Ditipu mertua dan suami Part 38Ucapan Dokter Fikri dan sikap dinginnya membuatku kehilangan mood. Selama di dalam taxi perjalanan dari Pengadilan Agama ke bandara aku memilih diam."Ibu Tiara baik-baik saja?" Tanya Dokter Rasyid sambil menatapku dari samping seperti berusaha menjelajahi isi pikiranku, aku hanya mengangguk tanpa melihatnya."Dokter Fikri juga langsung pulang ke Surabaya, kan?" Tanya Dokter Rasyid lagi seolah tahu siapa yang ada di pikiranku saat ini, aku menjawabnya hanya dengan menggeleng tanpa sepatah kata."Bukannya tadi Bu Tiara ngobrol dengan beliau?" Tanyanya lagi sepertinya memang sengaja berusaha mengorek lebih dalam.Ko"Saya hanya mengucapkan terima kasih saja, Dok." jawabku seperlunya yang akhirnya bisa membuat Dokter Rasyid diam tidak bertanya lebih dalam.Sesampai di bandara, diam-diam pandanganku menjelajah di setiap sudut yang kami lalui, mencari orang yang sudah membuat perasaanku gundah sedari tadi. Sambil menunggu penerbangan yang masih di jam 5 So
"Nggak, Mbok, cuma duduk di pesawat nggak capek." Setelah meja makan bersih, aku berniat mengambil Adam di kamar, "Mbok, Adam tidurnya di mana? Tadi rewel nggak, Mbok?""Nggak rewel kok, Bu. Pinter Nak Adam. Nangisnya kalau pas minta susu saja. Tapi ya itu tidur pun direcokin Non Fiona sama Den Galang terus makanya saya taruh di kamar tidur tamu lalu saya kunci dari luar biar aman nggak diberisikin anak-anak. Saya ambil Adamnya ya, Bu."Belum juga aku beranjak, Dokter Rasyid datang menggendong Adam, "Gimana, Bu Tiara, Mbok Minah, masih pantes kan nggendong bayi?" tanyanya dengan senyum tipis menatapku."Masih pantes banget, Pak. Semoga secepatnya Pak Dokter Rasyid segera nambah momongan, ya.""Nyari istri dulu, Mbok. Mana bisa nambah momongan kalau belum punya istri.""Iya, itu maksud Mbok. Semoga secepatnya Pak Dokter Rasyid ketemu dengan jodohnya.""Aamiin, semoga jodohku yang ada di depan mata ini ya, Mbok," ucap Dokter Rasyid yang membuat Mbok Minah senyum-senyum melirikku.Dokte
"Kenapa Dokter bohong sama saya?" "Maaf, Bu Tiara. Bukan apa-apa, saya hanya ingin memberi surprise. Saya pengin Bu Tiara refreshing setelah sibuk mengurus perceraian.""Saya mau pulang, Dok!""Kenapa, Bu? Kita sudah sampai di sini, nggak enak kalau pulang. Ayolah, saya janji kalau nanti Bu Tiara merasa tidak nyaman, kita pulang lebih awal." Tiba-tiba Dokter Rasyid menggamit tanganku, kutepis seketika."Maaf, Bu, tidak sengaja, ingat saya, jalan sama istri." Ucapnya yang membuatku sedikit kesal. Kami pun masuk ke dalam banquet hall yang sudah didekorasi dengan sangat menawan dan seketika semua pasang mata tertuju pada kami seolah yang datang orang penting. Aku tak berani menatap mereka, memilih untuk menundukkan wajah dengan jantung yang berdetak sangat cepat. Apakah salah satu pasang mata itu adalah Dokter Fikri? Ya Alloh bagaimana aku menghadapinya. Rekan-rekan Dokter Rasyid menghampiri kami, menjabat tangan Dokter Rasyid, " Wah, wah, ini, Dok, yang akhir-akhir ini jadi buah bib
"Hai, tunggu, Ra!" Dokter Fikri menghadangku, menatapku tanpa berkedip, " Kok matamu sembab begitu. Kamu habis nangis ya? Ada apa? Kamu bahagia kan, Ra, mau menikah dengan Dokter Rasyid?" Aku tak menjawab, justru terisak isak tak bisa menahannya mendengar pertanyaan Dokter Fikri.Lalu Dokter Fikri menarik lenganku, menyeretnya mengikuti langkahnya, "Lepas, Dok. Kita mau kemana?" Aku berusaha melepaskan diri."Kita perlu bicara banyak, Ra.""Disini saja, Dok, bicaranya!""Kamu mau aku jadi bahan perbincangan di rumah sakit karena menggoda calon istri Direktur utama?" Dokter Fikri menggandengku masuk ke dalam lift naik ke atas."Dok, kita mau kemana?" Tanpa menjawab, Dokter Fikri terus menggandengku keluar dari lift menyusuri lorong yang sepi lalu masuk ke dalam sebuah kamar."Ini kamar siapa, Dok?""Ini kamarku. Aku menyewa kamar karena aku menjadi panitia di persiapan acara itu. Dari kemarin malam sudah repot. Biar tidak bolak balik saja." "Ayo kita kembali ke tempat acara, Dok. Kas
Ditipu mertua dan Suami Part 40Pintu lift sudah terbuka tapi Dokter Fikri memencet tombol angka 5, pintu pun tertutup kembali dan lift berjalan naik."Dok, kok naik lagi?" Kami berhadapan dengan tubuh yang sama-sama bersandar pada dinding lift, "Sebentar, belum puas ngeliat kamu, Ra. Mungkin ini terakhir aku bisa melihatmu." Matanya terus menatapku tak berkedip membuatku semakin kebingungan mengatur irama jantung. "Sayangnya, aku tidak bisa melihat Tiara yang dulu. Aku lebih suka kamu yang apa adanya, Ra. Natural tanpa make up, inner beauty nya lebih terpancar," lanjutnya yang sempat membuatku mengerjap lalu tertunduk sambil memainkan jemari, jangan ditanya bagaimana keadaan dadaku, berdegup sangat kencang.Sampai di lantai 5, Dokter Fikri kembali menekan tombol Ground floor."Ra, sekali lagi tolong pikirkan keputusanmu. Kalau kamu berubah pikiran jangan sungkan untuk menghubungiku. Aku masih akan menunggumu sampai tanggal 24 Maret, Ra."Lift pun berhenti di lantai dasar, "Kamu d
"Saya mau pulang pagi ini, Dok.""Kita sarapan bareng anak-anak dulu baru aku antar kamu pulang.""Bagaimana kondisi Fiona, Dok?""Alhamdulillah sudah turun panasnya, Ra. Makanya gantian saya yang ngantuk berat ini. Begadang jagain Fiona.""Kalau begitu saya pulang sendiri saja, Dok. Nggak pa pa, sudah terang benderang, aman. Dokter Rasyid bisa istirahat.""Nggak, aku akan antar calon istriku," ucapnya yang sekali lagi membuat Mbok Minah yang sedang mencuci perkakas menoleh ke arah kami senyum-senyum.Ya Allah apa iya akhirnya Dokter Rasyid yang akan menjadi pelabuhan terakhirku. Kenapa aku masih berharap ada keajaiban sebelum tanggal 24.Setelah membantu Mbok Minah menyiapkan sarapan, Aku dan Dokter Rasyid menunggu anak-anak di meja makan. Dan mereka begitu girangnya ketika melihatku ada di meja makan, "Bu Tiara tadi malam nginep di sini ya?" tanya Kirana dengan wajah berseri."Iya, Kirana, Bu Tiara ketiduran," jawabku malu. "Yah, tahu gitu aku tidur bareng Bu Tiara, terus minta did
Setelah acara lamaran seminggu yang lalu di rumah Mbak Arum, pagi ini aku yang memakai gaun warna putih dan Dokter Rasyid yang memakai jas warna senada sudah berada di depan penghulu di sebuah hotel dimana ijab qobul dan resepsi akan dilangsungkan. Orang tua Dokter Rasyid dua duanya sudah tiada jadi wali diwakilkan oleh kakak tertua Dokter Rasyid. Keluarga besar Dokter Rasyid sudah berkumpul di sini ikut menyaksikan ijab Qobul. Juga Mbak Arum dan anak-anaknya yang menjadi wakil satu satunya keluargaku.Aku mencoba berdamai dengan takdir walaupun tak kupungkiri masih berharap akan ada sebuah keajaiban di detik-detik akhir proses ijab qobul seperti di film-film. Dokter Fikri datang sebagai super hero yang akan menyelamatkanku dari pernikahan ini atau menggantikan posisi Dokter Rasyid. Tapi sampai Dokter Rasyid selesai melafalkan ijab qobul tak ada tanda-tanda kehadiran Dokter Fikri. Dan akhirnya sebuah kata menggema di ruangan mengakhiri harapanku. "Sah?""Sah!""Alhamdulillah" Seke
"Tapi, Mas, Adam?" Aku mencoba mencari alasan, pelan-pelan melepas tangan Dokter Rasyid dari pinggang, entahlah bagiku masih terasa aneh. Aku belum siap disentuh suami sendiri. "Masih belum ikhlas dipeluk suami, nih?" "Bukan begitu, Mas. Aku tidak biasa tidur terpisah dengan Adam," jawabku gugup."Hanya malam ini saja, Ra. Adam biar tidur sama Mbok Minah dulu." Tiba-tiba tangan Dokter Rasyid membalikkan badanku, kami pun berhadapan begitu dekat. Tangannya mulai melepas kerudung yang kupakai. Dan tatapannya kenapa belum juga bisa menggetarkan hatiku.Bayangan Dokter Fikri berkelebat di pikiran. Berimajinasi seandainya yang ada di hadapanku ini Dokter Fikri. Bahagianya ...."Sudah, Ra! Sudah! Dia bukan jodohmu!" Aku berusaha mengenyahkannya tapi kenapa dia terus menari nari di otak ini.Seketika mataku mengerjap ketika bibir Dokter Rasyid sudah mengecup keningku. Aku menundukkan wajah dalam-dalam tapi buru-buru ia mengangkat daguku, menatap bagian yang paling ranum di wajahku. Sungguh