Setelah sepuluh menit aku menunggu di ruang tamu Bu Kardi, akhirnya Bu Kardi datang juga. Tapi kok dia datang sendirian? Di mana Budenya Riris?"Maaf ya, Nak Bagas ... rumah budenya Riris kosong, kata tetangga mereka lagi pergi ke rumah kerabatnya di kota Solo," ucap Bu Kardi dengan wajah kecewa.Mendengar ini aku jadi ikutan kecewa. Padahal tinggal sedikit lagi aku akan mendapatkan info tentang Riris. Kenapa ada saja halangannya. Rasanya berat sekali. Kuhela napas panjang, yah, mungkin memang aku harus lebih banyak bersabar lagi."Nak Bagas, kalau boleh saya tau, sebetulnya Nak Bagas ada keperluan apa ya, mencari Riris? Maaf loh, saya tanya seperti ini, soalnya sepertinya Nak Bagas keliatan ingin sekali ketemu dengan Riris, juga ingin tahu tentang Riris." Bu Kardi yang melihat kekecewaan di wajahku, berusaha untuk mengajakku mengobrol."Saya dapat amanah dari adek saya, Seno. Untuk menyampaikan sesuatu kepada Riris," jawabku datar."Loh memang Senonya kemana? Kok nggak dia sendiri ya
Aku kini dihadapkan pada pilihan yang sulit. Antara dipecat, atau memilih tetap bekerja namun hanya sebagai sekuriti atau satpam di North Apartemen, ditambah lagi harus mencari Riris dan meminta maaf dengan bersujud di hadapan Pak Bagas."Saya minta tolong, Pak Bagas, beri saya waktu untuk berpikir," pintaku kepadanya dengan wajah memelas."Baiklah, Kamu saya beri waktu sampai besok untuk memilih. Sekarang Kamu boleh pergi dari ruangan ini!" usir Pak Bagas sambil mengibaskan tangannya ke arahku, sakit sekali rasanya diperlakukan seperti itu."Terima kasih, Pak ... permisi."Aku meninggalkan ruangan Bosku dengan langkah gontai. Rasanya seluruh tulangku mau rontok, lemas tak berdaya. Bagaimana dengan masa depanku? Kenapa aku bernasib sial seperti ini. Aku berniat mentalak Riris karena aku ingin bebas dan bisa pergi jauh darinya. Tapi kenapa takdir selalu membawaku untuk berurusan dengan wanita itu.Pilihan dari Pak Bagas semuanya buruk, aku betul-betul bingung sekarang harus memilih yan
Bu Rohman dan Riris sudah memulai usaha ayam goreng bacemnya. Awalnya yang memesan masih sedikit, hanya teman-teman dekat Dimas di kantor dan kosnya. Namun setelah mereka merasakan ayam goreng bacem buatan Bu Rohman yang sangat lezat itu, mereka sangat menyukainya dan memesan kembali, bahkan ikut mempromosikan kepada teman-teman mereka yang lainnya."Bu, alhamdulillah ya, ayam goreng bacem kita sekarang banyak yang pesen. Mas Dimas baik banget ya, Bu ... udah banyak bantuin mempromosikan jualan kita," kata Riris sembari mengupas bawang putih."Iya Nduk, dari dulu kan Masmu itu memang baik, apalagi sama Kamu. Coba aja dia bukan sepupumu, pasti ibu mau punya menantu dia," timpal Bu Rohman, tangannya nampak sibuk mencuci ayam-ayam potong di wastafel."Ih, Ibu kok bilang gitu sih?" Riris sampai menghentikan kegiatannya mengupas bawang, bibirnya mengulas senyum namun dahinya berkerut. Ucapan Bu Rohman terdengar aneh baginya."Lah, iya toh, coba kalau Dimas itu orang lain. Sikapnya yang bai
(PoV Bagas)Aku terkejut bukan kepalang melihat Reza memasuki ruanganku bersama Risma. Seketika aku berdiri dari posisi dudukku.Iya betul, itu Risma ... jadi selama ini gadis yang kucari itu adalah Risma alias Riris? Rismawati nama lengkap yang disebutkan Bu Rohman waktu itu. Ternyata gadis itu biasa dipanggil Riris.Padahal Allah sudah mempertemukanku dengannya tiga kali. Tapi aku masih berusaha mencarinya. Kuhela napasku pelan. Mataku masih terpaku melihat sosok gadis di hadapanku ini. Rasanya seperti mimpi. Tapi saat ini nyata, dia sedang berdiri di ruangan ini. Wajahnya yang teduh itu nampak tersipu malu, dia terus menunduk menjaga pandangannya."Assalaamu'alaikum," sapanya pelan."Wa'alaikumussalam," jawabku."Silahkan duduk Ris-Risma ...." Kupersilahkan dia duduk di kursi sofa yang ada di sudut ruangan. Aku ingin pertemuan ini terkesan santai tidak kaku dan tegang.Riris berjalan menuju sofa paling ujung dan aku mengikutinya duduk di sofa lain yang menghadap ke samping, sehingg
Riris melangkah keluar ruangan kerja Bagas di iringi oleh Bagas."Ris, tadi ke sini sama siapa?" tanya Bagas saat mereka sedang berjalan di koridor menuju lobby."Saya dianter sama Mas Dimas, dia menunggu di lobby," jawab Riris dengan sedikit menunduk. Gadis itu merasakikuk dan malu berada di dekat Bagas."Oh sama Dimas, baiklah saya anter ke lobby ya, sekalian mau ketemu juga sama Dimas," ucap Bagas sembari tersenyum tipis.Mereka terus berjalan hingga tiba di lobby yang bernuansa etnik itu. Dimas yang sudah melihat Riris dan Bagas yang sedang menuju lobby bergegas berdiri dari duduknya dan berjalan menghampiri mereka."Assalaamu'alaikum, Pak Bagas," sapa Dimas sambil mengulurkan tangannya untuk mengajak Bagas bersalaman."Wa'alaikumussalam," sahut Bagas, tangannya menjabat tangan Dimas dengan erat."Wah, maaf nih pasti sudah menunggu lama," ucap Bagas kembali."Oh, enggak papa, Pak Bagas, kebetulan ini pas jam istirahat siang saya," jawab Dimas dengan tersenyum ramah. Riris hanya b
Sepulang dari kantor Bagas, Riris hanya mengurung diri di kamar. Bu Rohman yang melihat perubahan pada diri Riris merasa khawatir. Riris baru saja bangkit dari keterpurukan, jangan sampai putrinya itu terjatuh lagi bahkan semakin terpuruk.Bu Rohman sudah berusaha menanyakan ada apa gerangan yang terjadi pada putrinya. Namun Riris masih enggan untuk bercerita. Dia hanya ingin waktu untuk menyendiri sejenak.Malamnya, Riris akhirnya mau keluar dari kamarnya. Bu Rohman tersenyum lega."Nduk, ayok kita makan malam," ajak Bu Rohman dengan suara lembut. Riris hanya mengangguk dan menyunggingkan senyum tipisnya.Di atas karpet sudah tersaji makanan yang sudah disiapkan oleh Bu Rohman. Mereka duduk lesehan menikmati makan malam yang sederhana itu. Mereka makan dalam hening.Bu Rohman tidak berani bertanya apapun pada Riris, hanya menunggu saja, saat Riris hatinya sudah tenang dan siap menceritakan semuanya kepadanya."Bu, tadi Pak Bagas nitip salam kembali buat Ibu, trus bilang terima kasih
"Assalaamu'alaikum, Ris," sapa Bagas. Saat Riris masih terbengong di hadapannya."Wa-alaikumus-sa-lam," jawab Riris terbata. Dia nampak kikuk dan malu menerima tamu yang tak terduga ini. Mana dia cuma pakai daster rumahan dan jilbab kaos yang warnanya enggak nyambung. Belum lagi wajahnya yang keringatan sehabis menyiapkan pesenan 50 kotak ayam goreng bacem."A-ada apa ya, Mas?" Pertanyaan Riris meluncur begitu saja. Merasa aneh dengan kedatangan Bagas karena baru saja kemarin mereka bertemu di kantornya Bagas. Sekarang tiba-tiba Bagas sudah berada di depan pintu rumahnya.Belum sempat Bagas menjawab pertanyaan Riris, Bu Rohman sudah memasuki ruang tamu dengan setengah berteriak."Ris! Ayo buruan dimasukin kotakannya ke mobil masmu, kok malah ditahan di depan pintu toh," perintah Bu Rohman yang menduga yang datang adalah Dimas."Ya Allah! Nak Bagas toh yang datang?!" pekik Bu Rohman kaget hingga mulutnya ditutupi oleh telapak tangannya yang masih basah itu. Bagas hanya tersenyum simpul
Nelly berjalan menuju bagian kasir salon, saat tiba di depan meja kasir, netranya menangkap sosok lelaki yang selama ini diidamkannya. Bagas, yang tengah duduk di sudut ruangan, sibuk membuka-buka majalah.'Itukan Pak Bagas, ngapain ya, dia di sini? Apa mau treatment juga? Duh kesempatan untuk pedekate nih. Tapi aku harus pakai cara apa ya? Dia terlalu dingin dan cuek. Susah sekali melelehkan si gunung es ini, huft ... ahaa ... aku punya ide!' pekik Nelly dalam hati."Mbak, kalau boleh tahu, pria yang duduk di sudut ruangan itu, ambil treatment apa ya?" tanya Nelly dengan suara yang sangat pelan kepada karyawati salon."Oh, Pak Bagas? beliau ambil treatment massage kaki Mbak," jelas mbaknya. Nelly langsung membisikkan sesuatu kepada wanita itu. Mbak karyawati salon itu mengangguk-angguk mendengarkan bisikan Nelly. Kemudian mbak karyawati salon bagian depan itu memanggil salah satu terapis untuk mendekat. Nelly dan terapis itu kemudian berjalan ke belakang beriringan."Pak Bagas, ruang