Satu ember air kotor yang ditinggalkan entah sudah berapa lama, sangat kotor dan bau, baru saja disiramkan ke arah Amber. Seketika, bau asam yang tajam merasuki indera penciuman Amber.Amber sangat terkejut dan ketakutan sampai shock, dia terus berdiri membeku di tempat dengan sekujur tubuh yang basah. Orang yang menyiramkan air kotor ke seluruh tubuhnya adalah seorang nenek tua dengan punggung agak bungkuk. Sebelumnya ketika nenek itu mendekati mereka dengan membawa ember kotor, Amber mengira dia berencana membuang sampahnya di suatu tempat, tetapi tidak disangka hanya beberapa saat kemudian, Amber melihatnya mengangkat ember itu tinggi-tinggi dan mengarahkan isinya ke Ian.Pada awalnya Amber berencana hanya menariknya keluar dari jalan. Namun, karena dia tinggi dan berat, meskipun dia berhasil menariknya menjauh, tapi dia juga seperti melemparkan dirinya ke dalam garis api. Ingin menyelamatkan Ian malah dirinya yang terkena.Nenek tua itu tidak pergi bahkan setelah menuangkan air k
Kali ini adalah mandi paling lama dan paling hati-hati yang pernah Amber lakukan sepanjang hidupnya, bahkan dia juga mencuci rambutnya sampai tiga kali. Hingga ketika dia akhirnya keluar, dia tidak bisa mencium sedikit pun rasa asam.Setelah mandi Amber mengangkat teleponnya, dia melihat pesan yang belum dibaca dari Ian. "Pakaianmu ada di depan pintu."Ketika membuka pintu, Amber memang menemukan satu paper bag besar di depan pintu kamar hotelnya. Dia mengambilnya dan membawanya masuk, lalu membukanya di dalam kamar.Amber memperhatikan kalau di dalam paper bag tidak hanya berisi jaket, tetapi juga ada sebuah celana jins, kaos dalam hangat dan sekotak pakaian dalam sekali pakai.Mengingat bahwa seorang pria telah membeli semua barang-barang itu, Amber merasa tidak nyaman dari ujung kepala sampai ujung kaki, tetapi karena sudah dibeli, tidak peduli bagaimana perasaannya, dia harus ganti. Set pakaian aslinya sudah terlalu bau dan berminyak, sama sekali tidak bisa dipakai.Beberapa saat
"Bau sekali!"Dua kata yang tertangkap oleh indera pendengaran Amber itu seketika membuatnya langsung memahami kata-kata yang pernah dia dengar di Internet, 'tersenyum di luar dan memandang rendah di dalam.'Meskipun Amber tahu kalau Ian tidak dapat dipahami melalui cara normal dan pria ini tidak dapat diminta untuk bersikap seperti orang biasa, tetapi setelah dia mencuci rambutnya dan mandi tiga kali, hampir menggosok seluruh lapisan kulit tubuhnya, tetapi masih mendengar sebuah evaluasi seperti itu dari mulut seseorang, itu benar-benar membuatnya ... menggertakkan gigi!Saat ini Amber berusaha untuk menahan temperamennya, hanya bisa dengan canggung meminta maaf lagi. "Maaf membuatmu jijik dengan bauku."Sekali lagi Ian merespon dengan mendengkus.Respon Ian itu benar-benar membuat Amber ingin memukulnya, tapi dia urungkan. Dia menarik napas dalam-dalam, dengan tegas memut
Setelah makan malam, mereka kembali ke alun-alun yang baru direnovasi. Rupanya, malam itu sangat ramai. Para orang tua membawa anaknya ke sini untuk bersenang-senang. Ada yang menari, ada yang bermain bola, bahkan ada yang hanya sekedar duduk-duduk dan berbincang santai.Amber tidak tahu apakah harus menyebut keberuntungannya baik atau buruk karena meskipun alun-alun itu tidak terlalu besar atau kecil, dia masih berhasil bertemu dengan seseorang yang dia kenal—guru matematika sekolah menengah Elly—dan guru matematika itu bahkan mengenalinya lebih dulu.Guru matematika itu berlari untuk menyambutnya. "Ah, Pengacara Camille? Anda masih di sini?"Amber ragu-ragu sejenak sebelum pulih dengan senyuman, lalu menunjuk ke arah Ian yang berada di sisinya. "Ya, aku melihat lingkungan di sini cukup bagus jadi aku berencana tinggal di daerah ini dengan kekasihku."Saat ini Ian memandang mereka dengan dingin, tanpa niat untuk ikut bermain. Amber mulai berkeringat.Untungnya, guru matematika itu ta
"Aku akan melakukan yang terbaik untuk memperlakukanmu sebagai kekasihku."Amber berkedip sejenak, sebelum akhirnya mulai mengerti kalau itu adalah tanggapan Ian terhadap lelucon yang dia ucapkan sebelumnya. "Tidak apa-apa, kamu tidak perlu memaksakan dirimu ....""Tidak masalah." Ian cukup bangga dengan jawabannya.Amber terdiam. Berkomunikasi dengan Ian ternyata benar-benar sulit.Awalnya Amber telah merencanakan untuk melancarkan segalanya untuk memahaminya lebih baik, tetapi teralihkan oleh telepon dari Ruby.Setelah panggilan berakhir, Amber melihat ada masalah. "Kenapa kita belum sampai?"Amber mengedarkan pandangannya ke luar, sekelilingnya gelap gulita dan lampu kota terlihat sangat jauh. "Kita mau kemana? Bukankah kita akan kembali ke hotel?"Ian menjawab, "Tidak.""Kenapa? Aku masih memilik
Hari sudah sangat larut ketika Elly akhirnya tertidur.Amber memberi tahu perawat untuk memberinya obat kemudian dia memakai sepatunya lagi dan akhirnya keluar dari ruangan.Sepanjang seluruh proses, Ian hanya berdiri di ambang pintu tanpa bergerak atau berbicara. Saat Amber pergi, dia juga pergi.Setelah pintu ruangan ditutup, Amber bertanya, "Apakah kamu lelah?"Ian tidak menjawab.Perawat yang bertugas mengintip keluar, lalu menyapa Amber. Dia menatap penasaran pada pria di sisinya.Amber berbalik, tersenyum. "Pasien sudah tenang sekarang. Tidak banyak yang harus dilakukan untuk sisa malam ini. Aku akan tiba di sini besok pagi dan menyusun rencana perawatan baru untuk dia."Perawat itu membuat simbol OK dengan tangannya, lalu menunjuk ke arah Ian dan berkata, "Pacar?"Amber menggelengkan kepalanya dengan cepa
"Departemen psikiatri? Kamu ... Amber Camille?""Ya," jawab Amber yang sebenarnya tidak berharap untuk benar-benar dikenali. Kemudian Amber pun membalas tersenyum dengan hormat. "Selamat pagi, dokter."Tanpa disangka dokter itu akhirnya malah berkata, "Kamu adalah dokter yang seluruh slot janji temunya telah dipesan, bukan?" Dokter wanita itu melihat Amber dari atas hingga ke bawah. "Karena seseorang ingin memanjakanmu, mengapa kamu masih di sini menjadi dokter?" Setelah mengatakan itu, dia pergi dengan cepat, meninggalkan Amber berdiri sendirian, tertegun tak bisa berkata-kata.Pada saat ini, beberapa dokter dan perawat keluar. Amber dengan cepat berbalik dan mengikuti dokter wanita itu keluar ruangan. Setelah keluar, mau tidak mau dia berbalik dan melihat tanda departemen dengan jelas—ternyata dia telah mengembara hingga ke kantor ginekologi.Amber agak putus asa dan tidak bergegas kembali ke kantornya. Dia mengangkat telepon rekan kerjanya untuk mengecek sesuatu. "Apakah aku masih
Video yang diperlihatkan oleh Stanley itu sangat singkat, berdurasi kurang dari dua puluh detik saja panjangnya, tapi isinya adalah pemandangan yang mengerikan. Meskipun sebelumnya Amber bersiap untuk adegan yang brutal. Namun, dia masih terperangah dan kemarahan yang besar menguasai dirinya. Dia tidak pernah membayangkan bahwa anak-anak bisa sekejam itu. "Ini ilegal!" sentak Amber seraya memandang Stanley, berdiri dan meletakkan tumpukan dokumennya di atas meja. "Sebagai seorang guru dan sudah mengetahui kebenaran, bagaimana mungkin kamu tidak memanggil polisi, tetapi malah berusaha menutupinya?" Kepala Stanley terkulai sedikit. "A-Aku juga tidak punya pilihan. Sebagai staf guru matematika biasa, aku hanya bisa menuruti apa yang atasanku perintahkan. Seperti yang kamu lihat, anak-anak yang ikut dalam kekerasan tidak hanya satu atau dua anak. Itu adalah kerumunan mereka. Dua dari keluarga anak-anak itu memiliki hubungan yang dalam, sehingga seluruh kerumunan pada dasarnya dapat mel
"Istrimu benar-benar jatuh cinta kepadamu."Ian berbalik dan melihat bahwa meskipun pria itu berpakaian sangat bagus, dia dikelilingi oleh suasana yang suram. Ada beberapa botol kaca yang bertumpuk di tangannya.Ian dengan dingin bertanya, "Kenapa kamu berkata seperti itu?""Karena dia sangat mengkhawatirkanmu," kata pria asing itu sembari tersenyum kecut, lalu dia menunjuk ke arah Amber. "Dia sudah memanggang makanan selama beberapa menit terakhir, tapi dia pasti sudah melihat ke arahmu setidaknya lima puluh kali sekarang."Setelah pria asing itu mengatakan hal itu, dia berdiri dengan gemetar. "Tidak ada rahasia di mata seorang kekasih, tapi sayang sekali aku terlambat memahaminya. Sejujurnya, kemana pun aku pergi, aku melihat pasangan bahagia ada dimana-mana."Kemudian pria asing itu berjalan pergi dan terus bergumam kepada dirinya sendiri. ***Ian memandang ke arah Amber dan pada saat yang sama, Amber pun mengangkat kepalanya dan menatapnya juga, matanya yang cerah dipenuhi dengan
Setelah semua orang mendengar Amber dan Ian berencana pergi ke Danau Willoughby untuk berbulan madu. Billy mulai membujuk Silvia. "Sayang, bisakah kita pergi juga?"Namun, sayangnya Silvia menamparnya dengan keras melalui tanggapannya. "Mereka pergi ke sana untuk berbulan madu! Apa gunanya kita pergi?!""Latihan bulan madu sebelum bulan madu yang sebenarnya?""Ke puncak gunung?" kata Silvia dengan terkejut. Kemudian dengan serius memperingatkan Billy, "Dengar baik-baik ya karena aku hanya akan memberitahumu sekali ini saja. Aku hanya ingin bersantai dan dimanjakan. Jika kamu berani membawaku ke tempat seperti itu untuk bulan madu kita, maka aku akan menghajarmu tanpa alasan!"Sebenarnya Billy ingin terus berdebat dengan Silvia, tetapi ketika dia memeriksa seberapa jauh Danau Willoughby, dia merasa kalau tinggal di rumah bukanlah ide yang buruk."Ada beberapa hal menyenangkan yang bisa dilakukan di sekitar sini juga. Kita bisa tinggal di sini selama sebulan penuh!"Seketika Trysta memi
Ian tidak merasa mengantuk lagi, jadi dia menarik Amber bangun dan turun dari tempat tidur. "Kalau begitu kita harus berangkat lebih awal. Mumpung di luar tidak terlalu panas."Sebenarnya dia ingin pergi karena terlalu banyak orang di rumah, yang akan membuat perhatian Amber lebih terpecah dari biasanya. Dia benci tidak bisa memonopolinya.Di sisi lain, menghabiskan waktu berduaan dengannya dan hanya memikirkannya saja sudah membuatnya merasa lebih bahagia.Sementara itu, Amber juga tidak terlalu ingin tidur kembali, jadi dia pun bangun dan mulai mengobrak-abrik lemari untuk mencari sesuatu untuk dipakai.Ian pergi mandi dulu. Namun, di tengah mandinya, dia tidak dapat menahan kegembiraannya lagi. Dia menjulurkan kepalanya keluar kamar mandi dan dengan bertanya penuh harap kepada Amber."Kamu ingin pergi ke mana dulu? Niagara? Pulau seribu? Atau mungkin Danau Willoughby? Kita harus mengunjungi beberapa lokasi di dalam negeri terlebih dahulu dan kemudian pergi ke luar negeri."Menurut
Billy yang saat ini dalam keadaan setengah mabuk, dia menerima telepon dari Ian dengan menyalakan speaker ponselnya, jadi ketika dia mendengar permintaan blak-blakan Ian, dia balas berteriak dengan parau. "Apa!? Kamu akan meninggalkan kami seperti ini sementara kalian berdua pergi tidur? Di mana Dr. Camille?! Biarkan dia berbicara denganku!"Kemudian, semua orang mendengar pengantin pria menjawab dengan nada lembut yang luar biasa, "Dia lelah dan dia sudah tertidur."Kemudian, setelah dia mengatakannya, dia menutup telepon.Seluruh orang dalam ruangan memandang Billy yang sedang memegang ponselnya sambil bertanya-tanya dengan hampa, "Apakah itu hanya mimpi? Kapan seorang Ian Axton pernah bersikap selembut itu? Dan dia baru saja merasa bangga, bukan? Ya, 'kan?!"Billy memandang ke arah orangtua Amber dan Ruby. Wajah mereka sangat berwarna-warni dan dia akhirnya mengerti. "Itu bukan mimpi. Ya Tuhan! Ian menghabiskan seluruh vitalitas Amber sampai tidak
Ian menyeret Amber langsung menaiki tangga dan masuk ke kamar tidur mereka. Saat dia membuka pintu, Amber melihat ada buket mawar merah besar di tempat tidur dan seikat lilin romantis yang disusun berbentuk hati di lantai."Oh, jadi dia sudah belajar cara menciptakan suasana romantis sekarang," pikir Amber.Namun, ketika Amber baru saja hendak memujinya, dia melihat Ian mencubit hidungnya dan kemudian dengan muram berkata, "Ah, baunya sama manisnya dengan yang kukira."Dia telah mengikuti saran Billy meskipun dia tahu saran itu tidak dapat diandalkan. Dia juga segera melupakan orang-orang yang mengatakan kalau bunga segar dan lilin aromaterapi diperlukan untuk pengantin baru saat kenyataan memberitahu kalau ruangannya sangat menjemukan sehingga dia tidak bisa fokus bercinta!Mengingat kemungkinan angin akan memadamkan lilin, kamar tidur telah ditutup rapat. Ruangan yang terisolasi membuat perpa
Setelah mendengar jawaban putrinya, ibu Amber berkata sambil memelototinya. "Ini tidak seperti kamu mencurinya! Tidak bisakah kamu membantunya mengelolanya dengan baik? Dan kamu bahkan mengatakan kalau kamu menginginkan seorang anak.Jika dia terus mengeluarkan uang seperti ini, apakah kamu berencana untuk membesarkan anak itu sendiri?"Dia bahkan menyeret Silvia dan Trysta ke dalam percakapan dengan menanyakan pendapat mereka. "Tidakkah menurutmu Ian gila karena membeli tempat sebesar ini?"Seketika Amber berkata dalam hati. "Ini benar-benar ibuku! Siapa lagi yang akan mengambil setiap kesempatan untuk memarahi orang lain? Dia mungkin masih memperlakukan anak-anaknya seperti anak berusia delapan tahun ketika mereka berusia delapan puluh tahun."Ketiga sahabat itu saling melirik sebelum Trysta tertawa dan menjawab, "Ian benar-benar menghabiskan lebih banyak uang daripada yang seh
Meskipun sebelumnya Charlie telah mengatakan kalau mengenai jamuan makan malam semua telah diatur, tetapi Amber masih sedikit kepikiran dan cemas.Di saat Amber sedang berpikir, tiba-tiba dia mendengar sedikit keramaian. Begitu dia melihat ternyata kepala departemen dan rekan-rekannya yang lain tiba. Amber hampir tidak mempercayainya, Ian benar-benar mengatur semuanya.Ketika mereka pertama kali masuk, semua orang terkejut dengan besarnya tempat itu. Kemudian, mereka melihat hanya Amber dan beberapa orang yang membantu yang ada di sana, sehingga membuat mereka bertanya, "Di mana pengantin prianya? Bagaimana dia bisa absen saat ini?"Kepala departemen kemudian menunjuk ke bungkusan besar bir yang dibawa oleh dua pria di belakangnya. "Setelah dia memetik salah satu bunga tercantik di rumah sakit kami, semua orang menyingsingkan lengan baju mereka dan bersiap untuk mencobanya.""Dia keluar untuk m
Keesokan harinya Amber langsung kembali bekerja setelah mereka menerima surat nikah dan karena dia masih harus mengadakan makan malam di malam hari jad dia memberi instruksi kepada Ian, "Cari katering, lalu pesan makanan apa pun yang ingin kamu makan untuk dua meja."Amber bahkan bercanda dengan berkata, "Lagipula, akulah yang menikahimu."Ian mengangguk patuh dan pergi saat Amber kembali bekerja.Siang harinya, Amber kembali ke rumah untuk menyiapkan beberapa keperluan acara makan malam dan dia tidak melihat Ian tidak ada di rumah, jadi dia meneleponnya dan bertanya di mana dia berada.Namun, tak disangka ketika telepon tersambung, Ian memberikan respon yang cukup ringkas dengan hanya berkata "aku sibuk" kemudian dia langsung menutup telepon.Ian bahkan tidak memberi Amber waktu untuk bertanya apakah dia sudah membuat semua persiapan untuk jamuan makan.
"Tidak! Tapi kita harus menerima berkah untuk pernikahan kita, bukan?" Amber memutar otak keras-keras mencari cara lain untuk menyesatkan Ian. "Mendapatkan restu dari orang lain ketika menikah juga merupakan hal yang baik. Kenapa lagi semua orang harus mengadakan upacara pernikahan yang sangat rumit dan memerlukan persiapan berbulan-bulan? Itu semua dilakukan untuk mendapatkan restu dari semua orang, sehingga pasangan tersebut kemudian bisa hidup bersama dengan bahagia dan selamanya."Ian berkedip. "Benarkah?""Benar!" jawab Amber dengan cepat.Ian pun tersenyum. "Meskipun aku tahu kamu berbicara omong kosong dengan wajah serius, tetap saja cukup enak untuk didengarkan.""...."Mereka telah menikah hari ini, jadi menurut Amber tidak pantas untuk memberinya tatapan congkak. Sebaliknya, dia mengambil kotak perhiasan kecil dari tasnya dan membukanya untuk memperlihatkan dua cincin k