Bab 156"Tidak bisa seperti itu, Putri. Kamu harus segera berangkat. Kamu bisa, kan istirahat setelah berada di apartemen kita yang ada di Sydney?" sahut Melinda. Dia bertambah gusar, karena sejak tadi hanya bantahan yang diterimanya dari anak perempuannya.Putri mendesah pasrah. Perintah ibunya seperti perintah Tuhan saja, sama sekali tidak bisa dibantah, apalagi ditawar-tawar. Dia sudah mati-matian berusaha untuk mencegah sang ibu mengirimkannya ke Sydney, setidaknya sampai kondisinya pulih. Namun rupanya ia tidak ada pilihan lain. Dia harus berangkat, meski tak tahu apa yang harus dia lakukan di sana. Bahkan ibunya juga yang mengajukan cuti kuliah untuknya. Bisa dipastikan Putri hanya berdiam diri di apartemen milik keluarganya. Di sisi lain ia pun berpikir untuk bekerja, tapi masalahnya, ia tak tahu pekerjaan apa yang bisa dia lakukan mengingat ia tak punya pengalaman sedikitpun dalam bekerja, apalagi kondisinya yang masih lemah seperti ini.Beberapa hari kemudian, Melinda sendiri
Bab 157"Jangan ngada-ngada, Tante. Tante bersikap seolah-olah aku begitu kejam kepadamu. Sebelum eksekusi rumah ini, aku sudah membangun sebuah rumah sederhana di kampung asal Tante. Bukankah di kampung sana masih ada sebidang sawah yang bisa Tante kelola? Itu adalah kehidupan yang pantas buat Tante jalani saat ini." Arkan menurunkan sepasang tangannya dari pinggang, lantas berjongkok. Tangannya terulur memegang sepasang bahu wanita paruh baya itu, menariknya perlahan."Tante tidak perlu sujud di hadapanku, karena aku tidak akan pernah mengubah keputusan ini. Aku melakukan ini sesuai keputusan dari pengadilan.""Iya, Mama tahu, Arkan. Tapi masa kamu nggak kasihan sama Mama? Mama tidak bisa hidup di kampung, jadi biarkan Mama tetap tinggal di rumah ini. Please. Kamu nggak akan rugi sedikitpun membiarkan Mama tinggal di rumah ini. Bukankah kamu sudah memiliki rumah yang lebih mewah dari ini? Rumah yang kamu tinggali sekarang jauh lebih mewah dari rumah ini. Lagi pula rumah ini adalah k
Bab 158"Nggak usah basa-basi, Om. Katakan saja apa keperluan Om datang kemari." Suara Arkan begitu dingin. Dia masih belum bisa melupakan saat lelaki itu memintanya mencederai pernikahannya sendiri dengan menikahi Putri Sudrajat demi sebuah warisan. Rasa kesal itu belum bisa hilang dari hatinya, apalagi setelah itu Dahlan sama sekali tidak muncul atau memberikan bantuan apapun, padahal saat itu ia tengah berjuang keras untuk mewujudkan impiannya, mengambil alih harta warisan dari tangan keluarga Sudrajat. Dahlan baru muncul justru saat semuanya sudah selesai. Menyebalkan!"Selamat atas keberhasilanmu, Arkan. Om salut sama kamu. Tanpa bantuan Om, ternyata kamu bisa mengambil kembali semua hak yang seharusnya kamu miliki," ujar Dahlan seraya mengacungkan jempol."Bukan aku yang hebat, Om, tetapi semua itu bisa terjadi karena campur tangan Tuhan. Aku berada di pihak yang benar dan aku berkomitmen untuk tidak akan pernah menciderai pernikahanku dengan alasan apapun." Arkan kembali mengin
Bab 159Memang agak sulit dipercaya, tetapi Arkan mencoba untuk mempercayai lelaki itu. Dia berusaha menekan rasa tidak sukanya kepada Dahlan demi sesuatu yang sebenarnya sangat ia rindukan.Ya, Arkan merindukan kehangatan keluarga yang selama 30 tahun tidak pernah ia rasakan. Dia memiliki sebuah keluarga, tetapi keluarga itu tidak pernah menganggapnya sebagai bagian dari mereka, bahkan ia dianggap sebagai anak haram, anak yang tidak diinginkan. Padahal dia lahir dari hasil pernikahan yang sah. Ayah dan ibunya jelas.Akhirnya mereka pun berangkat. Arkan bersama Zakia dan Ammar. Naya sengaja tidak diikutsertakan. Bukan bermaksud untuk membeda-bedakan, tetapi Naya tidak ada hubungannya dengan pertemuan dengan keluarga yang belum jelas bisa menerimanya atau tidak. Suatu saat, jika keadaan sudah lebih memungkinkan, Naya pun akan diberitahu soal keluarga ayah sambungnya. Untuk berjaga-jaga dari segala kemungkinan, Arkan sengaja membawa rombongan personil. Dia tidak ingin mengambil resiko
Bab 160Seolah perempuan tua itu sudah tahu akan takdirnya. Dia terus mengusap wajah itu, membelainya demi menumpahkan segenap rasa rindu yang selama 30 tahun hanya bisa ia pendam di dalam hati.Dia hanya sempat menyaksikan saat Arkan baru saja dilahirkan dari rahim putrinya. Setelah itu, seseorang yang sangat ia percaya langsung membawa Arkan yang baru saja dipotong tali pusarnya dan menitipkannya di sebuah panti asuhan yang sudah ia dan putrinya pilih.Belum cukup penderitaannya harus berpisah dengan cucu, dia pun harus berjuang keras untuk menyembuhkan mental sang putri yang terguncang lantaran dipisahkan paksa dari bayinya. Enam bulan setelah itu, barulah putrinya menikah lagi dengan Sudrajat.Tetes-tetes bening itu mengalir semakin deras membasahi pipinya yang keriput. Nafasnya tersengal. Tak ada sepatah kata pun yang terucap dari bibirnya selain mata yang berbicara, isyarat yang bisa ditangkap oleh Arkan jika sebentar lagi eyang putrinya akan segera pergi. Dia bisa merasakan itu
Bab 161"Tak ada yang perlu dimaafkan. Kamu itu manusia, bukan robot. Kalau Mas ingin menangis, menangislah. Sudah terlalu banyak kesakitan yang Mas rasakan sejak kecil. Dan aku ditakdirkan untuk menampung semua air matamu...." Zakia menggenggam tangan suaminya seraya menyunggingkan senyum, senyum yang sangat teduh. Sementara tangannya yang lain menahan kepala Ammar yang rupanya telah tertidur lantaran kelelahan. Lagi pula saat ini waktu sudah menunjukkan pukul 09.00 malam."Maafkan aku, Sayang. Aku belum bisa membahagiakanmu. Semoga setelah semua benar-benar berlalu, kita akan merasakan kebahagiaan yang sebenarnya," ucap Arkan lirih. Terkadang rasa bersalah itu menyelimuti hatinya. Sejak mereka menikah, hidup Zakia seolah tidak pernah tenang. Berbagai macam kejadian silih berganti, bahkan di hari pernikahan mereka saja harus ada insiden tertembaknya sang paman."Bahagia itu sederhana dan bahagia itu ada di sini." Lagi-lagi Zakia mengusap dada suaminya, kali ini gerakannya sedikit men
Bab 162 "Saya tidak tinggal disini, Bu. Saya punya rumah sendiri yang tak kalah mewah dari rumah ini. Saya memang hampir setiap hari kemari, tapi tujuan saya hanya sekedar menengok anak dan cucu saya, bukan numpang." Hanna memberi penekanan pada kata numpang. Intonasi suaranya dibuat lembut, tapi tegas. Skakmat. Marina terdiam seketika. Dia memang menyadari jika Hanna bukan orang sembarangan. Ah, andai saja Yudha dan Zakia bisa rujuk lagi, pasti ia akan sangat bahagia karena bisa punya menantu seorang wanita yang pewaris tunggal sebuah grup perusahaan besar. Kehidupannya pasti akan lebih terjamin. Bisa tinggal di rumah mewah, ada pembantu yang siap melayani dan bisa berbelanja sesuka hati. Dia tidak perlu sesusah ini, yang untuk makan saja dia harus memutar otak, bahkan terakhir harus angkat kaki dari rumah kontrakan yang selama ini mereka tempati karena menunggak uang sewa. Namun sialnya, malah Arkan yang sekarang menjadi suami Zakia! Pria yang berprofesi sebagai pengusaha itu be
Bab 163"Ibu mengusir kami?!" Mata Risa seketika membelalak, tak percaya jika wanita yang terlihat bersikap anggun dan tenang itu ternyata sudah memanggil security untuk mengusir mereka."Saya tidak mengusir kalian. Namun sebagai tamu, seharusnya kalian tahu diri. Jika keperluan sudah selesai, sebaiknya segera meninggalkan rumah ini, apalagi kedatangan kalian tidak berada di situasi yang tepat. Kami tengah berduka dan mohon maaf jika penyambutan kami tidak berkenan," sahut Hanna datar."Halah, sama saja!" celutuk Risa. Wanita muda yang satu ini memang tidak bisa mengontrol ucapannya, tidak peduli dengan siapa ia berhadapan. "Maaf, Kak Risa. Aku rasa jawaban kami sudah sangat jelas. Kami tidak bisa mengizinkan kamu dan mama kamu untuk tinggal di rumah ini, dan juga memberi uang yang kamu inginkan," ucap Zakia menimpali. Matanya menatap lekat Risa yang balas memandangnya. Tatapan Risa begitu tajam, memindai sosok mantan adik iparnya itu dari ujung rambut sampai ujung kaki. Zakia yang
Ekstra Part 6 (Penutup)Kenapa penyesalan selalu datang terlambat?!Ingin rasanya ia menangis, tetapi tak bisa. Dia seorang laki-laki, pantang baginya untuk menangis. Dia harus tegar menghadapi kenyataan ini. Dialah yang membuat Citra akhirnya menggugat cerai dirinya. Dia yang tidak bisa menerima anak itu. Dia tidak bisa menerima kehamilan Citra, padahal Citra tidak salah. Yang salah disini adalah Kevin yang sudah berbuat curang. Sepanjang pernikahannya dengan wanita itu, dia sudah menyakitinya, bukan membuatnya bahagia. Apalagi ibu dan kakak perempuannya yang selalu saja menindas, menuntutnya macam-macam. Citra sama sekali tidak menemukan ketenangan hidup saat menikah dengannya.Dia pula yang membiarkan kedekatan Citra dengan dokter Budi, direktur rumah sakit ini. Kedekatan yang terjalin karena ia memang tak pernah mendampingi Citra kontrol kehamilan dan kemungkinan faktor itu yang membuat dokter Budi simpati kepada Citra. Sekarang hasilnya apa?!Kedekatan yang membuat Yudha akan sa
Ekstra Part 5"Bagaimana, Mbak Citra? Sudah siap?" tanya Dokter Budi. Lelaki itu mendekat saat Melda sudah menyadari kehadirannya.Melda buru-buru menyingkir dari tempat itu lantaran merasa malu karena sudah ketahuan membicarakan orang lain di hadapan yang bersangkutan."Antara siap dan tidak siap sih, Dok." Citra meringis."Sebenarnya saya deg-degan, karena ini pengalaman pertama saya. Tolong dimaklumi ya, Dok.""Tidak apa-apa. Tidak akan terjadi apa-apa. Kami semua sudah mempersiapkan dengan baik. Jangan khawatir Mbak Citra." Tangan lelaki itu terulur, mengusap kepala sang pasien kesayangannya.Lelaki itu merasa bersyukur, kini dia sudah selangkah lebih maju. Hakim sudah ketok palu dan Citra sudah resmi bercerai dari suaminya, walaupun mungkin masa iddahnya baru berakhir setelah wanita ini melahirkan. Ya, hanya sebentar lagi. Sebentar lagi ia bisa menyatakan perasaannya kepada wanita ini. Wanita cantik dan mandiri, sangat pas dengan kriteria wanita idamannya. Dia membutuhkan seoran
Ekstra Part 4Niat hati ingin segera meloloskan diri demi menyusul Citra yang sudah lebih dulu masuk ke dalam gedung rumah sakit ini, tapi ternyata Kevin malah dihadang oleh beberapa orang lelaki berseragam petugas medis. Mereka mencekal Kevin dan memaksanya berjalan menuju pintu pagar. Mereka baru melepaskan Kevin setelah lelaki itu berada di luar batas area rumah sakit ini."Sial! Sial!" Lelaki itu mengumpat dalam hati melihat Yudha dan rekannya sudah menghadangnya di depan pintu pagar, sehingga dia tidak bisa lagi menerobos masuk."Pergilah, Kevin. Jangan membuat kekacauan di sini," ujar Yudha dingin. Dia berusaha mengabaikan sejenak kegalauan yang bersarang di hatinya."Aku tidak akan pergi sebelum kalian memberi jalan padaku untuk masuk ke rumah sakit ini. Aku yang lebih berhak mendampingi Citra melahirkan, karena anak itu adalah anakku!" ucap Kevin pongah dengan nada menindas. Tangannya bersedekap di dada. Lelaki itu mendongakkan wajah menatap Yudha yang tak kalah beringas."Keh
Ekstra part 3Pengalaman melahirkan sungguh mendebarkan bagi Citra. Dari sejak bangun tidur, mandi, kemudian menyiapkan segala sesuatunya untuk keperluan persalinannya di rumah sakit nanti, lalu sarapan bersama dengan bik Sum dan Melda.Hanya dua orang itu yang menemaninya pergi ke rumah sakit. Tetapi tidak masalah. Citra bersyukur dia memiliki dua orang yang sangat baik dan mau menemaninya dengan tulus.Setelah memastikan keadaan rumah aman dan pintu terkunci rapat, ketiga wanita itu segera masuk ke dalam mobil. Melda yang kebagian menyetir menjalankan mobilnya dengan kecepatan rendah. Hari ini adalah jadwal operasi caesar untuk Citra. Citra memilih melahirkan secara caesar untuk menghindari komplikasi. Usianya yang sudah 40 tahun cukup beresiko jika memaksakan melahirkan secara normal, lagi pula Citra bukan orang yang sanggup menahan rasa sakit.Sekali lagi cara melahirkan itu adalah pilihan. Bukan soal melahirkan secara normal atau operasi, tetapi kembali kepada kesanggupan tiap ca
Ekstra part 2"Jangan memikirkan soal sewa, Ri, karena aku yang akan menyewakannya untukmu," sahut Leo berbohong. Padahal sebenarnya apartemen ini adalah apartemen pribadi milik Leo sendiri. Dia tidak menyewanya. Apartemen yang sudah lama tidak pernah ia tinggali, karena Leo memilih untuk tinggal di apartemen sederhana yang sesuai dengan perannya sebagai pengawal pribadi seorang nyonya muda."Tapi..." Riri masih ingin memprotes."Sudahlah, Ri," tukas Leo seraya masuk ke dalam apartemen ini, sembari membawakan barang-barang milik Riri. "Masuklah, jangan cuma berdiri di depan pintu seperti itu. Kamu nggak usah takut padaku."Antara percaya atau tidak, tapi yang jelas hatinya benar-benar gamang. Akhirnya Riri melangkah masuk ke dalam. Apartemen ini benar-benar mewah, dengan ukuran yang cukup luas untuk ia tinggali sendirian. Dia baru berada di area ruang tamu, tapi sudah merasakan aura yang berbeda. Di ruang tamu ada satu set sofa dengan meja kaca di tengah-tengah. Lampu kristal yang me
Ekstra Part 1Riri masih menimang amplop berwarna coklat tua di tangannya. Amplop yang diberikan oleh Zakia beberapa jam yang lalu sebelum wanita itu pergi dari rumah ini. Tidak terlalu berat, tetapi Riri yakin, uang yang berada di dalam amplop itu nominalnya cukup besar untuk ukuran dirinya yang hanya orang kecil. Dia belum membukanya, apalagi menghitungnya. Dia masih saja terbawa oleh perasaan.Berat sekali. Rasanya ia ingin menangis saat Zakia memutuskan untuk memberhentikan dirinya sebagai pengasuh Naya. Bukan soal kehilangan pekerjaan, tapi lebih karena perpisahan dengan anak asuhnya. Masih terbayang-bayang semua tingkah anak asuhnya, Aretha Nayyara Az-Zahra yang aktif dan ceria. Balita cantik dan menggemaskan, buah perkawinan nyonya mudanya dengan suami pertamanya.Dia sangat menyayangi anak itu, karena ia pun mengalami hal serupa. Ayah dan ibunya bercerai saat ia masih kecil. Bedanya, Riri memiliki seorang kakak laki-laki yang kemudian bisa menggantikan sosok ayahnya yang pergi
Bab 232"Istrimu benar. setidaknya kamu sudah menjalankan kewajiban dan amanah dari dua wanita itu dan kamu sudah menjadi anak dan cucu yang berbakti," ujar Iqbal menghibur seraya menatap wajah menantunya dalam-dalam."Seandainya mereka masih ada, ibu dan nenekmu pasti juga akan berpikiran sama dengan Papa jika melihat kondisimu memprihatinkan seperti ini. Mereka pasti akan memilih keselamatanmu, ketimbang harta yang tidak berarti apa-apa jika dibandingkan dengan nyawamu," ucap Iqbal lagiMendapatkan bujukan bertubi-tubi dari istri dan kedua mertuanya membuat Arkan terdiam. Usul dari Zakia terasa masuk akal. Namun entah kenapa, dia merasa masih berat. Dia menginginkan semua harta peninggalan milik orang yang dicintainya tetap utuh. Dia sangat ingin menjaganya. Dia tahu sekali, jika ia menyerahkan semua itu kepada anggota keluarga Hadiningrat, maka tidak akan lama, semua itu pasti akan lenyap. Keluarga besar Hadiningrat hanya akan tinggal nama. Padahal di masa lalu, keluarga itu sungg
Bab 231Mendapatkan protes dari anak-anak merupakan sesuatu yang paling membuat hati Zakia pedih. Anak-anak benar. Sejak Zakia dan Arkan sibuk mengurus perusahaan masing-masing, perhatian mereka terhadap anak-anak menjadi sangat terbatas.Sejauh ini semua berjalan sebagaimana mestinya. Dengan dibantu tiga baby sister, Zakia tetap bisa mengurus anak-anaknya dengan baik. Hanya saja, perhatian secara khusus tentunya tidak bisa Zakia lakukan setiap waktu.Entah bagaimana hari-hari ke depan, lantaran Arkan yang harus dirawat di rumah sakit, bahkan saat ini belum juga sadar. Remuk redam rasanya hati Zakia membayangkan kemungkinan terburuk. Dia tidak siap untuk kehilangan suaminya, ayah dari anak-anaknya. Pernikahannya dengan Arkan bisa terjadi dengan melewati banyak hal yang tidak mudah mereka lalui. Mereka bisa sampai ke titik ini dengan perjuangan yang keras. Mereka bahkan harus menikah ulang karena Zakia sudah menemukan orang tua kandungnya, yang berarti pernikahan mereka sebelumnya rus
Bab 230"Apa? Leo?!" Sepasang alis Zakia seketika terangkat."Emangnya kenapa, Nak? Ada apa dengan Leo?" tanya Hanna yang sedikit kaget dengan perubahan di wajah putrinya."Mama tau nggak, gara-gara Leo yang mengantarku pulang ke rumah, Mas Arkan sampai terluka parah begini," adu Zakia. Namun Hanna hanya manggut-manggut."Sayang, Leo itu nggak salah. Tugas Leo itu memang untuk menjaga kamu dan dia digaji oleh papa kamu, jadi dia tidak bekerja untuk Arkan," jelas Hanna. Sebenarnya itu tidak perlu di jelaskan, karena Zakia sudah tahu soal posisi Leo."Nggak gitu juga kali, Ma," bantah Zakia seraya mendengus. Dia merasa sangat kesal."Sesuai dengan tugasnya, Leo itu pastinya memprioritaskan keselamatan kamu, meski di sisi lain dia pun peduli dengan suamimu. Buktinya dia balik lagi ke restoran itu, kan? Meskipun kedatangannya sudah terlambat," ujar Hanna. Dia tahu putrinya kesal, tapi Zakia harus menyadari tugas dan kewajiban Leo. Hendrik dan lainnya memang digaji oleh Arkan, tetapi khus