Setelah pulang dari apartemen Gita kemarin, Devan sudah bertekad dan meyakinkan diri akan tetap kembali merebut hati Gita. Ia sangat ingat betul ketika bertemu Sandra di restoran waktu itu. Istri Abimana adalah Sandra, bukan Gita. Apa Abimana membohongi Gita dengan dalih melakukan perjalan bisnis ke luar kota? Hingga membuat Gita mengucapkan sebuah penyesalan yang ia rasakan dalam pernikahannya. Ya, Devan yakin, pemikirannya dan segala praduganya adalah benar. Untuk itu, mulai sekarang, ia akan menjaga dan melindungi Gita apapun caranya. Bahkan ia akan memberi tahu sebuah kenyataan bahwa Abimana tak hanya memiliki satu istri, melainkan jelas menduakan Gita. "Ah, brengsek! Jika aku tahu saat itu, pasti aku akan menghajar habis-habisan Abimana brengsek itu," maki Devan memukul setir mobilnya. Saat ini pria itu sedang berada dalam mobil. Sengaja menunggu Gita untuk berangkat ke kantor bersama. Sialnya lagi, pria itu justru melihat pemandangan yang semakin menyebalkan dan me
"Hubungan aku sama si bos? Emang kamu pikir hubunganku sama si bos apa?" tanya Gita heran. "Waktu ada berita di portal media EL-Group itu, semua kan udah tahu kalau,...""Dena, aku gak ada hubungan apa-apa sama Pak Devan. Kamu gak percaya soal itu?" Gita merasa kecewa karena Dena yang dia anggap mengerti dirinya justru mencurigainya. "Bukan gitu, Mbak. Aku...""Aku mau lanjutin pekerjaanku dulu. Permisi," ucap Gita meninggalkan Dena yang merasa bersalah dengan kecurigaannya. "Maaf, Mbak," lirih Dena melihat Gita pergi ke meja kerjanya sendiri. Gita mendengus kasar. Melihat sekeliling orang-orang yang ternyata masih menatap aneh ke arahnya. "Devan bilang sudah mengurus semuanya. Kenapa aku masih jadi sorotan?" gumam Gita sedih. "Gita.""Ya, Pak!" sahut Gita terkejut dan segera berdiri menjawab panggilan Aldo. "Apa aku ngagetin kamu? Sorry. Aku gak bermaksud," ucap Aldo dan dibalas gelengan oleh Gita."Gak, Pak. Ada apa?""Kamu dipanggil Pak Devan," ucap Aldo yang membuat Gita me
"Ah! Sial!!! Aku terlambat!" Makian dan umpatan terus keluar dari mulut Abimana karena ia bangun kesiangan. "Kenapa kamu gak bangunin aku, sih? Aku kan jadi telat!" kesal Abimana. Gita melunturkan senyum saat menyiapkan sarapan di atas meja. "Loh, Mas. Bukannya hari ini masih libur. Kan ini baru---" "Gak ada acara libur di kamusku ya. Apalagi aku ada urusan penting. Harusnya kan kamu bangunin aku kalau kamu udah bangun tadi," ucap Abimana masih kesal sembari memasang dasi juga arlojinya. Gita tak bisa menjawab apapun ucapan Abimana karena laki-laki terus mengomel tanpa memberinya waktu untuk bicara. "Sudah, aku berangkat dulu. Gara-gara kamu aku telat kan jadinya!" kesal Abimana. "Sarapan dulu, Mas. Aku udah---" "Mana ada aku waktu buat sarapan! Yang bisa aku kena marah Papa di kantor!" "Tapi. Mas..." Terlambat. Abimana sudah pergi masuk ke dalam mobilnya. Bahkan dengan cepat sudah menghilang dari pandangan Gita. Wanita itu terpaku dengan sikap Abimana. Semua berbanding t
Abimana terperanjat melihat seorang wanita di depannya. Ia meneguk salivanya dengan susah payah. Sungguh, siapapun juga tak akan tahan dengan godaan berat seperti pemandangan di hadapannya ini. Sedangkan Danu hanya mendengus kesal. Sangat tahu dengan apa maksud dari istrinya itu. Namun, ia tak hiraukan, yang jelas saat ini perusahaannya butuh bantuan. "M..Ma, apa ini? Mak... maksudku, apa maksud ucapan Mama?" tanya Abimana tersendat dengan tak beralih pandangan dari wanita di hadapannya. Wanita itu tersenyum miring, segera duduk dengan menyilangkan kakinya yang menampakkan kaki jenjang yang mulus serta membuat Abimana semakin gelisah. "Duduklah. Kita bisa bicarakan ini baik-baik," ucap wanita itu yang di angguki dengan senyum merekah dari Sekar. Semua orang duduk dengan kegugupan Abimana yang masih nampak. "Aku tahu, kalian sedang diambang kesulitan. Dan aku bisa membantu perusahaan kalian, asalkan kamu..." wanita itu menjeda ucapannya sembari menunjuk Abimana dan melanj
"Maaf, saya salah orang," ucap Devan. Ia hampir frustasi mengingat apa yang ia lihat tadi seperti seseorang yang ia kenal. Namun, rupanya ia salah menduga. "Sial! Aku pasti sudah gila!" umpat Devan dan berlari kembali ke arah mobil. Lalu segera melesat menyusul Aldo ke tempat meeting. "Selamat pagi, Pak Danu," sapa Devan ramah serta mengulurkan jabat tangan yang seketika di sambut oleh ayah Abimana itu. "Selamat pagi, Pak Devan. Wah, saya sangat suka sekali aura pebisnis hebat seperti pak Devan ini. Selalu bersemangat dan enerjik," ucap Danu berbasa-basi yang hanya dibalas senyuman oleh Devan. "Perkenalkan, ini anak saya, dia juga yang akan menggantikan posisi saya nantinya, Pak Devan," ucap Danu yang segera disambut oleh Abimana. "Saya Abimana, Pak Devan. Semoga kita bisa bekerja sama," sapa Abimana. Devan tersenyum dan menoleh ke arah Aldo. Yang di toleh seolah mengerti, Aldo hanya tersenyum dan menarik kursi untuk Devan. "Agar lebih akrab, bagaimana kalau kita sarapa
BRAK! Gita terbangun dari tidurnya setelah mendengar suara bantingan pintu. Lebih terkejut lagi saat ia mendapati suaminya yang sedang ia tunggu hingga larut malam itu, kini tengah berjalan sempoyongan. Setelah bertemu Sandra tadi, keduanya seakan merayakan rencana gila mereka dengan bermain di bar. Dari sana Abimana merasa cukup senang bersama Sandra. "Astaghfirulloh! Mas Abi?" "Arrghh!!! Sialan! Sama sekali gak berguna!!" ucap Abimana mengalihkan dengan kasar sambutan tangan dari istrinya. "Percuma dong aku nikah sama kamu kalau ayahmu gak bisa bantu perusahaanku!" teriak Abimana dengan menatap tajam ke arah Gita. "Kamu bilang apa, Mas?" Gita sudah berurai air mata menghampiri suaminya. Terheran dengan apa yang baru saja dikatakan Abimana. Konon katanya, ucapan orang di bawah pengaruh alkohol adalah jujur. "Percuma kamu bilang? Percuma menikah dengan aku, Mas?" Abimana sedikit menegang. Tidak, bukan ini tujuannya. Ia kelepasan bicara demikian. Meskipun benar adanya.
Devan merebahkan dirinya di ranjang. Ia baru saja pulang dari kantor. Rasa lelah sudah sangat mendominasi seluruh tubuhnya. Namun, ia tak akan bisa tidur lelap jika belum mandi. Meski sebenarnya tadi di kantor ia sudah mandi karena disiram air oleh Winda. Namun, jika sampai rumah, mandi adalah ritual wajib Devan sebelum tidur. Segera ia beranjak dari ranjang dan hendak mandi agar bisa secepatnya tidur. Namun, belum saja ia melepas kancing kemejanya, sebuah suara menginterupsi Sang pewaris EL grup tersebut. "Devan? Devan buka pintunya. Ibu mau bicara. Devan?" Ketukan di pintu terus berbunyi membuat Devan menghela napas lelah karena sang Ibu akan memarahinya. Ya, dia sudah sangat hapal sekali itu. "Dev..." "Apa sih, Bu?" tanya Devan lemas. Menempel pada pintu kamarnya. "Winda telpon Ibu barusan. Kamu tuh ya..." Ayu berdecak kesal sembari berkacak pinggang. Melihat wajah lelah sang anak sungguh tak tega melanjutkan acara marahnya. Namun, ia sudah sangat kesal dengan tin
Cinta itu bermacam-macam artinya bagi setiap orang. Cinta yang tulus seringkali diartikan dengan kata setia pada satu hati dan menerima apa adanya. Sedang pernikahan itu sakral, suci, dan berhadapan dengan Tuhan dalam ikrarnya. Namun, siapa sangka jika masih banyak orang yang menjadikan pernikahan sebagai alat. Alat untuk apapun mencapai tujuannya. PYAR!!! Gita meremas dadanya yang terasa sesak. Entah kenapa tiba-tiba hatinya merasakan sesak dan sakit. Seakan sesuatu menghujam jantungnya. Hatinya merasa tidak enak. Merasa sesuatu hal buruk telah terjadi. Dan seketika ia teringat akan suaminya. "Mas Abi?" lirih Gita dengan sudah meneteskan air mata. Sedangkan yang dipikirkan oleh Gita.... "SAH!" Abimana tersenyum senang ketika menatap Sandra yang kini sudah sah menjadi istrinya. Bahkan, ingatan tentang pernikahan dirinya dengan Gita seakan sirna. Disamping jadi simbiosis mutualisme, agaknya laki-laki itu juga memburu nafsunya yang penasaran akan Sandra sejak kali p
"Hubungan aku sama si bos? Emang kamu pikir hubunganku sama si bos apa?" tanya Gita heran. "Waktu ada berita di portal media EL-Group itu, semua kan udah tahu kalau,...""Dena, aku gak ada hubungan apa-apa sama Pak Devan. Kamu gak percaya soal itu?" Gita merasa kecewa karena Dena yang dia anggap mengerti dirinya justru mencurigainya. "Bukan gitu, Mbak. Aku...""Aku mau lanjutin pekerjaanku dulu. Permisi," ucap Gita meninggalkan Dena yang merasa bersalah dengan kecurigaannya. "Maaf, Mbak," lirih Dena melihat Gita pergi ke meja kerjanya sendiri. Gita mendengus kasar. Melihat sekeliling orang-orang yang ternyata masih menatap aneh ke arahnya. "Devan bilang sudah mengurus semuanya. Kenapa aku masih jadi sorotan?" gumam Gita sedih. "Gita.""Ya, Pak!" sahut Gita terkejut dan segera berdiri menjawab panggilan Aldo. "Apa aku ngagetin kamu? Sorry. Aku gak bermaksud," ucap Aldo dan dibalas gelengan oleh Gita."Gak, Pak. Ada apa?""Kamu dipanggil Pak Devan," ucap Aldo yang membuat Gita me
Setelah pulang dari apartemen Gita kemarin, Devan sudah bertekad dan meyakinkan diri akan tetap kembali merebut hati Gita. Ia sangat ingat betul ketika bertemu Sandra di restoran waktu itu. Istri Abimana adalah Sandra, bukan Gita. Apa Abimana membohongi Gita dengan dalih melakukan perjalan bisnis ke luar kota? Hingga membuat Gita mengucapkan sebuah penyesalan yang ia rasakan dalam pernikahannya. Ya, Devan yakin, pemikirannya dan segala praduganya adalah benar. Untuk itu, mulai sekarang, ia akan menjaga dan melindungi Gita apapun caranya. Bahkan ia akan memberi tahu sebuah kenyataan bahwa Abimana tak hanya memiliki satu istri, melainkan jelas menduakan Gita. "Ah, brengsek! Jika aku tahu saat itu, pasti aku akan menghajar habis-habisan Abimana brengsek itu," maki Devan memukul setir mobilnya. Saat ini pria itu sedang berada dalam mobil. Sengaja menunggu Gita untuk berangkat ke kantor bersama. Sialnya lagi, pria itu justru melihat pemandangan yang semakin menyebalkan dan me
Sejak semalam Abimana uring-uringan. Sandrs tidak pulang dengan alasan ada acara party dengan teman-temannya. Sedangkan ia ketiduran saat memantau cctv Gita di apartemennya. Lalu paginya saat akan melihat rekaman cctv rupanya hanya gelap gulita. Dan pagi ini, sebelum ia ke kantor dan juga sebelum Sandra datang ia segera pergi ke apartemennya guna menanyakan perihal rekaman cctv yang gelap. "Gita?! Dimana kamu?!" Gita yang sedang bercermin setelah mandi terkejut mendengar suara Abimana yang terdengar marah. "Mas, kamu pulang?" "Coba katakan, kenapa rekaman cctv semalam tidak ada? Kenapa gelap semua? Kamu ada main di belakang aku? Iya?" Gita mendelik mendengar tuduhan Abimana. Kemarin memang dirinya bersama Devan. Tapi mendengar tuduhan itu Gita tidak terima. "Mas, kamu jangan asal bicara ya? Semalam itu...""Kamu jangan beralasan Gita. Lalu kenapa aku gak bisa liat rekaman cctv semalam?!""Semalam satu apartemen ini mati listrik, Mas.""Aku gak percaya. Mana mungkin apartemen se
Jika memang kamu bukanlah takdirku, biarlah aku memiliki rasa ini tumbuh dihatiku. Biar saja semesta memakiku. Aku tak mau tahu, karena rasaku sudah berakhir di kamu. Devan memaki dirinya sendiri yang seperti remaja labil baru jatuh cinta. Dia merasa benar-benar gila masih saja mengharapkan Gita yang sudah jelas memiliki suami. Tapi karena merasa aneh dengan pernikahan Gita, ia merasa masih mempunyai kesempatan.Hingga akhirnya ia nekad mengunjungi Gita ke apartemennya karena tahu suaminya tidak ada. Bruk!Devan menangkap Gita yang hampir jatuh karena tersandung kursi di pantry. Namun, karena Devan juga tersandung kakinya sendiri akhirnya mereka terjatuh bersama. Deg!Gita terkejut saat Devan menangkapnya, dan sekarang ia berada di atas tubuh Devan. Membuat mereka saling memandang heran. Keduanya langsung menghindar satu sama lain. Karena merasakan jantung keduanya berdetak lebih kencang. Gita bergegas bangkit untuk berdiri. Namun, ...Dug! "Aduh!""Anin?! Kamu gak papa?" Devan m
"Honey, aku sangat merindukanmu." Sandra terpancing dengan kata-kata mesra dari sang pacar. Ya, pagi tadi Sandra buru-buru pergi karena Rian mengirim pesan jika ia sudah kembali. Sandra dan Rian adalah pasangan bebas yang bertemu di Bar. Tapi Sandra benar-benar sudah jatuh hati padanya. Sayangnya, Rian tak menaruh hati apapun pada Sandra. Bagi Rian hubungan mereka hanyalah sebatas "Have Fun". Hingga kebebasan hubungan mereka, Sandra hamil. Naasnya, Rian menolaknya saat Sandra memberi tahu kehamilannya. Hingga ia menghilang tak bisa dihubungi. Sandra mendengar dari teman-temannya bahwa Rian pergi ke luar negeri. "Apa kamu masih menjaga anak kita, Honey?" bisik Rian memberikan sentuhan-sentuhan yang memabukkan bagi Sandra. Hingga wanita itu terbuai. Baginya, segala sentuhan Rian sangat jauh berbeda dengan Abimana. Nanti, jika Rian sudah mau bertanggung jawab, Sandra berniat pergi meninggalkan Abimana. Status pernikahannya sekarang, hanya sebagai alibi agar tak di cap oleh kelu
"Apa yang kamu bicarakan, Mas. Aku...""Kalau aku tanya itu dijawab, Gita!!!""Aku tidak tahu apa maksud kamu, Mas! Aku selalu ada di rumah nungguin kamu yang tak pasti pulang kapan, sekarang kamu tiba-tiba pulang marah-marah sama aku?! Maksud kamu apa?" ucap Gita yang juga dipenuhi amarah.Ia sudah lelah menghadapi sikap Abimana yang selalu mengedepankan emosi. Biarlah Abimana tidak tahu apa yang ia kerjakan beberapa hari ini. Ia akan malas memberi alasan pada suaminya yang tak tahu diri itu. "Aku capek, Mas. Aku capek," lirih Gita frustasi. Abimana terengah sembari mengatur napasnya. Sedikit terkejut pula dengan apa yang diucapkan sang istri. Ya, Gita benar, seharusnya ia tak marah-marah saat baru saja pulang. Namun, foto yang ia lihat semalam membuatnya marah dan tidak terima. Padahal dirinya saja sudah menikah lagi tanpa memberitahu Gita. Pantaskah ia marah pada Gita?Tanpa bicara lagi, Abimana mengeluarkan ponselnya. Lalu membuka portal media yang semalam dibuka Sandra. Hal itu
--"PEWARIS EL-GROUP / SI ANTI WANITA TERCIDUK MENGGANDENG SEORANG WANITA"--Devan mendengus kasar melihat Judul portal media dari perusahaannya sendiri. Bahkan postingan yang baru satu menit itu sudah mendapatkan ribuan komentar. -What? Omg, hancur sudah hatiku. Biasku udah punya cewek--Woaaah! Berati beneran bukan gay dong-- sayang banget foto ceweknya gak jelas--itu cewek baik-baik bukan? Jangan-jangan wanita bayaran lagi- -gue rela sih kalau ceweknya sekelas artis papan atas. Tapi kalau cewek biasa aja mah mending sama gue, pak- -Ngapain narik-narik, Pak. Duh, udah gak tahan banget kah?--Dari fotonya, keliatan banget kek wanita murahan gak sih?- Dan masih banyak lagi komentar yang lain. Devan tak asing dengan gosip yang menyebutnya 'Gay'. Meski itu membuat marah tapi Devan tak mempedulikannya. Namun, sebutan cewek bayaran dan cewek murahan yang tak lain tertuju untuk Gita, membuat emosinya naik. Bahkan sangat marah. "Keterlaluan!" umpat Devan kesal. Aldo mengernyit heran
Gibran masih ingat, foto yang diberikan oleh ayahnya tentang suami Gita itu. Bahkan Gibran sudah menyuruh orang untuk menyelidikinya. Tapi? Melihat kemesraan dua orang tadi membuat Gibran memanas. "Brengsek! Apa dia punya wanita selain Gita? Apa Gita tahu?" gumam Gibran sembari menginjak gas mobilnya kencang. Ia sedang mengejar mobil yang ditumpangi Abimana tadi. Ia sangat tidak terima jika benar adiknya dikhianati. Akan Gibran bunuh kalau perlu, jika ada yang menyakiti hati adiknya. Ciiiitt!!!!!Seorang pedagang kaki lima tiba-tiba menyebrang jalan, membuat Gibran menginjak remnya mendadak. "Brengsek!" umpat Gibran saat ia kehilangan jejak mobil Abimana. Ia sangat kesal dengan pedagang itu. Namun, tak mungkin juga ia marah-marah. Salah dia sendiri yang ngebut.Gibran kembali melajukan mobilnya. Meraih ponsel lalu menghubungi Gita. "Halo, Dek?""Iya, Abang? Abang kenapa? Kok kayak buru-buru gitu suaranya?" sahut Gita di seberang sana. "Kamu dimana?" "Aku..." Gita ragu untuk men
"Berhenti panggil aku, Pak, saat kita berdua," tekan Devan sekali lagi. Gita membuang muka, menghindar bertatap mata dengan Devan. "Ini di kantor, Pak Devan.""Aku bilang jangan panggil aku seperti itu, Anin!" "Lalu aku harus gimana, Dev! Kenapa kamu maksa! Aku udah bilang kita udah usai! Kenapa kamu masih maksa aku, Dev! Aku capek! Aku benci!" Gita frustasi dengan desakan terus menerus dari Devan. Sungguh, ia tak mau lagi berurusan dengan masalah baru. Masalahnya saja sudah pelik. Ia benci harus merasakan perasaan yang berantakan lagi. Ya, memang berantakan. Mau dikata apalagi memang?Lift terbuka, Gita segera keluar dari sana. Namun, lebih dulu Devan yang menarik kembali tangan Gita. Kembali masuk ke dalam lift dan membawa Gita keluar dari kantor. "Kamu mau apa, Dev!" "Aku ingin bicara empat mata denganmu.""Ini masih jam kerja, Dev!""Lihat! Ini sudah jam makan siang." Devan menunjukkan arloji di tangannya. Membuat Gita terdiam dan tak mau berdebat lagi. Devan menggandeng tang