Bab 196Setelah menerima obat dan vitamin dari Salsa, asisten pribadi dokter Budi, Arkan segera keluar dari ruangan praktek sepupu istrinya itu. Dia melangkah menyusuri lorong dan akhirnya sampai di halaman gedung rumah sakit. Sengaja ia tidak melewati pintu utama, melainkan melalui pintu samping.Namun pemandangan yang dilihatnya kini sungguh membuat dadanya sesak. Arkan melupakan satu hal, yaitu kenyataan bahwa mantan suami dari istrinya itu bekerja di tempat ini. Dialah yang tadi lalai, terlalu asyik mengobrol dengan dokter Budi, sehingga melupakan sang istri yang pamit keluar dari ruangan praktek itu.Entah apa yang menjadi topik pembicaraan Zakia dan Yudha, tapi yang jelas mereka nampak asyik dan serius. Meskipun di antara mereka masih ada jarak, namun itu tak melunturkan kesan keakraban yang tercipta di antara mereka. Bagaimanapun, mereka pernah menjadi suami istri, melewati hari-hari bersama, bahkan tidur di ranjang sama, berbagi kehangatan dan peluh. Bagaimanapun, mereka per
Bab 197"Sudah berkali-kali aku menekankan, jangan didengerin apa kata orang. Kamu cukup mendengarkan kata-kataku." Meskipun kalimat itu diucapkan bernada candaan, tetapi sebenarnya serius. Arkan ingin Zakia berlepas dari trauma masa lalunya. Banyak hal yang terjadi pada mereka dan banyak hal yang mempengaruhi jalan pikiran istrinya karena masa lalu yang buruk.Bukan cuma kekerasan fisik yang diterima oleh Zakia, tetapi juga kekerasan verbal. Orang-orang yang berada sekitar Zakia dulu begitu merendahkan Zakia, membuatnya tanpa sadar sudah kehilangan kepercayaan diri dan prinsip dalam hidup. Tanpa sadar pikiran Zakia disetir oleh orang-orang yang menginginkan dirinya menjelma seperti robot hidup."Bukan cuma ibu mertuaku, Mas, tetapi juga orang-orang lain di lingkungan tempat tinggalku. Dulu para tetangga pun juga menyuarakan hal yang sama. Anak perempuan, lahiran secara caesar, pemberian susu formula pada bayi baru lahir, semua itu bahkan seperti aib dan memalukan. Wanita yang tidak b
Bab 198Yudha melangkah gontai setelah memarkir kendaraannya di sisi sebuah mobil yang sangat ia kenal. Ya, itu adalah mobil pemilik rumah yang ditinggalinya ini. Yudha cukup tahu diri dengan menyebut bahwa rumah itu adalah milik istrinya, bukan dirinya, dan dia pun tidak mengizinkan siapapun tinggal di sini tanpa seijin Citra, termasuk ibu dan kakak perempuannya.Rumah ini memiliki halaman yang luas, sehingga antara tempat ia memarkir kendaraannya dan teras rumah berjarak beberapa puluh langkah.Pintu depan rumah ini sudah terbuka dengan lampu yang menyala di teras dan ruang tamu. Yudha tahu siapa orang yang telah menyalakannya.Yang jelas bukan pembantu, karena semua pembantu sudah pulang tadi sore. Tidak ada pembantu yang menginap di rumah ini. Mereka hanya bekerja di siang hari dan pulang ketika malam menjelang.Lelaki itu menghela nafas berat ketika menatap sesosok tubuh yang duduk santai di sofa."Mas!" Langkah Yudha terhenti saat sang istri memanggil."Ada apa lagi, Citra?""Ma
Bab 199Di tengah rasa sakit yang menderanya, Citra berhasil meraih ponselnya, meskipun itu ia lakukan dengan cara merangkak. Dia sudah tak sanggup lagi berjalan karena perutnya benar-benar sakit. Untung saja ponsel itu berada di sofa yang berada di ruang tamu. Dan untung saja dia tidak membawa tas tangannya itu ke dalam kamar yang berada di lantai dua rumah ini.Citra sungguh tidak bisa membayangkan, karena tak ada seorangpun di rumah ini. Semua pembantu tidak seorangpun yang menginap.Hanya satu nama yang ia hubungi, Zakia, di samping pihak taksi online. Dia sengaja memesan taksi, lantaran sudah tak kuat lagi menyetir. Namun, Citra pun cukup tahu diri. Dia hanya menghubungi Zakia lewat pesan, karena ini sudah malam dan kemungkinan Zakia sedang istirahat.15 menit bagi Citra adalah waktu yang lama. Akhirnya taksi yang ia pesan datang. Seorang lelaki bertubuh tegap berlari dan membopong tubuh perempuan itu dan juga tas tangan miliknya. "Tujuan sesuai aplikasi ya, Bu. RSIA Cahaya Bund
Bab 200"Lho.... Bukannya itu Mama Marina?!' Zakia mengerjapkan matanya. Tatapannya tertuju pada seorang perempuan tua yang tengah menadahkan tangan di bawah lampu pengatur lalu lintas, tak jauh dari mobilnya yang berhenti lantaran lampu yang masih berwarna merah.Zakia sudah bergerak, bermaksud keluar dari mobil. Namun tangan Kanaya dengan lembut menahannya, seraya mengatakan bahwa mereka harus segera mengadakan meeting pagi ini. Ada yang lebih penting selain menemui perempuan tua mantan ibu mertuanya itu. Pertemuan pagi ini sangat penting, karena akan ada sesi penandatanganan berkas kontrak antara Arsyanendra Group, dengan perusahaan Stefan.Zakia mendesah. Dia mengurungkan niatnya. Kanaya benar. Mereka memang harus segera pergi tatkala lampu menyala berwarna hijau. Restoran tempat pertemuan dengan klien sudah tidak berapa jauh lagi dari tempat itu.Sesampainya di tempat tujuan, Zakia dan Kanaya segera bergabung dengan perwakilan dari perusahaan mie instan yang bernaung di bawah Ars
Bab 201Zakia baru saja menyelesaikan makan malam tatkala ponselnya berdering. Nama Leo tertera di layar ponsel yang seketika membuat mata wanita itu berbinar. Dia segera menekan tombol berwarna hijau."Bagaimana dengan tugasmu? Apakah sudah selesai?" Suara Zakia terdengar datar."Beres, Nyonya. Semua sudah selesai. Bu Marina sedang berada di rumah yang sudah saya sewa untuk sementara waktu....""Bagus. Kamu temui dia dan jangan katakan apapun tentang saya. Mainkan peran sebagai majikan seperti yang dikatakan oleh anak buahmu.""Iya, Nyonya. Sebentar lagi beliau akan bangun. Kami terpaksa membawanya dalam keadaan tidak sadar untuk menghindari perdebatan dan menarik perhatian banyak orang. Untung saja putrinya sedang tidak ada di rumah.""Saya tidak menyalahkan kamu, Leo." sahut Zakia seraya melirik Arkan yang nampak menatap tajam kepadanya. Zakia berharap agar Arkan tidak salah paham karena ia bicara dengan seorang lelaki. Dia sengaja menyebut nama Leo yang tentu saja sangat dikenal o
Bab 202Marina memaksakan diri untuk duduk, meski kepalanya masih terasa pusing. Dia menatap ketiga pria itu bergantian.Perempuan tua itu berusaha menahan rasa takutnya. Ketiga orang itu berpakaian nyaris sama, memakai baju hitam dengan celana hitam, bahkan salah seorang di antara mereka memakai jaket yang juga berwarna hitam. Lelaki yang berada di tengah-tengah itu yang Marina perkirakan adalah majikan dua orang lelaki yang menjemputnya paksa tadi petang di rumahnya."Apa mau kalian sebenarnya? Kalau kalian membawa saya kemari karena ingin uang dari anak-anak saya, berarti kalian sudah salah orang. Mereka bukan anak-anak yang berbakti. Jadi tidak mungkin menebus saya. Jika saya mati sekalipun, mereka tidak akan peduli," ucap Marina. Wanita itu menegakkan wajahnya membalas tatapan pria berjaket hitam itu yang kini berdiri tepat di hadapannya dengan kedua tangan bersedekap di dada. Jarak mereka kini hanya sekitar satu meter."Perkenalkan, nama saya Leo. Sayalah yang ingin bertemu den
Bab 203"Jadi ini tempat tinggal yang kalian janjikan?! Tidak sudi! Saya bukan orang jompo. Ini penghinaan buat saya!" Marina terus meronta dari pegangan dua pria bertubuh kekar. "Ini adalah tempat tinggal yang paling cocok untuk Ibu. Di tempat ini ibu akan dilayani oleh para perawat dan petugas yang ada di sini. Di samping itu, Ibu tidak perlu repot memikirkan soal biaya hidup. Kami yang akan menanggung biaya hidup Ibu selama tinggal di sini. Ibu pun tidak perlu lagi turun ke jalan untuk mengemis!" bujuk Leo."Kamu bilang saya akan mendapatkan sebuah rumah. Kenapa saya harus tinggal di sini?!" gugat Marina. Dia jelas merasa ditipu. Tak pernah terbayang di benaknya jika dia harus tinggal di tempat penampungan orang-orang tua yang terlantar ini."Inilah rumah yang saya maksudkan, Bu. Di sini pun ada orang-orang yang bertugas untuk melayani ibu dan para penghuni panti lainnya. Memberikan tempat tinggal dan biaya hidup, bukankah itu sudah cukup?" Leo memberi isyarat kepada dua anak buah
Ekstra Part 6 (Penutup)Kenapa penyesalan selalu datang terlambat?!Ingin rasanya ia menangis, tetapi tak bisa. Dia seorang laki-laki, pantang baginya untuk menangis. Dia harus tegar menghadapi kenyataan ini. Dialah yang membuat Citra akhirnya menggugat cerai dirinya. Dia yang tidak bisa menerima anak itu. Dia tidak bisa menerima kehamilan Citra, padahal Citra tidak salah. Yang salah disini adalah Kevin yang sudah berbuat curang. Sepanjang pernikahannya dengan wanita itu, dia sudah menyakitinya, bukan membuatnya bahagia. Apalagi ibu dan kakak perempuannya yang selalu saja menindas, menuntutnya macam-macam. Citra sama sekali tidak menemukan ketenangan hidup saat menikah dengannya.Dia pula yang membiarkan kedekatan Citra dengan dokter Budi, direktur rumah sakit ini. Kedekatan yang terjalin karena ia memang tak pernah mendampingi Citra kontrol kehamilan dan kemungkinan faktor itu yang membuat dokter Budi simpati kepada Citra. Sekarang hasilnya apa?!Kedekatan yang membuat Yudha akan sa
Ekstra Part 5"Bagaimana, Mbak Citra? Sudah siap?" tanya Dokter Budi. Lelaki itu mendekat saat Melda sudah menyadari kehadirannya.Melda buru-buru menyingkir dari tempat itu lantaran merasa malu karena sudah ketahuan membicarakan orang lain di hadapan yang bersangkutan."Antara siap dan tidak siap sih, Dok." Citra meringis."Sebenarnya saya deg-degan, karena ini pengalaman pertama saya. Tolong dimaklumi ya, Dok.""Tidak apa-apa. Tidak akan terjadi apa-apa. Kami semua sudah mempersiapkan dengan baik. Jangan khawatir Mbak Citra." Tangan lelaki itu terulur, mengusap kepala sang pasien kesayangannya.Lelaki itu merasa bersyukur, kini dia sudah selangkah lebih maju. Hakim sudah ketok palu dan Citra sudah resmi bercerai dari suaminya, walaupun mungkin masa iddahnya baru berakhir setelah wanita ini melahirkan. Ya, hanya sebentar lagi. Sebentar lagi ia bisa menyatakan perasaannya kepada wanita ini. Wanita cantik dan mandiri, sangat pas dengan kriteria wanita idamannya. Dia membutuhkan seoran
Ekstra Part 4Niat hati ingin segera meloloskan diri demi menyusul Citra yang sudah lebih dulu masuk ke dalam gedung rumah sakit ini, tapi ternyata Kevin malah dihadang oleh beberapa orang lelaki berseragam petugas medis. Mereka mencekal Kevin dan memaksanya berjalan menuju pintu pagar. Mereka baru melepaskan Kevin setelah lelaki itu berada di luar batas area rumah sakit ini."Sial! Sial!" Lelaki itu mengumpat dalam hati melihat Yudha dan rekannya sudah menghadangnya di depan pintu pagar, sehingga dia tidak bisa lagi menerobos masuk."Pergilah, Kevin. Jangan membuat kekacauan di sini," ujar Yudha dingin. Dia berusaha mengabaikan sejenak kegalauan yang bersarang di hatinya."Aku tidak akan pergi sebelum kalian memberi jalan padaku untuk masuk ke rumah sakit ini. Aku yang lebih berhak mendampingi Citra melahirkan, karena anak itu adalah anakku!" ucap Kevin pongah dengan nada menindas. Tangannya bersedekap di dada. Lelaki itu mendongakkan wajah menatap Yudha yang tak kalah beringas."Keh
Ekstra part 3Pengalaman melahirkan sungguh mendebarkan bagi Citra. Dari sejak bangun tidur, mandi, kemudian menyiapkan segala sesuatunya untuk keperluan persalinannya di rumah sakit nanti, lalu sarapan bersama dengan bik Sum dan Melda.Hanya dua orang itu yang menemaninya pergi ke rumah sakit. Tetapi tidak masalah. Citra bersyukur dia memiliki dua orang yang sangat baik dan mau menemaninya dengan tulus.Setelah memastikan keadaan rumah aman dan pintu terkunci rapat, ketiga wanita itu segera masuk ke dalam mobil. Melda yang kebagian menyetir menjalankan mobilnya dengan kecepatan rendah. Hari ini adalah jadwal operasi caesar untuk Citra. Citra memilih melahirkan secara caesar untuk menghindari komplikasi. Usianya yang sudah 40 tahun cukup beresiko jika memaksakan melahirkan secara normal, lagi pula Citra bukan orang yang sanggup menahan rasa sakit.Sekali lagi cara melahirkan itu adalah pilihan. Bukan soal melahirkan secara normal atau operasi, tetapi kembali kepada kesanggupan tiap ca
Ekstra part 2"Jangan memikirkan soal sewa, Ri, karena aku yang akan menyewakannya untukmu," sahut Leo berbohong. Padahal sebenarnya apartemen ini adalah apartemen pribadi milik Leo sendiri. Dia tidak menyewanya. Apartemen yang sudah lama tidak pernah ia tinggali, karena Leo memilih untuk tinggal di apartemen sederhana yang sesuai dengan perannya sebagai pengawal pribadi seorang nyonya muda."Tapi..." Riri masih ingin memprotes."Sudahlah, Ri," tukas Leo seraya masuk ke dalam apartemen ini, sembari membawakan barang-barang milik Riri. "Masuklah, jangan cuma berdiri di depan pintu seperti itu. Kamu nggak usah takut padaku."Antara percaya atau tidak, tapi yang jelas hatinya benar-benar gamang. Akhirnya Riri melangkah masuk ke dalam. Apartemen ini benar-benar mewah, dengan ukuran yang cukup luas untuk ia tinggali sendirian. Dia baru berada di area ruang tamu, tapi sudah merasakan aura yang berbeda. Di ruang tamu ada satu set sofa dengan meja kaca di tengah-tengah. Lampu kristal yang me
Ekstra Part 1Riri masih menimang amplop berwarna coklat tua di tangannya. Amplop yang diberikan oleh Zakia beberapa jam yang lalu sebelum wanita itu pergi dari rumah ini. Tidak terlalu berat, tetapi Riri yakin, uang yang berada di dalam amplop itu nominalnya cukup besar untuk ukuran dirinya yang hanya orang kecil. Dia belum membukanya, apalagi menghitungnya. Dia masih saja terbawa oleh perasaan.Berat sekali. Rasanya ia ingin menangis saat Zakia memutuskan untuk memberhentikan dirinya sebagai pengasuh Naya. Bukan soal kehilangan pekerjaan, tapi lebih karena perpisahan dengan anak asuhnya. Masih terbayang-bayang semua tingkah anak asuhnya, Aretha Nayyara Az-Zahra yang aktif dan ceria. Balita cantik dan menggemaskan, buah perkawinan nyonya mudanya dengan suami pertamanya.Dia sangat menyayangi anak itu, karena ia pun mengalami hal serupa. Ayah dan ibunya bercerai saat ia masih kecil. Bedanya, Riri memiliki seorang kakak laki-laki yang kemudian bisa menggantikan sosok ayahnya yang pergi
Bab 232"Istrimu benar. setidaknya kamu sudah menjalankan kewajiban dan amanah dari dua wanita itu dan kamu sudah menjadi anak dan cucu yang berbakti," ujar Iqbal menghibur seraya menatap wajah menantunya dalam-dalam."Seandainya mereka masih ada, ibu dan nenekmu pasti juga akan berpikiran sama dengan Papa jika melihat kondisimu memprihatinkan seperti ini. Mereka pasti akan memilih keselamatanmu, ketimbang harta yang tidak berarti apa-apa jika dibandingkan dengan nyawamu," ucap Iqbal lagiMendapatkan bujukan bertubi-tubi dari istri dan kedua mertuanya membuat Arkan terdiam. Usul dari Zakia terasa masuk akal. Namun entah kenapa, dia merasa masih berat. Dia menginginkan semua harta peninggalan milik orang yang dicintainya tetap utuh. Dia sangat ingin menjaganya. Dia tahu sekali, jika ia menyerahkan semua itu kepada anggota keluarga Hadiningrat, maka tidak akan lama, semua itu pasti akan lenyap. Keluarga besar Hadiningrat hanya akan tinggal nama. Padahal di masa lalu, keluarga itu sungg
Bab 231Mendapatkan protes dari anak-anak merupakan sesuatu yang paling membuat hati Zakia pedih. Anak-anak benar. Sejak Zakia dan Arkan sibuk mengurus perusahaan masing-masing, perhatian mereka terhadap anak-anak menjadi sangat terbatas.Sejauh ini semua berjalan sebagaimana mestinya. Dengan dibantu tiga baby sister, Zakia tetap bisa mengurus anak-anaknya dengan baik. Hanya saja, perhatian secara khusus tentunya tidak bisa Zakia lakukan setiap waktu.Entah bagaimana hari-hari ke depan, lantaran Arkan yang harus dirawat di rumah sakit, bahkan saat ini belum juga sadar. Remuk redam rasanya hati Zakia membayangkan kemungkinan terburuk. Dia tidak siap untuk kehilangan suaminya, ayah dari anak-anaknya. Pernikahannya dengan Arkan bisa terjadi dengan melewati banyak hal yang tidak mudah mereka lalui. Mereka bisa sampai ke titik ini dengan perjuangan yang keras. Mereka bahkan harus menikah ulang karena Zakia sudah menemukan orang tua kandungnya, yang berarti pernikahan mereka sebelumnya rus
Bab 230"Apa? Leo?!" Sepasang alis Zakia seketika terangkat."Emangnya kenapa, Nak? Ada apa dengan Leo?" tanya Hanna yang sedikit kaget dengan perubahan di wajah putrinya."Mama tau nggak, gara-gara Leo yang mengantarku pulang ke rumah, Mas Arkan sampai terluka parah begini," adu Zakia. Namun Hanna hanya manggut-manggut."Sayang, Leo itu nggak salah. Tugas Leo itu memang untuk menjaga kamu dan dia digaji oleh papa kamu, jadi dia tidak bekerja untuk Arkan," jelas Hanna. Sebenarnya itu tidak perlu di jelaskan, karena Zakia sudah tahu soal posisi Leo."Nggak gitu juga kali, Ma," bantah Zakia seraya mendengus. Dia merasa sangat kesal."Sesuai dengan tugasnya, Leo itu pastinya memprioritaskan keselamatan kamu, meski di sisi lain dia pun peduli dengan suamimu. Buktinya dia balik lagi ke restoran itu, kan? Meskipun kedatangannya sudah terlambat," ujar Hanna. Dia tahu putrinya kesal, tapi Zakia harus menyadari tugas dan kewajiban Leo. Hendrik dan lainnya memang digaji oleh Arkan, tetapi khus