"Tirta" yang puas mengangguk dan menyahut, "Bagus, kamu pergi saja. Ingat, aku nggak mau diganggu."Setelah "Tirta" masuk ke kamar, entah bagaimana caranya pintu kamar tertutup sendiri. Bella yang berdiri di depan pintu kamar bergumam, "Ada apa dengan Tirta?"Bella merasa resah, tetapi dia juga tidak berani mengganggu "Tirta". Dia pun kembali ke aula utama. Saat Bella kembali ke aula, ternyata hanya tersisa Ayu dan Darwan yang tidak sadarkan diri, serta Janet dan Chandra yang terlihat cemas. Mayat di lantai juga sudah dibereskan.Bella yang bingung bertanya, "Pak Chandra, pamanku dan lainnya pergi ke mana?"Chandra merasa bersalah. Dia menyahut, "Bu Bella, tadi waktu kamu bawa Pak Tirta untuk cari kamar, Bryan kabur selagi kami nggak memperhatikannya. Jadi, mereka bawa bawahan untuk menangkap Bryan.""Bryan kabur?" tanya Bella sembari mengernyit. Walaupun "Tirta" sudah menghajar Bryan sampai sekarat, Bryan adalah orang yang sangat keji. Bella khawatir nantinya Bryan akan membalas dend
Mendengar ucapan Bella, Ayu makin mengkhawatirkan Tirta. Dia menanggapi, "Skizofrenia? Nggak mungkin, Tirta nggak pernah menunjukkan gejala seperti yang dibilang Bu Bella. Apa ... Tirta menjadi begini karena dipukul pria tua itu?"Ayu memohon, "Bu Bella, Tirta istirahat di mana? Apa kamu bisa bawa aku untuk menemuinya?"Bella mendesah, lalu melihat ke arah kamar Tirta dan menyahut, "Bibi Ayu, aku bukan nggak mau bawa kamu temui Tirta. Hanya saja ... sebelum masuk ke kamar, dia sudah berpesan siapa pun nggak boleh ganggu dia. Selain itu, sekarang Tirta sangat misterius. Aku nggak berani bawa kamu temui dia.""Tapi Bu Bella, mana mungkin aku bisa tenang setelah tahu kondisi Tirta seperti itu?" tanya Ayu. Matanya berkaca-kaca.Saat Ayu hendak bicara lagi, Chandra berkata, "Bu Ayu, kami paham perasaanmu. Kami juga mengkhawatirkan keselamatan Pak Tirta. Tapi ...."Chandra melanjutkan, "Sebenarnya tadi Bu Bella nggak menyatakannya secara langsung. Sekarang Pak Tirta memang seperti berubah me
Chandra yang penasaran berkata, "Pak Darwan, aku paham maksudmu. Aku akan menyuruh orang untuk mengurusnya. Tapi, apa kamu bisa beri tahu aku mengenai asal-usul Naushad dan Bryan? Kenapa kekuatan mereka begitu mengerikan?"Chandra menambahkan, "Selain itu, kenapa tadi kamu bilang Pak Tirta juga pesilat kuno? Dunia misterius yang disebutkan Bryan itu tempat apa?"Darwan merenung sejenak, lalu mendesah dan menyahut, "Pak Chandra, aku bisa beri tahu kamu sebagian informasi tentang mereka. Tapi, kamu nggak boleh memberi tahu orang lain. Takutnya kita bisa celaka."Darwan berbisik kepada Chandra, "Dunia misterius itu tempat yang terpisah dari dunia kita. Orang yang bukan pesilat kuno nggak boleh masuk, sedangkan pesilat kuno dibagi menjadi ...."Darwan melanjutkan, "Setahuku, setiap keluarga besar yang bertahan lama disokong oleh pesilat kuno ....".....Pada saat yang sama, Bella sudah membawa Ayu ke dekat kamar Tirta. Bella menghentikan langkahnya, lalu menunjuk pintu kamar berwarna merah
Mendengar perkataan Ayu, Bella makin bingung. Dia menanggapi, "Jadi ... Bibi Ayu, kalau Tirta belum mencapai tingkat abadi, mana mungkin dia bisa mengalahkan Naushad yang sudah mencapai tingkat semi abadi?"Ayu menimpali, "Aku nggak tahu. Setelah Tirta keluar, kita sama-sama tanya dia."Bella berbisik, "Oke. Aku mau tanya Tirta kalau dia itu benar-benar monster yang nggak bisa tua, bukannya aku rugi besar hidup bersamanya?"....Di aula utama vila. Sesudah mendengar cerita Darwan, Chandra merasa takjub. Dia berkomentar, "Ternyata Bryan itu pesilat kuno yang langka. Pantas saja dia bertindak semena-mena, bahkan dia meremehkan cucu sesepuh dalam dunia pemerintahan."Chandra meneruskan, "Itu karena dia mampu mengendalikan nasib orang lain. Tapi, Pak Tirta lebih hebat dari Naushad. Sepertinya Pak Tirta cuma berpura-pura polos. Orang memang nggak bisa dinilai dari penampilannya."Sebelumnya, Chandra hanya mengincar kekuasaan. Dia mengira dirinya yang sudah menjadi gubernur sangat hebat. Ked
Sesudah memeriksanya dengan saksama, "Tirta" memakai celananya kembali dan bergumam, "Sayangnya ini tubuh pria, ini beban bagiku. Alangkah baiknya kalau ini tubuh wanita, jadi aku bisa terus menggunakannya. Ke depannya kalau ada kesempatan, aku cari tubuh wanita yang cocok saja."Sementara itu, Tirta yang asli juga sudah bangun. Hanya saja, dia sedang mengeksplorasi. Tirta belum pernah mengalami hal ini sebelumnya.Tirta bisa melihat tubuhnya sendiri dan mendengar suara di sekitar. Dia bisa merasakan dirinya dikendalikan oleh Genta.Namun, Tirta tidak bisa melakukan apa pun. Dia hanya bisa berteriak dalam hati. Hanya saja, tidak ada yang bisa mendengarnya. Tirta tidak tahu bagaimana caranya merebut kembali hak kendali atas tubuhnya.Tirta merasa marah dan juga tidak berdaya. Dia juga tidak bisa menangis. Tirta ingin melompat keluar dan bertanya alasan Genta merebut tubuhnya.Tiba-tiba, "Tirta" mengernyit dan menegur, "Jangan teriak lagi. Kamu berisik sekali."Tirta berteriak, "Apa kamu
Tirta bisa merasakan keterpurukan Genta. Dia berujar, "Bukan, ini nggak termasuk karma. Kudengar, sebelumnya ada banyak siluman yang berkultivasi hingga tingkat sempurna. Mereka bahkan ingin menjadi manusia. Sekarang kamu bisa merasakan jadi manusia, sebenarnya kamu beruntung."Demi mencari kesempatan untuk merebut kembali tubuhnya, Tirta terpaksa berusaha menghibur Genta."Tirta" membalas, "Ha? Kamu malah membandingkanku dengan siluman rendahan itu? Apa kamu tahu identitasku dulu? Aku ini lelulur dari semua siluman di planet ini!""Tirta" sangat marah. Dia tidak melakukan apa pun, tetapi ledakan energi yang keluar dari tubuhnya langsung membuat kaca pecah dan pintu kayu bergetar."Kak, kalau kamu nggak suka jadi manusia, kembalikan tubuhku!" timpal Tirta. Dia tidak ingin menahan amarahnya lagi saat melihat "Tirta" marah. Apa pun konsekuensinya, Tirta tidak peduli lagi.Tirta langsung mengomel, "Aku baru jadi manusia selama belasan tahun, aku belum puas! Aku masih harus jaga banyak wan
"Mana mungkin manusia lemah sepertiku bisa dibandingkan dengan makhluk hebat sepertimu? Kalau kamu nggak suka aku, cepat bunuh aku saja! Aku nggak mau tubuhku lagi, anggap saja aku berikan padamu!" lanjut Tirta.Tirta merasa dirinya sudah membuat Genta marah besar. Seharusnya dia tidak bisa merebut hak kendali tubuhnya dari Genta lagi. Jadi, dia langsung meluapkan kekesalannya."Manusia lemah ...," ucap "Tirta". Dia benar-benar berniat membunuh. Genta tidak pernah diperlakukan secara tidak hormat seperti ini.Namun, sekarang Genta tidak berdaya menghadapi Tirta. Jika dia membunuh jiwa Tirta, dia juga akan ditolak oleh tubuh ini. Akhirnya, Genta akan lenyap. Hal ini karena sekarang Genta terlalu lemah.Tirta menyadari sesuatu. Dia berujar, "Bukannya kamu bisa bunuh aku? Cepat bertindak! Aku nggak mau hidup lagi, kamu bunuh aku saja!"Tirta meneruskan, "Kalau kamu nggak bunuh aku, aku pasti remehkan kamu! Leluhur siluman apanya? Kamu bahkan nggak berani bunuh orang! Cih, sampah!""Tirta"
Setelah itu, Genta tidak bersuara lagi. Sementara itu, Tirta merasa bersalah saat melihat Ayu dan Bella yang ketakutan.Tirta berkata, "Bibi, Bu Bella, tadi aku bukan sengaja mau sakiti kalian. Tadi aku ...."Meskipun Tirta tidak bermaksud menyakiti Bella dan Ayu, dia hampir saja terlambat menghentikan Genta. Tirta ingin memotong kedua tangannya.Ayu menggeleng. Dia tidak menyalahkan Tirta, malah berujar dengan gembira, "Tirta, kamu nggak usah jelaskan. Bu Bella sudah beri tahu aku kondisimu, aku yakin tadi kamu pasti nggak sengaja. Tirta, apa sekarang kamu sudah kembali normal?"Bella mengembuskan napas lega, lalu merangkul bahu Ayu dan menimpali, "Bibi Ayu, sekarang Tirta bisa mengenali kita. Dia pasti sudah kembali normal."Bella melanjutkan, "Tirta, aku dan Bibi Ayu sangat mengkhawatirkanmu. Kondisimu tadi sangat mengerikan. Kamu tahu kenapa kamu bisa berubah menjadi begini?""Aku juga nggak tahu, Bu Bella. Kamu bawa Bibi Ayu keluar dulu, takutnya aku menyakiti kalian lagi seperti
Di sisi lain, Tirta menelepon Ayu setelah Idris dan Rasmi pergi. Setelah panggilan terhubung, Ayu yang sudah 2 hari tidak bertemu Tirta tentu merasa khawatir. Dia terus menanyakan kondisi Tirta.Tirta menjelaskan kondisinya dengan singkat, "Bi, Susanti terancam bahaya. Jadi, aku langsung naik pesawat untuk mencari Susanti. Tapi, kamu nggak usah khawatir. Sekarang semuanya sudah aman."Tirta memberi tahu Ayu pemikirannya, "Aku berencana membawa Susanti menemuimu setelah dia bangun, lalu kita dan Bi Elisa langsung kembali ke Desa Persik. Kita tinggal di sana untuk beberapa waktu."Mendengar ucapan Tirta, Ayu yang khawatir bertanya, "Ha? Tirta, kalau kamu mau kembali ke Desa Persik, tentu saja aku dan Elisa nggak keberatan. Masalahnya, gimana caranya kamu menjelaskan pada Bu Bella?"Ayu menambahkan, "Bagaimana kalau Bu Bella mau ikut kita kembali ke Desa Persik? Aku rasa berdasarkan sifat Bu Bella, dia pasti nggak terima kalau tahu kamu punya banyak kekasih.""Aku yang akan jelaskan pada
"Aku rasa otakmu bermasalah karena terlalu lama tinggal di Provinsi Naru!" bentak Rasmi. Ucapannya menunjukkan dia tidak menyukai Tirta."Rasmi, kenapa kamu bicara seperti itu? Pak Tirta itu saudara Ayah. Bukannya sudah seharusnya kita bersikap hormat padanya? Lagi pula ...," sahut Idris.Idris berniat menceritakan pada Rasmi bahwa Tirta sudah membantunya menyelesaikan masalah mereka yang tidak bisa mempunyai keturunan.Namun, sebelum Idris selesai bicara, Rasmi menyela, "Apa? Aku nggak marah kalau nggak ungkit masalah itu! Ayah sudah pikun, makanya dia mengakui pemuda itu sebagai saudaranya."Rasmi melanjutkan, "Waktu Ayah menceritakan masalah ini padaku, aku sudah sarankan dia cepat batalkan keputusannya. Ayah pikun karena tua, masa kamu juga sama? Kalau waktu itu Ayah mengakui anak 3 tahun jadi saudaranya, apa kamu juga mau memuja anak kecil itu?"Rasmi menambahkan, "Aku nggak peduli! Apa pun caranya, kamu harus usir pemuda itu dari rumah kita secepatnya! Aku nggak mau tinggal di ho
Begitu melontarkan perkataannya, Marila baru merasa kurang pantas. Dia berbisik lagi dengan wajah memerah, "Pak Tirta, bukan itu maksudku. Jangan salah paham."Tentu saja Tirta tahu Marila tidak bermaksud seperti itu. Dia tertawa, lalu menanggapi, "Oke. Aku tunggu Bu Marila pulang setelah beli bahan obat-obatan."Sesudah itu, Tirta tidak mengatakan apa pun lagi. Mendengar perkataan Tirta, Marila baru merasa tenang. Kemudian, Marila berpamitan dengan Idris.Tirta merasa bosan saat menunggu Marila. Dia kembali ke kamar untuk menemani Susanti. Tirta duduk di samping tempat tidur. Pikirannya sangat kacau.Tirta mendesah dan bergumam, "Setelah Susanti bangun, aku bawa dia cari Bi Ayu, lalu langsung kembali ke Desa Persik. Kak Nabila, Kak Melati, Kak Arum, Kak Farida, dan lainnya pasti merindukanku."Sebenarnya sebelum Susanti tertimpa masalah, Tirta berencana pergi ke ibu kota setelah meninggalkan Provinsi Dohe. Namun, masalah ini terjadi.Tirta juga memahami satu hal. Dia memang bisa menge
"Aku nggak akan pergi lagi. Jangan tiduri aku, ya?" mohon Selina. Wajahnya memerah setelah mendengar ucapan Tirta.Selina berusaha menggerakkan pinggangnya untuk menjauhi sumber masalah itu. Napas Tirta yang hangat membuat wajah Selina merah padam.Tirta menegaskan, "Aku nggak peduli, pokoknya sekarang aku harus menidurimu sampai puas. Terserah kamu mau pergi atau tetap tinggal, aku tetap akan melakukannya!"Hasrat Tirta membara karena pinggang Selina terus bergerak. Dia segera mengerahkan 2 teknik. Yang pertama adalah Teknik Menghilang untuk menyembunyikan tubuhnya dan Selina. Yang kedua adalah Teknik Senyap untuk menutupi suara yang dikeluarkan Selina selanjutnya.Kemudian, Tirta langsung bersanggama dengan Selina. Sementara itu, Selina memelas, "Tirta ... jangan ... aku benci kamu ...."Biarpun mengeluh, tubuh Selina tetap terangsang. Jelas-jelas Tirta sudah melepaskannya, tetapi Selina tidak melepaskan Tirta dan tidak bergerak sedikit pun. Dia membiarkan Tirta memberinya kompensasi
Tirta menunggu sampai Selina berjalan keluar dari taman bunga kompleks tempat Idris tinggal. Dengan begitu, mereka berdua sudah menjauh dari pandangan Anton dan Yuli.Tirta baru maju dan berkata seraya memeluk Selina, "Bu Selina, aku tahu kamu pasti pergi bukan karena dipanggil atasan. Apa kamu punya masalah? Kamu bisa ceritakan padaku.""Aku nggak punya masalah. Pak Tirta, aku cuma ingin pulang untuk mengurus kasus. Selain itu, aku sudah merasa sangat bangga bisa mengenal tokoh hebat sepertimu. Aku nggak mau terus tinggal di sini dan mengganggu Pak Tirta," sahut Selina.Selina memohon, "Pak Tirta, tolong lepaskan aku. Kita berdua nggak punya hubungan apa pun. Kita lupakan masalah yang sudah berlalu."Mata Selina memerah. Dia berbicara sambil terisak dan ingin melepaskan Tirta.Sementara itu, Tirta yang merasa tidak berdaya mendesah dan menimpali, "Bu Selina, aku sudah paham. Kamu pasti merasa aku cuma berpura-pura dan mempermainkan perasaanmu setelah kamu tahu latar belakangku. Jadi,
Selain itu, perasaan Selina campur aduk saat melihat Tirta. Melihat ekspresi mereka yang terkejut, Idris tertawa dan bertanya, "Apa Pak Tirta nggak pernah beri tahu kalian?"Idris membatin, 'Pak Tirta sangat hebat. Biarpun nggak ada Pak Saba, Pak Tirta bisa mendekati petinggi negara yang lain asalkan dia mau.'Sayangnya, Idris sudah berjanji kepada Tirta tidak akan mengungkapkan kehebatannya. Kalau tidak, Idris akan menjadi pelindung Tirta dan memamerkan kehebatannya.Yuli masih merasa antusias. Bahkan, dia sangat bangga hingga memandangi Tirta seraya tersenyum lebar dan menjawab, "Nggak. Pak Tirta, kenapa kamu nggak beri tahu kami hal sepenting ini?"Sekarang Tirta terpaksa harus mengakuinya. Dia berdeham, lalu menanggapi dengan ekspresi tenang, "Karena aku merasa hal seperti ini nggak perlu diumbar. Aku juga nggak ingin memanfaatkan status Pak Saba untuk bertindak semena-mena."Kenyataannya memang seperti itu. Tirta tidak pernah berinisiatif mengatakan dirinya adalah saudara Saba.Yu
Tirta tertawa licik, lalu membalas, 'Oke. Kak, aku akan pergi. Nanti malam jangan berpikiran untuk menghabisiku lagi.'Kemudian, Tirta keluar dengan perasaan gembira. Dia melihat Idris yang antusias sedang duduk tegak sambil mengobrol dengan Marila, Yuli, dan Selina.Begitu Tirta keluar, Idris langsung berhenti bicara. Dia berdiri, lalu menyambut Tirta, "Pak Tirta ...."Yuli juga menghampiri Tirta dan menimpali sembari tersenyum, "Pak Tirta, apa kita bisa bicara sebentar? Ada yang ingin kutanyakan padamu.""Ada apa? Tentu saja boleh," sahut Tirta.Yuli sangat senang melihat Tirta menyetujui permintaannya. Dia segera menarik Tirta kembali ke kamar. Namun, sebelum Yuli membawa Tirta masuk ke kamar, Anton yang keberatan menghentikan Yuli, "Aduh, berhenti! Yuli, kamu gila, ya? Kenapa kamu nggak langsung bertanya pada Pak Tirta di sini saja? Untuk apa kamu bawa dia ke kamar? Kamu kira ini rumahmu?"Anton berucap pada Tirta dengan ekspresi canggung, "Pak Tirta, begini. Ibunya Susanti ingin
Namun, bagian tubuh yang telah dipijat oleh Tirta terasa hangat dan nyaman, membuat Idris sangat rileks."Sudah beres. Pak Idris, masalahmu berasal dari kelelahan berkepanjangan ditambah dengan faktor bawaan, menyebabkan kondisi tubuhmu lebih lemah dari orang lain, makanya sulit menghasilkan sperma.""Dengan metode kedokteran barat, masalah seperti ini sangat sulit ditangani, bahkan sering kali tak terdeteksi.""Tapi di tanganku, ini bukan masalah besar. Kalau kondisi tubuh istrimu juga memungkinkan, aku jamin malam ini kamu bisa langsung tepat sasaran."Saat mengatakan itu, alis Tirta tiba-tiba berkerut. Dia baru teringat satu hal. Dia sudah berhubungan intim dengan begitu banyak wanita, tetapi sejauh ini belum ada satu pun yang hamil."Wah, terima kasih banyak, Pak Tirta! Kalau aku dan istriku benar-benar bisa punya anak, aku pasti akan undang kamu ke acara syukuran!"Idris yang tenggelam dalam euforia itu sama sekali tidak menyadari ekspresi aneh di wajah Tirta. Dia sangat bersyukur
"Pak Idris, kalau memang ada sesuatu, lebih baik berdiri dan bicarakan saja. Selama bukan hal yang melanggar nurani dan hukum, aku pasti akan bantu." Melihat keadaan itu, Tirta hanya bisa menghela napas dengan pasrah."Benarkah? Kamu benaran bersedia membantuku, tanpa mengungkit kesalahan masa lalu? Tapi, permintaanku ini .... Aku ingin kamu membantuku dan istriku agar bisa punya seorang anak.""Kami sudah menikah 20 tahun, sampai sekarang belum juga punya keturunan. Aku dan istriku sudah pergi ke rumah sakit di seluruh negeri, tapi nggak ada yang bisa menemukan penyebab pastinya ...."Idris akhirnya berdiri dari lantai, tetapi suaranya masih penuh emosi dan sedikit tidak percaya. Dia merasa Tirta yang seperti dewa hidup pasti sulit didekati dan tak mudah diajak bicara. Itu sebabnya, sikapnya terhadap Tirta sangat sungkan."Kenapa nggak? Pak Idris, kamu dan Bu Marila sudah susah payah membantuku mencari Susanti. Aku tentu harus membantumu semaksimal mungkin.""Lagi pula, sekalipun buka