Celine dan Yash naik mobil. Kendaraan roda empat itu menuju kabupaten tetangga.
“Bapakmu kenapa? Sakit?” Yash tiba-tiba bertanya.
“Enggak. Kenapa?”
“Tidak.”
Selanjutnya tidak ada yang bicara. Ingin sekali Celine mengakrabkan diri dengan Pak Yash. Tak mungkin sepanjang perjalanan mereka diam-diaman.
“Gimana tadi jalan menuju ke sini, Pak. Curam ya?” Celine mencoba mencairkan suasana. Jalan menuju Cijati dari kota Majalengka memang sangat curam. Banyak tikungan, tanjakan, serta turunan.
“Biasa.”
Waduh! Gitu doang jawabnya. Terus Celine kudu ngomong apa lagi?
Lengang. Tak ada suara. Yash pun tidak menyetel musik. Dari pada bosan sendiri Celine bernyanyi saja dengan suara lirih.
“Sudah pacaran lama dengan Iptu Dion?”
Netra Celine membulat. Pertanyaan Pak Yash sudah seperti mengenal Dion saja.
“Lima tahun.”
Yash ters
Dion mengadakan resepsi yang berbeda di pusat kota Sumedang. Jaraknya satu bulan dari resepsi di Majalengka. Saat resepsi di Cijati sana, banyak keluarga, teman, rekan yang tidak bisa hadir.Siti sengaja membuat acaranya besar-besaran. Agar Dion malu kalau harus bercerai di kemudian hari. Lagi pula, Dion adalah anak bungsu. Tidak masalah mengeluarkan banyak uang untuk dia.Semua anggota keluarga Siti bekerja di pemerintahan. Ada yang menjadi TNI, guru, perawat, dan polisi. Seribu undangan sudah dibagi, rata-rata tamunya para abdi negara.Luar biasa resepsi Dion ini. Akan ada tamu agung yang datang. Yaitu putra gubernur Jawa Barat.Beberapa hari sebelumnya kapolres Majalengka mengabari Dion jika putra Pak Gubernur akan turut hadir di resepsinya. Dion sangat kaget menerima kabar itu. Dion pernah bertemu beberapa kali dengan putra Pak gubernur. Anaknya orang nomor satu di Jawa Barat itu memiliki banyak prestasi di kepolisian. Pangkatnya mentereng. Namun kare
“Heh penyanyi dangdut mu ra han. Ngapain kamu datang ke sini?” Siti mencengkeram dan menarik tangan Celine untuk membawa gadis itu kembali ke luar gedung.Secepat kilat Yash menangkap tangan Siti. Menahan agar gerak wanita itu tidak melukai mahasiswanya.Di waktu yang bersamaan, Dion berlari."Maaf, Pak. Maaf." Dion menunduk berkali-kali. Lalu membisikan sesuatu pada Siti."Dia anak gubernur."Siti terbelalak. Mulutnya ternganga. Dia segera menutup dengan telapak. Napasnya nyaris berhenti. Anak gubernur? Kenapa dengan biduan mu ra han ini?"Saya datang membawa Celine. Ada masalah?""Bapak kenal Celine?" tanya Dion."Dia mahasiswa saya. Apa kedatangan saya di sini tidak diterima, Iptu Dion?""Siap, Pak. Mohon maaf ibu saya tidak tahu."Celine bingung. Dia melihat Pak Yash, Bu Siti, dan Dion secara bergantian. Kenapa mereka aneh?"Terima kasih sudah berkenan hadir, Pak. Silakan untuk meni
Siti diam saja. Menunduk."Kalau ibu memang lebih ridho A Dion nikah sama orang lain. Enggak apa-apa Ibu. Asal Ibu jangan benci sampai mendarah daging begitu sama Celine. Celine juga manusia, Ibu. Punya hati. Celine sadar Celine memang penghibur. Tapi apa harus Celine yang menjadi penghibur di hajatan kalian. Kan kita bisa hidup masing-masing. Enggak perlu saling mengusik."Celine mengusap air matanya. Diam. Dia sudah selesai dengan kalimatnya.Tidak ada suara dari Siti. Dia masih sibuk berperang dengan egonya. Mau bicara takut salah karena ada anaknya Pak Gubernur."Celine sedang berjuang demi keluarga. Dia wanita pejuang sejati. Dia abdi negara. Hanya saja bedanya: polisi digaji oleh negara, Celine tidak digaji negara. Bu Siti masih digaji oleh rakyat, malu kalau ibu menghina rakyat. Bu ... Tolong jangan merusak mental generasi muda seperti itu. Saya tahu sebelum menikah dengan almarhum ayahnya Dion ibu pun wanita biasa bukan?""I-iya, Pak. I-ibu
"Kamu tahu ini apa?""Anak kecil juga tahu kalau itu uang, Bapak.""Bukan. Ini harga diri."Celine terdiam. Enggak paham. “Maksud, Bapak...?”"Apa itu artinya kalau kita tidak punya uang kita tidak akan dihargai orang lain?” Celine merenung. “Ya, memang betul. Kalau kita punya uang kita pasti dihargai kan?""Tidak! Bukan begitu, Celine."Rasanya baru kali ini Pak Yash menyebut namanya dengan benar."Kamu kerja mencari ini bukan?"Celine mengangguk polos.Yash mere-mas uang itu. "Apa kalau bentuknya seperti ini kamu masih mau?"Celine melihat lembaran merah kusut yang kini bulat seperti bola."Mau lah, Pak. Kan tetap uang.""Jika berdebu, kotor, apa kamu mau?""Mau Bapak. Kan masih uang.""Itu namanya harga diri, Celine. Uang ini seperti Kamu. Kamu punya nilai. Mau kamu dire-mas, diinjak, dihina. Kamu tetap punya nilai.""Tetapi yang ingin saya tanyakan ke
“Caranya gimana, Bapak? Apa bisa dijalani oleh penyanyi dangdut?”“Kamu lihat pakaian yang kamu gunakan! Kartini mengajarkan bagaimana menjadi seorang perempuan yang bernilai.”Celine menunduk. Melihat diri sendiri dari atas sampai bawah.“Tuhan mengirimu ke dunia ini dengan rezeki yang tak ternilai. Rejeki akal misalnya. Kelola akalmu sebaik-baiknya. Bagaimana agar otak kita ini berisi ilmu-ilmu yang bermanfaat. Mata, hidung, mulut, dan seluruh pancaindra yang kita punya. Maksimalkan itu untuk mengambil semakin banyak pengetahuan.”Mata elang di balik kaca itu melirik Celine. Pandangan mereka bertemu di satu titik yang sama. Celine segera menundukkan pandangan. Segan. Dadanya jadi berdebar.“Sekarang saya tanya, kenapa kamu mengambil jurusan administrasi negara padahal kamu bekerja di bidang seni?”“Soalnya keluarganya Dion mau punya menantu abdi negara. Siapa tahu nanti aku bisa bekerja di pemerintahan.”“Ini yang saya bilang. Kamu
Lancar perjalanan Celine dan Yash ke Cirebon. Gadis itu langsung mengatakan terima kasih dan berpesan agar dosennya hati-hati di jalan saat kembali pulang.“Saya akan tetap di sini.” Yash mengamati sekeliling.“Eh, jangan atuh, Bapak. Emang Bapak tidak punya urusan lain selain nungguin Celine. Aku lama, Bapak. Sampai sore.”“Saya sudah meminta izin membawamu pergi, masa saya tidak bertanggung jawab mengantarkanmu pulang.”Masa sih Pak Dosen perhatian sampai segitunya sama mahasiswa kalau bukan ada sesuatu. Sepertinya dia memang naksir sama Celine. Cuma gengsi aja. Pikir Celine sambil tersenyum.“Iya deh, Bapak.”Celine naik panggung. Disambut antusias oleh Maman. Artis kebanggaannya datang juga.“Neng Celine habis dari mana pakai kebaya, meni semakin bersinar?”“Kondangan, A Maman.”“Kondangan terus kapan atuh dikondangin?”“
“Ngapain punya urusan sama dosen killer itu, Teh?” timpal Quin, teman satu angkatan.Celine tersenyum bangga. “Ada deh. Rahasia.” Ekspresinya seolah menyimpan rahasia negara.“Ada tuh, lagi panjat dinding di GGM (Gedung Gelanggang Generasi Muda).”“Serius?”“Iya.”“Anterin yuk, yuk, yuk.” Celine menarik tiga temannya untuk menemui Yash.Celine dan ketiga temannya keluar kampus. Langsung menuju GGM Talaga Manggung. Gedung itu punya banyak fasilitas olah raga termasuk panjat dinding.Dari kejauhan Celine bisa melihat bagaimana pria itu sedang berada di ketinggian. Gadis yang saat ini memakai tunik merah muda itu mempercepat langkah.Celine tiba di dekat panjat dinding saat Yash sudah menyentuh puncak. Menit kemudian Pak Yash turun. Menggantung di seutas tali yang perlahan mengantarkannya kembali menginjak bumi.Setelah di bawah beberapa pria mendekatin
Sudah lebih dari sebulan Shifa dan Dion menikah. Hubungan mereka tidak ada perubahan signifikan. Tetap dingin dan sepi.Mana ada pria yang tahan tidak menyentuh perempuan sementara setiap hari tinggal serumah dan sekamar. Ya, Dion dan Shifa telah melewati malam pengantin mereka.Sayangnya sikap Dion tetaplah begitu. Tidak bisa memandang Shifa dengan cinta. Apa lagi setelah resepsi di Sumedang beberapa hari lalu. Dion semakin pendiam dan sering marah-marah.Minta ini marah. Minta itu marah. Salah sedikit marah. Shifa tidak bisa meluapkan perasaannya yang mulai tertekan. Tidak berani juga mengakui jika dia sudah terlanjur salah melangkah. Wanita itu menyalahkan semua sikap buruk Dion adalah akibat Celine.Suara sumbang laporan warga hari ini membuat kepala Shifa semakin panas.“Pak Dion kemarin pacaran sama Celine di hajatannya Bu Odeh. Meni tidak tahu malu, ya, perempuan teh. Tahu udah jadi suami orang juga.”&ld
Seiring dengan menyelesaikan kontrak yang sudah terlanjut ditanda tangan, Celine membangun rumah sebagaimana yang dijanjikan. Gubuk yang catnya mengelupas itu berubah jadi istana. Hunian paling mewah di desa Jatitilu.Tiga bulan setelah lamaran itu, Celine dan Yash melangkah ke jenjang pernikahan. Foto-foto prewedding mereka dibagikan di laman medsos. Mengisi akun-akun gosip. Tag line yang menjadi trending adalah ‘gadis yang dulu ditolak keluarga polisi kini dinikahi keluarga gubernur.’Lingkup penggemar kontes dangdut biasanya ada di orang itu-itu saja. Tidak menjangkau masyarakat seluruh lapisan. Namun, ketika tag line itu naik. Semua pemberitaan di layar kaca dan seluruh media sosial adalah Celine. Perjalanan hidupnya mulai diulik. Maka pernikahan itu membuat Celine lebih terkenal lagi.Hari pernikahan tiba. Dilakukan dengan mengikuti adat sunda yang hikmat. Siraman, seserahan, lalu akad yang dilaksanakan di masjid agung Bandung. Semua proses itu
Di bawah langit Bandung, cincin cantik itu masuk ke jari manis Celine. Membuat hati menjadi kembang kempis. Setelah tersemat, Yash kembali berdiri. Menatap Celine dengan kelegaan.Kalimat Yash tadi cukup membuat Celine mengerti untuk tidak memandang Yash dari latar belakang keluarganya. Yash dengan pilihan hidupnya terlihat amat keren di mata Celine.“Memangnya Bapak yakin kalau orang tua bapak bisa menerima aku?”“Kamu tidak dengar apa yang mereka katakan tadi? Sebenarnya, selain butuh istri, saya juga butuh guru vokal untuk Ibu karena suaranya yang...” Yash meringis. “Fals di semua bagian.”Celine tersenyum menunjukkan gigi-giginya. “Terus yang minta ketemuan di Belle Vue siapa?”“Ada yang ngajak ketemuan di sana?” Pria itu berekspresi seakan tak mengerti.“Bapak ternyata nyebelin.”Yash tersenyum kecil. Lalu menggenggam tangan Celine. Menuntun gadis itu ke tempat lain.“Katanya gak bisa romantis. Ini bisa.”“Iya. Hasi
“Huh, cape sekali.” Celine duduk di samping Yash. Mengatur napas.Yash membuka mata. Memperbaiki duduknya. Kaget mendapati gadis yang dia inginkan sudah ada di sebelahnya.“Kenapa mendadak ngajak ketemuan, Pak? Kenapa bilang tidak akan ketemu lagi?”Yash tersenyum bahagia sekaligus bangga. Rasanya ingin memeluk dan menciumi gadisnya. Di kening, di hidung, di bibir, dan di semua tempat. Sayangnya belum halal. Jadi hanya bisa menatap Celine dengan haru. Yash pikir Celine wanita yang bisa dibeli oleh uang dan jabatan, nyatanya bukan. Gadis jelita itu lebih memilih menghampiri dia yang seorang dosen dari pada anak gubernur.“Kenapa kamu mau ke sini?”“Dih. Kan bapak yang ngajak. Pake ngancem tidak akan ketemu lagi.” Celine lirik kana-kiri. Beberapa orang di sana sedang mengamati wajahnya. Sepertinya mulai menyadari kalau dia adalah artis KD.“Bapak... di sini banyak orang.” Gadis itu merengek. Takut dikerumuni masa atau direkam diam-diam, lalu d
“Yash... Yash... kemari!”Suara langkah kaki terdengar dari lorong. Lalu muncul lah pria berkaki jenjang. Memakai baju hitam-hitam. Rambut plontos. Mukanya garang.Celine pikir Pak Yashona Panca Sila yang dipanggil. Ternyata bukan.Buat apa cowok itu dipanggil? Aduh, jangan-jangan anak Pak Gubernur naksir. Terus mau dijodohkan. Jangan sampai!Selama pria itu mendekat, Celine bergumam terus dalam hati.Pria itu menghampiri Pak Gubernur. Lalu membisikan sesuatu.“His! Ada-ada saja anak itu.” Reaksi Pak Gubernur begitu menerima bisikkan.Pak Gubernur kembali melihat Celine. “Celine, putra saya menunggu kamu di Belle Vue.” Pria itu menyebutkan nama restoran mewah yang terletak di salah satu hotel bintang lima.“Untuk apa ya, Pak?”“Dia ingin berbicara secara private denganmu.”“Em... tapi...”Belum sempat Celine menyetujui, Pak Gub
Seperti rencana. Hari itu Celine manggung di kecamatan Cijati. Disaksikan ribuan warga. Lapangan dekat kantor kecamatan itu dipenuhi penonton. Maman, Lusi, Diana dan semua kru D’Star mengungkapkan kebanggaannya. Celine kembali mengambil motornya dari Lusi. Menambahkan uangnya sebagai ganti rugi. Lalu dia berikan motor itu pada anaknya Rina.“Aku salut sama kamu Celine. Kamu bisa lebih kaya dari sugar baby.” Lusi menutup pipi sendiri. Yang dimaksud sugar baby itu dirinya sendiri maksudnya.Di atas panggung itu, Celine dan Diana tertawa menyaksikan ekspresi Lusi.“Semua orang juga bisa. Tinggal seberapa niatnya saja.”Sorenya Celine bertolak ke Bandung untuk menghadiri undangan dari Pak Gubernur. Celine dan empat kontestan lain yang mewakili Jawa Barat diminta untuk mengisi konser di alun-alun kota.Waktu isya Celine dan Chacha sudah berada di hotel yang disediakan oleh Pak Gubernur. Mandi dan istirahat di sana. Kemudian
Celine yang sekarang bukan lagi ikan kecil di wadah yang kecil. Dia menjadi ikan besar di lautan. Masalah-masalah yang dulu terasa berat, kini ringan saja. Tak ayal serupa mendaki gunung. Mulanya kaki melangkah amat sulit. Namun setelah terbiasa, semua menjadi ringan.Perjuangan dua tahu ini membuat hatinya menjadi lapang. Mungkin sudah saatnya berbicara dengan orang tua sendiri. Bukankah hubungan yang paling utama harus diperbaiki itu dengan keluarga sendiri?Dani memasuki rumah dengan langkah tergesa. Dia celingukan. Pura-pura tidak tahu apa-apa. Terlalu sungkan menyapa dua anak gadisnya.“Ada apa?” tanyanya. Lantas duduk di karpet.Celine menatap ayahnya yang berjarak dua meter. “Hampir dua tahun aku pergi dari rumah ini. Apa Bapak tidak merindukanku?”Polos sekali yang dikatakan Celine. Layaknya seorang anak perempuan yang menginginkan dirindukan ayahnya. Dani tak menyangka kalimat itu yang keluar dari bibir Celine. Dia
“Syaratnya mudah bukan, Parman?” Pak Camat bertanya. “Kamu memang harus meminta maaf. Terus apa kamu menggunakan rumah Celine?”“Sampai saat ini kosong, Pak,” Kades Cirandu menjelaskan.“Nah, kamu juga tidak menggunakan bangunannya.”Pak kades tak berkutik. Lalu tanpa kuasa mendebat dia bilang, “Saya menyetujui syaratnya, Pak.”Celine tersenyum senang mendengarnya. Tak sia-sia perjuangan dua tahu ini. Dia kembali mendapati dirinya sebagai manusia. Manusia yang diperlakukan secara manusiawi.“Saya akan mengabari istri.” Pak Kades undur diri. Dia menjauh. Mendekatkan ponsel ke telinga. Memanggil istri dan anaknya.Sembari menunggu keluarga Pak Kades, Celine dan Pak Camat mengobrol santai. Menceritakan bagaimana perjuangan di KD.Jam sembilan malam, ketika Bu Kades dan anaknya tiba di kediaman Rina. Hari sudah sangat gelap. Sebagian besar perkampungan pun telah sepi.
“Catat sumpah saya. Saya akan kembali ke tempat ini dengan segenap martabat dan harga diri yang tidak bisa kalian injak lagi!”Begitu sumpah seorang gadis dengan penuh kemarahan sekitar dua tahun lalu. Dan sekarang sumpah itu benar terjadi. Celine duduk di kursi dengan anggun. Dikelilingi oleh para petinggi kecamatan. Penampilannya berkelas. Dia tersenyum menawan. Aura yang dia bawa membuat semua orang tak kuasa mengusiknya.Dia. Yang dulu terusir dan tercampakan. Kini bisa mengangkat dagu dengan bangga. Sementara orang yang menghinanya terus tertunduk tanpa kuasa mengangkat wajah.Hidup keluarga Pak Kades tak mulus setelah tayangan lima besar itu. Shifa dan Bu Kades semakin tidak berani ke luar rumah saking banyaknya suara sumbang warga. Dukungan untuk dua periode pun menipis tajam.Meski Celine tidak menjelaskan secara detail tujuan pertemuan ini, Pak Kades tentu sudah tahu ke mana arahnya. Apa lagi kalau bukan untuk membuktikan sum
Celine beserta keluarga Rina kembali ke Majalengka. Menggunakan mobil khusus dari Daffa TV yang akan meliputnya.Panggung besar sudah berdiri di lapangan GGM. Para penonton memenuhi lapangan. Jalanan macet di mana-mana. Dipenuhi kendaraan dan pedagang. Trotoar diisi pejalan kaki yang tidak sedikit juga.Lapangan GGM berada tepat di samping kampus Celine. Yash, Pak Bagus, dan beberapa dosen melihat keramaian penyambutan Celine dari gedung universitas. Para mahasiswa berkumpul di depan gerbang. Ada pula yang naik ke pagar demi melihat Celine melewati tempat itu.Fitri dan beberapa temannya ikut berdiri di depan kampus. Berjinjit demi melihat temannya yang mendadak pergi tanpa kabar itu.Mendekati kampus. Celine membuka atap mobil. Sontak itu membuat para pendukungnya teriak histeris. Pihak keamanan berjalan mengamankan laju mobil. Celine melambaikan tangan menyapa semua penggemarnya.“Hai...”“Terima kasih, ya, terima kasih.&