Beranda / Romansa / Ditolak Sopir Miskin / Kesalahan Termanis

Share

Kesalahan Termanis

last update Terakhir Diperbarui: 2021-12-21 13:02:27

Hening. 

Andai Mama ada di sini. Mataku berkilauan, dengan wajah yang sudah memanas. Membayangkan sekali lagi, andai saja sekarang Mama duduk di hadapanku, menatapku dengan penuh kasih, memberikan sejuta nasihatnya. Pasti aku tidak akan semenderita ini. Menghadapi setiap masalah pelik sendiri. 

Kutarik napas panjang, dan kembali menghembuskannya secara kasar. Aku menggelengkan kepala dan meremas rambutku sendiri. Kututup wajah dengan kedua tangan, dan berulang kali menarik napas, berusaha memberi kelonggaran hati yang terasa semakin sempit, sesak, dan terasa perih.... 

Tarikan napas panjang terahir di barengi air mata yang luruh ke pipi, menyisakan luka dan kerinduan yang kian menjadi. 

"Mama ..., " lirih kuucapkan kata itu. 

"Mama," sekali lagi bibirku berucap. 

Terbayang saat ia memeluk tubuh ini erat, mencium kening ini hangat, celotehnya saat aku pulang larut malam. Pada saat itu aku kesal dan marah, t

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Ditolak Sopir Miskin    Kenyataan

    Sepulang dari makan malam, kuselonjorkan kaki dan bersandar di kepala ranjang. Mencoba mencermati setiap kalimat yang terucap dari bibir tipis itu. 'Tunggu dulu, bukankah Fajar sempat bilang jika dia menyukai sesuatu, dia akan menjaganya, bukan malah merusaknya?' Aku langsung duduk menegakkan punggung. 'Apa mungkin ... Fajar juga menyukaiku?' Ish! Tentu saja dia akan menjagaku. Bukankah aku bosnya. Kembali kusandarkan punggung di kepala ranjang. Aku menerka-nerka tentang perasaan Fajar terhadapku.Tidak menutup kemungkinan ia pun menyukaiku. Aku tersenyum sendiri saat ingat bagaimana cara ia menuntun jemariku ke mushola itu, menghapus air mataku dengan lembut, dan yang tidak bisa kulupakan saat ia berkata, aku adalah gadis yang baik. Lagi, bibir ini menyungging senyum mengingat semua itu. Aku menutup wajahku sendiri dengan bantal sembari tertawa gemas. Mungkinkah aku jatuh cinta? Yang aku tahu selam

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-21
  • Ditolak Sopir Miskin    Fajar, tolong ....

    "Dia, tanggung jawabku, Nyonya." Aku memejamkan mataku, geram.'Bukan jawaban itu yang aku harapkan, Pak Sopir tampan.' Batinku kesal."Nyonya.""Ya?" sahutku pura-pura tersenyum simpul saat menoleh ke arahnya."Bukankah kita berteman? Apa tidak apa-apa aku menceritakan semua ini kepada, Nyonya?"Aku tersenyum tipis, mengulurkan tangan, dan menunjukkan jari kelingking padanya. Fajar tersenyum dan menautkan jari kelingking kami berdua."Tak masalah. Kita berteman!" Aku berucap mantap.***Hari ini jadwalnya snorkeling bersama teman-teman lainnya. Aku memilih menunggu mereka di pinggiran Villa bersama Bu Aida, salah satu direktur Distributor dari Sulawesi. Holand berulang kali melambaikan tangan, mengajak aku berenang. Meskipun aku sangat ingin, tapi aku tidak mau melakukannya. Aku takut kulit dan wajahku terbakar."Dek, kamu melamun aja," tegur Bu Aida. Aku hanya tersenyum tipis menanggapi sapaannya. "Kamu suk

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-22
  • Ditolak Sopir Miskin    Penyelamatku

    Tubuhku terus menggeliat. Sebisa mungkin berusaha terlepas dari bajingan ini. Setelah tenagaku hampir habis, aku memejamkan mata, tangis semakin menjadi.'Ya, Allah ... Fajar, di mana kamu? Tolong aku, Fajar. Tolong aku .... ' batinku merintih diiringi linangan air mata.Tok ... tok ... tok ....Terdengar suara pintu diketuk oleh seseorang. Holand tampak kaget dan menoleh ke sumber suara.“Dek, Dek Ratu. Ini Bu Aida! Gimana, masih sakit nggak perutnya?” teriak Bu Aida dari luar.Holand menatapku tajam. "Ratu, jangan coba-coba bicara apapun. Jika Kau berani memberitahu Bu Aida soal ini, aku bisa berbuat hal yang lebih kejam dari ini.” Ia langsung melepas sumpalan di mulutku.“Kenapa, Bu?” Terdengar suara Fajar juga ada di depan pintu kamar ini.'Alhamdulillah, ya Allah.' Batinku mengucap syukur.“Begini, tadi Dek Ratu bilang perutnya sakit, karena khawatir j

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-23
  • Ditolak Sopir Miskin    Perasaan Fajar

    Aku mengangguk setuju. Fajar bergegas pergi ke luar mencari makanan. Kepayahan aku berusaha duduk dan turun dari ranjang, mencari ponsel yang sempat terjatuh saat terkejut dengan kedatangan Holand. Dengan lemah aku menapakkan kaki ke lantai kayu di Villa ini.Sialnya ponsel tidak sengaja terinjak dan pecah. Aku menunduk untuk mengambil ponsel yang sudah pecah itu, kemudian malah tersungkur hingga tubuhku terjerembab. Perutku semakin perih, nyeri pada dada semakin menusuk. Aku menggeliat di lantai menahan sakit yang kian menyiksa, aku meringkuk miring sembari meremas perut ini.“Akh!” pekikku meringis menahan sakit.Suara dernyit pintu terdengar, kemudian pintu itu terbuka."MasyaAllah Nyonya!" pekiknya langsung berlari menghampiri.Fajar membawa sebuah mangkok di tangan. Kupejamkan mata sembari menggigit bibir ini, perih. Diletakkannya mangkuk ke atas nakas kemudian mengangkat tubuhku ke ranjang. Di tariknya selimut sa

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-23
  • Ditolak Sopir Miskin    Langit dan Bumi

    Tok ... tok ... tok ....“Nyonya!” panggil Fajar pagi itu.Aku sebenarnya sudah bangun sejak tadi, hanya saja entah mengapa agak gugup jika harus bertemu Fajar setelah semalam mendengar pengakuannya pada Holand.“Nyonya!” panggilnya sekali lagi.“I ... iya ...,” sahutku terbata.Aku merapikan rambut dan baju terlebih dahulu, baru melangkah menuju pintu untuk membukanya.Kreakkkk ....Pintu terbuka, Fajar langsung melempar senyum padaku. Aku tersenyum tipis sembari menyelipkan rambut ke belakang telinga. Rasanya, pertemuan ini berbeda dengan saat aku belum mengetahui perasaanya.“Nyonya, bagaimana? Sudah enakan?”“Alhamdulillah, sudah lebih baik,” sahutku singkat.“Syukurlah.”Kemudian ia berjalan menuju kursi di depan villa ini. Kututup pintu dan menyusulnya. Hening. Sesekali aku mencuri pandang, lalu tersenyum s

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-23
  • Ditolak Sopir Miskin    Surprise

    Malam ini penutupan rapat, semua perwakilan Distributor di minta berkumpul di restoran. Hanya untuk mengadakan makan malam dan mengucapkan salam perpisahan. Dari tadi aku tak melihat Holand, ke mana dia?“Maaf bu Aida, kok saya nggak lihat Pak Holand, ya?”“Oh, kata temen lainnya dia sudah pulang lebih dulu. Ada urusan mendadak, Dek. Eh, kalian bener ya pernah dekat, maaf kalau waktu itu saya mengganggu kebersamaan kalian,” ucap Bu Aida tersenyum malu. Andai Ia tahu, saat itu dia telah menolongku.“Nggak mengganggu, Bu. Saat itu kami ngobrol biasa saja,” jawabku sedikit sungkan.“Eh, di makan dulu, Dek makanannya. Semoga kita bisa bertemu kembali di lain kesempatan.” Bu Aida memeluk.“Aminnn, Bu.” Aku membalas pelukannya.“Ratu, semoga bisa bertemu di lain waktu,” ucap Pak Sigit tiba-tiba mengulurkan tangan. Aku melerai pelukan dan membalas uluran tangannya.&ldqu

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-24
  • Ditolak Sopir Miskin    Kado dari Fajar

    Aku bahkan belum melihatnya sejak tadi, ke mana dia?Aku keluar kamar mencari keberadaannya, di semua tempat tak ada. Aku mendekati Pak Sopian yang sedang duduk di dapur bersama Bik Darmi dan Pak Joko.“Nyonya, kok keliatan bingung? Ada apa?” tanya Bik Darmi semringah.Aku tersenyum, kemudian ikut duduk di lantai bersama mereka.“Eh, Nyonya jangan duduk di sini nanti masuk angin!” kata Pak Joko cemas.“Iya. Nyonya. Biar kami saja yang duduk di bawah, Nyonya silakan duduk di atas,” Sambung Pak Sopian.“Bener Nyonya, bagaimana kalau nanti sakit,” ucap Bik Darmi.“Biasa aja ah, kalian lebay deh!” jawabku terkekeh.Buru-buru Pak Sopian melepas sarung yang melilit di lehernya. Kemudian sarung itu dibentang lebar-lebar untuk kududuki.“Pak Sopian terima kasih,” ucapku.“Iya Nyonya, sama-sama,” jawabnya sedikit membungkukkan punggung.

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-25
  • Ditolak Sopir Miskin    Kemarahan Fajar

    Aku melangkah keluar kamar setelah bercermin dan yakin sudah siap berangkat bekerja. Hari ini aku harus membeli ponsel yang baru karena ponselku rusak. Aku harus memberi tahu Fajar mengenai Lestari, hanya saja rasanya tidak enak jika tanpa bukti. Perlahan aku menuruni anak tangga menuju ke meja makan. Semua orang sudah menunggu di sana.Bik Darmi mengambilkan sarapan untukku. Kulirik Fajar sekilas yang duduk berseberangan denganku. Ia tampak asik dengan sarapannya, tidak sadar sejak tadi ada yang memperhatikannya. Selesai sarapan aku langsung menuju ke mobil yang sudah disiapkan di depan rumah, karena Desi sudah sejak tadi menunggu di sana. Fajar membukakan pintu mobil untukku.“Silakan, Nyonya."Aku hanya melempar senyum menjawabnya, kemudian melesat masuk.“Selamat pagi, Nyonya. Apa kabar?” tanya Desi gugup.“Pagi, Desi. Baik Alhamdulillah, anakmu gimana? Sudah sehat?” tanyaku yang membuat wajah itu tampak berseri-se

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-25

Bab terbaru

  • Ditolak Sopir Miskin    Bahagia

    Inilah kehidupan rumah tangga kami. Panggilan Mas kusematkan, karena ia yang meminta. Aku pun protes, saat ia memanggilku dengan sebutan Nyonya. Kini ia memanggilku selalu dengan sebutan sayang. Rumor tentang kehamilanku di luar menikah pudar dengan sendirinya. Karena sampai sekarang, kami bahkan belum dikaruniai seorang anak.Oma kembali terbang ke Malaysia, karena sudah tenang aku telah menikah dengan orang yang tepat. Ia ingin fokus melewati hari tuanya di sana. Karena di sana, Oma memiliki banyak anak angkat yang ditampungnya di rumah. Anak-anak kurang beruntung yang dibuang para orang tuanya, atau sengaja ditinggalkan di suatu tempat. Butikku yang dipegang oleh Nissa, kini berganti brand. Jika dulu Ratu Collection, kini menjadi Muslimah Collection.***“Huekkk! Huekkk!” Pagi itu Fajar muntah-muntah, saat akan berangkat bekerja.“Mas, kamu tidak apa-apa? Kamu mungkin sakit, Mas. Muka kamu pucet. Izin saja, hari ini tidak usah kerja,” kataku khawatir. Aku memapah suamiku ini ke ranj

  • Ditolak Sopir Miskin    Menginginkan Buah Hati

    POV : Ratu Delisya Sampai di rumah, Fajar menyiapkan segala sesuatunya untuk memasak. Ia menghidupkan tungku perapian, dan meletakkan wajan penggorengan di atasnya. Setelah mengiris semua bumbu, dimasukkannya semua bumbu ke dalam minyak panas dalam wajan, kemudian mengaduk-aduknya. Aku memperhatikannya, berusaha merekam dalam otak cara Fajar memasak. Mungkin, suatu saat aku bisa mempraktikkannya.“Nyonya, tinggal diberi garam, ya,” kata Fajar, setelah memasukkan sayur kangkung yang sudah dipotong.“Tinggal masukin garem aja, kan?” tanyaku meyakinkan.“Iya. Coba Nyonya beri garam.” Aku mengambil satu bungkus garam halus yang baru saja kami beli dari pasar, kemudian membukanya. Tanpa ragu, aku memasukkan semuanya ke dalam sayuran yang sedikit layu dalam wajan.Tawa Fajar tersembur keluar. Apa aku melakukan kesalahan? Kenapa ia tertawa? “Ada yang salahkah?” tanyaku dengan dahi berkerut.“Nyonya tidak perlu memberi garam sebanyak itu. Satu sendok teh saja sudah cukup.” Fajar menggelengk

  • Ditolak Sopir Miskin    Ke Pasar

    Berulang kali aku mencoba mengambil air dari sumur, tetapi selalu gagal. Bagaimana aku bisa mandi, kalau mengambil airnya saja kesusahan? Ingin meminta tolong Fajar, tetapi ia sedang keluar. Kesal sekali rasanya. Bagaimana aku bisa membuktikan pada Fajar, kalau aku perempuan yang layak baginya, sedangkan hanya menimba air seperti ini saja tidak bisa. Aku membuka kedua telapak tangan, dan kulitnya sudah kemerahan. “Nyonya mau mandi?” bisik Fajar di samping telinga. Ia sudah memeluk dari belakang.“Aku sudah mencoba, tetapi tetap tidak bisa menimba airnya.”Ia berdiri di hadapanku, dan memegang kedua telapak tangan ini. Ditiupnya telapak tanganku, kemudian mengecupnya lembut secara bergantian. Aku tersenyum melihatnya. “Jangan memaksakan diri, Nyonya. Biar aku yang melakukannya.”“Tapi ... aku ingin mencoba,” rengekku. Ia tersenyum. Fajar menuntunku mendekat ke bibir sumur, kemudian mengajariku menimba air. Ia berdiri di belakang tubuhku, dituntunnya tangan ini dan diajarinya cara men

  • Ditolak Sopir Miskin    Siang Pertama

    Pagi-pagi, aku datang ke rumah Pakde Jaro untuk meminjam sepeda motor. Aku akan pergi ke pasar bersama Nyonya. Hari ini, ia ingin belajar banyak hal. Keinginannya sangat kuat, yakni ingin menjadi gadis desa yang aku suka. Padahal ia tak perlu melakukan semua itu hanya untuk menarik simpatiku, toh ... aku sekarang sudah sah menjadi miliknya. Setelah berjalan selama sepuluh menit, akhirnya aku sampai juga. Kebetulan Pakde Jaro dan keluarga sedang duduk di teras depan rumah.“Assalamu’alaikum.”“Wa’alaikumsalam,” jawab mereka serentak.Aku menyalami mereka satu per satu. Ada Pakde Jaro, Bude Iyem, dan anaknya. Kami mengobrol sebentar, bercerita banyak hal. Mereka juga menceritakan, kalau Lestari hidupnya sekarang sudah enak. Semenjak menikah dengan Priyo, Lestari diboyong ke rumah mertuanya yang besar dan kaya. Aku lega mendengarnya.“Kamu udah ke makan, Jar?” tanya Bude Iyem.“Belum, Bude. Mungkin lusa baru mau ke makan. Aku sedih sebenarnya, karena belum bisa memenuhi janjiku pada Ibu.

  • Ditolak Sopir Miskin    Fajar ...

    Aku berjalan ke warung yang jaraknya cukup jauh dari rumah, karena tidak ada apa pun di rumah untuk kami makan. Di warung hanya ada mi instan dan telur. Besok, rencananya baru mau pergi ke pasar untuk berbelanja. Dengan terpaksa, aku hanya membeli telur dan mi. Sampai di rumah, kuperiksa Nyonya di kamar. Namun, ia tidak ada. Ke mana Nyonya? Batinku bertanya.Aku menuju ke belakang, dan mendapati ia sedang berdiri di dekat sumur. “Nyonya mau apa?” tanyaku heran.“Fajar, aku mau mandi. Ini apa?” Aku melangkah mendekatinya. “Ini sumur. Kita mandinya di sini, Nyonya.”“Di ruang terbuka seperti ini?” tanyanya kaget.“Iya. Kita pakai kemban, Nyonya.”“Apa kemban?”Aku masuk ke dalam, mengambilkan kain yang biasa dipakai Lestari mandi. Tumpukan kain dan selimut masih tersusun rapi di rak kecil dalam kamar. Rak ini persis seperti rak sandal yang terbuat dari bambu, hanya setinggi pinggang orang dewasa. Kemudian aku kembali ke luar, dan menyerahkannya pada Nyonya. “Ini, Nyonya.” Nyonya menga

  • Ditolak Sopir Miskin    Bulan Madu ke Desa

    “Nyonya yakin?” tanyaku, saat mendengar ia ingin mencoba tinggal di desa selama satu minggu, di rumahku yang dulu.“Tentu saja, Fajar. Kenapa memangnya?” jawab perempuan yang telah sah menjadi istriku ini. Kini, ia sedang sibuk dengan laptop di meja, sementara aku duduk di sisi ranjang.“Nyonya, kamu tidak terbiasa. Aku takut, terjadi apa-apa denganmu nanti.”“Bukankah ada kamu yang menjagaku di sana?”“Nyonya ....” Aku bingung menjelaskan semuanya pada perempuan ini. Perempuan yang biasa dilayani segala sesuatunya, dan tidak pernah sama sekali hidup susah. Bagaimana bisa ia hidup di desa. “Nyonya, di sana tidak ada hotel. Tidak ada mall. Tidak ada jaringan.”“Fajar, aku hanya ingin membuktikan, kalau aku bisa menjadi perempuan impianmu.”“Tidak perlu, Nyonya. Toh, sekarang kita sudah menikah.”Nyonya tidak mendengarkan kata-kataku, sedangkan Jesi dan Bik Darmi tampak sibuk mengemasi baju dan barang-barang kami. Nyonya menelepon orang-orang kepercayaannya untuk mengurus butik serta us

  • Ditolak Sopir Miskin    Manis Sekali

    “Apa? Ke kampung halamannya Fajar, Nyonya?” tanya Bik Darmi dengan wajah kaget luar biasa.“Nyonya yakin?” lanjut Jesi, juru masak di rumah ini.“Nyonya, nanti Nyonya digigit nyamuk di sana, gimana?” tambah Wilda seraya memelukku. Aku tertawa kecil. Kami duduk lesehan di depan TV membentang ambal, semua pelayan berkumpul di sini. Hanya Fajar yang tidak ada, ia belum pulang.“Nyonya, mau tinggal di mana?” tanya Yuli, bagian cuci dan setrika pakaian.“Tanya satu-satu kenapa?” Aku merengut. “Kalian pasti tidak percaya, aku akan nekat pergi ke sana, tinggal di rumah Fajar yang lama. Aku yakin, aku bisa menjadi perempuan idaman Fajar.” Aku mendongak yakin.“Baru juga setengah hari, pasti Nyonya minta pulang. Aku yakin seribu persen,” ucap Pak Joko tukang kebun.“Apalagi rumah Fajar jelek, Nyonya. Lantai masih tanah. Pasarnya tradisional, dan jauh. Jalanan di sana becek dan jelek,” sambung Pak Sopian.“Nyonya, jangan ke sana. Nanti Nyonya gatal-gatal. Nyonya pasti tidak tahan,” kata Wilda

  • Ditolak Sopir Miskin    Nafkah yang Membuat Terharu

    POV : Fajar Suharjho“Nyonya, sudah pukul 05.00 pagi. Kita salat Subuh berjamaah, yuk!” ajaknya mengusap-usap kepalaku. Aku membuka mata, kemudian sedikit menyipit melihat ke arah jam. “Iya, Fajar,” sahutku, kemudian beringsut turun dari ranjang. Fajar langsung menuju ke kamar mandi. Setelahnya giliran aku yang membersihkan diri, dan mengambil wudu. “Nyonya, sudah siap?” tanyanya, saat aku sudah berdiri di belakangnya memakai mukena.“Sudah.”Fajar memulai salat. Kami melakukannya dengan khusyuk. Bahkan sampai air mataku terjatuh, karena masih tidak menyangka suami yang aku idam-idamkan kini benar menjadi imamku.“Assalamu’alaiku warohmatullah. Assalamu’alaikum warohmatullah.”Kami sama-sama menengadahkan tangan saat berdoa, memohon rahmat dan keberkahan untuk pernikahan ini, dan memohon ampun atas semua salah serta khilaf di masa lalu. Selesai berdoa, Fajar menoleh ke belakang dan menyodorkan tangannya. Saat aku mencium punggung tangan itu, tanpa kusangka sebelah tangannya lagi me

  • Ditolak Sopir Miskin    Impian yang Menjadi Nyata (Sah!)

    Jam menunjukkan pukul 21.00 malam, aku sedang duduk di teras rumah menunggu kedatangan Fajar memakai piama panjang berwarna hijau lumut dan hijab instan berwarna hitam. Dari kejauhan, aku melihat pagar dibuka, dan Fajar sedikit berlari masuk ke halaman rumah. Aku berdiri menyambut kedatangannya. “Maaf, Nyonya. Apa saya terlalu malam?” tanyanya.“Tidak, Fajar. Ayo masuk, Oma sudah menunggumu.”Kami berjalan beriringan ke kamar Oma di lantai dua. Yuli dan Bik Darmi sedikit terpekik, saat berpapasan dengan kami di ruang tamu, ketika akan menaiki anak tangga ke atas.“Masyaallah, Fajar. Kamu apa kabar?” teriak Yuli sedikit berlari menghampirinya.“Alhamdulillah baik, Mbak,” sahutnya tersenyum ramah.“Kamu makin ganteng aja,” sambung Bik Darmi. Fajar langsung mengambil punggung tangan perempuan setengah baya itu, dan menciumnya dengan takzim. “Terima kasih, Bik,” sahut Fajar singkat.“Nanti aja kangen-kangenannya. Oma lagi pengin ketemu Fajar,” ucapku sembari tersenyum. Kemudian kami men

DMCA.com Protection Status