Bab 85"Saat ini target sudah memasuki sebuah apartemen. Apa perlu kita labrak sekarang, Bos?" tanya Hans. Suaranya lirih di ujung telpon. Sepertinya ia memang sangat menjaga agar suaranya tidak terdengar oleh siapapun di sekitar tempat ia berada."Jangan, Hans. Biarkan dulu dia masuk ke apartemen, lalu kamu sadap pembicaraan mereka, setelah itu baru kita sergap. Aku ingin kita selangkah lebih maju dari pihak kepolisian. Pastikan semua orangmu siaga di titik-titik vital. Jangan biarkan mereka lolos," perintah Arkan."Baiklah, Bos....""Jangan lupa share loc tempat itu. Aku dan tim yang lain akan segera menyusul," instruksi Arkan sebelum memutus panggilan.Arkan menghela nafas, lantas masuk ke aplikasi pesan instan saat ia menerima notifikasi pesan dari Hans. Lokasi dimana pelaku penembakan itu kini sudah berada dalam genggamannya. Untuk saat ini dia harus mengesampingkan soal Ammar dulu. Dia harus menuju ke lokasi. Mudah-mudahan saja kasus penembakan dan penculikan ini berasal dari mu
Bab 86Baku hantam di antara mereka tak bisa dihindarkan, meskipun pada awalnya Arkan mengira aksi mereka tidak akan menimbulkan keributan yang berlebih. Namun ternyata dugaannya salah. Apartemen itu merupakan markas mereka. Lelaki yang bernama Gary itu merupakan bagian dari komplotan pembunuh bayaran. Dia adalah lelaki yang dibayar untuk membunuh siapapun yang di kehendaki oleh orang yang membayarnya. Dan siapa orang yang membayarnya, masih perlu penyelidikan lebih lanjut. Hanya yang jelas, akan sulit membuat lelaki itu buka mulut, karena itu menyangkut kerahasiaan organisasi dan untuk itu, anggota keluarga mereka dipertaruhkan. Orang-orang seperti Gary akan lebih memilih mati ketimbang menyebut nama orang yang telah membayarnya.Lagi-lagi hasilnya nihil. Arkan dan tim hanya berhasil meringkus Gary yang untuk selanjutnya dibawa ke kantor polisi. Sementara anggota lain dari sindikat itu bisa lolos. Arkan turun dari mobil kemudian melangkah gontai. Kedatangannya disambut oleh Zakia y
Bab 87Zakia berjalan mondar-mandir di kamarnya. Naya sudah tertidur beberapa saat yang lalu di ranjang pengantin ini. Ranjang yang seharusnya menjadi saksi penyatuan cinta mereka di malam pertama.Zakia menggigit bibirnya, terasa getir. Agaknya impiannya untuk mereguk madu cinta bersama sang suami harus tertunda, entah sampai kapan.Dua jam sudah berlalu dan Arkan belum juga kembali. Zakia bahkan tidak memiliki keberanian untuk keluar dari kamar ini meskipun perutnya terasa lapar. Beruntung masih ada beberapa cemilan di dalam kulkas yang ada di kamar ini serta air mineral untuk minum, sehingga jikalau ingin menggajal perutnya pun dia tidak perlu keluar kamar. Hanya saja masalahnya, meski perutnya lapar, Zakia sama sekali tidak selera makan. Dia masih kepikiran soal Ammar yang masih belum ada kabar. Entah apa yang dikerjakan oleh orang-orang yang katanya tim investigasi itu. Seharusnya mereka bisa melacak jejak bayi lelaki itu dalam tempo yang sangat singkat. Tidak mungkin suaminya m
Bab 88"Jaga ucapanmu, Arkan. Mana ada seorang kakek dan nenek menculik cucunya sendiri? Kamu pikir kami sudah gila, apa?!" sergah Iqbal. Dia tidak terima dengan istilah menculik yang terlontar dari mulut mantan menantunya. Dia hanya membawa Ammar ke rumahnya, karena selama ini Iqbal menganggap Arkan begitu membatasi akses untuk bertemu dengan cucunya sendiri.Dia merasa berhak dengan cucunya karena hanya Ammar satu-satunya keturunan dari Maryam, dan merupakan satu-satunya pewaris perusahaannya. Sebenarnya sudah sejak dulu Iqbal ingin mengambil alih pengasuhan cucunya. Namun ia tidak memiliki alasan yang tepat. Baru setelah mendapati Arkan menikah lagi, Iqbal pun menyusun rencana untuk mengambil alih cucunya. Iqbal tahu, Arkan tidak mungkin akan memberikan Ammar secara baik-baik. Oleh karena itu ia memutuskan untuk membawa cucunya diam-diam dengan menggunakan Ayu dan salah seorang pengawal di rumah itu.Di titik ini dia merasa tak bersalah. Bukankah Arkan sudah menikah lagi dan pasti
Bab 89"Apakah Mama pikir, setelah kita berhasil membawa Ammar sampai kemari, lantas Papa akan bersedia menjilat ludah yang sudah terbuang?" ketus pria itu menatap tajam istrinya. Istrinya memang selalu begitu. Mudah goyah. Dulu saja, kalau bukan karena rayuan Hanna, tak sudi ia merestui hubungan Maryam dengan Arkan."Jangan lebay, Ma. Dia hanya belum terbiasa dengan kita. Nanti lama-lama juga terbiasa. Lagi pula aku sudah menemui Arkan dan dia sudah tahu di mana sekarang putranya berada," lanjutnya lagi."Bagaimana kalau dia tidak terbiasa? Mama takut terjadi sesuatu pada cucu kita," keluh Hanna lagi. Dia mengamati tingkah cucunya. Berulangkali bayi lelaki itu memegang perutnya seraya merintih. Berjam-jam tanpa makanan dan minuman tentu saja Ammar merasakan lapar dan haus.Hanna menghela nafas, lantas menatap suaminya. "Apakah kita sudah keterlaluan memaksa anak ini tinggal bersama kita, sementara dia masih menyusu kepada ibu susunya?'"Kita akan menggantikannya dengan susu formula y
Bab 90"Jangan malu-malu berada di hadapanku. Kita bukan perjaka dan perawan lagi. Seharusnya kamu mengerti...." Sebuah kecupan ia labuhkan ke bibir merah itu. Rasanya teramat manis.Kecupan yang di sambut Zakia dengan malu-malu. Gerakan bibirnya pun teramat kaku. Meski begitu, efeknya terasa sangat besar bagi Arkan. Lelaki itu semakin bersemangat. Kecupan yang terus berkembang menjadi lumatan yang kian menuntut. Zakia mendesah. Suara keciplak bibir mewarnai ruangan yang tiba-tiba terasa gerah baginya, padahal pengatur suhu di ruangan masih berfungsi dengan normal. Berada di kondisi seintim ini dengan seorang lelaki membuat tubuhnya serasa meriang. Sudah terlalu lama dia tidak melakukan ini. Dulu saat ia masih bersuamikan Yudha, Zakia nyaris tidak bisa menikmati karena Yudha selalu memperlakukannya secara kasar. Yudha hanya ingin kebutuhan biologisnya terpenuhi, dengan mengabaikan tubuh Zakia yang lelah sehabis bekerja seharian mengurus rumah.Membandingkan Yudha dengan Arkan tentu
Bab 91Kalau benar lelaki itu adalah orang yang sudah membuat ayah kandungnya meninggal dunia, Arkan tidak akan pernah memberi ampun. Bukankah nyawa harus dibayar dengan nyawa? Dia bertekad untuk menghabisi lelaki itu dengan tangannya sendiri. Sebab, kalau sampai ke tangan pihak yang berwajib, sama saja dengan bohong. Drajat pasti akan bisa keluar dari penjara dengan menggunakan segala macam cara. Buktinya ia dengan mudah menjamin lelaki bayarannya untuk keluar dari penjara, apalagi jika itu menimpa dirinya sendiri. Tentu akan lebih mudah lagi hal itu ia lakukan.Arkan tidak boleh gegabah. Dia harus merencanakan semuanya dengan matang. Lagi pula, orang yang harus dihadapinya bukan orang sembarangan. Lelaki itu licik, dan kelicikannya itu mampu mengelabui keluarga besar Hadiningrat sehingga mampu memaksa seorang Gusti Rara untuk menikah dengannya.Dia harus dapat merebut kembali haknya, sebelum akhirnya mengirim lelaki serakah itu ke neraka.Arkan tidak menyangka jika ternyata Dahlan b
Bab 92Arkan menangis seperti anak kecil. Bahunya bahkan terguncang. Kesedihan itu seolah tak pernah usai. Antara sedih dan rindu. Dia merindukan berada dalam dekapan ibunya, Gusti Rara yang seumur hidup tak pernah ia rasakan. Andai dekapan seorang ibu bisa dibeli, maka Arkan rela menukarnya dengan apapun. Zakia memeluknya, membelai dada bidang yang sedikit berbulu itu penuh kasih sayang. Sisi lain dari suaminya yang baru sekarang ia ketahui. Dibalik sikap dingin dan sedikit arogan, ternyata Arkan begitu rapuh. Dia bahkan tanpa malu menangis saat menceritakan sejarah hidupnya. Arkan tumbuh dan dibesarkan di panti asuhan. Fakta itu sudah lama Zakia ketahui. Namun yang tidak Zakia sadari, jika Arkan kehilangan sosok ibu kandungnya. Dia tidak pernah merasakan kasih sayang seorang ibu, suatu hal yang berpengaruh sangat besar pada lelaki itu sampai ia dewasa, menikah dan memiliki anak. Dari sini Zakia baru menyadari, kenapa Arkan mati-matian mempertahankannya di rumah ini. Arkan pasti t
Ekstra Part 6 (Penutup)Kenapa penyesalan selalu datang terlambat?!Ingin rasanya ia menangis, tetapi tak bisa. Dia seorang laki-laki, pantang baginya untuk menangis. Dia harus tegar menghadapi kenyataan ini. Dialah yang membuat Citra akhirnya menggugat cerai dirinya. Dia yang tidak bisa menerima anak itu. Dia tidak bisa menerima kehamilan Citra, padahal Citra tidak salah. Yang salah disini adalah Kevin yang sudah berbuat curang. Sepanjang pernikahannya dengan wanita itu, dia sudah menyakitinya, bukan membuatnya bahagia. Apalagi ibu dan kakak perempuannya yang selalu saja menindas, menuntutnya macam-macam. Citra sama sekali tidak menemukan ketenangan hidup saat menikah dengannya.Dia pula yang membiarkan kedekatan Citra dengan dokter Budi, direktur rumah sakit ini. Kedekatan yang terjalin karena ia memang tak pernah mendampingi Citra kontrol kehamilan dan kemungkinan faktor itu yang membuat dokter Budi simpati kepada Citra. Sekarang hasilnya apa?!Kedekatan yang membuat Yudha akan sa
Ekstra Part 5"Bagaimana, Mbak Citra? Sudah siap?" tanya Dokter Budi. Lelaki itu mendekat saat Melda sudah menyadari kehadirannya.Melda buru-buru menyingkir dari tempat itu lantaran merasa malu karena sudah ketahuan membicarakan orang lain di hadapan yang bersangkutan."Antara siap dan tidak siap sih, Dok." Citra meringis."Sebenarnya saya deg-degan, karena ini pengalaman pertama saya. Tolong dimaklumi ya, Dok.""Tidak apa-apa. Tidak akan terjadi apa-apa. Kami semua sudah mempersiapkan dengan baik. Jangan khawatir Mbak Citra." Tangan lelaki itu terulur, mengusap kepala sang pasien kesayangannya.Lelaki itu merasa bersyukur, kini dia sudah selangkah lebih maju. Hakim sudah ketok palu dan Citra sudah resmi bercerai dari suaminya, walaupun mungkin masa iddahnya baru berakhir setelah wanita ini melahirkan. Ya, hanya sebentar lagi. Sebentar lagi ia bisa menyatakan perasaannya kepada wanita ini. Wanita cantik dan mandiri, sangat pas dengan kriteria wanita idamannya. Dia membutuhkan seoran
Ekstra Part 4Niat hati ingin segera meloloskan diri demi menyusul Citra yang sudah lebih dulu masuk ke dalam gedung rumah sakit ini, tapi ternyata Kevin malah dihadang oleh beberapa orang lelaki berseragam petugas medis. Mereka mencekal Kevin dan memaksanya berjalan menuju pintu pagar. Mereka baru melepaskan Kevin setelah lelaki itu berada di luar batas area rumah sakit ini."Sial! Sial!" Lelaki itu mengumpat dalam hati melihat Yudha dan rekannya sudah menghadangnya di depan pintu pagar, sehingga dia tidak bisa lagi menerobos masuk."Pergilah, Kevin. Jangan membuat kekacauan di sini," ujar Yudha dingin. Dia berusaha mengabaikan sejenak kegalauan yang bersarang di hatinya."Aku tidak akan pergi sebelum kalian memberi jalan padaku untuk masuk ke rumah sakit ini. Aku yang lebih berhak mendampingi Citra melahirkan, karena anak itu adalah anakku!" ucap Kevin pongah dengan nada menindas. Tangannya bersedekap di dada. Lelaki itu mendongakkan wajah menatap Yudha yang tak kalah beringas."Keh
Ekstra part 3Pengalaman melahirkan sungguh mendebarkan bagi Citra. Dari sejak bangun tidur, mandi, kemudian menyiapkan segala sesuatunya untuk keperluan persalinannya di rumah sakit nanti, lalu sarapan bersama dengan bik Sum dan Melda.Hanya dua orang itu yang menemaninya pergi ke rumah sakit. Tetapi tidak masalah. Citra bersyukur dia memiliki dua orang yang sangat baik dan mau menemaninya dengan tulus.Setelah memastikan keadaan rumah aman dan pintu terkunci rapat, ketiga wanita itu segera masuk ke dalam mobil. Melda yang kebagian menyetir menjalankan mobilnya dengan kecepatan rendah. Hari ini adalah jadwal operasi caesar untuk Citra. Citra memilih melahirkan secara caesar untuk menghindari komplikasi. Usianya yang sudah 40 tahun cukup beresiko jika memaksakan melahirkan secara normal, lagi pula Citra bukan orang yang sanggup menahan rasa sakit.Sekali lagi cara melahirkan itu adalah pilihan. Bukan soal melahirkan secara normal atau operasi, tetapi kembali kepada kesanggupan tiap ca
Ekstra part 2"Jangan memikirkan soal sewa, Ri, karena aku yang akan menyewakannya untukmu," sahut Leo berbohong. Padahal sebenarnya apartemen ini adalah apartemen pribadi milik Leo sendiri. Dia tidak menyewanya. Apartemen yang sudah lama tidak pernah ia tinggali, karena Leo memilih untuk tinggal di apartemen sederhana yang sesuai dengan perannya sebagai pengawal pribadi seorang nyonya muda."Tapi..." Riri masih ingin memprotes."Sudahlah, Ri," tukas Leo seraya masuk ke dalam apartemen ini, sembari membawakan barang-barang milik Riri. "Masuklah, jangan cuma berdiri di depan pintu seperti itu. Kamu nggak usah takut padaku."Antara percaya atau tidak, tapi yang jelas hatinya benar-benar gamang. Akhirnya Riri melangkah masuk ke dalam. Apartemen ini benar-benar mewah, dengan ukuran yang cukup luas untuk ia tinggali sendirian. Dia baru berada di area ruang tamu, tapi sudah merasakan aura yang berbeda. Di ruang tamu ada satu set sofa dengan meja kaca di tengah-tengah. Lampu kristal yang me
Ekstra Part 1Riri masih menimang amplop berwarna coklat tua di tangannya. Amplop yang diberikan oleh Zakia beberapa jam yang lalu sebelum wanita itu pergi dari rumah ini. Tidak terlalu berat, tetapi Riri yakin, uang yang berada di dalam amplop itu nominalnya cukup besar untuk ukuran dirinya yang hanya orang kecil. Dia belum membukanya, apalagi menghitungnya. Dia masih saja terbawa oleh perasaan.Berat sekali. Rasanya ia ingin menangis saat Zakia memutuskan untuk memberhentikan dirinya sebagai pengasuh Naya. Bukan soal kehilangan pekerjaan, tapi lebih karena perpisahan dengan anak asuhnya. Masih terbayang-bayang semua tingkah anak asuhnya, Aretha Nayyara Az-Zahra yang aktif dan ceria. Balita cantik dan menggemaskan, buah perkawinan nyonya mudanya dengan suami pertamanya.Dia sangat menyayangi anak itu, karena ia pun mengalami hal serupa. Ayah dan ibunya bercerai saat ia masih kecil. Bedanya, Riri memiliki seorang kakak laki-laki yang kemudian bisa menggantikan sosok ayahnya yang pergi
Bab 232"Istrimu benar. setidaknya kamu sudah menjalankan kewajiban dan amanah dari dua wanita itu dan kamu sudah menjadi anak dan cucu yang berbakti," ujar Iqbal menghibur seraya menatap wajah menantunya dalam-dalam."Seandainya mereka masih ada, ibu dan nenekmu pasti juga akan berpikiran sama dengan Papa jika melihat kondisimu memprihatinkan seperti ini. Mereka pasti akan memilih keselamatanmu, ketimbang harta yang tidak berarti apa-apa jika dibandingkan dengan nyawamu," ucap Iqbal lagiMendapatkan bujukan bertubi-tubi dari istri dan kedua mertuanya membuat Arkan terdiam. Usul dari Zakia terasa masuk akal. Namun entah kenapa, dia merasa masih berat. Dia menginginkan semua harta peninggalan milik orang yang dicintainya tetap utuh. Dia sangat ingin menjaganya. Dia tahu sekali, jika ia menyerahkan semua itu kepada anggota keluarga Hadiningrat, maka tidak akan lama, semua itu pasti akan lenyap. Keluarga besar Hadiningrat hanya akan tinggal nama. Padahal di masa lalu, keluarga itu sungg
Bab 231Mendapatkan protes dari anak-anak merupakan sesuatu yang paling membuat hati Zakia pedih. Anak-anak benar. Sejak Zakia dan Arkan sibuk mengurus perusahaan masing-masing, perhatian mereka terhadap anak-anak menjadi sangat terbatas.Sejauh ini semua berjalan sebagaimana mestinya. Dengan dibantu tiga baby sister, Zakia tetap bisa mengurus anak-anaknya dengan baik. Hanya saja, perhatian secara khusus tentunya tidak bisa Zakia lakukan setiap waktu.Entah bagaimana hari-hari ke depan, lantaran Arkan yang harus dirawat di rumah sakit, bahkan saat ini belum juga sadar. Remuk redam rasanya hati Zakia membayangkan kemungkinan terburuk. Dia tidak siap untuk kehilangan suaminya, ayah dari anak-anaknya. Pernikahannya dengan Arkan bisa terjadi dengan melewati banyak hal yang tidak mudah mereka lalui. Mereka bisa sampai ke titik ini dengan perjuangan yang keras. Mereka bahkan harus menikah ulang karena Zakia sudah menemukan orang tua kandungnya, yang berarti pernikahan mereka sebelumnya rus
Bab 230"Apa? Leo?!" Sepasang alis Zakia seketika terangkat."Emangnya kenapa, Nak? Ada apa dengan Leo?" tanya Hanna yang sedikit kaget dengan perubahan di wajah putrinya."Mama tau nggak, gara-gara Leo yang mengantarku pulang ke rumah, Mas Arkan sampai terluka parah begini," adu Zakia. Namun Hanna hanya manggut-manggut."Sayang, Leo itu nggak salah. Tugas Leo itu memang untuk menjaga kamu dan dia digaji oleh papa kamu, jadi dia tidak bekerja untuk Arkan," jelas Hanna. Sebenarnya itu tidak perlu di jelaskan, karena Zakia sudah tahu soal posisi Leo."Nggak gitu juga kali, Ma," bantah Zakia seraya mendengus. Dia merasa sangat kesal."Sesuai dengan tugasnya, Leo itu pastinya memprioritaskan keselamatan kamu, meski di sisi lain dia pun peduli dengan suamimu. Buktinya dia balik lagi ke restoran itu, kan? Meskipun kedatangannya sudah terlambat," ujar Hanna. Dia tahu putrinya kesal, tapi Zakia harus menyadari tugas dan kewajiban Leo. Hendrik dan lainnya memang digaji oleh Arkan, tetapi khus