Bab 111Glek.Yudha seketika menelan ludahnya, berdiri terpaku di tengah sorak sorai dan tepuk tangan orang-orang seisi gedung. Mereka semua mengucapkan selamat, terutama kepada mempelai perempuan yang konon adalah putri kedua dari sang pemilik hajatan ini.Lelaki muda itu hanya mampu menatap dari kejauhan. Dia tidak pernah menduga jika ternyata Iqbal lah pemilik hajatan ini. Seseorang yang sangat ia kenal meski tak pernah bertegur sapa, yang merupakan petinggi dari Arsyanendra Group, grup perusahaan yang membawahi PT Surya Indonesia Mie Perkasa, perusahaan tempat ia dulu pernah bekerja sebagai security, sebelum akhirnya dia didepak dari perusahaan itu dengan alasan efisiensi.Yudha memang tidak mengurusi soal pembayaran, karena untuk hal teknis seperti itu sudah ditangani oleh temannya, lagi pula dia hanya berurusan dengan soal di lapangan. Maka yang ia ketahui bahwa resepsi pernikahan ini milik Arkan dan Zakia. Dia tidak tahu jika sebenarnya Zakia adalah putri kandung Iqbal. Seanda
Bab 112"Mas.... Kenapa kamu biarkan Yudha menggendong putri kita? Dia tidak berhak...." Zakia langsung protes saat keduanya baru saja memasuki kamar yang sedianya menjadi kamar pengantin mereka.Arkan cepat menbekap mulut istrinya sebelum bibir merah semerah ceri mencerocos lebih panjang. Mata lelaki itu berkilat-kilat diterpa cahaya matahari yang menyelusup masuk melalui kisi-kisi jendela kamar hotel tempat mereka menginap.Di kamar ini mereka hanya berdua. Tak ada anak-anak. Iqbal dan Hanna yang mengambil alih Ammar dan Naya. Beruntung, dua balita itu sudah terbiasa dengan kakek dan neneknya."Dia berhak, karena ia ayah kandung Naya. Kita tidak boleh memutus hubungan antara ayah dan anak, walaupun harus kita akui, Yudha bukanlah ayah yang baik," ujar Arkan lembut. Setelah berhasil menikahi Zakia, sikap Arkan terhadap Yudha mulai melunak. Tentu karena sekarang Zakia resmi menjadi miliknya. Yudha pasti akan berpikir ulang untuk merebut Zakia kembali, karena bagi Arkan, siapapun yang
Bab 113Baru sekilas ia menyaksikan tayangan di televisi, tetapi Yudha sudah berlari keluar menuju motornya. Dia langsung menaiki motor, tancap gas meninggalkan rumahnya.Pikirannya melayang ke rumah Arkan yang beritanya ia saksikan sekilas di televisi. Ya, posisi Arkan sebagai seorang pengusaha muda yang menjadi suami dari putri pemilik grup perusahaan Arsyanendra itu membuat berita kebakaran ini menjadi viral dan ditayangkan secara live di salah satu stasiun televisi.Rumah itu kebakaran!Yudha sangat cemas. Yang ada di otaknya hanya Zakia dan Naya.Nasib putrinya lah yang paling ia khawatirkan. Yudha ingin memastikan putrinya dalam keadaan baik-baik saja. Mungkin dulu dia tak ambil peduli bagaimana nasib putrinya, tapi sekarang kesadarannya perlahan muncul, tepatnya setelah ia kehilangan kejantanannya. Hanya Naya satu-satunya miliknya di dunia ini.Mungkin ini agak terlambat, tetapi jauh lebih baik daripada tidak sama sekali.Setelah beberapa saat berkendara, Yudha tiba di lokasi.
Bab 114"Mas masih percaya pada Hans?! Bola matanya memicing, menatap suaminya tak percaya. "Kenapa tidak meminta bantuan Om Dahlan dan timnya saja? Bukankah selama ini orang yang paling banyak membantu kita adalah Om Dahlan?! Gratis lagi!""Tidak, Sayang. Ini sudah tugas Hans. Om Dahlan ada tugasnya sendiri.""Aku tahu, tapi aku tak percaya pada Hans. Buka mata Mas. Lihat kerjanya selama ini seperti apa. Kasus penembakan Om Dahlan saja nggak kelar-kelar. Masih mau menambah kasus lagi?" Zakia menyayangkan. Sudah berbulan-bulan ia menahan kekesalannya. Dia bertemu lelaki itu saat berada di rumahnya sedang menemui Arkan. Meski tengah berada bersama Arkan, tetapi Hans menatap kepada Zakia yang ketika itu sedang menghidangkan kopi untuk mereka. Zakia tak menyukai tatapan Hans yang baginya terasa menggoda dan liar. Dan sebagai wanita dewasa Zakia tahu betul arti tatapan macam itu.Banyak hal yang sudah mereka lewati dan itu sudah cukup sebagai pengalaman untuk tidak mudah percaya kepada o
Bab 115Sekeras apapun Zakia menolak, tetap saja lelaki paruh baya itu tak bergeming. Dengan setengah memaksa, Iqbal menarik lengan Zakia masuk ke ruang kerjanya, yang kini sudah disulap menjadi ruang kerja Zakia. Zakia menatap ruangan yang seumur hidup belum pernah ia masuki ini. Wanita itu refleks mengangkat bahu. Pasrah."Ini ruang kerja kamu, Zakia," beritahu Iqbal. Tangannya menyentuh pundak wanita itu, memutar tubuhnya hingga berdiri menghadap sebuah meja yang tampaknya berfungsi sebagai meja kerjanya."Pa, ini terlalu berlebihan. Aku tidak mau bekerja, apalagi menjadi CEO. Aku tidak butuh pekerjaan ini. Aku ingin bermain bersama anak-anak...." Zakia berusaha melepaskan diri dari rengkuhan sang papa. Dan berhasil. Iqbal menurunkan tangannya dari pundak Zakia meski terlihat terpaksa."Anak-anak akan menjadi urusan Mama kamu, Nak. Biarkan dia yang mengurusnya. Kamu pun masih bisa bermain bersama anak-anak sepulang dari kantor...." Iqbal menyela tegas."Papa pikir jam kerja seoran
Bab 116"Mama....!"Balita mungil itu berteriak girang saat melihat sang ibunda tengah duduk di kursi kerjanya. Ammar meronta dari gendongan sang baby sister. Baby sister bernama Dewi itu akhirnya menyerah dan membiarkan balita mungil itu merangkak menghampiri meja kerja ibu sambungnya."Ammar kangen sama kamu, Zakia," timpal Hanna. Dia menghela nafas menatap putrinya itu lekat-lekat. Terbersit rasa bersalah karena ikut memaksa Zakia untuk bekerja, tapi memang seperti itulah konsekuensi menjadi putri seorang pengusaha. Di pundak Zakia ada nasib ribuan karyawan. Perusahaan yang tidak memiliki pewaris, maka fatal akibatnya. Keberlangsungan perusahaan akan menjadi taruhannya."Seharusnya Zakia mengerti soal ini. Memang, harus selalu ada yang harus di korbankan," batin Hanna. Dia menatap sedih interaksi ibu dan anak itu.Zakia membungkukkan badan, membuat tubuhnya serendah mungkin dan meraih Ammar, merengkuhnya ke dalam gendongan. Ammar melonjak girang. Tangan mungilnya memegang pipi Zaki
Bab 117Pada dasarnya Zakia adalah wanita yang cerdas. Tentu tidaklah mengherankan. Kecerdasan yang diturunkan dari gen seorang pengusaha dan aktivis sosial seperti Iqbal dan Hanna. Ibarat besi, Zakia hanya belum ditempa. Tugas Arkan sebagai suami lah yang menempanya."Ada untungnya juga Mama membawa anak-anak itu ke kantor, jadi aku punya ide baru. Aku ingin membuat sebuah ruangan khusus untuk menyusui. Jadi para karyawan wanita bisa menyusui bayinya di sana secara langsung, bukan ngasih anak-anaknya ASI perah. Mas sendiri tahu kan, jika Ammar paling tidak mau minum ASI dari botol, karena dikiranya air susu yang ada di botol itu adalah susu formula?" papar Zakia panjang lebar."Hmmm .... Boleh juga ide kamu, Sayang." Arkan mengangguk. "Nanti bilang sama Papa ya. Yakin deh, pasti Papa setuju. Dia kan selalu menuruti permintaan kamu....""Asal bukan soal mendudukkan aku di pucuk pimpinan Arsyanendra Group. Papa sama sekali tidak menerima bantahan," keluh Zakia. Tangannya menepis pelan
Bab 118"Sudah lama, Om?" sapa Arkan berbasa-basi seraya menjabat erat tangan lelaki paruh baya itu. Matanya berbinar dan terlihat sangat bersemangat. Kedatangan Dahlan sudah ia nantikan. Tak dinyana sang paman justru lebih dulu datang ke rumahnya."Baru saja, Arkan. Om datang tidak terlambat, kan?" sindir lelaki itu santai tanpa bergerak dari tempat duduknya sedikitpun. Arkan menyusul duduk di sofa, sementara Zakia memutuskan untuk membawa kedua buah hati mereka ke dalam."Biarkan saja mereka bicara apapun. Aku tidak mau turut campur," gumam Zakia terus melangkah dengan sedikit kesusahan lantaran menggendong dua balita sekaligus. Zakia sudah bisa menebak arah dan isi pembicaraan dua orang itu tak lain soal harta warisan yang ingin direbut kembali oleh suaminya. Sebenarnya Zakia tidak setuju. Dia tak mau lagi mencari gara-gara dengan bersentuhan dengan orang-orang dari masa lalu suaminya, terutama yang berkaitan dengan keluarga Hadiningrat dan Gusti Rara. Bukankah harta masih bisa
Ekstra Part 6 (Penutup)Kenapa penyesalan selalu datang terlambat?!Ingin rasanya ia menangis, tetapi tak bisa. Dia seorang laki-laki, pantang baginya untuk menangis. Dia harus tegar menghadapi kenyataan ini. Dialah yang membuat Citra akhirnya menggugat cerai dirinya. Dia yang tidak bisa menerima anak itu. Dia tidak bisa menerima kehamilan Citra, padahal Citra tidak salah. Yang salah disini adalah Kevin yang sudah berbuat curang. Sepanjang pernikahannya dengan wanita itu, dia sudah menyakitinya, bukan membuatnya bahagia. Apalagi ibu dan kakak perempuannya yang selalu saja menindas, menuntutnya macam-macam. Citra sama sekali tidak menemukan ketenangan hidup saat menikah dengannya.Dia pula yang membiarkan kedekatan Citra dengan dokter Budi, direktur rumah sakit ini. Kedekatan yang terjalin karena ia memang tak pernah mendampingi Citra kontrol kehamilan dan kemungkinan faktor itu yang membuat dokter Budi simpati kepada Citra. Sekarang hasilnya apa?!Kedekatan yang membuat Yudha akan sa
Ekstra Part 5"Bagaimana, Mbak Citra? Sudah siap?" tanya Dokter Budi. Lelaki itu mendekat saat Melda sudah menyadari kehadirannya.Melda buru-buru menyingkir dari tempat itu lantaran merasa malu karena sudah ketahuan membicarakan orang lain di hadapan yang bersangkutan."Antara siap dan tidak siap sih, Dok." Citra meringis."Sebenarnya saya deg-degan, karena ini pengalaman pertama saya. Tolong dimaklumi ya, Dok.""Tidak apa-apa. Tidak akan terjadi apa-apa. Kami semua sudah mempersiapkan dengan baik. Jangan khawatir Mbak Citra." Tangan lelaki itu terulur, mengusap kepala sang pasien kesayangannya.Lelaki itu merasa bersyukur, kini dia sudah selangkah lebih maju. Hakim sudah ketok palu dan Citra sudah resmi bercerai dari suaminya, walaupun mungkin masa iddahnya baru berakhir setelah wanita ini melahirkan. Ya, hanya sebentar lagi. Sebentar lagi ia bisa menyatakan perasaannya kepada wanita ini. Wanita cantik dan mandiri, sangat pas dengan kriteria wanita idamannya. Dia membutuhkan seoran
Ekstra Part 4Niat hati ingin segera meloloskan diri demi menyusul Citra yang sudah lebih dulu masuk ke dalam gedung rumah sakit ini, tapi ternyata Kevin malah dihadang oleh beberapa orang lelaki berseragam petugas medis. Mereka mencekal Kevin dan memaksanya berjalan menuju pintu pagar. Mereka baru melepaskan Kevin setelah lelaki itu berada di luar batas area rumah sakit ini."Sial! Sial!" Lelaki itu mengumpat dalam hati melihat Yudha dan rekannya sudah menghadangnya di depan pintu pagar, sehingga dia tidak bisa lagi menerobos masuk."Pergilah, Kevin. Jangan membuat kekacauan di sini," ujar Yudha dingin. Dia berusaha mengabaikan sejenak kegalauan yang bersarang di hatinya."Aku tidak akan pergi sebelum kalian memberi jalan padaku untuk masuk ke rumah sakit ini. Aku yang lebih berhak mendampingi Citra melahirkan, karena anak itu adalah anakku!" ucap Kevin pongah dengan nada menindas. Tangannya bersedekap di dada. Lelaki itu mendongakkan wajah menatap Yudha yang tak kalah beringas."Keh
Ekstra part 3Pengalaman melahirkan sungguh mendebarkan bagi Citra. Dari sejak bangun tidur, mandi, kemudian menyiapkan segala sesuatunya untuk keperluan persalinannya di rumah sakit nanti, lalu sarapan bersama dengan bik Sum dan Melda.Hanya dua orang itu yang menemaninya pergi ke rumah sakit. Tetapi tidak masalah. Citra bersyukur dia memiliki dua orang yang sangat baik dan mau menemaninya dengan tulus.Setelah memastikan keadaan rumah aman dan pintu terkunci rapat, ketiga wanita itu segera masuk ke dalam mobil. Melda yang kebagian menyetir menjalankan mobilnya dengan kecepatan rendah. Hari ini adalah jadwal operasi caesar untuk Citra. Citra memilih melahirkan secara caesar untuk menghindari komplikasi. Usianya yang sudah 40 tahun cukup beresiko jika memaksakan melahirkan secara normal, lagi pula Citra bukan orang yang sanggup menahan rasa sakit.Sekali lagi cara melahirkan itu adalah pilihan. Bukan soal melahirkan secara normal atau operasi, tetapi kembali kepada kesanggupan tiap ca
Ekstra part 2"Jangan memikirkan soal sewa, Ri, karena aku yang akan menyewakannya untukmu," sahut Leo berbohong. Padahal sebenarnya apartemen ini adalah apartemen pribadi milik Leo sendiri. Dia tidak menyewanya. Apartemen yang sudah lama tidak pernah ia tinggali, karena Leo memilih untuk tinggal di apartemen sederhana yang sesuai dengan perannya sebagai pengawal pribadi seorang nyonya muda."Tapi..." Riri masih ingin memprotes."Sudahlah, Ri," tukas Leo seraya masuk ke dalam apartemen ini, sembari membawakan barang-barang milik Riri. "Masuklah, jangan cuma berdiri di depan pintu seperti itu. Kamu nggak usah takut padaku."Antara percaya atau tidak, tapi yang jelas hatinya benar-benar gamang. Akhirnya Riri melangkah masuk ke dalam. Apartemen ini benar-benar mewah, dengan ukuran yang cukup luas untuk ia tinggali sendirian. Dia baru berada di area ruang tamu, tapi sudah merasakan aura yang berbeda. Di ruang tamu ada satu set sofa dengan meja kaca di tengah-tengah. Lampu kristal yang me
Ekstra Part 1Riri masih menimang amplop berwarna coklat tua di tangannya. Amplop yang diberikan oleh Zakia beberapa jam yang lalu sebelum wanita itu pergi dari rumah ini. Tidak terlalu berat, tetapi Riri yakin, uang yang berada di dalam amplop itu nominalnya cukup besar untuk ukuran dirinya yang hanya orang kecil. Dia belum membukanya, apalagi menghitungnya. Dia masih saja terbawa oleh perasaan.Berat sekali. Rasanya ia ingin menangis saat Zakia memutuskan untuk memberhentikan dirinya sebagai pengasuh Naya. Bukan soal kehilangan pekerjaan, tapi lebih karena perpisahan dengan anak asuhnya. Masih terbayang-bayang semua tingkah anak asuhnya, Aretha Nayyara Az-Zahra yang aktif dan ceria. Balita cantik dan menggemaskan, buah perkawinan nyonya mudanya dengan suami pertamanya.Dia sangat menyayangi anak itu, karena ia pun mengalami hal serupa. Ayah dan ibunya bercerai saat ia masih kecil. Bedanya, Riri memiliki seorang kakak laki-laki yang kemudian bisa menggantikan sosok ayahnya yang pergi
Bab 232"Istrimu benar. setidaknya kamu sudah menjalankan kewajiban dan amanah dari dua wanita itu dan kamu sudah menjadi anak dan cucu yang berbakti," ujar Iqbal menghibur seraya menatap wajah menantunya dalam-dalam."Seandainya mereka masih ada, ibu dan nenekmu pasti juga akan berpikiran sama dengan Papa jika melihat kondisimu memprihatinkan seperti ini. Mereka pasti akan memilih keselamatanmu, ketimbang harta yang tidak berarti apa-apa jika dibandingkan dengan nyawamu," ucap Iqbal lagiMendapatkan bujukan bertubi-tubi dari istri dan kedua mertuanya membuat Arkan terdiam. Usul dari Zakia terasa masuk akal. Namun entah kenapa, dia merasa masih berat. Dia menginginkan semua harta peninggalan milik orang yang dicintainya tetap utuh. Dia sangat ingin menjaganya. Dia tahu sekali, jika ia menyerahkan semua itu kepada anggota keluarga Hadiningrat, maka tidak akan lama, semua itu pasti akan lenyap. Keluarga besar Hadiningrat hanya akan tinggal nama. Padahal di masa lalu, keluarga itu sungg
Bab 231Mendapatkan protes dari anak-anak merupakan sesuatu yang paling membuat hati Zakia pedih. Anak-anak benar. Sejak Zakia dan Arkan sibuk mengurus perusahaan masing-masing, perhatian mereka terhadap anak-anak menjadi sangat terbatas.Sejauh ini semua berjalan sebagaimana mestinya. Dengan dibantu tiga baby sister, Zakia tetap bisa mengurus anak-anaknya dengan baik. Hanya saja, perhatian secara khusus tentunya tidak bisa Zakia lakukan setiap waktu.Entah bagaimana hari-hari ke depan, lantaran Arkan yang harus dirawat di rumah sakit, bahkan saat ini belum juga sadar. Remuk redam rasanya hati Zakia membayangkan kemungkinan terburuk. Dia tidak siap untuk kehilangan suaminya, ayah dari anak-anaknya. Pernikahannya dengan Arkan bisa terjadi dengan melewati banyak hal yang tidak mudah mereka lalui. Mereka bisa sampai ke titik ini dengan perjuangan yang keras. Mereka bahkan harus menikah ulang karena Zakia sudah menemukan orang tua kandungnya, yang berarti pernikahan mereka sebelumnya rus
Bab 230"Apa? Leo?!" Sepasang alis Zakia seketika terangkat."Emangnya kenapa, Nak? Ada apa dengan Leo?" tanya Hanna yang sedikit kaget dengan perubahan di wajah putrinya."Mama tau nggak, gara-gara Leo yang mengantarku pulang ke rumah, Mas Arkan sampai terluka parah begini," adu Zakia. Namun Hanna hanya manggut-manggut."Sayang, Leo itu nggak salah. Tugas Leo itu memang untuk menjaga kamu dan dia digaji oleh papa kamu, jadi dia tidak bekerja untuk Arkan," jelas Hanna. Sebenarnya itu tidak perlu di jelaskan, karena Zakia sudah tahu soal posisi Leo."Nggak gitu juga kali, Ma," bantah Zakia seraya mendengus. Dia merasa sangat kesal."Sesuai dengan tugasnya, Leo itu pastinya memprioritaskan keselamatan kamu, meski di sisi lain dia pun peduli dengan suamimu. Buktinya dia balik lagi ke restoran itu, kan? Meskipun kedatangannya sudah terlambat," ujar Hanna. Dia tahu putrinya kesal, tapi Zakia harus menyadari tugas dan kewajiban Leo. Hendrik dan lainnya memang digaji oleh Arkan, tetapi khus