Bab 169Mobil meluncur tenang. Kali ini Arkan sendiri yang menyetir. Dia sengaja tidak menggunakan jasa sopir lantaran ingin sebuah privasi. Ini adalah urusan keluarga dan Arkan tidak mau apa yang mereka bicarakan di mobil terdengar oleh siapapun. Dia tidak ingin ada orang lain yang berada di mobil ini."Kira-kira Tante Gendis mau apa ya, Mas?" cicit Zakia. Matanya lurus menatap jalanan meski sesekali melongok ke belakang. Beberapa motor gede nampak mengikuti mobil mereka. Itu adalah para pengawal yang ditugaskan untuk menyertai perjalanan mereka kali ini. Arkan tidak mau mengambil resiko karena apapun bisa saja terjadi mengingat ia tahu benar siapa sebenarnya Gendis."Mas juga tidak tahu, Sayang. Dia tidak mengatakan keperluannya.""Serasa main tebak-tebakan," keluh Zakia. Diapun menghembuskan nafas. Wajar kalau ia khawatir. Dia tahu betul kisruh di keluarga suaminya. Apalagi sekarang eyang putrinya, Gusti Anjani sudah meninggal dunia. Padahal wanita tua itulah yang selalu menjadi pe
Bab 170"Diam...!!" Tak tahan lagi menahan emosi, Arkan menggebrak meja yang membuat semua orang yang hadir di bilik VVIP restoran ini terkejut."Kalian pikir aku suka diriku ditetapkan sebagai pewaris sah semua warisan Eyang Putri?! Kalian pikir aku menghendaki semua ini?! Nggak sama sekali, Om, Tante! Tanpa warisan pun aku bisa hidup enak. Dari kecil sampai sebesar ini, aku tegak berdiri di atas kakiku sendiri tanpa sokongan sedikitpun dari kalian, orang-orang yang memiliki keterikatan darah denganku!" Kedua telapak tangan Arkan mengepal sangat erat, meski ia tahu genggaman tangan istrinya di pergelangan tangannya juga sangat kuat. Arkan sudah tak bisa lagi mengendalikan emosinya. Dia benci semua orang yang hadir di sini yang bersikap seolah-olah dia mengambil semua harta warisan. Sedikitpun ia tidak pernah berpikir ke arah sana, woy!!"Kalau bukan suka, lantas apa namanya? Tidak mungkin Eyang Putri begitu saja, tiba-tiba memberikan semua warisan itu kepadamu!" tuduh Gendis. Dia a
Bab 171Setiap kali Damar mundur ke belakang, selangkah itu pula Arkan maju, sehingga jarak antara keduanya selalu sama. Bahkan langkah Arkan lebih lebar daripada Damar yang membuat posisi mereka bertambah dekat. Nampak ekspresi panik tersirat dari wajah lelaki paruh baya itu saat tanpa sadar tubuhnya menempel di dinding, sementara orang-orang tak bergerak dari tempatnya berdiri. Nidya dan Gendis berpegangan tangan, sedangkan Darmono dan seorang lelaki berusia senja di sampingnya pun diam. Tak ada pergerakan yang terlihat jelas, hanya mata mereka yang mengikuti pergerakan dua lelaki itu. Arkan dan Damar berdiri berhadap-hadapan. Di beberapa sisi ruangan, nampak beberapa orang lelaki berdiri tegak dan siaga dengan tangan berada di pinggang masing-masing.Nidya dan Gendis semakin gemetar. Mereka tahu artinya itu apa. Tangan yang diletakkan di pinggang, berarti mereka tengah siap siaga untuk mengeluarkan senjata yang mereka miliki jika sudah diperlukan. Damar memang menyewa orang-orang
Bab 172"Ceritanya panjang, Ma." Arkan menghela nafas. Dia mengusap dahi Zakia yang nampak basah oleh keringat. Zakia yang mulai memejamkan mata membuat Arkan tersenyum getir.Dia yang salah. Tak seharusnya ia melibatkan istrinya dalam urusan ini, padahal seharusnya dia tahu, Zakia itu lemah, apalagi jika harus berhadapan dengan yang namanya pertempuran. Letusan senjata api dan darah yang mengucur dari tubuh lelaki yang berhasil dirobohkan oleh om-nya pasti membuat Zakia merasa sangat ngeri. Masih untung Zakia tidak langsung jatuh pingsan seperti saat acara pernikahannya tempo hari yang mana terjadi tragedi penembakan dan orang yang tertembak itu adalah Om Dahlan.Darah?! Arkan tergagap. Dia baru menyadari itu saat melepas pakaian yang dikenakan oleh sang istri, lantaran bermaksud akan menggantinya. Bagian lengan kiri Zakia berdarah. Dia terluka."Bagaimana ini, Arkan?!" Hanna langsung panik. Dia buru-buru mengambil kotak P3K dan berusaha menahan darah agar tidak terus menetes dengan
Bab 173"Saya benar-benar minta maaf, Tuan, karena saudara saya tidak bisa mengantarkan langsung kunci mobil ini." Lelaki itu rupanya berhasil menebak isi hati Arkan. " Kedatangan saya ke sini sekaligus untuk mengabarkan bahwa Dino, saudara saya yang menjadi pengawal Tuan sudah meninggal dunia beberapa jam yang lalu di rumah sakit dan saya benar-benar mohon maaf yang sebesar-besarnya, karena mobil Tuan yang dibawa oleh Dino rusak berat setelah mengalami kecelakaan di salah satu ruas jalan menuju rumah ini...."Bukan soal mobil yang Arkan persoalkan, tetapi nyawa. Lagi-lagi sebuah nyawa harus melayang. Sebuah mobil berharga miliaran tak sebanding dengan nyawa yang harus terenggut sia-sia. Arkan bisa memastikan bahwa mobil yang dia miliki layak jalan. Kalau mobil itu tidak layak jalan, mana mungkin dia berani membawa mobil itu ke restoran Gendis? Apalagi itu bersama dengan istrinya. Semua mobil yang dimilikinya selalu diservis dan dicek kelengkapannya secara berkala. Lalu kenapa sampa
Bab 174"Papa hanya ingin memastikan kalian dalam keadaan baik-baik saja. Semalaman Papa tidak tenang, apalagi saat Mama kamu menceritakan jika dalam kejadian itu kamu sampai terluka." Iqbal menatap lengan putrinya yang masih terbalut perban. Dia berjongkok dan duduk di samping putrinya, bergabung dengan cucu-cucunya. Iqbal menarik tubuh Naya ke pangkuannya saat melihat Zakia kerepotan memangku dua balita sekaligus."Papa nggak perlu khawatir. Aku baik-baik saja, seperti yang Papa lihat sekarang." Senyuman wanita itu merekah. Sebelah tangan Iqbal yang melingkar di bahunya mengalirkan kehangatan, kehangatan dari seseorang yang merupakan cinta pertama dalam hidupnya.Cinta pertama seorang anak perempuan adalah ayah. Bukankah begitu?"Papa nggak akan tinggal diam melihat kamu dilukai seperti ini. Papa pastikan mereka akan hancur. Mereka juga nggak akan mendapatkan sepeserpun warisan yang mereka incar," ujar Iqbal datar. Suaranya di buat sepelan mungkin, tetapi ucapan itu bernada membunu
Bab 175"Aku benar-benar menyesal, Pa. Tante Gendis mengundangku untuk menghadiri jamuan makan siang, makanya aku mengajak Zakia untuk mendampingiku. Aku juga tidak menyangka akan terjadi begini. Aku pikir mereka tidak secepat itu mengungkit-ungkit soal warisan di saat kuburan Eyang Putri masih merah...."Iqbal menghela nafas. Dia sudah menduga itu alasan Arkan membawa Zakia turut serta ke restoran Gendis. Dasar pria polos!"Kamu sudah menjadi pengusaha besar, Arkan. Heran, kenapa masih bisa di kibuli oleh keluarga sendiri? Memangnya ada, acara makan siang gratis tanpa embel-embel?!" Iqbal merutuk dalam hati. Dia tahu, saat itu Arkan membawa pengawal dan justru itulah yang membuat Arkan lengah."Kamu tahu betapa berharganya Maryam dan Zakia. Dan kamu sudah Papa percaya menjaga dua Putri Papa. Jangan sampai Papa kehilangan Zakia, setelah dulu harus kehilangan Maryam. Kamu tahu kenapa dulu Papa sama sekali tidak pernah menengok saat Ammar masih bayi? Papa tidak pernah membenci cucu Papa
Bab 176"Aku merindukan Zakia yang kuat, tetapi di sisi lain aku pun menyukai sisi rapuhnya dirimu, Sayang, satu hal yang membuat peranku sebagai seorang lelaki menjadi dominan. Aku senang jika kamu mau bergantung kepadaku.""Aku akan selalu bergantung kepadamu, Mas. Sejak dulu aku bergantung kepadamu, saat aku pertama kali datang ke rumah ini. Aku menggantungkan hidupku padamu, bahkan sekarang pun disaat seharusnya aku bisa lebih mandiri. Bagiku Mas adalah duniaku. Aku tidak bisa lepas dari itu." Perempuan itu tersenyum manis sekali. Dia memainkan jemari sang suami lantas membawanya ke bibirnya dan mengecupnya. Kecupan singkat yang menggetarkan dada lelaki bertubuh tinggi besar itu. Sungguh ia merasa tersanjung."Kamu selalu bisa melambungkan diriku, Sayang. Terima kasih." Arkan balas mengecup ujung jemari Zakia, lantas membenamkan kepala Zakia di bahunya semakin kuat. "Bermanjalah padaku. Aku akan dengan senang hati memanjakan kamu dan dia," ucapnya. Zakia, wanita yang tengah ham
Ekstra Part 6 (Penutup)Kenapa penyesalan selalu datang terlambat?!Ingin rasanya ia menangis, tetapi tak bisa. Dia seorang laki-laki, pantang baginya untuk menangis. Dia harus tegar menghadapi kenyataan ini. Dialah yang membuat Citra akhirnya menggugat cerai dirinya. Dia yang tidak bisa menerima anak itu. Dia tidak bisa menerima kehamilan Citra, padahal Citra tidak salah. Yang salah disini adalah Kevin yang sudah berbuat curang. Sepanjang pernikahannya dengan wanita itu, dia sudah menyakitinya, bukan membuatnya bahagia. Apalagi ibu dan kakak perempuannya yang selalu saja menindas, menuntutnya macam-macam. Citra sama sekali tidak menemukan ketenangan hidup saat menikah dengannya.Dia pula yang membiarkan kedekatan Citra dengan dokter Budi, direktur rumah sakit ini. Kedekatan yang terjalin karena ia memang tak pernah mendampingi Citra kontrol kehamilan dan kemungkinan faktor itu yang membuat dokter Budi simpati kepada Citra. Sekarang hasilnya apa?!Kedekatan yang membuat Yudha akan sa
Ekstra Part 5"Bagaimana, Mbak Citra? Sudah siap?" tanya Dokter Budi. Lelaki itu mendekat saat Melda sudah menyadari kehadirannya.Melda buru-buru menyingkir dari tempat itu lantaran merasa malu karena sudah ketahuan membicarakan orang lain di hadapan yang bersangkutan."Antara siap dan tidak siap sih, Dok." Citra meringis."Sebenarnya saya deg-degan, karena ini pengalaman pertama saya. Tolong dimaklumi ya, Dok.""Tidak apa-apa. Tidak akan terjadi apa-apa. Kami semua sudah mempersiapkan dengan baik. Jangan khawatir Mbak Citra." Tangan lelaki itu terulur, mengusap kepala sang pasien kesayangannya.Lelaki itu merasa bersyukur, kini dia sudah selangkah lebih maju. Hakim sudah ketok palu dan Citra sudah resmi bercerai dari suaminya, walaupun mungkin masa iddahnya baru berakhir setelah wanita ini melahirkan. Ya, hanya sebentar lagi. Sebentar lagi ia bisa menyatakan perasaannya kepada wanita ini. Wanita cantik dan mandiri, sangat pas dengan kriteria wanita idamannya. Dia membutuhkan seoran
Ekstra Part 4Niat hati ingin segera meloloskan diri demi menyusul Citra yang sudah lebih dulu masuk ke dalam gedung rumah sakit ini, tapi ternyata Kevin malah dihadang oleh beberapa orang lelaki berseragam petugas medis. Mereka mencekal Kevin dan memaksanya berjalan menuju pintu pagar. Mereka baru melepaskan Kevin setelah lelaki itu berada di luar batas area rumah sakit ini."Sial! Sial!" Lelaki itu mengumpat dalam hati melihat Yudha dan rekannya sudah menghadangnya di depan pintu pagar, sehingga dia tidak bisa lagi menerobos masuk."Pergilah, Kevin. Jangan membuat kekacauan di sini," ujar Yudha dingin. Dia berusaha mengabaikan sejenak kegalauan yang bersarang di hatinya."Aku tidak akan pergi sebelum kalian memberi jalan padaku untuk masuk ke rumah sakit ini. Aku yang lebih berhak mendampingi Citra melahirkan, karena anak itu adalah anakku!" ucap Kevin pongah dengan nada menindas. Tangannya bersedekap di dada. Lelaki itu mendongakkan wajah menatap Yudha yang tak kalah beringas."Keh
Ekstra part 3Pengalaman melahirkan sungguh mendebarkan bagi Citra. Dari sejak bangun tidur, mandi, kemudian menyiapkan segala sesuatunya untuk keperluan persalinannya di rumah sakit nanti, lalu sarapan bersama dengan bik Sum dan Melda.Hanya dua orang itu yang menemaninya pergi ke rumah sakit. Tetapi tidak masalah. Citra bersyukur dia memiliki dua orang yang sangat baik dan mau menemaninya dengan tulus.Setelah memastikan keadaan rumah aman dan pintu terkunci rapat, ketiga wanita itu segera masuk ke dalam mobil. Melda yang kebagian menyetir menjalankan mobilnya dengan kecepatan rendah. Hari ini adalah jadwal operasi caesar untuk Citra. Citra memilih melahirkan secara caesar untuk menghindari komplikasi. Usianya yang sudah 40 tahun cukup beresiko jika memaksakan melahirkan secara normal, lagi pula Citra bukan orang yang sanggup menahan rasa sakit.Sekali lagi cara melahirkan itu adalah pilihan. Bukan soal melahirkan secara normal atau operasi, tetapi kembali kepada kesanggupan tiap ca
Ekstra part 2"Jangan memikirkan soal sewa, Ri, karena aku yang akan menyewakannya untukmu," sahut Leo berbohong. Padahal sebenarnya apartemen ini adalah apartemen pribadi milik Leo sendiri. Dia tidak menyewanya. Apartemen yang sudah lama tidak pernah ia tinggali, karena Leo memilih untuk tinggal di apartemen sederhana yang sesuai dengan perannya sebagai pengawal pribadi seorang nyonya muda."Tapi..." Riri masih ingin memprotes."Sudahlah, Ri," tukas Leo seraya masuk ke dalam apartemen ini, sembari membawakan barang-barang milik Riri. "Masuklah, jangan cuma berdiri di depan pintu seperti itu. Kamu nggak usah takut padaku."Antara percaya atau tidak, tapi yang jelas hatinya benar-benar gamang. Akhirnya Riri melangkah masuk ke dalam. Apartemen ini benar-benar mewah, dengan ukuran yang cukup luas untuk ia tinggali sendirian. Dia baru berada di area ruang tamu, tapi sudah merasakan aura yang berbeda. Di ruang tamu ada satu set sofa dengan meja kaca di tengah-tengah. Lampu kristal yang me
Ekstra Part 1Riri masih menimang amplop berwarna coklat tua di tangannya. Amplop yang diberikan oleh Zakia beberapa jam yang lalu sebelum wanita itu pergi dari rumah ini. Tidak terlalu berat, tetapi Riri yakin, uang yang berada di dalam amplop itu nominalnya cukup besar untuk ukuran dirinya yang hanya orang kecil. Dia belum membukanya, apalagi menghitungnya. Dia masih saja terbawa oleh perasaan.Berat sekali. Rasanya ia ingin menangis saat Zakia memutuskan untuk memberhentikan dirinya sebagai pengasuh Naya. Bukan soal kehilangan pekerjaan, tapi lebih karena perpisahan dengan anak asuhnya. Masih terbayang-bayang semua tingkah anak asuhnya, Aretha Nayyara Az-Zahra yang aktif dan ceria. Balita cantik dan menggemaskan, buah perkawinan nyonya mudanya dengan suami pertamanya.Dia sangat menyayangi anak itu, karena ia pun mengalami hal serupa. Ayah dan ibunya bercerai saat ia masih kecil. Bedanya, Riri memiliki seorang kakak laki-laki yang kemudian bisa menggantikan sosok ayahnya yang pergi
Bab 232"Istrimu benar. setidaknya kamu sudah menjalankan kewajiban dan amanah dari dua wanita itu dan kamu sudah menjadi anak dan cucu yang berbakti," ujar Iqbal menghibur seraya menatap wajah menantunya dalam-dalam."Seandainya mereka masih ada, ibu dan nenekmu pasti juga akan berpikiran sama dengan Papa jika melihat kondisimu memprihatinkan seperti ini. Mereka pasti akan memilih keselamatanmu, ketimbang harta yang tidak berarti apa-apa jika dibandingkan dengan nyawamu," ucap Iqbal lagiMendapatkan bujukan bertubi-tubi dari istri dan kedua mertuanya membuat Arkan terdiam. Usul dari Zakia terasa masuk akal. Namun entah kenapa, dia merasa masih berat. Dia menginginkan semua harta peninggalan milik orang yang dicintainya tetap utuh. Dia sangat ingin menjaganya. Dia tahu sekali, jika ia menyerahkan semua itu kepada anggota keluarga Hadiningrat, maka tidak akan lama, semua itu pasti akan lenyap. Keluarga besar Hadiningrat hanya akan tinggal nama. Padahal di masa lalu, keluarga itu sungg
Bab 231Mendapatkan protes dari anak-anak merupakan sesuatu yang paling membuat hati Zakia pedih. Anak-anak benar. Sejak Zakia dan Arkan sibuk mengurus perusahaan masing-masing, perhatian mereka terhadap anak-anak menjadi sangat terbatas.Sejauh ini semua berjalan sebagaimana mestinya. Dengan dibantu tiga baby sister, Zakia tetap bisa mengurus anak-anaknya dengan baik. Hanya saja, perhatian secara khusus tentunya tidak bisa Zakia lakukan setiap waktu.Entah bagaimana hari-hari ke depan, lantaran Arkan yang harus dirawat di rumah sakit, bahkan saat ini belum juga sadar. Remuk redam rasanya hati Zakia membayangkan kemungkinan terburuk. Dia tidak siap untuk kehilangan suaminya, ayah dari anak-anaknya. Pernikahannya dengan Arkan bisa terjadi dengan melewati banyak hal yang tidak mudah mereka lalui. Mereka bisa sampai ke titik ini dengan perjuangan yang keras. Mereka bahkan harus menikah ulang karena Zakia sudah menemukan orang tua kandungnya, yang berarti pernikahan mereka sebelumnya rus
Bab 230"Apa? Leo?!" Sepasang alis Zakia seketika terangkat."Emangnya kenapa, Nak? Ada apa dengan Leo?" tanya Hanna yang sedikit kaget dengan perubahan di wajah putrinya."Mama tau nggak, gara-gara Leo yang mengantarku pulang ke rumah, Mas Arkan sampai terluka parah begini," adu Zakia. Namun Hanna hanya manggut-manggut."Sayang, Leo itu nggak salah. Tugas Leo itu memang untuk menjaga kamu dan dia digaji oleh papa kamu, jadi dia tidak bekerja untuk Arkan," jelas Hanna. Sebenarnya itu tidak perlu di jelaskan, karena Zakia sudah tahu soal posisi Leo."Nggak gitu juga kali, Ma," bantah Zakia seraya mendengus. Dia merasa sangat kesal."Sesuai dengan tugasnya, Leo itu pastinya memprioritaskan keselamatan kamu, meski di sisi lain dia pun peduli dengan suamimu. Buktinya dia balik lagi ke restoran itu, kan? Meskipun kedatangannya sudah terlambat," ujar Hanna. Dia tahu putrinya kesal, tapi Zakia harus menyadari tugas dan kewajiban Leo. Hendrik dan lainnya memang digaji oleh Arkan, tetapi khus