Bab 50Merasa seperti orang bodoh, akhirnya Zakia keluar dari ruangan pribadi anak susunya itu dan mengunci pintunya. Diandra sudah pergi beberapa saat yang lalu, jadi Zakia merasa aman. Sebelum tukang yang memasang kamera CCTV datang, dia memang harus ekstra waspada. Jangan sampai kedua bayi itu mendapat masalah lagi.Zakia membawa dirinya menuju balkon. Pemandangan yang terlihat nampak indah. Wanita itu memang jarang berdiri di tempat ini karena kesibukannya mengurus dua bayi. Dari balik terali pagar pembatas, Zakia menatap rimbunan pepohonan yang tumbuh di taman. Halaman rumah ini sangat luas. Tak terbayang bagaimana lelahnya si tukang kebun harus mengurus halaman dan taman seluas ini.Wanita itu tersenyum saat matanya menangkap lambaian tangan dari pos penjagaan. Ya, itu adalah Romi, pria baik hati yang malam itu mengizinkannya duduk di pos penjagaan, walaupun harus menanggung risiko kemungkinan dimarahi oleh bosnya karena mengizinkan seorang wanita asing masuk ke dalam pos.Zaki
Bab 51"Seandainya kamu berniat menikah lagi, lelaki seperti apa yang kamu inginkan untuk menjadi suami dan ayah sambung bagi putrimu?" tanya Arkan hati-hati.Jleb.Zakia langsung membeku. Pertanyaan apa ini? Dia seumur-umur tidak pernah bermimpi akan mendapat pertanyaan semacam ini, tapi deretan kalimat itu meluncur begitu saja dari mulut Arkan."Tuan.... Kenapa bertanya begitu?" tanya Zakia lirih. Dia masih belum bisa menetralisir rasa kagetnya."Aku hanya ingin tahu, Zakia. Tolong jangan salah paham." Arkan menatap wanita itu dengan sorot mata yang sulit untuk diartikan. "Dan tolong jangan panggil aku Tuan disaat kita tengah berdua. Panggil Mas ya," pintanya lagi dengan nada penuh harap."Mas Arkan...." Wajah Zakia seketika memerah. Mendadak dia merasa aneh. Dia tidak terbiasa memanggil Arkan seperti itu. Aneh dan terasa sangat menggelikan."Nah, kan itu lebih baik," sergah Arkan. Dia beringsut duduk lebih mendekat kepada Zakia. "Bagaimana, Zakia? Apakah kamu bersedia menjawab per
Bab 52Marina hanya ibu rumah tangga biasa, hanya tahu urusan rumah dan anak. Dia tidak pernah sekalipun terlibat dalam urusan mencari uang. Tak heran saat suaminya meninggal dunia beberapa tahun yang lalu, wanita itu malah menutup toko sembako milik suaminya, kemudian menjualnya karena merasa tidak bisa mengelola toko itu.Kehidupan mereka selanjutnya bergantung kepada gaji Yudha yang saat itu bekerja sebagai security di sebuah perusahaan mie instan. Gaji Yudha yang cukup lumayan membuat Marina merasa terjamin hidupnya, sampai akhirnya Yudha membawa Zakia dan menghadirkannya sebagai istri dan menantu di rumah ini.Wanita paruh baya itu mendongak, berusaha mengambil udara sebanyak-banyaknya untuk membuat sesak di dadanya berkurang. Dia benar-benar tidak bisa membayangkan, apa yang akan terjadi jika seandainya uang tabungannya habis dan Yudha masih belum juga memiliki pekerjaan.Mengharapkan Risa jelas tidak mungkin. Risa sama saja seperti dirinya yang hanya mengharapkan uang dari suam
Bab 53Perempuan paruh baya itu juga tidak habis pikir, kenapa mendiang nyonya majikannya sampai berteman dengan wanita model ini. Entah di mana mereka bertemu sebelumnya, tapi yang jelas, sikap dan perilaku Maryam dan Diandra jauh berbeda.Namun ia tak ingin membuat masalah di pagi ini. Bi Minah melengos dan meneruskan langkahnya menuju kamar pribadi tuan mudanya."Kamu ini ya, Minah, mau-mau saja di peralat oleh Zakia, padahal dia itu siapa?! Dia cuma seorang ibu susu. Seharusnya urusan bayi-bayi itu menjadi urusannya, bukan menjadi urusanmu. Tugasmu hanya memasak di dapur. Kamu itu tukang masak!"Sayup-sayup ia mendengar suara Diandra. Namun dia tak peduli. Perempuan paruh baya itu hanya tersenyum. Ya, urusan bayi memang bukan urusannya, tapi merupakan tugas Diandra. Tugas itu akhirnya dikerjakan oleh Zakia seorang diri. Diandra tak menjalankan tugasnya sebagai baby sister. Kasarnya, dia cuma numpang makan dan tidur di rumah ini.Jadi, siapa yang bersalah dalam hal ini?"Semoga saj
Bab 54"Jangan ikut campur dengan urusanku, Kak. Urus saja masalah Kakak sendiri," ucap Yudha dingin. Dia yang baru makan setengah piring mendadak kehilangan selera makannya. Yudha membersihkan tangannya, kemudian mendorong piring ke tengah-tengah meja."Yudha, kok sarapannya nggak dihabiskan? Sayang loh," tegur Marina gusar. Disaat kondisi keuangan sekritis ini, kenapa putranya justru tak menghabiskan makanannya? Ini mubazir!"Aku udah nggak nafsu makan, Ma. Mulai hari ini, tolong jangan ada lagi yang mengusikku," sahut Yudha setelah isi gelas di tangannya berpindah ke perutnya."Oke, oke, tapi kamu harus janji mau bekerja...." Marina membujuk. Wanita itu benar-benar takut jika harus kehilangan sumber uangnya."Aku bekerja atau tidak, itu urusanku. Kalian tidak perlu ikut campur!"Mood Yudha benar-benar hancur. Dia meninggalkan dapur dan kembali ke kamarnya, tetapi hanya sebentar. Dia hanya mengambil kunci motor dan ponsel, kemudian segera bergegas keluar kamar dan menuju pintu depan
Bab 55"Goblok! Kenapa kalian tidak mencegahnya mengikuti mobilku?!" umpat Arkan. Lelaki itu mencengkram benda pipih itu kuat-kuat. Dia kecolongan!Anak buahnya melaporkan jika Yudha mengikuti mobilnya sejak dari gedung resepsi sampai ke rumah ini."Maaf, Tuan. Dia sama sekali tidak mengganggu Mbak Zakia. Jadi kami pikir....""Tapi dia sudah mengikuti sampai rumah ini dan tahu di mana sekarang Zakia tinggal. Ini akibatnya sangat fatal!" omel Arkan. Andai saja anak buahnya saat ini ada di hadapannya, ingin rasanya ia meninjunya.Sayang, pembicaraan mereka hanya melalui telepon seluler."Maaf Tuan, kami tidak memikirkan hal itu....""Percuma kamu minta maaf. Sudahlah!" Arkan mengerang frustasi. Dia mematikan ponsel, lalu meletakkan benda itu di atas meja kerjanya. Arkan menghempaskan tubuhnya di kursi, lantas mendongakkan wajahnya, menatap langit-langit ruangan. Ruangan yang didominasi warna hitam putih itu nampak seperti penuh misteri.Lelaki itu lantas berteriak, meski teriakannya t
Bab 56"Baiklah kalau begitu. Saya akan kembali nanti. Titip salam untuk Zakia," ujar Yudha sembari berbalik dan melangkah gontai menuju motornya yang terparkir di pinggir jalan.Sekali lagi Yudha menatap rumah besar itu, sebelum ia menghidupkan motornya dan berlalu dari tempat itu. Ah, ternyata menemui Zakia bukan urusan gampang, tidak semudah yang ia kira. Dia tidak menyangka akan terhalang oleh orang-orang yang menjaga rumah ini. Yudha semakin yakin bahwa Zakia memang ada apa-apanya dengan lelaki pemilik rumah ini. Berarti kesimpulannya malam itu benar. Zakia memang selingkuh. Sebenarnya sih istilahnya kurang tepat, karena Zakia sudah diceraikannya. Berarti statusnya sudah menjadi janda, walaupun hanya secara siri. Zakia bebas menjalin hubungan dengan siapapun, seharusnya. Namun saat ini Yudha masih tidak rela. Dia sudah kadung menalak dan keluar dari rumah Nilam. Dia pun tak mau Zakia lepas begitu saja. Apalagi Zakia sudah menjelma menjadi wanita yang sangat cantik. Bayinya pun
Bab 57"Zakia!" teriak Yudha. Lelaki itu spontan menurunkan tangan dan melangkah cepat menghampiri wanita itu. Sepasang matanya tampak berbinar."Mau apa kamu ke sini, Mas? Masih belum cukup membuat hidupku hancur, membuatku nyaris mati kelaparan dan kedinginan di jalanan?!" Wanita itu berdiri tegak dengan tangan bersedekap di dada. Yuda mendesah. Lagi-lagi Zakia mengingatkannya pada peristiwa itu. Ya, tentu saja itu sangat membekas dalam ingatan Zakia. Peristiwa itu mungkin adalah titik terendah yang tak akan pernah bisa Zakia lupakan selama hidupnya."Zakia, maaf Mas tidak bermaksud untuk menalak kamu waktu itu. Ada hal yang tidak kamu ketahui dan Mas akan menceritakannya kepadamu," ujar Yudha pelan."Apalagi yang mesti diceritakan, Mas? Mas mau mengarang cerita bahwa Mas sudah dipaksa Mama atau Kak Risa untuk menceraikanku, begitu?!" sinis wanita itu. Matanya berkilat. Sungguh kedatangan Yudha benar-benar mengganggunya, mengusik ketenangannya."Zakia, Mas ingin berbicara dari hati
Ekstra Part 6 (Penutup)Kenapa penyesalan selalu datang terlambat?!Ingin rasanya ia menangis, tetapi tak bisa. Dia seorang laki-laki, pantang baginya untuk menangis. Dia harus tegar menghadapi kenyataan ini. Dialah yang membuat Citra akhirnya menggugat cerai dirinya. Dia yang tidak bisa menerima anak itu. Dia tidak bisa menerima kehamilan Citra, padahal Citra tidak salah. Yang salah disini adalah Kevin yang sudah berbuat curang. Sepanjang pernikahannya dengan wanita itu, dia sudah menyakitinya, bukan membuatnya bahagia. Apalagi ibu dan kakak perempuannya yang selalu saja menindas, menuntutnya macam-macam. Citra sama sekali tidak menemukan ketenangan hidup saat menikah dengannya.Dia pula yang membiarkan kedekatan Citra dengan dokter Budi, direktur rumah sakit ini. Kedekatan yang terjalin karena ia memang tak pernah mendampingi Citra kontrol kehamilan dan kemungkinan faktor itu yang membuat dokter Budi simpati kepada Citra. Sekarang hasilnya apa?!Kedekatan yang membuat Yudha akan sa
Ekstra Part 5"Bagaimana, Mbak Citra? Sudah siap?" tanya Dokter Budi. Lelaki itu mendekat saat Melda sudah menyadari kehadirannya.Melda buru-buru menyingkir dari tempat itu lantaran merasa malu karena sudah ketahuan membicarakan orang lain di hadapan yang bersangkutan."Antara siap dan tidak siap sih, Dok." Citra meringis."Sebenarnya saya deg-degan, karena ini pengalaman pertama saya. Tolong dimaklumi ya, Dok.""Tidak apa-apa. Tidak akan terjadi apa-apa. Kami semua sudah mempersiapkan dengan baik. Jangan khawatir Mbak Citra." Tangan lelaki itu terulur, mengusap kepala sang pasien kesayangannya.Lelaki itu merasa bersyukur, kini dia sudah selangkah lebih maju. Hakim sudah ketok palu dan Citra sudah resmi bercerai dari suaminya, walaupun mungkin masa iddahnya baru berakhir setelah wanita ini melahirkan. Ya, hanya sebentar lagi. Sebentar lagi ia bisa menyatakan perasaannya kepada wanita ini. Wanita cantik dan mandiri, sangat pas dengan kriteria wanita idamannya. Dia membutuhkan seoran
Ekstra Part 4Niat hati ingin segera meloloskan diri demi menyusul Citra yang sudah lebih dulu masuk ke dalam gedung rumah sakit ini, tapi ternyata Kevin malah dihadang oleh beberapa orang lelaki berseragam petugas medis. Mereka mencekal Kevin dan memaksanya berjalan menuju pintu pagar. Mereka baru melepaskan Kevin setelah lelaki itu berada di luar batas area rumah sakit ini."Sial! Sial!" Lelaki itu mengumpat dalam hati melihat Yudha dan rekannya sudah menghadangnya di depan pintu pagar, sehingga dia tidak bisa lagi menerobos masuk."Pergilah, Kevin. Jangan membuat kekacauan di sini," ujar Yudha dingin. Dia berusaha mengabaikan sejenak kegalauan yang bersarang di hatinya."Aku tidak akan pergi sebelum kalian memberi jalan padaku untuk masuk ke rumah sakit ini. Aku yang lebih berhak mendampingi Citra melahirkan, karena anak itu adalah anakku!" ucap Kevin pongah dengan nada menindas. Tangannya bersedekap di dada. Lelaki itu mendongakkan wajah menatap Yudha yang tak kalah beringas."Keh
Ekstra part 3Pengalaman melahirkan sungguh mendebarkan bagi Citra. Dari sejak bangun tidur, mandi, kemudian menyiapkan segala sesuatunya untuk keperluan persalinannya di rumah sakit nanti, lalu sarapan bersama dengan bik Sum dan Melda.Hanya dua orang itu yang menemaninya pergi ke rumah sakit. Tetapi tidak masalah. Citra bersyukur dia memiliki dua orang yang sangat baik dan mau menemaninya dengan tulus.Setelah memastikan keadaan rumah aman dan pintu terkunci rapat, ketiga wanita itu segera masuk ke dalam mobil. Melda yang kebagian menyetir menjalankan mobilnya dengan kecepatan rendah. Hari ini adalah jadwal operasi caesar untuk Citra. Citra memilih melahirkan secara caesar untuk menghindari komplikasi. Usianya yang sudah 40 tahun cukup beresiko jika memaksakan melahirkan secara normal, lagi pula Citra bukan orang yang sanggup menahan rasa sakit.Sekali lagi cara melahirkan itu adalah pilihan. Bukan soal melahirkan secara normal atau operasi, tetapi kembali kepada kesanggupan tiap ca
Ekstra part 2"Jangan memikirkan soal sewa, Ri, karena aku yang akan menyewakannya untukmu," sahut Leo berbohong. Padahal sebenarnya apartemen ini adalah apartemen pribadi milik Leo sendiri. Dia tidak menyewanya. Apartemen yang sudah lama tidak pernah ia tinggali, karena Leo memilih untuk tinggal di apartemen sederhana yang sesuai dengan perannya sebagai pengawal pribadi seorang nyonya muda."Tapi..." Riri masih ingin memprotes."Sudahlah, Ri," tukas Leo seraya masuk ke dalam apartemen ini, sembari membawakan barang-barang milik Riri. "Masuklah, jangan cuma berdiri di depan pintu seperti itu. Kamu nggak usah takut padaku."Antara percaya atau tidak, tapi yang jelas hatinya benar-benar gamang. Akhirnya Riri melangkah masuk ke dalam. Apartemen ini benar-benar mewah, dengan ukuran yang cukup luas untuk ia tinggali sendirian. Dia baru berada di area ruang tamu, tapi sudah merasakan aura yang berbeda. Di ruang tamu ada satu set sofa dengan meja kaca di tengah-tengah. Lampu kristal yang me
Ekstra Part 1Riri masih menimang amplop berwarna coklat tua di tangannya. Amplop yang diberikan oleh Zakia beberapa jam yang lalu sebelum wanita itu pergi dari rumah ini. Tidak terlalu berat, tetapi Riri yakin, uang yang berada di dalam amplop itu nominalnya cukup besar untuk ukuran dirinya yang hanya orang kecil. Dia belum membukanya, apalagi menghitungnya. Dia masih saja terbawa oleh perasaan.Berat sekali. Rasanya ia ingin menangis saat Zakia memutuskan untuk memberhentikan dirinya sebagai pengasuh Naya. Bukan soal kehilangan pekerjaan, tapi lebih karena perpisahan dengan anak asuhnya. Masih terbayang-bayang semua tingkah anak asuhnya, Aretha Nayyara Az-Zahra yang aktif dan ceria. Balita cantik dan menggemaskan, buah perkawinan nyonya mudanya dengan suami pertamanya.Dia sangat menyayangi anak itu, karena ia pun mengalami hal serupa. Ayah dan ibunya bercerai saat ia masih kecil. Bedanya, Riri memiliki seorang kakak laki-laki yang kemudian bisa menggantikan sosok ayahnya yang pergi
Bab 232"Istrimu benar. setidaknya kamu sudah menjalankan kewajiban dan amanah dari dua wanita itu dan kamu sudah menjadi anak dan cucu yang berbakti," ujar Iqbal menghibur seraya menatap wajah menantunya dalam-dalam."Seandainya mereka masih ada, ibu dan nenekmu pasti juga akan berpikiran sama dengan Papa jika melihat kondisimu memprihatinkan seperti ini. Mereka pasti akan memilih keselamatanmu, ketimbang harta yang tidak berarti apa-apa jika dibandingkan dengan nyawamu," ucap Iqbal lagiMendapatkan bujukan bertubi-tubi dari istri dan kedua mertuanya membuat Arkan terdiam. Usul dari Zakia terasa masuk akal. Namun entah kenapa, dia merasa masih berat. Dia menginginkan semua harta peninggalan milik orang yang dicintainya tetap utuh. Dia sangat ingin menjaganya. Dia tahu sekali, jika ia menyerahkan semua itu kepada anggota keluarga Hadiningrat, maka tidak akan lama, semua itu pasti akan lenyap. Keluarga besar Hadiningrat hanya akan tinggal nama. Padahal di masa lalu, keluarga itu sungg
Bab 231Mendapatkan protes dari anak-anak merupakan sesuatu yang paling membuat hati Zakia pedih. Anak-anak benar. Sejak Zakia dan Arkan sibuk mengurus perusahaan masing-masing, perhatian mereka terhadap anak-anak menjadi sangat terbatas.Sejauh ini semua berjalan sebagaimana mestinya. Dengan dibantu tiga baby sister, Zakia tetap bisa mengurus anak-anaknya dengan baik. Hanya saja, perhatian secara khusus tentunya tidak bisa Zakia lakukan setiap waktu.Entah bagaimana hari-hari ke depan, lantaran Arkan yang harus dirawat di rumah sakit, bahkan saat ini belum juga sadar. Remuk redam rasanya hati Zakia membayangkan kemungkinan terburuk. Dia tidak siap untuk kehilangan suaminya, ayah dari anak-anaknya. Pernikahannya dengan Arkan bisa terjadi dengan melewati banyak hal yang tidak mudah mereka lalui. Mereka bisa sampai ke titik ini dengan perjuangan yang keras. Mereka bahkan harus menikah ulang karena Zakia sudah menemukan orang tua kandungnya, yang berarti pernikahan mereka sebelumnya rus
Bab 230"Apa? Leo?!" Sepasang alis Zakia seketika terangkat."Emangnya kenapa, Nak? Ada apa dengan Leo?" tanya Hanna yang sedikit kaget dengan perubahan di wajah putrinya."Mama tau nggak, gara-gara Leo yang mengantarku pulang ke rumah, Mas Arkan sampai terluka parah begini," adu Zakia. Namun Hanna hanya manggut-manggut."Sayang, Leo itu nggak salah. Tugas Leo itu memang untuk menjaga kamu dan dia digaji oleh papa kamu, jadi dia tidak bekerja untuk Arkan," jelas Hanna. Sebenarnya itu tidak perlu di jelaskan, karena Zakia sudah tahu soal posisi Leo."Nggak gitu juga kali, Ma," bantah Zakia seraya mendengus. Dia merasa sangat kesal."Sesuai dengan tugasnya, Leo itu pastinya memprioritaskan keselamatan kamu, meski di sisi lain dia pun peduli dengan suamimu. Buktinya dia balik lagi ke restoran itu, kan? Meskipun kedatangannya sudah terlambat," ujar Hanna. Dia tahu putrinya kesal, tapi Zakia harus menyadari tugas dan kewajiban Leo. Hendrik dan lainnya memang digaji oleh Arkan, tetapi khus