Sebelum menyantap makanan, Yash menatap gadis di hadapannya dengan ekspresi datar. “Kenapa saya merasa bertemu dengan orang lain?”
Dua mata Celine membola. “Aku cantik maksudnya?”
“Saya tidak bicara begitu.”
“Bapak gengsi banget.”
Yash menyimpan sebelah tangannya di meja. Tatapannya tertuju pada bunga yang berdiri cantik tak jauh dari tangannya.
“Saya pikir tidak akan pernah bisa melihat edelweis selain di puncak gunung.”
“Bapak, itu bukan edelweis. Itu mah mawar.”
“Edelweisnya ada di mata kamu.” Mata tajam Yash tepat melihat ke netra Celine.
Celine meringis sambil tersenyum. Dosen mah beda, sekali gombal pertahanan Celine rontok semua.
“Kirain Bapak gak bisa gombal. Biasanya kan Bapak bilang gini.” Celine meniru cara Yash memandang. Menyipitkan mata. “Kuping kamu masih berfungsi dengan baik kan?”
Yash terse
Celine mengusap air matanya dengan tisu yang diberikan oleh kru. Dia menetralkan perasaan sedih yang masih bergelayut di akhir lagu.MC mendekati Celine dengan pandangan penuh perhatian. Lalu dia bertanya, “merindukan Ibu?”Pertanyaan itu malah menambah air mata Celine. “Sangat, A.”“Bagaimana sosok ibu di mata kamu?”Layar di belakang kembali menunjukkan tayangan kebersamaan Celine dengan Tini. Celine melihat ke belakang menatap itu dengan berurai air mata. Andai akhir hidup Tini tidak seburuk itu, mungkin Celine tak akan sesakit ini melepaskannya.“Mamah itu perempuan yang penyabar. Sangat sabar.”Pembawa acara membiarkan Celine menangis. Lalu memanfaatkan kesempatan itu untuk menggali kehidupan Celine lebih dalam.“Para pemirsa semuanya. Tim KD pernah datang ke kampung Celine. Mencari tahu seperti apa kehidupan di sana. Dan ternyata ... mohon maaf. Celine bukan hanya baru kehila
“Eh, kemarin nonton KD tidak?”“Nonton, Bu Cicih. Ternyata Pak Kades gitu nya, jahat banget.”“Ih sayah mah udah tahu dari dulu. Kasihan tau. Eta teh mamahnya Celine. Ditarik, didorong, ditendang sama orang-orangnya Pak Kades.” Refleks saja Bu Cicik menambahkan. Habisnya terlalu seru.“Masa sih, Bu Cicih. Sampai segitunya?”“Ih, saya lihat dengan mata kepala sendiri. Jahat pokoknya. Nanti jangan dipilih lagi.”Ada sekitar lima orang warga yang berkumpul di warung sayur dekat rumah Pak Kades. Kebetulan pada saat itu Bu Kades hendak membeli lauk pauk. Wanita glowing itu bisa mendengar semua kegibahan warga.“Eh, Bu Kades. Beli sayur, Bu?”“Iya, Ceu Cicih.” Wanita yang biasanya paling memimpin di antara para ibu-ibu itu kini menunjukkan muka ciut. Tanpa nyali sama sekali.“Ibu nonton Celine di tivi semalam tidak?”“Tidak, C
Celine beserta keluarga Rina kembali ke Majalengka. Menggunakan mobil khusus dari Daffa TV yang akan meliputnya.Panggung besar sudah berdiri di lapangan GGM. Para penonton memenuhi lapangan. Jalanan macet di mana-mana. Dipenuhi kendaraan dan pedagang. Trotoar diisi pejalan kaki yang tidak sedikit juga.Lapangan GGM berada tepat di samping kampus Celine. Yash, Pak Bagus, dan beberapa dosen melihat keramaian penyambutan Celine dari gedung universitas. Para mahasiswa berkumpul di depan gerbang. Ada pula yang naik ke pagar demi melihat Celine melewati tempat itu.Fitri dan beberapa temannya ikut berdiri di depan kampus. Berjinjit demi melihat temannya yang mendadak pergi tanpa kabar itu.Mendekati kampus. Celine membuka atap mobil. Sontak itu membuat para pendukungnya teriak histeris. Pihak keamanan berjalan mengamankan laju mobil. Celine melambaikan tangan menyapa semua penggemarnya.“Hai...”“Terima kasih, ya, terima kasih.&
“Catat sumpah saya. Saya akan kembali ke tempat ini dengan segenap martabat dan harga diri yang tidak bisa kalian injak lagi!”Begitu sumpah seorang gadis dengan penuh kemarahan sekitar dua tahun lalu. Dan sekarang sumpah itu benar terjadi. Celine duduk di kursi dengan anggun. Dikelilingi oleh para petinggi kecamatan. Penampilannya berkelas. Dia tersenyum menawan. Aura yang dia bawa membuat semua orang tak kuasa mengusiknya.Dia. Yang dulu terusir dan tercampakan. Kini bisa mengangkat dagu dengan bangga. Sementara orang yang menghinanya terus tertunduk tanpa kuasa mengangkat wajah.Hidup keluarga Pak Kades tak mulus setelah tayangan lima besar itu. Shifa dan Bu Kades semakin tidak berani ke luar rumah saking banyaknya suara sumbang warga. Dukungan untuk dua periode pun menipis tajam.Meski Celine tidak menjelaskan secara detail tujuan pertemuan ini, Pak Kades tentu sudah tahu ke mana arahnya. Apa lagi kalau bukan untuk membuktikan sum
“Syaratnya mudah bukan, Parman?” Pak Camat bertanya. “Kamu memang harus meminta maaf. Terus apa kamu menggunakan rumah Celine?”“Sampai saat ini kosong, Pak,” Kades Cirandu menjelaskan.“Nah, kamu juga tidak menggunakan bangunannya.”Pak kades tak berkutik. Lalu tanpa kuasa mendebat dia bilang, “Saya menyetujui syaratnya, Pak.”Celine tersenyum senang mendengarnya. Tak sia-sia perjuangan dua tahu ini. Dia kembali mendapati dirinya sebagai manusia. Manusia yang diperlakukan secara manusiawi.“Saya akan mengabari istri.” Pak Kades undur diri. Dia menjauh. Mendekatkan ponsel ke telinga. Memanggil istri dan anaknya.Sembari menunggu keluarga Pak Kades, Celine dan Pak Camat mengobrol santai. Menceritakan bagaimana perjuangan di KD.Jam sembilan malam, ketika Bu Kades dan anaknya tiba di kediaman Rina. Hari sudah sangat gelap. Sebagian besar perkampungan pun telah sepi.
Celine yang sekarang bukan lagi ikan kecil di wadah yang kecil. Dia menjadi ikan besar di lautan. Masalah-masalah yang dulu terasa berat, kini ringan saja. Tak ayal serupa mendaki gunung. Mulanya kaki melangkah amat sulit. Namun setelah terbiasa, semua menjadi ringan.Perjuangan dua tahu ini membuat hatinya menjadi lapang. Mungkin sudah saatnya berbicara dengan orang tua sendiri. Bukankah hubungan yang paling utama harus diperbaiki itu dengan keluarga sendiri?Dani memasuki rumah dengan langkah tergesa. Dia celingukan. Pura-pura tidak tahu apa-apa. Terlalu sungkan menyapa dua anak gadisnya.“Ada apa?” tanyanya. Lantas duduk di karpet.Celine menatap ayahnya yang berjarak dua meter. “Hampir dua tahun aku pergi dari rumah ini. Apa Bapak tidak merindukanku?”Polos sekali yang dikatakan Celine. Layaknya seorang anak perempuan yang menginginkan dirindukan ayahnya. Dani tak menyangka kalimat itu yang keluar dari bibir Celine. Dia
Seperti rencana. Hari itu Celine manggung di kecamatan Cijati. Disaksikan ribuan warga. Lapangan dekat kantor kecamatan itu dipenuhi penonton. Maman, Lusi, Diana dan semua kru D’Star mengungkapkan kebanggaannya. Celine kembali mengambil motornya dari Lusi. Menambahkan uangnya sebagai ganti rugi. Lalu dia berikan motor itu pada anaknya Rina.“Aku salut sama kamu Celine. Kamu bisa lebih kaya dari sugar baby.” Lusi menutup pipi sendiri. Yang dimaksud sugar baby itu dirinya sendiri maksudnya.Di atas panggung itu, Celine dan Diana tertawa menyaksikan ekspresi Lusi.“Semua orang juga bisa. Tinggal seberapa niatnya saja.”Sorenya Celine bertolak ke Bandung untuk menghadiri undangan dari Pak Gubernur. Celine dan empat kontestan lain yang mewakili Jawa Barat diminta untuk mengisi konser di alun-alun kota.Waktu isya Celine dan Chacha sudah berada di hotel yang disediakan oleh Pak Gubernur. Mandi dan istirahat di sana. Kemudian
“Yash... Yash... kemari!”Suara langkah kaki terdengar dari lorong. Lalu muncul lah pria berkaki jenjang. Memakai baju hitam-hitam. Rambut plontos. Mukanya garang.Celine pikir Pak Yashona Panca Sila yang dipanggil. Ternyata bukan.Buat apa cowok itu dipanggil? Aduh, jangan-jangan anak Pak Gubernur naksir. Terus mau dijodohkan. Jangan sampai!Selama pria itu mendekat, Celine bergumam terus dalam hati.Pria itu menghampiri Pak Gubernur. Lalu membisikan sesuatu.“His! Ada-ada saja anak itu.” Reaksi Pak Gubernur begitu menerima bisikkan.Pak Gubernur kembali melihat Celine. “Celine, putra saya menunggu kamu di Belle Vue.” Pria itu menyebutkan nama restoran mewah yang terletak di salah satu hotel bintang lima.“Untuk apa ya, Pak?”“Dia ingin berbicara secara private denganmu.”“Em... tapi...”Belum sempat Celine menyetujui, Pak Gub
Seiring dengan menyelesaikan kontrak yang sudah terlanjut ditanda tangan, Celine membangun rumah sebagaimana yang dijanjikan. Gubuk yang catnya mengelupas itu berubah jadi istana. Hunian paling mewah di desa Jatitilu.Tiga bulan setelah lamaran itu, Celine dan Yash melangkah ke jenjang pernikahan. Foto-foto prewedding mereka dibagikan di laman medsos. Mengisi akun-akun gosip. Tag line yang menjadi trending adalah ‘gadis yang dulu ditolak keluarga polisi kini dinikahi keluarga gubernur.’Lingkup penggemar kontes dangdut biasanya ada di orang itu-itu saja. Tidak menjangkau masyarakat seluruh lapisan. Namun, ketika tag line itu naik. Semua pemberitaan di layar kaca dan seluruh media sosial adalah Celine. Perjalanan hidupnya mulai diulik. Maka pernikahan itu membuat Celine lebih terkenal lagi.Hari pernikahan tiba. Dilakukan dengan mengikuti adat sunda yang hikmat. Siraman, seserahan, lalu akad yang dilaksanakan di masjid agung Bandung. Semua proses itu
Di bawah langit Bandung, cincin cantik itu masuk ke jari manis Celine. Membuat hati menjadi kembang kempis. Setelah tersemat, Yash kembali berdiri. Menatap Celine dengan kelegaan.Kalimat Yash tadi cukup membuat Celine mengerti untuk tidak memandang Yash dari latar belakang keluarganya. Yash dengan pilihan hidupnya terlihat amat keren di mata Celine.“Memangnya Bapak yakin kalau orang tua bapak bisa menerima aku?”“Kamu tidak dengar apa yang mereka katakan tadi? Sebenarnya, selain butuh istri, saya juga butuh guru vokal untuk Ibu karena suaranya yang...” Yash meringis. “Fals di semua bagian.”Celine tersenyum menunjukkan gigi-giginya. “Terus yang minta ketemuan di Belle Vue siapa?”“Ada yang ngajak ketemuan di sana?” Pria itu berekspresi seakan tak mengerti.“Bapak ternyata nyebelin.”Yash tersenyum kecil. Lalu menggenggam tangan Celine. Menuntun gadis itu ke tempat lain.“Katanya gak bisa romantis. Ini bisa.”“Iya. Hasi
“Huh, cape sekali.” Celine duduk di samping Yash. Mengatur napas.Yash membuka mata. Memperbaiki duduknya. Kaget mendapati gadis yang dia inginkan sudah ada di sebelahnya.“Kenapa mendadak ngajak ketemuan, Pak? Kenapa bilang tidak akan ketemu lagi?”Yash tersenyum bahagia sekaligus bangga. Rasanya ingin memeluk dan menciumi gadisnya. Di kening, di hidung, di bibir, dan di semua tempat. Sayangnya belum halal. Jadi hanya bisa menatap Celine dengan haru. Yash pikir Celine wanita yang bisa dibeli oleh uang dan jabatan, nyatanya bukan. Gadis jelita itu lebih memilih menghampiri dia yang seorang dosen dari pada anak gubernur.“Kenapa kamu mau ke sini?”“Dih. Kan bapak yang ngajak. Pake ngancem tidak akan ketemu lagi.” Celine lirik kana-kiri. Beberapa orang di sana sedang mengamati wajahnya. Sepertinya mulai menyadari kalau dia adalah artis KD.“Bapak... di sini banyak orang.” Gadis itu merengek. Takut dikerumuni masa atau direkam diam-diam, lalu d
“Yash... Yash... kemari!”Suara langkah kaki terdengar dari lorong. Lalu muncul lah pria berkaki jenjang. Memakai baju hitam-hitam. Rambut plontos. Mukanya garang.Celine pikir Pak Yashona Panca Sila yang dipanggil. Ternyata bukan.Buat apa cowok itu dipanggil? Aduh, jangan-jangan anak Pak Gubernur naksir. Terus mau dijodohkan. Jangan sampai!Selama pria itu mendekat, Celine bergumam terus dalam hati.Pria itu menghampiri Pak Gubernur. Lalu membisikan sesuatu.“His! Ada-ada saja anak itu.” Reaksi Pak Gubernur begitu menerima bisikkan.Pak Gubernur kembali melihat Celine. “Celine, putra saya menunggu kamu di Belle Vue.” Pria itu menyebutkan nama restoran mewah yang terletak di salah satu hotel bintang lima.“Untuk apa ya, Pak?”“Dia ingin berbicara secara private denganmu.”“Em... tapi...”Belum sempat Celine menyetujui, Pak Gub
Seperti rencana. Hari itu Celine manggung di kecamatan Cijati. Disaksikan ribuan warga. Lapangan dekat kantor kecamatan itu dipenuhi penonton. Maman, Lusi, Diana dan semua kru D’Star mengungkapkan kebanggaannya. Celine kembali mengambil motornya dari Lusi. Menambahkan uangnya sebagai ganti rugi. Lalu dia berikan motor itu pada anaknya Rina.“Aku salut sama kamu Celine. Kamu bisa lebih kaya dari sugar baby.” Lusi menutup pipi sendiri. Yang dimaksud sugar baby itu dirinya sendiri maksudnya.Di atas panggung itu, Celine dan Diana tertawa menyaksikan ekspresi Lusi.“Semua orang juga bisa. Tinggal seberapa niatnya saja.”Sorenya Celine bertolak ke Bandung untuk menghadiri undangan dari Pak Gubernur. Celine dan empat kontestan lain yang mewakili Jawa Barat diminta untuk mengisi konser di alun-alun kota.Waktu isya Celine dan Chacha sudah berada di hotel yang disediakan oleh Pak Gubernur. Mandi dan istirahat di sana. Kemudian
Celine yang sekarang bukan lagi ikan kecil di wadah yang kecil. Dia menjadi ikan besar di lautan. Masalah-masalah yang dulu terasa berat, kini ringan saja. Tak ayal serupa mendaki gunung. Mulanya kaki melangkah amat sulit. Namun setelah terbiasa, semua menjadi ringan.Perjuangan dua tahu ini membuat hatinya menjadi lapang. Mungkin sudah saatnya berbicara dengan orang tua sendiri. Bukankah hubungan yang paling utama harus diperbaiki itu dengan keluarga sendiri?Dani memasuki rumah dengan langkah tergesa. Dia celingukan. Pura-pura tidak tahu apa-apa. Terlalu sungkan menyapa dua anak gadisnya.“Ada apa?” tanyanya. Lantas duduk di karpet.Celine menatap ayahnya yang berjarak dua meter. “Hampir dua tahun aku pergi dari rumah ini. Apa Bapak tidak merindukanku?”Polos sekali yang dikatakan Celine. Layaknya seorang anak perempuan yang menginginkan dirindukan ayahnya. Dani tak menyangka kalimat itu yang keluar dari bibir Celine. Dia
“Syaratnya mudah bukan, Parman?” Pak Camat bertanya. “Kamu memang harus meminta maaf. Terus apa kamu menggunakan rumah Celine?”“Sampai saat ini kosong, Pak,” Kades Cirandu menjelaskan.“Nah, kamu juga tidak menggunakan bangunannya.”Pak kades tak berkutik. Lalu tanpa kuasa mendebat dia bilang, “Saya menyetujui syaratnya, Pak.”Celine tersenyum senang mendengarnya. Tak sia-sia perjuangan dua tahu ini. Dia kembali mendapati dirinya sebagai manusia. Manusia yang diperlakukan secara manusiawi.“Saya akan mengabari istri.” Pak Kades undur diri. Dia menjauh. Mendekatkan ponsel ke telinga. Memanggil istri dan anaknya.Sembari menunggu keluarga Pak Kades, Celine dan Pak Camat mengobrol santai. Menceritakan bagaimana perjuangan di KD.Jam sembilan malam, ketika Bu Kades dan anaknya tiba di kediaman Rina. Hari sudah sangat gelap. Sebagian besar perkampungan pun telah sepi.
“Catat sumpah saya. Saya akan kembali ke tempat ini dengan segenap martabat dan harga diri yang tidak bisa kalian injak lagi!”Begitu sumpah seorang gadis dengan penuh kemarahan sekitar dua tahun lalu. Dan sekarang sumpah itu benar terjadi. Celine duduk di kursi dengan anggun. Dikelilingi oleh para petinggi kecamatan. Penampilannya berkelas. Dia tersenyum menawan. Aura yang dia bawa membuat semua orang tak kuasa mengusiknya.Dia. Yang dulu terusir dan tercampakan. Kini bisa mengangkat dagu dengan bangga. Sementara orang yang menghinanya terus tertunduk tanpa kuasa mengangkat wajah.Hidup keluarga Pak Kades tak mulus setelah tayangan lima besar itu. Shifa dan Bu Kades semakin tidak berani ke luar rumah saking banyaknya suara sumbang warga. Dukungan untuk dua periode pun menipis tajam.Meski Celine tidak menjelaskan secara detail tujuan pertemuan ini, Pak Kades tentu sudah tahu ke mana arahnya. Apa lagi kalau bukan untuk membuktikan sum
Celine beserta keluarga Rina kembali ke Majalengka. Menggunakan mobil khusus dari Daffa TV yang akan meliputnya.Panggung besar sudah berdiri di lapangan GGM. Para penonton memenuhi lapangan. Jalanan macet di mana-mana. Dipenuhi kendaraan dan pedagang. Trotoar diisi pejalan kaki yang tidak sedikit juga.Lapangan GGM berada tepat di samping kampus Celine. Yash, Pak Bagus, dan beberapa dosen melihat keramaian penyambutan Celine dari gedung universitas. Para mahasiswa berkumpul di depan gerbang. Ada pula yang naik ke pagar demi melihat Celine melewati tempat itu.Fitri dan beberapa temannya ikut berdiri di depan kampus. Berjinjit demi melihat temannya yang mendadak pergi tanpa kabar itu.Mendekati kampus. Celine membuka atap mobil. Sontak itu membuat para pendukungnya teriak histeris. Pihak keamanan berjalan mengamankan laju mobil. Celine melambaikan tangan menyapa semua penggemarnya.“Hai...”“Terima kasih, ya, terima kasih.&