Tirta sudah menjelaskan sebelumnya bahwa dia bisa menetralisasi racun, tetapi hanya sebatas menyelamatkan nyawa para korban. Dia tidak bisa mempertahankan energi internal mereka.Meskipun begitu, mereka tetap memilih untuk menerima bantuan Tirta. Sebab, yang paling penting adalah tetap hidup.Tirta melihat beberapa pesilat kuno pria yang tadi ikut mengepungnya. Mereka terlihat canggung, ingin berbicara tetapi ragu-ragu. Wajah mereka dipenuhi rasa malu dan kesulitan.Tirta pun tersenyum, tetapi di balik senyuman itu ada sedikit ejekan. Dia bertanya, "Kalian juga mau aku bantu mengeluarkan racun dari tubuh kalian?""Ya. Tadi, memang kami yang bertindak gegabah dan terburu-buru sehingga melakukan tindakan nggak sopan terhadapmu.""Sekarang, kami sudah sadar akan kesalahan kami.""Bajingan Mesum ... eh, bukan! Saudara, Penyelamat, mohon tolong kami!""Kami masih muda. Kami belum ingin mati!"Meskipun belasan pesilat kuno pria itu merasa malu, mereka tetap maju ke depan dan menangkupkan tan
Tirta melirik sekilas ke arah dada wanita itu yang terlihat begitu indah dan menonjol, lalu menyeringai dengan senyum jahil.Wanita itu langsung terpaku di tempat dan wajahnya memerah seketika. Dia menggigit bibirnya dengan gugup dan merasa sangat malu.Kemudian, wanita itu menoleh ke arah Edwan dengan ekspresi penuh dilema seolah meminta petunjuk. Dia berucap, "Aaaargh .... Pak Edwan! Dia ... dia mau aku menciumnya!" Edwan menghela napas panjang, lalu berkata dengan lembut kepada wanita itu, "Tina, sebelum bawa kalian keluar, aku sudah berjanji kepada gurumu bahwa aku akan memastikan kalian pulang tanpa kekurangan apa pun. Jadi, cium saja anak muda ini. Dia bukan orang jahat kok. Dia adalah penyelamatmu."Dalam pikiran Edwan, kalau Tina tidak mau mencium Tirta, mungkin dia tidak akan menyelamatkannya."Aku ...." Tina ragu-ragu cukup lama. Pada akhirnya, dia menarik kembali liontin gioknya, lalu mengumpulkan seluruh keberaniannya dan memejamkan mata.Kemudian, Tina maju selangkah dan
Tirta menjawab dalam hati, 'Kak, jangan goda aku lagi. Aku sama sekali nggak punya niat itu. Kita harus segera selamatkan orang biar kamu bisa menyerap energi internal orang-orang ini secepatnya. Kita juga bisa pulang ke kediaman Keluarga Purnomo.'Tirta juga merasa bersyukur. Untung saja, tadi dia tidak menggoda murid wanita yang tampangnya jelek. Dia pasti tidak tahan kalau diganggu oleh wanita jelek.Setelah tersadar, Tirta sudah menyingkirkan Air Kutukan murid wanita ini. Kemudian, dia mulai menyingkirkan Air Kutukan murid Sekte Kebebasan lainnya.Kali ini, Tirta berusaha mengendalikan dirinya setelah tahu pemikiran wanita dari dunia misterius yang kolot. Dia tidak menggoda murid wanita yang cantik.Tentu saja, ini juga karena Tirta tidak melihat wanita cantik lagi. Kalau tidak, dia pasti langsung menunjukkan sifat aslinya.Dalam waktu belasan menit, Tirta sudah menyingkirkan Air Kutukan belasan murid Sekte Kebebasan. Biarpun kehilangan semua energi internal, mereka tetap berterima
Tirta hanya menyingkirkan Air Kutukan dari tubuh murid wanita itu dan melirik bagian dadanya beberapa kali. Murid wanita itu memakai baju, dia juga tidak rugi biarpun dilirik Tirta.Sebenarnya hanya Tirta sendiri tahu apa yang dilihatnya. Meskipun murid wanita itu memakai baju, tetap tidak berpengaruh bagi Tirta.Setelah puas melihat tubuh wanita itu, Tirta berkata kepada murid wanita yang bokongnya berisi, "Itu ... Adik yang bokongnya berisi. Kamu maju, racun di tubuhmu terlalu kuat. Biar aku bantu kamu netralkan racunnya."Murid wanita itu menghampiri Tirta, lalu Tirta menemukan target lain lagi. Matanya berbinar-binar.Tirta tersenyum lebar sambil berujar, "Itu ... Kakak yang pinggangnya ramping dan dadanya berisi. Aku hampir melupakanmu. Kamu juga maju, aku sekalian netralkan racun kalian berdua."Murid wanita yang mempunyai pinggang ramping dan dada berisi terlihat seksi saat berjalan menghampiri Tirta. Dia sangat cantik. Murid wanita itu bertanya dengan ragu-ragu, "Dik, apa kamu
Hanya saja, suara mereka tidak terlalu keras saat memarahi Tirta. Bagaimanapun, mereka menunggu diselamatkan Tirta.Tirta yang sudah menikmati perhatian para murid wanita baru berjalan keluar dari kerumunan. Dia mulai menyingkirkan Air Kutukan para pesilat kuno pria dan pemimpin sekte.Tentu saja, Tirta para pesilat kuno pria yang tidak bersedia berlutut kepada Tirta dan cemburu kepadanya mendapatkan giliran terakhir. Alhasil, mereka mati disiksa oleh Air Kutukan sebelum diselamatkan Tirta.Sementara itu, Elisa yang berdiri di hutan tersembunyi dan tidak bisa dilihat Tirta melihat para murid wanita diselamatkan. Dia berkomentar dengan ekspresi kesal, "Bocah ini memang genit ...."Sebenarnya, tadi Elisa tidak pergi. Dia beralasan ingin turun gunung, tetapi dia diam-diam kembali lagi untuk melihat cara Tirta menetralkan racun.Sebagai murid Sekte Mujarab, Elisa memiliki minat belajar yang tinggi. Dia ingin mempelajari cara Tirta menetralkan racun. Selain itu, Elisa juga mulai tertarik pa
Di puncak gunung, semua pesilat kuno yang diselamatkan Tirta memberi hormat kepadanya. Salah satu pesilat kuno berkata, "Sobat, kamu sudah menyelamatkan kami, tapi kami nggak tahu namamu. Apa kamu bisa beri tahu kami? Ke depannya, kami pasti akan mengunjungimu setelah beristirahat di dunia misterius."Tirta berpikir sejenak, lalu menanggapi, "Sebenarnya aku nggak perlu beri tahu kalian namaku. Kalau kalian mau membalasku, bantu aku cari batu spiritual setelah kalian kembali ke dunia misterius. Eh, salah. Maksudku cari batu alami."Tirta menambahkan, "Nantinya aku akan ambil batu alami itu waktu aku pergi ke dunia misterius."Tirta sudah merebut energi internal mereka. Biarpun sedikit keterlaluan, Tirta sudah menyelamatkan mereka. Tindakan Tirta sama seperti dokter yang mengangkat salah satu organ dalam pasien untuk menyelamatkannya.Pasien tidak akan menyalahkan dokter. Sebaliknya, pasien akan membayar biaya pengobatan setelah selamat. Jadi, batu alami yang diminta Tirta bisa dianggap
"Yang penting jangan lupakan kamu ...," gumam Tirta. Permintaan Tina sangat sederhana. Dia benar-benar wanita yang polos.Tirta mendesah, lalu menyetujui permintaan Tina, "Oke, namamu Tina, 'kan? Kalau begitu, kamu ikut aku saja. Aku ... ada sesuatu yang nggak bisa kukatakan padamu sekarang. Nanti aku baru beri tahu kamu setelah pulang."Tina langsung berhenti menangis setelah Tirta menyetujui permintaannya. Dia menyeka air matanya, lalu berujar kepada Edwan dengan antusias, "Pak Edwan, Kakak setuju aku ikut dia. Aku ... nggak ikut kalian pulang lagi."Tina berpesan, "Pak Edwan, tolong sampaikan pada guruku. Kalau ada kesempatan, aku dan Kakak akan pergi ke dunia misterius untuk mengunjungi guruku.""Oke. Kalian berdua jaga diri baik-baik. Kami pamitan dulu," balas Edwan sambil tersenyum. Dia memberi hormat kepada Tirta, lalu membawa membawa murid Sekte Kebebasan meninggalkan puncak gunung.Setelah Edwan dan lainnya pergi, Tina berdiri di belakang Tirta. Dia mengamati wajah Tirta, lalu
"Nak, jangan persulit kami!"Para pesilat kuno yang berhasil selamat dan beberapa ketua sekte berusaha untuk bernegosiasi dengan Tirta."Persulit kalian? Hehe .... Kamu kira aku nggak tahu apa yang ada di pikiran kalian? Kalian cuma merasa batu alami terlalu berharga dan nggak mau memberikannya padaku, bukan?""Sejujurnya saja, semua sumber daya dunia fana ini sama sekali nggak menarik bagiku. Aku cuma menginginkan batu alami! Aku bisa menyelamatkan kalian, tapi aku juga bisa membunuh kalian!""Siapa pun yang nggak setuju, jangan salahkan aku kalau aku berubah menjadi musuh kalian!"Tirta menyeringai dingin sambil menatap para ahli seni bela diri kuno yang tersisa di sekelilingnya.Saat mengucapkan kata-kata itu, aura dingin dan niat membunuh yang mengerikan terpancar dari tubuhnya!"Cecunguk ini ternyata punya sedikit keberanian juga."Di dalam lautan kesadarannya, Genta berkomentar dengan nada santai. Jika dia yang berada di posisi Tirta sekarang, para pesilat kuno ini tidak akan sel
"Nggak usah buru-buru, aku sudah pertimbangkan. Aku nggak akan memberi kalian uang, begitu pula ... nyawaku!" tegas Tirta.Tirta tertawa kepada Arkan, lalu menamparnya. Arkan memaki, "Sialan! Bocah berengsek! Beraninya kamu mempermainkanku!"Tentu saja Arkan marah menghadapi situasi seperti ini. Arkan hendak menarik pengaman pistol, lalu mematahkan kedua tangan dan kaki Tirta terlebih dahulu untuk menakutinya.Namun, tamparan Tirta langsung membuat kepala Arkan terpental dalam sekejap. Sementara itu, tubuh Arkan yang sudah kehilangan kepala masih mempertahankan posisi mengangkat pistol untuk mematahkan kaki dan tangan Tirta.Perubahan yang mendadak ini membuat semua orang di tempat kaget dan juga takut. Setelah tersadar, mereka berkata pada Hafiz dengan ekspresi marah."Kak Arkan! Sialan! Ternyata pemuda ini seorang ahli bela diri!""Bos, pemuda ini sudah membunuh Kak Arkan! Kalau nggak, kita langsung bunuh dia saja!"Hafiz menegur, "Sialan, bukannya orang mati itu hal yang biasa? Dulu
"Empat puluh triliun? Bukannya kalian itu polisi? Kenapa aku merasa kalian seperti bandit?" tanya Tirta.Berdasarkan ucapan Mairah, para polisi ini juga bertugas untuk mencari Susanti biarpun Tirta tidak memberi mereka uang. Lagi pula, mereka tidak menemukan Susanti. Namun, Tirta juga bersedia memberi mereka 2 triliun sebagai ungkapan terima kasih.Melihat kondisi ini, emosi Tirta tersulut. Hafiz yang memimpin melihat Tirta masih begitu muda, tetapi dia sama sekali tidak panik setelah dikepung. Tirta juga bisa menebak masa lalu Hafiz dan lainnya dari ucapan mereka.Hafiz menerka-nerka identitas Tirta, 'Eh? Sebenarnya apa latar belakang pemuda ini? Kenapa dulu aku nggak pernah mendengar tentangnya?'Salah satu bawahan kepercayaan Hafiz maju, lalu tertawa dan berujar sembari menunjuk Tirta, "Kak, pemuda ini benar-benar pintar. Dia bisa menebak profesi kita dulu."Puluhan polisi juga ikut menghina Tirta. Sikap mereka sangat keterlaluan."Benar! Dulu kami termasuk bandit. Hanya saja, akhir
Belasan menit kemudian, 13 orang terakhir juga dibunuh oleh Tirta. Setelah menyimpan Pedang Terbang, Tirta melihat mayat-mayat di tanah. Perasaannya campur aduk.Tirta merasa sejak dirinya menguasai kultivasi, hasrat membunuhnya makin kuat. Dulu dia hampir tidak pernah berpikiran untuk membunuh.Saat Tirta sedang gundah dan meragukan dirinya sendiri, suara Genta terdengar. "Kamu sudah menjalani kehidupan di luar alam fana. Kamu nggak usah sedih karena kematian para pecundang ini. Mereka nggak pantas."'Kak, aku juga manusia. Tapi, aku merasa sekarang aku nggak berperikemanusiaan sedikit pun,' balas Tirta. Dia memeluk Susanti makin erat, tetapi hatinya masih kalut.Genta bertanya balik, "Kalau begitu, beri tahu aku apa artinya berperikemanusiaan?"Tirta mendesah dan menjawab, 'Berperikemanusiaan itu ... aku juga nggak tahu. Aku cuma merasa jelas-jelas aku bisa melepaskan mereka dan menyuruh mereka bersumpah ke depannya nggak akan membocorkan hal ini. Tapi, aku tetap membunuh mereka. Kak
Pedang Terbang yang bergerak sangat cepat menebas belasan kepala ahli serangga dalam sekejap. Para ahli serangga dari Desa Hiradi dan Desa Tayur tidak mampu menangkis serangan Tirta. Serangga guna-guna yang mereka banggakan sangat lemah di hadapan Pedang Terbang, seperti anak kecil 3 tahun yang menghadapi orang dewasa.Dalam waktu singkat, puluhan ahli serangga yang awalnya sangat percaya diri merasa tidak berdaya. Mereka yang kalah telak berteriak histeris.Wafri kaget. Dia bergumam, "Apa ... yang terjadi? Pedang ini bisa terbang .... Apa aku berhalusinasi?"Namun, suara teriakan makin jelas. Wafri tidak berani berlama-lama lagi. Dia berusaha keras untuk kabur."Sialan ... sebenarnya siapa pemuda ini? Jamil berengsek! Kamu mencelakaiku!" omel Aezar. Dia yang ketakutan setengah mati juga berusaha kabur."Lari saja, aku mau lihat kaki kalian atau pedangku lebih cepat!" seru Tirta. Dia memancarkan aura membunuh.Tirta menjentik jarinya, lalu bola api muncul dan jatuh ke mayat-mayat yang
Marila segera berucap dengan ekspresi cemas, "Paman, kita jangan habiskan waktu lagi. Kita sama-sama bawa bawahanmu pergi ke Desa Benad secepatnya!""Oke, tapi naik mobil terlalu lambat. Aku suruh orang untuk cari helikopter. Kita naik helikopter ke sana saja," sahut Idris. Dia membawa Marila naik ke mobil, lalu bergegas pergi ke pusat kota.....Waktu kembali ke 2 jam kemudian. Di bawah rumah panggung Susana, sebelumnya Tirta sudah membantai belasan ahli serangga Desa Benad yang tersisa.Tiba-tiba, puluhan ahli serangga mengepung Tirta. Mereka berasal dari Desa Hiradi dan Desa Tayur. Tirta tidak ingin membunuh orang yang tidak bersalah, ditambah lagi dia ingin segera memulihkan ingatan Susanti.Jadi, Tirta tidak langsung bertindak. Dia berkata kepada puluhan orang itu, "Sepertinya aku nggak punya dendam dengan kalian. Kalau kalian nggak mau mati sia-sia, cepat minggir."Aezar mengamati Tirta dengan sinis. Dia mendengus dan berbicara terlebih dahulu, "Kamu memang nggak punya dendam den
Dua jam yang lalu, Marila langsung menelepon pamannya setelah berpisah dengan Tirta. Pamannya adalah gubernur yang memimpin Provinsi Naru. Dia merupakan pejabat yang mengurus perbatasan. Namanya Idris.Marila meminta Idris mengutus orang untuk mencari Susanti. Sementara itu, Marila yang menaiki taksi sedang dalam perjalanan untuk bertemu Idris.Tentu saja, Marila juga mempunyai alasan datang jauh-jauh dari ibu kota ke Provinsi Naru untuk mencari Idris. Awalnya Idris juga merupakan pejabat tinggi di ibu kota. Kemudian, Idris menyinggung orang hebat karena salah bicara. Dia hampir kehilangan posisi sebagai pejabat.Untung saja, Saba turun tangan untuk melindungi Idris. Namun, Idris dipindahkan ke Provinsi Naru yang terpencil karena masalah ini. Dia menjadi seorang gubernur. Kemungkinan dia tidak mempunyai kesempatan untuk kembali ke ibu kota lagi seumur hidup.Setelah itu, petinggi negara memerintahkan untuk membasmi kejahatan di seluruh negeri. Provinsi Naru adalah wilayah yang dikuasai
Apalagi kompetisi serangga akan segera diadakan. Demi memenangkan kompetisi, mereka juga ingin datang untuk mengambil keuntungan. Tujuan mereka adalah merebut Serangga Emas yang dimurnikan dengan susah payah. Jadi, mereka baru menerobos masuk ke Desa Benad.Jamil buru-buru maju dengan napas terengah-engah saat melihat kedua belah pihak yang hendak berkelahi demi merebut Serangga Emas.Jamil menunjuk Tirta yang sedang membunuh di bawah rumah panggung sambil berteriak, "Kepala desa sekalian, jangan bertengkar lagi. Serangga Emas sudah diambil oleh seorang pemuda yang datang dari luar. Nenek Benad dan ayahku sudah dibunuh olehnya!""Siapa yang membunuh pemuda itu akan mendapatkan Serangga Emas. Ayahku sudah mati, jadi aku yang membuat keputusan di Desa Benad. Aku akan membawa semua penduduk Desa Benad untuk membela pihak yang membantuku balas dendam," lanjut Jamil.Jamil meneruskan, "Kalau aku melanggar janjiku, aku akan disambar petir dan dihabisi semua serangga guna-guna. Aku akan mati
Orang yang ditarik Jayadi untuk mengadang serangan pedang Tirta sudah mati. Namun, Jayadi tidak merasa kesakitan selain kepalanya yang makin gatal dan pandangannya yang makin kabur.Jayadi berusaha mengerahkan Serangga Batu dan Serangga Pelumpuh, lalu berujar pada Tirta dengan sinis, "Pemuda sialan, hanya begini kemampuanmu? Kamu sama sekali nggak bisa melukaiku. Haha, selanjutnya sudah saatnya aku bertindak!"Sesuai namanya, Serangga Batu bisa membuat orang yang digigit membatu. Sementara itu, sekujur tubuh orang yang digigit Serangga Pelumpuh akan mati rasa. Mereka tidak akan mampu melawan lagi.Kedua serangga ini bisa memberikan efek yang sama. Jayadi yakin Tirta yang merupakan orang luar pasti tidak bisa menghadapi serangan serangganya. Nanti Jayadi bisa menghabisi Tirta dengan mudah.Hanya saja, tiba-tiba terdengar suara Jamil yang samar dan panik. "Ayah ... kamu ... nggak ... apa-apa, 'kan?""Aku ... nggak ... apa-apa ....," sahut Jayadi. Dia merasa aneh, tetapi dia tetap menangg
Tirta mendengus dan berkata, "Aku memang mau membuat perhitungan denganmu! Sekarang kamu yang cari aku, jadi aku bisa menghemat waktuku!"Tirta melihat dengan menggunakan mata tembus pandang. Ternyata Jamil yang pergi tadi sudah kembali. Dia membawa Jayadi dan belasan ahli serangga di Desa Benad. Mereka membuat masalah di bawah rumah panggung.Tirta langsung menyuruh Anton dan Yuli mengikutinya. Dia yang menggendong Susanti keluar dari kamar terlebih dahulu.Sementara itu, Jamil yang berada di bawah rumah panggung langsung panik begitu melihat Tirta keluar dari kamar sambil menggendong Susanti.Jamil yang cemburu berseru, "Ayah, pemuda itu yang membunuh Nenek Benad! Cepat bunuh dia! Jangan sampai dia membawa Susanti pergi!"Jayadi meremehkan Tirta setelah melihat tampangnya yang lucu dan wajahnya yang masih muda. Dia berucap kepada Jamil, "Jamil, dia masih muda. Untuk apa kamu takut? Tenang saja, aku nggak akan membiarkan dia pergi dari Desa Benad hidup-hidup. Wanita itu milikmu dan di