Bab 145Putri terduduk lemas di ranjangnya setelah puas menumpahkan kemarahan. Dia meraba perutnya. Perutnya memang masih rata, belum terlihat seperti layaknya orang hamil pada umumnya."Jika Mas Arkan tidak mau menikah denganku, maka aku harus menikah dengan siapa?"Putri memijat pelipisnya, lantas merebahkan diri di pembaringan. Pembaringan yang juga sama kacaunya dengan area kamarnya yang lain. Matanya nyalang menatap langit-langit kamar. Kali ini dia benar-benar resah. Sepanjang petualangannya, ia sudah terbiasa mendapatkan lelaki yang diinginkannya, tetapi kenapa kali ini tidak?Padahal dia sangat butuh seorang lelaki untuk menikah dengannya agar janin yang tengah di kandungnya bisa punya ayah saat lahirnya nanti.Sebenarnya ia bisa saja aborsi, tapi tak tega....Lagi pula, aborsi bukan solusi yang aman. Bisa saja nyawanya melayang jika aborsi di lakukan secara sembarangan. Putri tak mau mengambil resiko itu. Dia takut....Lebih baik ia melahirkan. Hanya saja, siapa orang yang be
Bab 146Putri mendesah frustasi. Kedatangan ibunya ke kamar ini bukan memberi solusi bagaimana caranya membuat Arkan mau menikahinya, tetapi malah membuat kepalanya bertambah pusing. Di sisi lain, ia pun mengakui kebenaran dari perkataan ibunya. Mereka memang harus mengerahkan segala upaya untuk membuat Arkan mau menikah dengannya, sebab tidak ada seorangpun dari anggota keluarga mereka yang mau hidup miskin. Hanya Arkan satu-satunya harapan. Dua orang kakak perempuannya juga tidak bisa diharapkan. Kedua suami mereka bukanlah pria kaya raya, bahkan kedua lelaki itu selama ini bergantung kepada kedua kakak perempuan Putri. Mereka terbiasa mendapatkan sesuatu dengan mudah, sehingga malas berusaha.Putri menatap nanar kepergian sang ibunda yang melenggang santai meninggalkan kamarnya. Diam-diam sepasang tangan gadis itu mengepal. Duhai, kenapa semua beban malah ditimpakan kepadanya seorang diri? Bukankah seharusnya dia mendapat dukungan penuh, agar bisa melewati semua masalahnya? Hamil
Bab 147"Kamu ini gimana sih?! Katanya Arkan akan datang ke rumah ini, tapi ternyata ia malah datang bersama Zakia!" protes Melinda yang tak bisa menyembunyikan kegusaran saat sudah berada di kamar Putri.Gadis yang tengah asyik berada di hadapan cermin itu seketika menoleh. Sembari menyibak rambutnya, ia mengangkat wajah, memandang Melinda yang bertolak pinggang di hadapannya. "Aku juga tidak tahu, Ma. Mana mungkin aku bisa mengatur hal itu. Tapi buktinya Mas Arkan datang, bukan? Setidaknya aku berhasil membujuk laki-laki itu untuk datang kemari....""Dan keikutsertaan Zakia membuat rencana kita kacau balau. Memangnya kamu sudah lupa dengan apa yang sudah kita rencanakan? Malam ini seharusnya adalah acara pengukuhan Arkan sebagai tunanganmu," tegas Melinda. Wanita itu akhirnya duduk di tempat tidur, sementara Putri menyusul duduk di sampingnya beberapa saat kemudian, tepatnya setelah ia mengambil kerudung berwarna putih dari dalam lemari.Khusus acara malam ini, Putri sengaja berpa
Bab 148"Tante pikir itu gampang? Aku bisa saja menganggap Putri sebagai adikku, mengingat ia adalah anak perempuan dari Papa tiri Mas Arkan. Akan tetapi, bukan sebagai adik madu!""Kita ini sesama perempuan, Tante. Bagaimana jika seandainya posisi kita terbalik? Tante yang mendapati suami tante mendapatkan tawaran seperti ini." Kemampuannya mengendalikan emosi benar-benar diuji saat ini. Zakia harus mati-matian menjaga intonasi suaranya. Gestur tubuhnya pun dibuat tidak terlalu berlebihan."Sayang.... Maaf banget." Melinda buru-buru menyela. "Bukan Tante bermaksud menyinggung perasaanmu, tapi Tante hanya ingin agar wasiat mendiang papa Drajat bisa terlaksana, lagi pula kalau nantinya Arkan dan Putri tidak cocok, toh mereka bisa bercerai.""Jangan coba-coba bermain dengan sebuah pernikahan, Tante. Pernikahan itu ibadah. Jika niatnya hanya sekedar untuk memenuhi wasiat, apakah itu ibadah namanya?!" tandas Zakia. Tatapannya demikian menghujam.Melinda menghembuskan nafas. Dia tahu Zakia
Bab 149Kali ini Melinda tak bisa mencegah kepergian Arkan dan Zakia. Sebab jika mencegah, maka dia harus siap-siap untuk menjawab pertanyaan yang tentu saja tidak akan pernah bisa dia jawab. Tidak mungkin Melinda mengatakan alasan yang sebenarnya, kenapa dia ingin sekali menikahkan Arkan dengan Putri. Tak boleh ada yang tahu kehamilan putrinya, karena itu akan sangat memalukan.Jika Arkan menolak menikah dengan Putri, lalu siapa yang harus menikah dengan putrinya? Melinda memijat kepalanya menatap kepergian sepasang suami istri itu dengan perasaan tak menentu.Malam ini ia gagal membujuk Zakia dan Arkan. Harus diakui Arkan dan Zakia memiliki prinsip yang sangat kuat dan tak gampang goyahHaruskah dia mengirim Putri ke luar negeri demi menutupi aib ini?"Kenapa Mama malah membiarkan mereka pergi? Aku gimana?" keluh Putri saat keduanya berada di kamar gadis itu."Kamu pikir Mama akan semudah itu membeberkan alasan yang sebenarnya kenapa Arkan harus menikahimu, begitu?" sergah Melinda
Bab 150Zakia menggeliat saat tubuhnya terasa susah untuk digerakkan. Dia membuka mata dan mendapati sepasang tangan besar melingkar di perutnya. Wanita itu berdecak kasar. Suaminya yang satu ini memang pantang menyerah untuk menggodanya, padahal tadi malam ia sedang dalam mode diam. Zakia butuh waktu sebentar untuk menetralkan suasana batinnya.Bersusah payah dia memutar tubuhnya menghadap sang suami. Zakia memindai struktur wajah Arkan yang nampak damai dalam tidurnya. Wajah yang senantiasa dia kagumi, pahatan karya Tuhan yang paling sempurna menurutnya. Arkan memang memiliki fisik yang rupawan dan kemungkinan itu berasal dari gen sang ayah atau ibunya. Mendadak Zakia tersenyum. Rasa kesalnya yang ia bawa dari tadi malam mendadak sirna. Tak salah jika Arkan digilai oleh banyak perempuan. Memangnya siapa yang bisa menolak pesona suaminya ini? Lelaki ini bukan cuma berwajah tampan, tapi dia pun kaya raya meski kenyataannya semua harta yang dimiliki oleh Arkan saat ini kepemilikannya
Bab 151"Kak Risa!" pekik Zakia.Setelah ia berhasil menyibak kerumunan itu, seketika mata Zakia melotot. Seorang wanita berpakaian lusuh dan dengan kondisi berlumuran darah tepat berada di hadapannya.Dengan menggunakan kedua tangannya, Zakia memberi isyarat agar orang-orang itu berhenti memukuli Risa, lantas memapah wanita itu menuju mobil. Untung saja kemacetan sudah mulai terurai, jadi Zakia bisa langsung tancap gas menuju rumah sakit terdekat, setelah terlibat sedikit perdebatan dengan orang-orang yang barusan mengeroyok Risa."Apa yang terjadi, Kak? Apa benar yang dikatakan orang-orang itu kalau Kakak mencuri di sebuah toko emas?!"Wanita itu tak menjawab. Hanya rintihan yang meluncur dari mulutnya. Sakit yang mendera sekujur tubuh membuat Risa serasa ingin mati saja, padahal dokter sudah memasukkan obat anti nyeri dan antibiotik agar dia tidak kesakitan.Namun tetap saja ia merasakan nyeri yang sangat. Mungkin sebentar lagi obat itu akan bekerja dan nyeri di tubuhnya sedikit be
Bab 152Keduanya berjalan berdampingan, karena Zakia menolak saat Kanaya mengambil posisi untuk berjalan di belakangnya. Buat Zakia Kanaya lebih dari sekedar asisten, tetapi adik. Gadis berusia 21 tahun dan sedang kuliah di salah satu universitas swasta terkemuka itu sangat berarti untuk membantu pekerjaannya, lagi pula kepribadian Kanaya boleh dikatakan cukup baik. Kanaya adalah orang yang dipilih oleh papanya untuk menempati posisi sebagai asisten pribadi Zakia. Zakia mempercayakan semuanya kepada sang Papa. Wanita itu masih trauma dengan orang-orang yang berada di sekelilingnya dulu yang kebanyakan malah berkhianat kepadanya dan Arkan.Pertemuan hari ini berada di VIP room restoran itu. Ya tentu saja, karena mereka akan membahas hal yang penting. Salah satu anak perusahaan yang berada di bawah naungan Arsyanendra Group dan bergerak di bidang perhotelan akan membangun sebuah hotel di Sydney, Australia dan bekerjasama dengan perusahaan milik Ronald. Seorang lelaki bertubuh kekar deng
Ekstra Part 6 (Penutup)Kenapa penyesalan selalu datang terlambat?!Ingin rasanya ia menangis, tetapi tak bisa. Dia seorang laki-laki, pantang baginya untuk menangis. Dia harus tegar menghadapi kenyataan ini. Dialah yang membuat Citra akhirnya menggugat cerai dirinya. Dia yang tidak bisa menerima anak itu. Dia tidak bisa menerima kehamilan Citra, padahal Citra tidak salah. Yang salah disini adalah Kevin yang sudah berbuat curang. Sepanjang pernikahannya dengan wanita itu, dia sudah menyakitinya, bukan membuatnya bahagia. Apalagi ibu dan kakak perempuannya yang selalu saja menindas, menuntutnya macam-macam. Citra sama sekali tidak menemukan ketenangan hidup saat menikah dengannya.Dia pula yang membiarkan kedekatan Citra dengan dokter Budi, direktur rumah sakit ini. Kedekatan yang terjalin karena ia memang tak pernah mendampingi Citra kontrol kehamilan dan kemungkinan faktor itu yang membuat dokter Budi simpati kepada Citra. Sekarang hasilnya apa?!Kedekatan yang membuat Yudha akan sa
Ekstra Part 5"Bagaimana, Mbak Citra? Sudah siap?" tanya Dokter Budi. Lelaki itu mendekat saat Melda sudah menyadari kehadirannya.Melda buru-buru menyingkir dari tempat itu lantaran merasa malu karena sudah ketahuan membicarakan orang lain di hadapan yang bersangkutan."Antara siap dan tidak siap sih, Dok." Citra meringis."Sebenarnya saya deg-degan, karena ini pengalaman pertama saya. Tolong dimaklumi ya, Dok.""Tidak apa-apa. Tidak akan terjadi apa-apa. Kami semua sudah mempersiapkan dengan baik. Jangan khawatir Mbak Citra." Tangan lelaki itu terulur, mengusap kepala sang pasien kesayangannya.Lelaki itu merasa bersyukur, kini dia sudah selangkah lebih maju. Hakim sudah ketok palu dan Citra sudah resmi bercerai dari suaminya, walaupun mungkin masa iddahnya baru berakhir setelah wanita ini melahirkan. Ya, hanya sebentar lagi. Sebentar lagi ia bisa menyatakan perasaannya kepada wanita ini. Wanita cantik dan mandiri, sangat pas dengan kriteria wanita idamannya. Dia membutuhkan seoran
Ekstra Part 4Niat hati ingin segera meloloskan diri demi menyusul Citra yang sudah lebih dulu masuk ke dalam gedung rumah sakit ini, tapi ternyata Kevin malah dihadang oleh beberapa orang lelaki berseragam petugas medis. Mereka mencekal Kevin dan memaksanya berjalan menuju pintu pagar. Mereka baru melepaskan Kevin setelah lelaki itu berada di luar batas area rumah sakit ini."Sial! Sial!" Lelaki itu mengumpat dalam hati melihat Yudha dan rekannya sudah menghadangnya di depan pintu pagar, sehingga dia tidak bisa lagi menerobos masuk."Pergilah, Kevin. Jangan membuat kekacauan di sini," ujar Yudha dingin. Dia berusaha mengabaikan sejenak kegalauan yang bersarang di hatinya."Aku tidak akan pergi sebelum kalian memberi jalan padaku untuk masuk ke rumah sakit ini. Aku yang lebih berhak mendampingi Citra melahirkan, karena anak itu adalah anakku!" ucap Kevin pongah dengan nada menindas. Tangannya bersedekap di dada. Lelaki itu mendongakkan wajah menatap Yudha yang tak kalah beringas."Keh
Ekstra part 3Pengalaman melahirkan sungguh mendebarkan bagi Citra. Dari sejak bangun tidur, mandi, kemudian menyiapkan segala sesuatunya untuk keperluan persalinannya di rumah sakit nanti, lalu sarapan bersama dengan bik Sum dan Melda.Hanya dua orang itu yang menemaninya pergi ke rumah sakit. Tetapi tidak masalah. Citra bersyukur dia memiliki dua orang yang sangat baik dan mau menemaninya dengan tulus.Setelah memastikan keadaan rumah aman dan pintu terkunci rapat, ketiga wanita itu segera masuk ke dalam mobil. Melda yang kebagian menyetir menjalankan mobilnya dengan kecepatan rendah. Hari ini adalah jadwal operasi caesar untuk Citra. Citra memilih melahirkan secara caesar untuk menghindari komplikasi. Usianya yang sudah 40 tahun cukup beresiko jika memaksakan melahirkan secara normal, lagi pula Citra bukan orang yang sanggup menahan rasa sakit.Sekali lagi cara melahirkan itu adalah pilihan. Bukan soal melahirkan secara normal atau operasi, tetapi kembali kepada kesanggupan tiap ca
Ekstra part 2"Jangan memikirkan soal sewa, Ri, karena aku yang akan menyewakannya untukmu," sahut Leo berbohong. Padahal sebenarnya apartemen ini adalah apartemen pribadi milik Leo sendiri. Dia tidak menyewanya. Apartemen yang sudah lama tidak pernah ia tinggali, karena Leo memilih untuk tinggal di apartemen sederhana yang sesuai dengan perannya sebagai pengawal pribadi seorang nyonya muda."Tapi..." Riri masih ingin memprotes."Sudahlah, Ri," tukas Leo seraya masuk ke dalam apartemen ini, sembari membawakan barang-barang milik Riri. "Masuklah, jangan cuma berdiri di depan pintu seperti itu. Kamu nggak usah takut padaku."Antara percaya atau tidak, tapi yang jelas hatinya benar-benar gamang. Akhirnya Riri melangkah masuk ke dalam. Apartemen ini benar-benar mewah, dengan ukuran yang cukup luas untuk ia tinggali sendirian. Dia baru berada di area ruang tamu, tapi sudah merasakan aura yang berbeda. Di ruang tamu ada satu set sofa dengan meja kaca di tengah-tengah. Lampu kristal yang me
Ekstra Part 1Riri masih menimang amplop berwarna coklat tua di tangannya. Amplop yang diberikan oleh Zakia beberapa jam yang lalu sebelum wanita itu pergi dari rumah ini. Tidak terlalu berat, tetapi Riri yakin, uang yang berada di dalam amplop itu nominalnya cukup besar untuk ukuran dirinya yang hanya orang kecil. Dia belum membukanya, apalagi menghitungnya. Dia masih saja terbawa oleh perasaan.Berat sekali. Rasanya ia ingin menangis saat Zakia memutuskan untuk memberhentikan dirinya sebagai pengasuh Naya. Bukan soal kehilangan pekerjaan, tapi lebih karena perpisahan dengan anak asuhnya. Masih terbayang-bayang semua tingkah anak asuhnya, Aretha Nayyara Az-Zahra yang aktif dan ceria. Balita cantik dan menggemaskan, buah perkawinan nyonya mudanya dengan suami pertamanya.Dia sangat menyayangi anak itu, karena ia pun mengalami hal serupa. Ayah dan ibunya bercerai saat ia masih kecil. Bedanya, Riri memiliki seorang kakak laki-laki yang kemudian bisa menggantikan sosok ayahnya yang pergi
Bab 232"Istrimu benar. setidaknya kamu sudah menjalankan kewajiban dan amanah dari dua wanita itu dan kamu sudah menjadi anak dan cucu yang berbakti," ujar Iqbal menghibur seraya menatap wajah menantunya dalam-dalam."Seandainya mereka masih ada, ibu dan nenekmu pasti juga akan berpikiran sama dengan Papa jika melihat kondisimu memprihatinkan seperti ini. Mereka pasti akan memilih keselamatanmu, ketimbang harta yang tidak berarti apa-apa jika dibandingkan dengan nyawamu," ucap Iqbal lagiMendapatkan bujukan bertubi-tubi dari istri dan kedua mertuanya membuat Arkan terdiam. Usul dari Zakia terasa masuk akal. Namun entah kenapa, dia merasa masih berat. Dia menginginkan semua harta peninggalan milik orang yang dicintainya tetap utuh. Dia sangat ingin menjaganya. Dia tahu sekali, jika ia menyerahkan semua itu kepada anggota keluarga Hadiningrat, maka tidak akan lama, semua itu pasti akan lenyap. Keluarga besar Hadiningrat hanya akan tinggal nama. Padahal di masa lalu, keluarga itu sungg
Bab 231Mendapatkan protes dari anak-anak merupakan sesuatu yang paling membuat hati Zakia pedih. Anak-anak benar. Sejak Zakia dan Arkan sibuk mengurus perusahaan masing-masing, perhatian mereka terhadap anak-anak menjadi sangat terbatas.Sejauh ini semua berjalan sebagaimana mestinya. Dengan dibantu tiga baby sister, Zakia tetap bisa mengurus anak-anaknya dengan baik. Hanya saja, perhatian secara khusus tentunya tidak bisa Zakia lakukan setiap waktu.Entah bagaimana hari-hari ke depan, lantaran Arkan yang harus dirawat di rumah sakit, bahkan saat ini belum juga sadar. Remuk redam rasanya hati Zakia membayangkan kemungkinan terburuk. Dia tidak siap untuk kehilangan suaminya, ayah dari anak-anaknya. Pernikahannya dengan Arkan bisa terjadi dengan melewati banyak hal yang tidak mudah mereka lalui. Mereka bisa sampai ke titik ini dengan perjuangan yang keras. Mereka bahkan harus menikah ulang karena Zakia sudah menemukan orang tua kandungnya, yang berarti pernikahan mereka sebelumnya rus
Bab 230"Apa? Leo?!" Sepasang alis Zakia seketika terangkat."Emangnya kenapa, Nak? Ada apa dengan Leo?" tanya Hanna yang sedikit kaget dengan perubahan di wajah putrinya."Mama tau nggak, gara-gara Leo yang mengantarku pulang ke rumah, Mas Arkan sampai terluka parah begini," adu Zakia. Namun Hanna hanya manggut-manggut."Sayang, Leo itu nggak salah. Tugas Leo itu memang untuk menjaga kamu dan dia digaji oleh papa kamu, jadi dia tidak bekerja untuk Arkan," jelas Hanna. Sebenarnya itu tidak perlu di jelaskan, karena Zakia sudah tahu soal posisi Leo."Nggak gitu juga kali, Ma," bantah Zakia seraya mendengus. Dia merasa sangat kesal."Sesuai dengan tugasnya, Leo itu pastinya memprioritaskan keselamatan kamu, meski di sisi lain dia pun peduli dengan suamimu. Buktinya dia balik lagi ke restoran itu, kan? Meskipun kedatangannya sudah terlambat," ujar Hanna. Dia tahu putrinya kesal, tapi Zakia harus menyadari tugas dan kewajiban Leo. Hendrik dan lainnya memang digaji oleh Arkan, tetapi khus