"Karena Paman yang memintanya, mana mungkin aku berani menolak? Apa yang membuatmu gelisah? Mungkin kalau diceritakan, aku bisa membantu meringankan beban di hatimu."Saat ini, Bryan masih bergantung pada Kurnia karena dia masih membutuhkan bantuannya untuk kembali ke dunia misterius. Tentu saja, dia tidak berani menolak ajakan Kurnia.Setelah berpikir sejenak, dia berkata, "Kita bicara setelah keluar dari hotel. Di sini terlalu banyak orang, pasti nggak nyaman bicara di sini."Kurnia tidak berbasa-basi, hanya berbalik dan berjalan di depan untuk memimpin jalan. Bryan mengikuti Kurnia keluar dari hotel hingga sampai di kaki Gunung Tisatun, lalu berhenti di depan sebuah kolam dalam yang tak terlihat dasarnya."Paman, bukannya kamu menyuruh Kak Fasahat dan Kak Lior membelikan obat untukku? Tapi, kenapa dua hari ini aku nggak melihat mereka. Ke mana mereka?" tanya Bryan penasaran."Oh, dua bocah itu memang nggak berguna. Entah ke mana mereka pergi. Hari ini aku juga pergi mencari mereka,
Mereka ingin menggali lebih banyak rahasia tentang dunia misterius dari para pesilat tersebut.Sementara itu, perempuan yang memimpin kelompok ini adalah seorang praktisi ilmu mistis yang paling dihormati di seluruh Negara Yumai, baik oleh pejabat tinggi maupun rakyat biasa.Dia adalah Yara dari Keluarga Gomies, seorang wanita dengan kedudukan tinggi yang mampu mengendalikan kekuatan roh!"Meskipun tubuhnya sudah mengalami kerusakan, kebenciannya sangat mendalam. Dia memang bahan yang sangat cocok untuk dijadikan boneka mayat. Kalian berdua bawa dia ke sini."Mendengar perkataan pria di belakangnya, Yara menyipitkan matanya yang panjang dan indah. Suaranya terdengar menggoda tanpa dibuat-buat sedikit pun."Baik, Master!" Segera, dua pria berbaju hitam maju, mengangkat tubuh Bryan dari dalam kolam, membawanya ke hadapan Yara.Yara berjongkok, mengamati tubuh Bryan tanpa merasa takut atau jijik sedikit pun. Sepertinya, dia sudah terbiasa dengan pemandangan seperti ini. Tanpa mendongak, d
Di tengah tidurnya, Ayu merasakan sepasang tangan besar yang panas menjamah tubuhnya. Teknik tangan yang familier itu sontak membangunkannya, membuatnya terus menginginkannya."Tirta, Yasmin ada di sini ...." Karena gelap, Ayu tidak bisa melihat Tirta. Namun, dia bisa merasakan Tirta berada di atasnya.Suhu yang panas membuat napas Ayu memburu. Kedua tangannya memeluk Tirta, menyuruhnya berhenti dengan tidak berdaya.Ayu mengira Tirta tidak akan menginginkannya lagi karena telah melakukannya di siang hari. Siapa sangka, Tirta masih kemari malam-malam begini. Energinya sungguh tak ada habisnya!"Nggak apa-apa, Bi. Dia sudah tidur. Aku akan lebih pelan. Kamu sudah basah lho. Aku tahu kamu menginginkannya, biar aku memuaskanmu." Tirta terkekeh-kekeh, menjulurkan tangan untuk melepaskan pakaian Ayu.Meskipun gelap gulita, di mata Tirta, dia bisa melihat semuanya dengan jelas. Wajah Ayu merah, tatapannya tidak fokus. Wanita ini seperti terkena obat perangsang, membuat Tirta ingin sekali men
Bella merapikan rambutnya, lalu buru-buru keluar. Sementara itu, Tirta melihat jam. Sekarang hampir pukul 9 pagi. Masih ada 1 jam lagi sebelum turnamen bela diri dimulai.Tirta segera mandi dan memakai baju. Dia menggunakan alasan yang sama, yaitu membantu Mauri mengurus kasus. Setelah berpamitan dengan Ayu, Tirta keluar dari vila Keluarga Purnomo.Kemarin Tirta sudah berpesan kepada Yusril dan Chiko untuk melindungi Bella dan Ayu. Dengan begitu, Tirta bisa mengikuti turnamen bela diri dengan tenang.Kala ini, Yasmin juga berada di kamar Ayu. Dia mengusap matanya dan menguap. Yasmin bertanya kepada Ayu yang sedang melihat ke luar, "Bibi, apa semalam aku mimpi buruk?"Mendengar ucapan Yasmin, Ayu segera menutup pintu kamar. Jantungnya berdegup kencang. Dia menggigit bibir dan bertanya balik, "Nggak, Yasmin. Apa semalam kamu mendengar sesuatu?"Yasmin memandang Ayu dengan ekspresi polos sembari menjelaskan, "Iya, semalam aku dengar Bibi terus memanggil nama Kakak Guru waktu tidur. Kamu j
Sesudah Kurnia masuk ke hotel, Azhar bertanya kepada Kimmy, "Kimmy, sikap Kakek Kurnia sangat serius. Apa identitas orang yang kalian tunggu? Kamu bisa beri tahu aku?"Kimmy tidak berani melihat Azhar. Dia memandang ke tempat lain sambil menggigit bibirnya. Kimmy mendesah dan menyahut, "Kak Azhar, aku ... juga nggak tahu bagaimana caranya beri tahu kamu. Sebaiknya kamu jangan tanya lagi, ya?"Bagaimanapun, Kimmy tidak tahu bagaimana caranya memberi tahu Azhar bahwa dirinya dan Kurnia menjadi budak Tirta. Dia juga takut Azhar akan meremehkan dan mencampakkannya setelah mengetahui hal ini.Bahkan Kimmy takut Azhar yang marah akan membalas Tirta. Dia tahu Azhar tidak mungkin mampu melawan Tirta.Sebagai tunangan yang tulus menyukai Kimmy, Azhar tentu bisa merasakan sekarang Kimmy sangat terpuruk. Azhar mengernyit, dia mengira Kimmy ditindas.Azhar meraih tangan Kimmy dan bertanya dengan ekspresi khawatir, "Kimmy, sebenarnya apa yang terjadi? Apa kamu ditindas? Kamu harus bicara jujur pada
"Oke," sahut Tirta seraya mengangguk. Dia tidak bertanya lagi. Tirta menggunakan Janji Darah untuk mengendalikan nyawa Kurnia dan Kimmy, seharusnya Kimmy tidak berani berbohong.Tiba-tiba, Tirta mendengar suara orang asing yang membentaknya, "Hei, apa hubunganmu dengan Kimmy? Kenapa dia kelihatan takut padamu? Apa kamu melakukan hal yang keterlaluan padanya?"Azhar mencengkeram bahu Tirta dan memandangnya dengan ekspresi garang. Tirta merasa kesal saat melihat sikap Azhar yang buruk.Tirta memukul tangan Azhar dan membalas sambil mengernyit, "Memangnya apa hubungannya denganmu? Siapa kamu? Cepat minggir! Kalau nggak, jangan salahkan aku bertindak kejam!"Azhar sudah mencapai energi internal tahap puncak. Dia tidak menyangka Tirta masih baik-baik saja setelah dirinya mencengkeram bahu Tirta dengan kuat. Bahkan, Tirta bisa memukul tangan Azhar.Azhar juga tahu Tirta merupakan seorang pesilat kuno energi internal tahap puncak. Dia menanggapi, "Aku ini tunangannya Kimmy dan anak dari pemim
Selesai bicara, Azhar langsung mendorong Kimmy dengan kuat karena terbawa emosi. Alhasil, Kimmy jatuh ke tanah.Hanya saja, sebelum Azhar melancarkan serangan, Tirta sudah menendangnya hingga terpental. Kemudian, Tirta menghampiri Azhar dan mencekiknya seraya menegur, "Kamu bilang mau bunuh aku? Apa nyawa orang lain nggak berharga bagimu?"Tirta meneruskan, "Kamu mau melawanku dengan satu tangan? Apa anak dari pemimpin Sekte Aswad begitu hebat?"Tadi Tirta menggunakan Teknik Pengendali Angin sehingga dia bisa bergerak dengan cepat. Sebelum Azhar sempat merespons, Tirta sudah membuatnya tidak bisa berkutik.Kimmy segera bangkit, lalu berlutut kepada Tirta dan memelas, "Pak Tirta, tolong lepaskan dia. Aku mohon, dia nggak sengaja lawan kamu."Azhar yang dicekik Tirta kehilangan akal sehatnya saat melihat kekasihnya tunduk pada Tirta. Dia marah-marah, "Sialan! Aku dilahirkan dengan status yang tinggi. Aku juga pesilat kuno energi internal tahap puncak, nggak ada yang berani menyinggungku.
Kimmy tidak berharap kepada Azhar lagi. Dia memohon kepada Tirta hanya karena tidak ingin melihat Azhar mati dibunuh Tirta.Kurnia melihat Tirta sekilas, lalu menggeleng kepada Azhar dan menjelaskan, "Azhar, kamu nggak bisa menyinggung Pak Tirta. Jangankan merebut Kimmy darimu dan melumpuhkanmu, biarpun Pak Tirta membunuhmu di depanku, aku hanya bisa mengabaikannya."Tirta mengingatkan, "Kalau kamu mau hidup, sebaiknya kamu dengar saran Kimmy untuk minta maaf pada Pak Tirta."Nyawa Kurnia dan Kimmy dikendalikan oleh Tirta. Jadi, Kurnia tidak berani melawan Tirta. Berdasarkan ucapan Azhar tadi, Kurnia sudah cukup menghormati ayah dan kakek Azhar karena tidak langsung membunuh Azhar dan memutuskan hubungan dengannya.Hanya saja, Azhar tidak memahami tindakan Kurnia. Dia meninju tanah dan berkata dengan geram, "Apa? Kakek Kurnia, kamu itu temannya kakekku. Ayahku juga sangat menghormatimu!"Azhar meneruskan, "Sekte Aswad dan Sekte Delapan Cakrawala beraliansi. Sekarang kamu malah suruh ak
Marila takut Tirta kehabisan kesabaran, jadi dia menunjuk ke arah sebuah gedung tinggi di pusat kota."Maaf sudah merepotkanmu. Oh ya, sebelumnya kamu sempat bilang ingin minta bantuanku, 'kan? Nanti setelah aku selesai menenangkan Susanti, aku pasti bantu kamu ...."Tirta melirik Susanti yang sedang tertidur di pelukannya, lalu mengangguk pelan. Dia seperti teringat sesuatu dan menoleh ke arah Marila. Namun, sebelum Tirta selesai bicara, Marila segera menyela dengan ekspresi agak canggung."Pak Tirta, urusanku nggak mendesak! Kamu bisa fokus dulu merawat Bu Susanti. Kalau nanti benar-benar sudah ada waktu luang, baru cari aku."Saat mengatakan itu, Marila tanpa sadar menunduk. Wajahnya pun terlihat agak malu dan pipinya sedikit memerah."Ya sudah kalau begitu." Melihat reaksi Marila, Tirta pun tak memperpanjang pembicaraan. Dia berkata ingin beristirahat sebentar, padahal sebenarnya dia masuk dalam kondisi meditasi untuk berbicara dengan Genta.'Kak Genta, lihat deh, pemandangan di Pr
Namun, tentu saja semua pertanyaan itu tidak diucapkan oleh Selina. Yang dia ingin tahu hanyalah keberadaan Tirta."Bu Selina, jangan khawatir! Pak Tirta baik-baik saja. Tapi, sepertinya Bu Susanti syok berat. Tadi Pak Tirta sudah membawa Bu Susanti naik helikopter untuk kembali ke kota dan istirahat dulu.""Sebelum pergi, beliau secara khusus memintaku untuk menunggumu di sini. Tunggu sebentar ya. Setelah menjemput orang tua Bu Susanti, aku akan mengajak kalian semua menemui Pak Tirta!"Idris yang jeli dalam mengamati bisa menangkap nada penuh kekhawatiran dari suara Selina. Dia pun bisa menebak bahwa hubungan antara Selina dan Tirta pasti tidak sederhana, makanya dia bersikap semakin sopan dan ramah.Tak lama kemudian, dia memerintahkan Vendi dan Sutomo untuk pergi ke Desa Benad, menjemput Anton dan Yuli."Baiklah, aku akan menunggu di sini." Mendengar ucapan Idris, Selina pun merasa lebih lega dan mengangguk setuju.Dalam hati, Selina berpikir, 'Ternyata Tirta masih pikirin aku, sam
Dia bersikeras ingin bertemu dengan Tirta, bahkan tidak peduli pada Idris. Tidak peduli bagaimana Sutomo dan Vendi mencoba menghentikannya, dia tetap bersikeras ingin masuk ke Desa Benad."Apa sih yang dia omongin? Dewa? Mana ada dewa di dunia ini ...." Idris melihat si sopir paruh baya melantur, jadi langsung tidak menggubrisnya dan merasa muak.Dia ingin menyuruh Sutomo dan Vendi untuk mengusir si sopir secara paksa, tetapi tiba-tiba terlintas dalam pikirannya. Bukankah barusan Sutomo dan Vendi juga bilang Tirta itu seperti dewa?Menyadari hal itu, Idris langsung melupakan perbedaan status dan melangkah cepat ke arah sopir taksi itu, mencoba memastikan."Tunggu sebentar, Pak. Apa dewa yang kamu sebut itu adalah seorang pemuda? Rambutnya lurus ke atas, bajunya compang-camping?""Ini Pak Gubernur ya? Ya, benar, orang yang kumaksud memang masih muda. Tapi, bajunya sama sekali nggak sobek, rambutnya juga nggak berdiri seperti yang kamu bilang. Sepertinya kita nggak ngomongin orang yang s
"Ini ... ini nggak mungkin!"Ketika Idris sampai di gerbang Desa Benad dengan perasaan cemas dan gelisah, dia melihat pemandangan mengerikan. Puluhan tubuh bersimbah darah, bagian tubuh berserakan di mana-mana. Jantungnya seakan-akan berhenti sejenak karena terkejut!Dia benar-benar tidak bisa membayangkan bagaimana cara Tirta menjatuhkan puluhan bawahan Hafiz dengan tangan kosong! Padahal, mereka semua memiliki senjata api!Yang lebih gila lagi, Tirta bahkan masih memeluk seseorang di dalam pelukannya saat itu! Jadi, apakah artinya dia menghabisi semua orang ini hanya dengan satu tangan? Itu benar-benar mustahil!"To ... tolong bunuh aku .... Kumohon, bunuh saja aku ...." Di tengah genangan darah, Bayu yang masih hidup melihat kedatangan Idris dan para bawahannya. Dia langsung menyeret tubuhnya yang penuh luka, berusaha merangkak mendekat. Rasa sakit yang luar biasa membuatnya hanya ingin mati demi bebas."Cepat! Kalian berdua hentikan pendarahannya! Aku harus tanya sendiri, apa yang
Tentu saja, Tirta tidak lupa menjelaskan asal mula kejadian tersebut, mengapa semua itu bisa terjadi. Dia juga sengaja memberi kesan bahwa dirinya hanya membela diri, meskipun sedikit berlebihan."Oh, jadi memang begitu ya? Vendi, Sutomo, cepat pergi periksa, lihat apa masih ada yang selamat!"Mendengar penjelasan dari Tirta, Idris sebenarnya tidak terlalu percaya bahwa Tirta bisa mengalahkan mereka seorang diri, bahkan membunuh puluhan anak buah Hafiz yang semuanya adalah preman berbahaya.Namun, karena mempertimbangkan Keluarga Dinata, Idris tidak memperlihatkan keraguannya secara langsung, melainkan segera memberi instruksi kepada dua pemuda yang bersamanya."Bu Marila, yang perlu kukatakan sudah kukatakan semua. Tolong bawa aku ke tempat yang tenang. Aku harus menenangkan kondisi Susanti.""Tentu saja, kalau nanti ada yang perlu kubantu atau butuh klarifikasi lebih lanjut, Pak Idris bisa langsung mencariku." Tirta bisa melihat dengan jelas bahwa Idris tidak sepenuhnya percaya padan
Duar!Mendengar itu, Hafiz langsung merasa jantungnya seperti ditusuk, seakan-akan petir menyambar di siang bolong, menggema dalam benaknya. Bahkan, napasnya pun tertahan sejenak!'Petinggi ibu kota .... Aku bersusah payah selama seluruh hidupku, tapi hanya bisa menjadi bawahan kelas menengah di Provinsi Naru!''Apa aku punya kemampuan untuk menarik dukungan dari orang sehebat itu di ibu kota? Jangan-jangan bocah ini keturunan dari salah satu bos besar di sana?'Begitu pikiran itu muncul, wajah Hafiz menjadi semakin pucat, seolah-olah dadanya ditimpa sesuatu. Ketakutan dalam hatinya bahkan lebih dahsyat daripada rasa sakit dari jarinya yang remuk."Pak Tirta, Bu Susanti baik-baik saja, 'kan?" Saat itu, Marila bergegas menghampiri Tirta. Melihat Tirta tidak mengalami cedera, dia pun merasa lebih lega. Namun, begitu melihat ekspresi Susanti yang kacau, wajahnya menegang."Susanti nggak mengalami luka serius, tapi dia sangat syok. Tolong bantu aku carikan tempat yang tenang dan tak tergan
Ternyata Marila dan Idris membawa anggota kemari. Orang yang ikut Idris turun memegang senapan. Sebelum helikopter mendarat, orang itu sudah membidik Hafiz. Jadi, Hafiz tidak bisa kabur lagi.Hafiz terpaksa maju dan menyambut Idris sambil tersenyum, "Pak Idris ... kenapa kamu naik helikopter datang ke sini?"Hafiz tahu identitas dan latar belakang Idris. Bahkan, bisa dibilang alasan utama Hafiz ingin kabur belakangan ini adalah tindakan Idris untuk membasmi kejahatan sangat mengerikan.Sekarang Hafiz langsung menghadapi Idris. Dia hanya bisa berbohong untuk melewati pemeriksaan Idris.Idris merasa geram saat melihat Hafiz yang sangat jahat. Ekspresinya sangat muram. Dia mencibir, lalu menyahut, "Hafiz, menurutmu apa alasannya? Tentu saja aku datang karena kamu, orang jahat yang tersisa di Provinsi Naru!"Tentu saja Hafiz tidak ingin mengakui perbuatannya. Dia malah berlutut di tanah dan berpura-pura menangis sambil bicara, "Pak Idris, jangan bilang begitu. Itu cuma rumor, aku nggak per
Melihat Hafiz kabur, para bawahan yang panik ingin membuang senjata mereka dan mengejar Hafiz. Mereka berkomentar."Bos ... kabur! Sialan!""Sialan! Biarkan saja. Setelah mendapatkan uang, kita juga bisa bersenang-senang di luar negeri!"Kemudian, seorang pria paruh baya yang cukup berpengaruh maju. Tampak bekas goresan pisau di wajahnya dan dia hanya mempunyai satu mata.Pria itu berteriak, "Teman-teman, nggak ada gunanya kalau cuma beberapa orang yang menembak! Kita tembak dia sama-sama! Nggak masalah kalau mati! Kalau masih hidup, kita lanjut minta uang!"Begitu pria tersebut bersuara, semua orang pun setuju. Mereka membidik Tirta. Terdengar suara tembakan beruntun bak suara petasan."Mantra Perisai Cahaya Emas!" seru Tirta. Dia sedikit gugup saat menghadapi situasi seperti ini.Tirta bukan takut pada peluru, tetapi dia takut Susanti terluka. Tirta segera membentuk segel tangan, lalu lapisan cahaya yang tak terlihat secara kasatmata melindungi Tirta dan Susanti. Semua peluru diadang
"Nggak usah buru-buru, aku sudah pertimbangkan. Aku nggak akan memberi kalian uang, begitu pula ... nyawaku!" tegas Tirta.Tirta tertawa kepada Arkan, lalu menamparnya. Arkan memaki, "Sialan! Bocah berengsek! Beraninya kamu mempermainkanku!"Tentu saja Arkan marah menghadapi situasi seperti ini. Arkan hendak menarik pengaman pistol, lalu mematahkan kedua tangan dan kaki Tirta terlebih dahulu untuk menakutinya.Namun, tamparan Tirta langsung membuat kepala Arkan terpental dalam sekejap. Sementara itu, tubuh Arkan yang sudah kehilangan kepala masih mempertahankan posisi mengangkat pistol untuk mematahkan kaki dan tangan Tirta.Perubahan yang mendadak ini membuat semua orang di tempat kaget dan juga takut. Setelah tersadar, mereka berkata pada Hafiz dengan ekspresi marah."Kak Arkan! Sialan! Ternyata pemuda ini seorang ahli bela diri!""Bos, pemuda ini sudah membunuh Kak Arkan! Kalau nggak, kita langsung bunuh dia saja!"Hafiz menegur, "Sialan, bukannya orang mati itu hal yang biasa? Dulu