Tanpa menunggu jawaban, Marcho langsung berjalan keluar dan mengunci pintu dari luar.
Melihat itu, Livy menahan gemetar di tubuh, terlebih kala pria itu terdengar menelpon asisten pribadinya-Fredy.
Apa mereka sedang mempersiapkan proses penangkapannya?Tidak!
Livy menggelengkan kepalanya berkali-kali. Dia tak mau mendekam di dalam penjara yang dingin dan menakutkan itu.
"Aku harus kabur secepatnya sebelum Marcho sadar!" batin gadis itu dalam hati.
Sementara itu, Marcho kini tengah berada di ruang kerjanya di apartemen itu.
Dia tersenyum penuh kemenangan, saat melihat dokumen yang baru saja di kirimkan oleh asistennya. Sesuatu yang bisa dia gunakan untuk menaklukkan Livy!
Livy adalah anak dari seorang bos pertambangan. Setelah Ayahnya meninggal dunia, Ibunya menikah lagi. Tapi tanpa sepengetahuan sang Ibu, Ayah tirinya seringkali bertindak tak senonoh padanya hingga membuat Livy memutuskan untuk kabur dari rumahnya.
Dia melihat jam tangannya kemudian beranjak untuk menemui Livy di kamarnya, untuk 'bernegosiasi' tentunya!
Namun saat Marcho tiba di depan kamarnya, pintu itu sudah terbuka! Livy menghilang!
"Sialan!" Marcho menendang pintu kamarnya dengan geram dan berlari keluar sembari menelepon para bawahannya. "Blokir semua akses keluar masuk di gedung ini, sekarang juga! Bawa dia kembali bagaimanapun caranya!"
***
"Untung ... aja ada kamu!" gumam Livy sembari menatap jepit rambut di tangannya, benda yang menyelamatkan hidupnya.
Kini Livy sudah berada di dalam lift yang hanya ada dia sendiri di dalamnya.
Dia menghela napas lega karena dia masih bisa kabur dari genggaman duda dingin itu.
Ting!
Pintu lift pun terbuka. Namun belum sempat Livy melangkahkan kakinya keluar dari lift, dia melihat beberapa pria berseragam hitam berjalan capt ke arahnya. Dengan jantung yang berdetak cepat, Livy refleks memundurkan langkahnya dan berdoa dalam hati, berharap orang-orang itu bukan datang untuknya.
Tapi sayangnya harapan Livy sirna saat salah seorang dari pria itu masuk ke dalam lift dan menyapanya, "Nona Livy, mohon ikut dengan kami."
*Boom*
Hancur sudah harapan Livy untuk terbebas dari Marcho!
Tubuhnya meluruh dan hampir saja ambruk, jika salah seorang bodyguard Marcho itu tidak dengan sigap menahan tubuhnya.
Pria itu menekan tombol lift, menuju lantai dimana apartemen Marcho berada sembari menghubungi rekannya untuk membuka kembali akses keluar masuk di gedung itu dan menormalkan kondisi yang tadi sempat begitu menegangkan. Bahkan hal itu juga membuat beberapa penghuni lain di sana panik, heran, dan bingung.
Jadi, pelarian Livy yang sebentar itu, berakhir sudah.
Kini, dia kembali berada di dalam ruang kerja Marcho dan duduk di hadapan pria itu dengan kepala tertunduk.
"Cepat berikan kepadanya!" perintah Marcho kepada Fredy-asistennya.
"Baik, Tuan!" jawab Fredy yang langsung menyerahkan berkas perjanjian di hadapan Livy.
"Bacalah dan segera tanda tangani!" titah Marcho. "Aku tidak hanya akan mengerahkan anak buahku untuk terus mengawasimu, tapi aku juga akan mengikatmu secara hukum!" jelas Marcho membuat Livy kembali bergidik ngeri.
'Mati aku kali ini!' gumam Livy dalam hati.
Perlahan Livy meraih berkas yang ada di hadapannya dan membaca setiap tulisan yang ada di dalamnya. Hatinya langsung terasa sesak saat membaca isi surat perjanjian pernikahan yang berisikan aturan-aturan apa saja yang boleh ia lakukan dan tidak boleh ia lakukan selama pernikahan.
Begitu Livy membaca poin terakhir, semakin membuatnya kesulitan bernapas. Apa maksudnya dia hanya dijadikan pembantu oleh laki-laki itu?
"Pertama, kau harus menuruti semua perintahku. Kedua, kau sama sekali tidak diizinkan untuk membantah!" tutur Marcho.
"Tapi ini sangat tidak manusiawi, Tuan! Bagaimana bisa Anda menjadikan saya sebagai budak seperti ini?" sanggah Livy yang sama sekali tidak terima dengan isi perjanjian yang sangat merugikan dirinya.
Bagaimana ia tidak rugi, jika setelah menikah nanti ia dituntut agar segera hamil karena saat awal pertama ia membuat keributan sudah mengaku jika ia memang sedang hamil.
Tidak hanya itu, meski sudah menikah dengan Marcho statusnya bukanlah sebagai istri yang dengan enaknya menikmati uang suami. Dia masih harus bekerja di kantor dan juga di apartemen. Lebih tepatnya ia menjadi pembantu pribadi Marcho dengan gaji yang sama sekali tidak setimpal dengan pekerjaannya.
Dan satu lagi, Livy sama sekali tidak diperkenankan untuk mempublikasikan pernikahan mereka dan juga ikut campur dalam urusan pribadi Marcho.
"Jika pernikahan kita tidak bisa dipublikasikan, bagaimana saya menjawab pertanyaan netizen di saat saya hamil?" tanya Livy yang sama sekali tidak habis pikir dengan isi perjanjian tersebut.
"Aku tidak peduli dengan semua itu. Yang aku butuhkan adalah kau segera menandatangani perjanjian ini!" jawab Marcho.
"Saya tidak setuju, Tuan!" balas Livy sambil meletakkan kembali berkas yang ada di tangannya dan bersiap untuk meninggalkan ruangan Marcho.
"Jika kau tidak menyetujui perjanjian ini, tidak apa. Aku hanya perlu mengabarkan kepada Nyonya Besar Widya jika putri kesayangan ada di sini bersamaku!" ancam Marcho yang langsung menyebutkan nama mama kandung Livy.
Mata gadis cantik itu sontak membulat.
Bagaimana Marcho tahu tentang keluarganya?!
Selama ini, Livy sudah menutup identitas dirinya rapat-rapat. la tidak mau mamanya tahu keberadaannya dan menjemputnya secara paksa untuk kembali ke Mansion Utama yang sangat ketat dengan peraturan.Bukan hanya itu sebenarnya, yang sangat Livy takutkan adalah jika ia harus kembali bertemu dengan papa tirinya yang selalu saja mencari celah untuk menggodanya. Kini Livy mulai bimbang harus memilih yang mana. Jika ia menolak masuk ke kandang harimau yang disediakan oleh Marcho, mau tidak mau ia harus kembali ke kandang buaya dan siap untuk diterkam papa tirinya kapan pun dia mau. "Saya akan menandatangani surat perjanjian itu..." ucap Livy memotong kalimatnya membuat Marcho tersenyum penuh kemenangan. "Tapi, saya tidak mau mengandung anak Anda, Tuan Marcho!" jelas Livy dengan tegas. "Sayangnya kau tidak bisa mengubah surat perjanjian yang sudah aku buat, Livy!" balas Marcho tidak mau kalah. "Apa sebegitunya kah Anda menginginkan saya mengandung anak Anda, Tuan Marcho?" tanya Livy yang
Selepas Livy membersihkan tubuhnya, Cintya pun memintanya untuk langsung menceritakan semua yang terjadi. Di sisi lain, Terra hanya diam, mendengarkan percakapan dua sahabat itu. "Maafkan aku, Livy. Hanya untuk membantuku balas dendam, kau justru harus menderita seperti ini!" tukas Cintya yang tidak tega mendengarkan cerita sahabatnya. "Aku benar-benar lelah!" ucap Livy yang mulai menitikkan air matanya. Cintya pun langsung memeluk sahabatnya dengan sangat erat. "Aku tidak bisa membantumu kali ini, Livy. Maafkan aku!" ucap Cintya sambil menepuk punggung Livy pelan untuk meredakan tangisan Livy. Dan begitulah ceritanya.... Pagi-pagi buta, Livy langsung dibawa paksa oleh bodyguard Marcho menuju ke sebuah salon ternama. Dia hanya bisa pasrah saat MUA mulai memoles wajahnya dan merubahnya bak putri kerajaan dalam sehari. Setelah riasan di wajah Livy selesai, dia pun mengenakan gaun pengantin yang sudah disiapkan oleh Marcho sebelumnya. "Tuan, Nona Livy sudah siap!" ucap salah s
Secepat kilat Livy menghempaskan tangan Marcho dengan kasar dan siap berbalik untuk melarikan diri. Namun sayangnya sosok Livy langsung tertangkap oleh Mama Widya.Melihat putrinya siap untuk melarikan diri saat melihatnya, Mama Widya pun langsung beranjak dari tempat duduknya dan menghampiri Livy. Jangan ditanya bagaimana kalang kabutnya Livy saat ini. Terlebih saat Mama terlihat datang bersama papa tirinya."Kau benar-benar penipu ulung paling bengis yang pernah aku kenal, Tuan!" umpat Livy gusar."Aku tidak akan melakukan semua ini jika dari awal kau menurut denganku, Livy!""Bahkan aku pastikan hari ini juga kau akan kembali kepada kedua orang tuamu jika kau mencoba melarikan diri lagi!" ancam Marcho membuat Livy terpaku sambil membuang nafasnya kasar.'Kenapa harus seperti ini jadinya?!'Ingin sekali rasanya, Livy berteriak sekeras mungkin saat itu dan meluapkan semua kekesalannya."Livy sayang! Akhirnya Mama bisa menemukanmu, Nak!" ucap Mama Widya dengan mata yang berkaca-kaca.
Setelah acara pernikahan, Livy langsung dibawa ke apartemen Marcho. Namun kali ini apartemennya berbeda dengan yang kemarin. Lebih luas dan mewah serta tersedia berbagai fasilitas yang sangat lengkap.Bukan hanya itu, Marcho juga menempati satu lantai penuh di gedung tersebut membuat Livy sangat takjub dan mulai memperhitungkan berapa kekayaan Marcho sebenarnya."Nah, Livy. Penthouse ini adalah hadiah pernikahan kalian dari Mommy!" ucap Mom Merry membuat Livy semakin terkesiap.'Jadi ternyata bukan dari kekayaan Tuan Marcho, melainkan dari Mom Merry? Berarti Mom Merry lebih kaya dong dari Tuan Marcho?' gumam Livy dalam hati."Thanks mom!" ucap Livy."Tidak perlu berterima kasih, Livy. Aku memang hanya memenuhi janjiku kepada Marcho akan memberikan penthouse jika ia menikah nanti.""Seharusnya aku yang berterima kasih denganmukarena sudah mau menikahi putraku dan menjadi mom untuk Hizkiel."Mom Merry mengusap kepala cucunya yang sedari tadi nempel terus dengan Livy seperti perangko."
Ucapan Livy membuat Marcho langsung tersenyum smirk. "Kenapa?" "Apa kau takut akan tergoda dengan milikku Livy?" tanya Marcho yang mulai membuka pengait ikat pinggangnya. Livy mulai mengatur nafasnya dengan baik untuk menghadapi duda tampan yang sialnya kini sudah resmi menjadi suaminya itu. Meski kini ia memang menjadi tawanan Marcho dengan ancaman yang membuatnya tidak berkutik, bukan berarti ia bisa kalah begitu saja. "Kata siapa takut? Kalau memang itu yang Anda inginkan, maka dengan senang hati akan saya penuhi Tuan Marcho!" balas Livy sambil menarik ikat pinggang Marcho dan membantu untuk melepasnya. Dengan mengumpulkan keberanian yang tersisa, Livy pun memberanikan dirinya untuk membuka celana milik Marcho. Namun Marcho justru cepat cepat menepis tangan Livy yang hampir saja menyentuh senjata miliknya. "Tidak perlu kau lanjutkan! Aku bisa melakukannya sendiri!" ucap Marcho sambil beranjak meninggalkan Livy dan masuk ke dalam kam
Livy terus bertanya dalam hati, kenapa dia bisa ada di kamar Marcho—mengingat semalam ia tidur di sofa yang ada di dalam kamar Hizkiel.Perlahan Livy menjauhkan tangan Marcho yang kini berada di atas tubuhnya. Namun, Marcho justru menarik tubuh Livy dan memeluknya lebih erat lagi.Jantung Livy pun seketika bertalu-talu tidak menentu terlebih saat kulitnya bersentuhan dengan kulit Marcho yang membuat bulu kuduknya langsung meremang.Marcho yang sudah terbangun saat Livy berusaha memindahkan tangannya pun langsung tersenyum dan bergumam dalam hati.'Kenapa rasanya sehangat ini ya? Bahkan membuat aku enggan untuk melepasnya.Sedangkan Livy pun kembali menggeliatkan tubuhnya agar terlepas dari pelukan Marcho."Tuan, saya mohon lepaskan saya!" pinta Livy."Bukankah saya harus menyiapkan sarapan dan keperluan sekolah Hizkiel?" lanjutnya lagi.Sayangnya Marcho tetap tidak mengendurkan pelukannya sedikitpun."Diamlah atau aku akan meminta hakku sekarang juga!" ancam Marcho membuat Livy terhen
Breakfast wrap tersebut kini hanya tersisa 2 potong saja yang memang sengaja untuk disisihkan untuk Livy. Jauh dalam lubuk hati Marcho, ia sangat ingin mencicipi masakan buatan Livy itu. Namun, ia tidak mungkin menjilat ludahnya sendiri di depan keluarganya.Keinginan Marcho kali ini tertangkap oleh Mom Merry yang sangat memahami putranya. Sayangnya ia justru mengerjai putranya sendiri yang sudah jual mahal di depan istrinya.2 potong breakfast wrap tersebut sengaja ia masukkan ke dalam kotak bekal agar menantunya bisa menikmati sarapan sembari mengantarkan Hizkiel ke sekolah."Loh, bukankah yang 2 potong itu untuk Mommy sarapan?" tanya Hizkiel sambil mengerutkan dahinya."Memang betul, Mommy hanya mengemasnya agar dia bisa menikmatinya saat mengantar Hizkiel ke sekolah!" balas Mom Merry.'Ck, sial! Padahal saat Livy pergi mengantar Hizkiel, aku sangat ingin mencicipinya meski hanya satu!' gerutu Marcho dalam hati. 2la pun akhirnya berdiri dan membawa gelas bekas minumnya ke pantry.
"Tuan Marcho, sebenarnya saya sungguhmenyayangkan istri Anda, Nona Livy karena tidak hadir dalam meeting kali ini!" tutur Mr Rein. "Terlebih Michelle sudah sangat klik dengan perencanaan brilian yang istri Anda sampaikan saat meeting yang lalu.""Sebenarnya Manager Pemasaran yang baru ini juga sangat berkompeten, Mr Rein!" kilah Marcho."Sayangnya dari pihak Grand Mall juga sudah sangat setuju dengan konsep pemasaran yang dibuat Nona Livy, Tuan. Jika ini diubah, tentunya akan sulit untuk perusahaan kita masuk kembali untuk memasarkan produk kita!" jelas Mr. Rein."Jadi saya harap kita bisa kembali mengadakan pertemuan besok pagi dengan Nona Livy. Selepas dari mengantarkan putra Anda ke sekolah juga tidak masalah!" pinta Mr. Rein yang tentunya tidak bisa dibantah lagi dengan Marcho,."Baik, Mr. Rein. akan saya usahakan!" balas Marcho.Setelah mendapatkan kesanggupan dari Marcho, Mr. Rein dan juga beberapa kru yang menyertainya pun langsung undur diri.Kini tinggal Marcho yang mulai ke
Malam harinya, seperti biasa Livy selalu menemani Hizkiel sampai tertidur dan setelah ituia akan kembali ke kamarnya..Jika malam sebelumnya Livy kembali saatMarcho sudah terlelap. Kali ini Marcho justru masih terjaga sambil memeriksa beberapa surat elektronik yang masuk ke dalam emailnya."Anda belum tidur, Tuan?" tanya Livy sambil melihat ke arah jam dinding yang sudah menunjukkan jam sebelas malam.Marcho hanya menggelengkan kepalanya sambil tetap fokus menatap layar ipad di tangannya.Livy yang tadinya sudah mengantuk pun akhirnya berbalik lagi keluar dari kamar dan menuju pantry untuk membuatkan sesuatu untuk Marcho.Tak perlu menunggu waktu yang lama, kini Livykembali ke kamar dengan membawa secangkir teh camomile hangat beserta kue jahe. Livy pun langsung meletakkannya di atas nakas tepat disamping Marcho."Terima kasih banyak, Livy. Jika kau tidak keberatan, maukah kau memijit kepalaku?" pinta Marcho yang sedari tadi sore kepalanya sedikit terasa sakit."Entah kenapa kepalaku
Marcho yang masih berdiri di belakang Livy, tidak sengaja membaca isi pesan yang masuk ke dalam ponsel istrinya. Ia pun langsung merebut ponsel Livy dan melewati Livy begitu saja menuju ke dalam ruang kerja.Melihat Marcho mulai mengusik privasinya, Livy langsung mengejar langkah Marcho untuk merebut kembali ponsel miliknya."Tuan Marcho!" pekik Livy dengan suara yang cukup memekakkan telinga."Kembalikan ponsel saya!" tangan Livy langsung menengadah di depan Marcho."Aku akan membelikanmu ponsel yang baru! Sekarang kembalilah bekerja, Livy!" titah Marcho yang sama sekali tidak ingin mengembalikan ponsel milik Livy."Tidak, sebelum Anda mengembalikan ponsel saya!" balas Livy dengan tegas dan sorot matanya yang terlihat begitu tajam."Kau mulai berani lagi melawanku, hah! Apa kau tidak takut aku kembalikan pulang ke rumah Mamamu!" ancam Marcho agar Livy merasa takut.Sayangnya ancaman Marcho kali ini membuat Livy tidak takut sedikit pun."Pulangkan saja, Tuan. Kalau bisa secepatnya. Sa
Tanpa Marcho sadari, ucapannya itu membuat hati Livy berdenyut nyeri. Ia merasa usahanya kali ini sama sekali tidak bernilai di mata Marcho."Sebenarnya bukan mantan kekasih, Tuan. Karena saya juga belum memutuskan hubungan kami secara resmi!" jawab Livy dengan nada yang cukup pelan, namun terdengar begitu jelas di telinga Marcho."Apa maksudmu, Livy?!" tanya Marcho dengan geram sambil mengunci tubuh istrinya di dinding lift.Tatapan tajam Marcho kali ini membuat Livy merinding ngeri. Untung saja pintu lift segera terbuka dan Marcho langsung membuat jarak di antara keduanya."Kau harus mempertanggung jawabkan semua ini di kantor!" tegas Marcho."Di kantor? Bukankah kita akan menuju ke sekolah Hizkiel?" tanya Livy yang sama sekali tidak dijawab oleh Marcho.Marcho lebih memilih diam dari pada menanggapi pertanyaan Livy kali ini. Dia tidak ingin Livy tahu jika dia hanya memberikan alasan klise yang tidak sebenarnya untuk segera undur diri dari ruangan meeting.Meskipun di ruangan meetin
Kehadiran Randy kali ini membuat Marcho sedikit gusar, terlebih ia belum mengetahui siapa sebenarnya pria yang kini berbicara dengan istrinya.Pintu lift pun terbuka dan keduanya kembali meneruskan obrolan mereka berdua."Maaf, Randy! Keadaanku saat itu benar-benar sedang di ujung tanduk dan mengharuskan aku pergi tanpa meninggalkan jejak sedikit pun!" balas Livy.Randy pun mendekatkan dirinya dan hendak memegang kedua bahu Livy. Namun cepat-cepat Marcho menarik Livy ke dalam pelukannya."Siapa laki-laki ini, sayang?" tanya Marcho yang membuat langkah Randy terhenti.Randy menatap Marcho sejenak dan beralih menatap Livy, "Jadi benar kata Tante Widya jika kau sudah menikah, Livy?"Pertanyaan Randy membuat Livy bingung harus menjawab apa. Hingga pada akhirnya Livy hanya bisa menganggukkan kepalanya untuk menjawab pertanyaan Randy barusan."Emmh, kenalkan ini Randy!" ucap Livy sambil menunjuk ke arah Randy."Dan Randy, kenalkan ini suamiku, Marcho!"Marcho langsung mengulurkan tangannya
"As you wish, Mr Marcho yang terhormat!" balas Livy geram dan kemudian berbalik menuju mobil.Marcho pun mengikuti langkah Livy dan kembali membukakan pintu untuk istrinya. Kini keduanya sudah berada di mobil yang akan mengantarkan mereka pulang“Tuan, bukankah saya istri yang tidak Anda pertimbangkan sama sekali?” tanya Livy membuka pembicaraan di antara mereka."Yap, tepat sekali!""Berarti saya diperbolehkan untuk menjalin hubungan dengan pria lain, dong!"Penuturan Livy barusan membuat hati Marcho sedikit tercubit. "Tidak bisa!" jawabnya dengan tegas."Mengapa?""Jangan membuat Hizkiel sakit hati karena melihat mommy nya memiliki hubungan dengan pria lain!" jawab Marcho dengan tegas."Lagi pula apa kata orang nanti jika ternyata Nyonya Marcho justru memiliki selingkuhan di luar sana!""Emm, saya juga tidak akan menjalin hubungan secara terang-terangan. Saya akan menyembunyikan hubungan itu dari siapa pun!"balas Livy lagi membuat emosi Marcho seketika tersulut."Lakukan saja sesuka
Marcho meringis kesakitan sambil memegangi perutnya. "Ada apa, Tuan?!" tanya Livy sambil meletakkan sisa breakfast wrap miliknya ke dalam kotak bekal dan mengecek keadaan Marcho. "Perutku sangat sakit, Livy!" keluh Marcho sambil merintih. "Aku melewatkan sarapanku karena ada meeting pagi ini!" lanjutnya lagi sambil berharap penuh dalam hatinya agar Livy mau berbagi breakfast wrap yang kini hanya tinggal 1. "Emmm, di depan ada restoran Tuan. Anda bisa turun untuk makan terlebih dahulu. Saya akan kembali menjemput Anda sepulang dari mengantar bekal milik Hizkiel!" balas Livy membuat Marcho memutar bola matanya malas. Mendengar jawaban Livy, wajah Marcho berubah seketika. "Tidak perl, aku masih bisa menahannya. Aku juga ingin bertemu dengan putraku di sekolah!" kilah Marcho memberikan alasan. "Tapi Tuan, bagaimana jika nanti terjadi apa-apa dengan Anda dan membuat nyawa Anda justru tidak tertolong?" tanya Livy yang tampak begitu khawatir. Senyum Marcho pun langsung terlukis mend
"Tuan Marcho, sebenarnya saya sungguhmenyayangkan istri Anda, Nona Livy karena tidak hadir dalam meeting kali ini!" tutur Mr Rein. "Terlebih Michelle sudah sangat klik dengan perencanaan brilian yang istri Anda sampaikan saat meeting yang lalu.""Sebenarnya Manager Pemasaran yang baru ini juga sangat berkompeten, Mr Rein!" kilah Marcho."Sayangnya dari pihak Grand Mall juga sudah sangat setuju dengan konsep pemasaran yang dibuat Nona Livy, Tuan. Jika ini diubah, tentunya akan sulit untuk perusahaan kita masuk kembali untuk memasarkan produk kita!" jelas Mr. Rein."Jadi saya harap kita bisa kembali mengadakan pertemuan besok pagi dengan Nona Livy. Selepas dari mengantarkan putra Anda ke sekolah juga tidak masalah!" pinta Mr. Rein yang tentunya tidak bisa dibantah lagi dengan Marcho,."Baik, Mr. Rein. akan saya usahakan!" balas Marcho.Setelah mendapatkan kesanggupan dari Marcho, Mr. Rein dan juga beberapa kru yang menyertainya pun langsung undur diri.Kini tinggal Marcho yang mulai ke
Breakfast wrap tersebut kini hanya tersisa 2 potong saja yang memang sengaja untuk disisihkan untuk Livy. Jauh dalam lubuk hati Marcho, ia sangat ingin mencicipi masakan buatan Livy itu. Namun, ia tidak mungkin menjilat ludahnya sendiri di depan keluarganya.Keinginan Marcho kali ini tertangkap oleh Mom Merry yang sangat memahami putranya. Sayangnya ia justru mengerjai putranya sendiri yang sudah jual mahal di depan istrinya.2 potong breakfast wrap tersebut sengaja ia masukkan ke dalam kotak bekal agar menantunya bisa menikmati sarapan sembari mengantarkan Hizkiel ke sekolah."Loh, bukankah yang 2 potong itu untuk Mommy sarapan?" tanya Hizkiel sambil mengerutkan dahinya."Memang betul, Mommy hanya mengemasnya agar dia bisa menikmatinya saat mengantar Hizkiel ke sekolah!" balas Mom Merry.'Ck, sial! Padahal saat Livy pergi mengantar Hizkiel, aku sangat ingin mencicipinya meski hanya satu!' gerutu Marcho dalam hati. 2la pun akhirnya berdiri dan membawa gelas bekas minumnya ke pantry.
Livy terus bertanya dalam hati, kenapa dia bisa ada di kamar Marcho—mengingat semalam ia tidur di sofa yang ada di dalam kamar Hizkiel.Perlahan Livy menjauhkan tangan Marcho yang kini berada di atas tubuhnya. Namun, Marcho justru menarik tubuh Livy dan memeluknya lebih erat lagi.Jantung Livy pun seketika bertalu-talu tidak menentu terlebih saat kulitnya bersentuhan dengan kulit Marcho yang membuat bulu kuduknya langsung meremang.Marcho yang sudah terbangun saat Livy berusaha memindahkan tangannya pun langsung tersenyum dan bergumam dalam hati.'Kenapa rasanya sehangat ini ya? Bahkan membuat aku enggan untuk melepasnya.Sedangkan Livy pun kembali menggeliatkan tubuhnya agar terlepas dari pelukan Marcho."Tuan, saya mohon lepaskan saya!" pinta Livy."Bukankah saya harus menyiapkan sarapan dan keperluan sekolah Hizkiel?" lanjutnya lagi.Sayangnya Marcho tetap tidak mengendurkan pelukannya sedikitpun."Diamlah atau aku akan meminta hakku sekarang juga!" ancam Marcho membuat Livy terhen