"Mungkin dengan cara ini, orang-orang dari Negara Yumai masih bisa memaafkan kalian.""Menjadikan orang-orang Negara Yumai sebagai tamu kehormatan bukan sesuatu yang akan dilakukan oleh Keluarga Arshad!"Jelas, sebelum mereka keluar, Lystia dan Sanvi sudah mendengar dari Zavrina tentang apa yang dilakukan Davina dan Camila.Mereka membela Tirta bukan hanya karena merasa perbuatannya sangat memuaskan, tetapi juga ingin menggunakan kesempatan ini untuk membuktikan bahwa selain Hagan dan keluarganya, tak ada anggota Keluarga Arshad lain yang takut atau ingin menjilat orang-orang dari Negara Yumai.Bagaimanapun, sikap Davina, Hagan, dan Camila terhadap mereka sebelumnya sangat mudah menimbulkan kesalahpahaman bahwa Keluarga Arshad ingin mengambil hati orang-orang Negara Yumai.Bagi Keluarga Arshad, ini adalah penghinaan yang tidak dapat ditoleransi. Makanya, mereka tidak peduli dengan hubungan keluarga dan memarahi Hagan di depan semua orang."Hmph! Kalian semua harus ingat, bukan kalian y
Ternyata, tadi Davina yang ketakutan oleh tindakan brutal Tirta langsung berbalik dan berlari ke luar aula.Namun, setelah berpikir sejenak, dia menyadari sesuatu. Meskipun dia bukan tandingan Tirta, dia masih bisa memanfaatkan fakta bahwa Tirta telah membunuh seseorang untuk membuat polisi menindaknya!Yang lebih penting, setelah paman Sora tiba, Davina juga bisa menggunakan insiden ini untuk memberi penjelasan kepada Yudha. Itu sebabnya, dia diam-diam merekam video saat Tirta membunuh orang.Agar tidak ketahuan, dia sengaja menjauh sebelum menelepon polisi. Setelah menyelesaikan panggilan dan memberikan semua informasi, barulah Davina kembali ke aula.Namun, begitu sampai di dalam, dia tidak melihat sosok Tirta dan Bella. Hal ini membuatnya mengerutkan kening."Apa? Istriku, kamu menelepon polisi? Bagus! Bagus! Kamu memang cerdas! Kenapa aku nggak terpikir akan hal ini tadi?" Begitu mendengar bahwa Davina telah melapor ke polisi, Hagan yang awalnya murung langsung bersemangat.Dia se
Hagan tidak peduli pada apa pun lagi. Dengan sekuat tenaga, dia mendorong Zavrina dan yang lainnya, lalu menerobos ke aula belakang."Minggir!" Tak lama setelah itu, Davina mengikuti di belakang Hagan dan bergegas masuk.Camila juga menggertakkan giginya bersiap maju. Namun, tiba-tiba seorang wanita yang bertubuh ramping muncul di hadapan Hagan dan Davina dengan gerakan secepat kilat.Tidak terlihat jelas bagaimana dia bergerak, hanya terdengar dua suara benturan keras. Bam! Bam!Hagan dan Davina langsung terpental ke belakang sejauh beberapa meter dan jatuh ke lantai tanpa bisa bangkit.Sosok anggun itu tak lain adalah Elisa."Kalau kalian berani melewati garis ini, aku nggak keberatan mencabut nyawa kalian." Saat berbicara, Elisa menggesekkan kakinya ke lantai marmer. Seketika, muncul garis sedalam sepuluh sentimeter. Garis itu membelah marmer tebal menjadi dua bagian.Namun, sepatunya tetap utuh. Tatapannya dingin saat melihat ke arah keluarga Hagan, menunjukkan kekesalannya.Jika t
"Seperti apa kematian? Bibi, aku memang nggak tahu. Kamu tahu nggak? Gimana kalau kamu jelaskan kepadaku?"Mendengar suara Davina yang sangat menjengkelkan itu, Tirta tidak lagi menahan amarahnya. Dengan senyuman dingin, dia berjalan ke depan Davina dan berkata demikian."Ka ... kamu ... mau apa? Aku peringatkan, aku sudah lapor polisi tadi. Paman Pak Sora juga hampir sampai! Kamu nggak boleh menyentuhku ...."Davina langsung panik, terus mundur sambil mengancam Tirta dengan suara gemetar.Plak! Tirta menyipitkan mata dan menampar wajah Davina dengan keras, membuat separuh wajahnya hancur dan darah berceceran."Terus, kenapa kalau aku menyentuhmu? Oh, maaf, aku hampir lupa. Katanya tadi Bibi sudah melapor ke polisi.""Aku takut sekali .... Bibi, aku seharusnya nggak menamparmu. Kalau begitu, aku tampar satu kali lagi, biar impas!" Usai berbicara, Tirta membalikkan tangannya dan menampar sisi lain wajah Davina, membuat seluruh wajahnya menjadi bengkak dan hancur."Aaahh! Dasar bajingan!
Hagan tersenyum getir, lalu melambaikan tangannya dan berbicara pada Tirta. Sementara itu, Tirta menanggapi, "Paman, kamu terlalu baik padaku sampai-sampai aku merasa malu. Sebagai keponakan, aku nggak bisa memberimu barang bagus. Bagaimana kalau aku beri kamu kesempatan liburan di rumah sakit selama 3 bulan?"Tirta berpura-pura tersenyum malu, seolah-olah dia benar-benar bertemu pamannya yang sudah menghilang selama bertahun-tahun. Saat Tirta bicara, terdengar suara retakan. Satu tangan dan kaki Hagan sudah dipatahkan Tirta.Hagan berteriak histeris. Dia tidak bisa berdiri dengan stabil, lalu terjatuh ke lantai dan menjerit, "Tanganku! Kakiku!"Tirta tersenyum dan berpura-pura tulus saat berkata kepada Hagan, "Katanya, kecacatan bisa lebih melatih mental seseorang. Aku lihat Paman nggak terlalu pintar. Semoga niat baikku bisa membuat Paman lebih pintar."Sebelum Tirta bertindak, Camila yang tahu diri berlutut di depan Tirta dengan ekspresi takut. Dia menyeka air mata, lalu berpura-pur
Walaupun Tirta tidak mengerahkan seluruh tenaganya, sekarang dia sudah mencapai tingkat pembentukan energi tahap keempat. Tentu saja Camila tidak tahan jika ditendang Tirta.Camila berteriak setelah terjatuh ke lantai. Dia memegang perutnya dan memuntahkan darah. Camila tampak kesakitan hingga sekujur tubuhnya berkeringat.Setelah menendang Camila, Tirta juga tidak berniat melepaskannya. Hal ini karena Tirta tahu wanita keji seperti Camila pasti tidak akan bertobat. Camila meminta ampun hanya karena takut. Dia terpaksa berpura-pura.Tirta perlahan menghampiri Camila. Sementara itu, Camila makin takut saat melihat ekspresi Tirta yang datar. Dia berusaha menahan rasa sakit sambil buru-buru berlari ke arah Mahib.Camila meminta bantuan seraya menangis, "Kakek ... tolong aku! Dia mau bunuh aku! Kakek, cepat selamatkan aku ...."Kemudian, Hagan dan Davina yang terluka parah memelas kepada Mahib dengan ekspresi panik."Ayah, kami memang salah. Ke depannya kami nggak akan menghormati orang Ne
Sebelum Tirta menyelesaikan ucapannya, Mahib berkata, "Kalau mereka masih berani balas dendam, kamu nggak usah turun tangan. Aku sendiri yang akan memberimu penjelasan yang memuaskan."Mendengar perkataan Mahib, Tirta tidak mempermasalahkan hal ini lagi. Dia tersenyum kepada Mahib, Zavrina, dan lainnya seraya menimpali, "Oke. Kakek, Bibi Zavrina, Bibi Lystia, Bibi Sanvi, kita lanjut makan saja."Tirta meneruskan, "Sebelumnya aku sudah bilang kalian nggak usah mengkhawatirkan masalah orang Negara Yumai. Aku yang hadapi sendiri kalau mereka datang."Semua orang pun duduk. Mereka memang penasaran bagaimana cara Tirta menghadapi Yudha, tetapi Tirta tidak mengatakannya. Jadi, mereka tidak bertanya.Para tokoh hebat Provinsi Dohe di aula utama yang menonton keramaian berkomentar dengan suara pelan."Pantas saja Tirta nggak takut. Ternyata dia itu saudara angkat Pak Saba.""Benaran? Dia terlihat lebih muda dari putraku, apa mungkin dia benar-benar berhubungan dekat dengan Pak Saba yang punya
Camila memang tidak salah lihat. Belasan orang ini adalah Yudha dan anggotanya yang datang dengan terburu-buru.Penjaga pintu kediaman Keluarga Arshad melihat mereka berniat jahat, jadi dia langsung menghentikan mereka, "Siapa kalian? Acara ulang tahun Tuan Mahib sudah dimulai. Sudah nggak sempat kalau kalian mau merayakan ulang tahunnya. Cepat pulang!""Merayakan ulang tahun? Haha, aku bukan datang untuk merayakan ulang tahun!" balas Yudha. Dia datang untuk membalas dendam, jadi dia tidak bicara omong kosong lagi.Yudha yang sudah kehilangan kesabaran mengangkat tangannya. Seketika 2 gumpalan asap hitam keluar dari tangannya dan menyelubungi 2 bawahan Keluarga Arshad.Dua bawahan Keluarga Arshad yang diselubungi asap hitam langsung menjerit histeris, "Ada hantu!"Mereka berdua terjatuh ke tanah. Wajah mereka berkerut, keduanya terus berguling-guling di tanah. Hanya dalam sekejap, darah mengalir dari mata, hidung, mulut, dan telinga mereka. Pupil mata mereka juga membesar, seakan-akan
"Nggak usah buru-buru, aku sudah pertimbangkan. Aku nggak akan memberi kalian uang, begitu pula ... nyawaku!" tegas Tirta.Tirta tertawa kepada Arkan, lalu menamparnya. Arkan memaki, "Sialan! Bocah berengsek! Beraninya kamu mempermainkanku!"Tentu saja Arkan marah menghadapi situasi seperti ini. Arkan hendak menarik pengaman pistol, lalu mematahkan kedua tangan dan kaki Tirta terlebih dahulu untuk menakutinya.Namun, tamparan Tirta langsung membuat kepala Arkan terpental dalam sekejap. Sementara itu, tubuh Arkan yang sudah kehilangan kepala masih mempertahankan posisi mengangkat pistol untuk mematahkan kaki dan tangan Tirta.Perubahan yang mendadak ini membuat semua orang di tempat kaget dan juga takut. Setelah tersadar, mereka berkata pada Hafiz dengan ekspresi marah."Kak Arkan! Sialan! Ternyata pemuda ini seorang ahli bela diri!""Bos, pemuda ini sudah membunuh Kak Arkan! Kalau nggak, kita langsung bunuh dia saja!"Hafiz menegur, "Sialan, bukannya orang mati itu hal yang biasa? Dulu
"Empat puluh triliun? Bukannya kalian itu polisi? Kenapa aku merasa kalian seperti bandit?" tanya Tirta.Berdasarkan ucapan Mairah, para polisi ini juga bertugas untuk mencari Susanti biarpun Tirta tidak memberi mereka uang. Lagi pula, mereka tidak menemukan Susanti. Namun, Tirta juga bersedia memberi mereka 2 triliun sebagai ungkapan terima kasih.Melihat kondisi ini, emosi Tirta tersulut. Hafiz yang memimpin melihat Tirta masih begitu muda, tetapi dia sama sekali tidak panik setelah dikepung. Tirta juga bisa menebak masa lalu Hafiz dan lainnya dari ucapan mereka.Hafiz menerka-nerka identitas Tirta, 'Eh? Sebenarnya apa latar belakang pemuda ini? Kenapa dulu aku nggak pernah mendengar tentangnya?'Salah satu bawahan kepercayaan Hafiz maju, lalu tertawa dan berujar sembari menunjuk Tirta, "Kak, pemuda ini benar-benar pintar. Dia bisa menebak profesi kita dulu."Puluhan polisi juga ikut menghina Tirta. Sikap mereka sangat keterlaluan."Benar! Dulu kami termasuk bandit. Hanya saja, akhir
Belasan menit kemudian, 13 orang terakhir juga dibunuh oleh Tirta. Setelah menyimpan Pedang Terbang, Tirta melihat mayat-mayat di tanah. Perasaannya campur aduk.Tirta merasa sejak dirinya menguasai kultivasi, hasrat membunuhnya makin kuat. Dulu dia hampir tidak pernah berpikiran untuk membunuh.Saat Tirta sedang gundah dan meragukan dirinya sendiri, suara Genta terdengar. "Kamu sudah menjalani kehidupan di luar alam fana. Kamu nggak usah sedih karena kematian para pecundang ini. Mereka nggak pantas."'Kak, aku juga manusia. Tapi, aku merasa sekarang aku nggak berperikemanusiaan sedikit pun,' balas Tirta. Dia memeluk Susanti makin erat, tetapi hatinya masih kalut.Genta bertanya balik, "Kalau begitu, beri tahu aku apa artinya berperikemanusiaan?"Tirta mendesah dan menjawab, 'Berperikemanusiaan itu ... aku juga nggak tahu. Aku cuma merasa jelas-jelas aku bisa melepaskan mereka dan menyuruh mereka bersumpah ke depannya nggak akan membocorkan hal ini. Tapi, aku tetap membunuh mereka. Kak
Pedang Terbang yang bergerak sangat cepat menebas belasan kepala ahli serangga dalam sekejap. Para ahli serangga dari Desa Hiradi dan Desa Tayur tidak mampu menangkis serangan Tirta. Serangga guna-guna yang mereka banggakan sangat lemah di hadapan Pedang Terbang, seperti anak kecil 3 tahun yang menghadapi orang dewasa.Dalam waktu singkat, puluhan ahli serangga yang awalnya sangat percaya diri merasa tidak berdaya. Mereka yang kalah telak berteriak histeris.Wafri kaget. Dia bergumam, "Apa ... yang terjadi? Pedang ini bisa terbang .... Apa aku berhalusinasi?"Namun, suara teriakan makin jelas. Wafri tidak berani berlama-lama lagi. Dia berusaha keras untuk kabur."Sialan ... sebenarnya siapa pemuda ini? Jamil berengsek! Kamu mencelakaiku!" omel Aezar. Dia yang ketakutan setengah mati juga berusaha kabur."Lari saja, aku mau lihat kaki kalian atau pedangku lebih cepat!" seru Tirta. Dia memancarkan aura membunuh.Tirta menjentik jarinya, lalu bola api muncul dan jatuh ke mayat-mayat yang
Marila segera berucap dengan ekspresi cemas, "Paman, kita jangan habiskan waktu lagi. Kita sama-sama bawa bawahanmu pergi ke Desa Benad secepatnya!""Oke, tapi naik mobil terlalu lambat. Aku suruh orang untuk cari helikopter. Kita naik helikopter ke sana saja," sahut Idris. Dia membawa Marila naik ke mobil, lalu bergegas pergi ke pusat kota.....Waktu kembali ke 2 jam kemudian. Di bawah rumah panggung Susana, sebelumnya Tirta sudah membantai belasan ahli serangga Desa Benad yang tersisa.Tiba-tiba, puluhan ahli serangga mengepung Tirta. Mereka berasal dari Desa Hiradi dan Desa Tayur. Tirta tidak ingin membunuh orang yang tidak bersalah, ditambah lagi dia ingin segera memulihkan ingatan Susanti.Jadi, Tirta tidak langsung bertindak. Dia berkata kepada puluhan orang itu, "Sepertinya aku nggak punya dendam dengan kalian. Kalau kalian nggak mau mati sia-sia, cepat minggir."Aezar mengamati Tirta dengan sinis. Dia mendengus dan berbicara terlebih dahulu, "Kamu memang nggak punya dendam den
Dua jam yang lalu, Marila langsung menelepon pamannya setelah berpisah dengan Tirta. Pamannya adalah gubernur yang memimpin Provinsi Naru. Dia merupakan pejabat yang mengurus perbatasan. Namanya Idris.Marila meminta Idris mengutus orang untuk mencari Susanti. Sementara itu, Marila yang menaiki taksi sedang dalam perjalanan untuk bertemu Idris.Tentu saja, Marila juga mempunyai alasan datang jauh-jauh dari ibu kota ke Provinsi Naru untuk mencari Idris. Awalnya Idris juga merupakan pejabat tinggi di ibu kota. Kemudian, Idris menyinggung orang hebat karena salah bicara. Dia hampir kehilangan posisi sebagai pejabat.Untung saja, Saba turun tangan untuk melindungi Idris. Namun, Idris dipindahkan ke Provinsi Naru yang terpencil karena masalah ini. Dia menjadi seorang gubernur. Kemungkinan dia tidak mempunyai kesempatan untuk kembali ke ibu kota lagi seumur hidup.Setelah itu, petinggi negara memerintahkan untuk membasmi kejahatan di seluruh negeri. Provinsi Naru adalah wilayah yang dikuasai
Apalagi kompetisi serangga akan segera diadakan. Demi memenangkan kompetisi, mereka juga ingin datang untuk mengambil keuntungan. Tujuan mereka adalah merebut Serangga Emas yang dimurnikan dengan susah payah. Jadi, mereka baru menerobos masuk ke Desa Benad.Jamil buru-buru maju dengan napas terengah-engah saat melihat kedua belah pihak yang hendak berkelahi demi merebut Serangga Emas.Jamil menunjuk Tirta yang sedang membunuh di bawah rumah panggung sambil berteriak, "Kepala desa sekalian, jangan bertengkar lagi. Serangga Emas sudah diambil oleh seorang pemuda yang datang dari luar. Nenek Benad dan ayahku sudah dibunuh olehnya!""Siapa yang membunuh pemuda itu akan mendapatkan Serangga Emas. Ayahku sudah mati, jadi aku yang membuat keputusan di Desa Benad. Aku akan membawa semua penduduk Desa Benad untuk membela pihak yang membantuku balas dendam," lanjut Jamil.Jamil meneruskan, "Kalau aku melanggar janjiku, aku akan disambar petir dan dihabisi semua serangga guna-guna. Aku akan mati
Orang yang ditarik Jayadi untuk mengadang serangan pedang Tirta sudah mati. Namun, Jayadi tidak merasa kesakitan selain kepalanya yang makin gatal dan pandangannya yang makin kabur.Jayadi berusaha mengerahkan Serangga Batu dan Serangga Pelumpuh, lalu berujar pada Tirta dengan sinis, "Pemuda sialan, hanya begini kemampuanmu? Kamu sama sekali nggak bisa melukaiku. Haha, selanjutnya sudah saatnya aku bertindak!"Sesuai namanya, Serangga Batu bisa membuat orang yang digigit membatu. Sementara itu, sekujur tubuh orang yang digigit Serangga Pelumpuh akan mati rasa. Mereka tidak akan mampu melawan lagi.Kedua serangga ini bisa memberikan efek yang sama. Jayadi yakin Tirta yang merupakan orang luar pasti tidak bisa menghadapi serangan serangganya. Nanti Jayadi bisa menghabisi Tirta dengan mudah.Hanya saja, tiba-tiba terdengar suara Jamil yang samar dan panik. "Ayah ... kamu ... nggak ... apa-apa, 'kan?""Aku ... nggak ... apa-apa ....," sahut Jayadi. Dia merasa aneh, tetapi dia tetap menangg
Tirta mendengus dan berkata, "Aku memang mau membuat perhitungan denganmu! Sekarang kamu yang cari aku, jadi aku bisa menghemat waktuku!"Tirta melihat dengan menggunakan mata tembus pandang. Ternyata Jamil yang pergi tadi sudah kembali. Dia membawa Jayadi dan belasan ahli serangga di Desa Benad. Mereka membuat masalah di bawah rumah panggung.Tirta langsung menyuruh Anton dan Yuli mengikutinya. Dia yang menggendong Susanti keluar dari kamar terlebih dahulu.Sementara itu, Jamil yang berada di bawah rumah panggung langsung panik begitu melihat Tirta keluar dari kamar sambil menggendong Susanti.Jamil yang cemburu berseru, "Ayah, pemuda itu yang membunuh Nenek Benad! Cepat bunuh dia! Jangan sampai dia membawa Susanti pergi!"Jayadi meremehkan Tirta setelah melihat tampangnya yang lucu dan wajahnya yang masih muda. Dia berucap kepada Jamil, "Jamil, dia masih muda. Untuk apa kamu takut? Tenang saja, aku nggak akan membiarkan dia pergi dari Desa Benad hidup-hidup. Wanita itu milikmu dan di