuah hijau pucat dan satu lagi berbuah merah dan berukuran besar. Sengaja suamiku membeli yang sudah berbuah, agar kami tidak susah minta ke tetangga saat ingin mencicipinya. Pagi ini, Pak Dev sudah berangkat lebih dahulu ke kampus, sedangkan aku berangkat siang, karena jam kuliah pertama dimulai pukul sepuluh. Bibik memasak di dapur, sesuai dengan menu yang aku pesan. Sayur asem, ikan asin balado, dan goreng bakwan. Aku berencana makan terlebih dahulu, baru berangkat ke kampus."Non, sayurnya udah mateng," seru Bibik dari balik pintu. Aku meletakkan ponsel di atas nakas, lalu segera turun dari ranjang untu

  • Dosen Dudaku   42. Indahnya Ngidam

    POV AndiniJika kamu berulang kali gagal dalam sebuah usaha atau kesempatan, yakinlah ada kesempatan dan peluang lain yang tengah menunggumu. Banyak orang bilang, kegagalan hanya sebuah keberhasilan yang tertunda. Jika gagal hari ini, bisa saja besok kamu berhasil.Jika besok masih gagal, maka akan ada lusa yang memiliki banyak kesempatan. Baik untuk urusan rejeki ataupun jodoh. Bisa saja gagal dengan Hendri, James, Adam, Noah, Haikal, Jono, Pardi, Tama, Juna, Faikar, dan aku tak sanggup mengingat lagi, nama lelaki yang sekian banyak sudah menjalin hubungan denganku.Mereka tidak cukup baik untukku, sejak dahulu. Mereka hanya memanfaatkan kepolosan otak dan juga kebaikan hati ini, untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Berbeda dengan lelaki yang tengah memanjat pohon jambu air tetangga pagi ini. Siapa lagi kalau bukan Devano Wijaya. Lelaki tua renta, (dosaa wooy ... he he ...) yang telah menjadi suamiku karena keterpaksaan.Hanya menggunakan sarung dan kaus dalam saja, dia rela m

  • Dosen Dudaku   41. Lain di Atas, Lain di Bawah

    POV DevanoMata ini masih basah menatap layar monitor USG. Mereka benar-benar ada di dalam perut istriku. Dua janin yang insyaAllah akan tumbuh sehat dalam rahim ibunya. Aku tak sanggup mengatakan apapun, semua ini terlalu luar biasa untuk lelaki penuh dosa sepertiku. Tidak, sebaik-baik rejeki adalah yang saat ini Tuhan berikan untuk ummatnya. Jadi, aku pasti seorang lelaki pilihan, yang tepat untuk diberi tanggung jawab seorang istri istimewa dan juga anak-anak yang luar biasa. Tuhan benar-benar Maha Baik dan Sempurna. Tidak ada nikmat terindah dalam hidupku, selain memiliki anak dari wanita yang aku cintai dengan sepenuh hati.Andini mengusap tangan palsuku. Dia pun sama terisaknya denganku. Kebahagiaan yang tidak terduga begitu cepat Tuhan berikan pada kami."Papa jangan nangis terus, nanti saya sedih. Nanti kalau bayi kita ikut sedih, terus mukanya memble bagaimana?" kelakar itu membuatku tertawa di sela isakan."Amit-amit. Saya hanya terlalu bahagia akan menjadi seorang ayah da

  • Dosen Dudaku   40. Perlakuan Spesial dari Devano

    Andini merangkul erat lengan Devano dengan gemetar. Gadis itu sama sekali tidak mau mengangkat wajahnya, karena ada Adam yang kini duduk persis di depannya dengan wajah marah dan nampak tidak terima. Dia menyembunyikan sebagian wajah di balik punggung Devano. Keadaan yang seharusnya hangat, menjadi kaku dan menegangkan. Aminarsih tidak paham dengan yang terjadi, wanita setengah baya itu dan suaminya memandangi tamu dan juga anak angkat mereka secara bergantian.“Pak, pulang yuk!” bisik Andini takut-takut. Devano menoleh ke samping, lalu mengusap lembut tangan istrinya. “Kenapa? Baru juga sampai. Gak usah takut sama Adam. Kamu dan Adam sudah tidak punya hubungan lagi’kan?” ujar Devano dengan suara cukup jelas untuk di dengar oleh semua orang yang ada dalam ruang tamu.“Adam, sekarang Andini sudah menjadi istri saya dan insyAllah sedang mengandung. Jadi ….” “Apa?” semua orang di sana, termasuk Aminarsih membelalakkan mata tidak percaya dengan pengakuan Devano.“Wah, hebat sekali.

DMCA.com Protection Status