Share

Gejala Sakit Pertama

Penulis: Nabila Rindra
last update Terakhir Diperbarui: 2023-02-15 23:18:01

“Han.”

Dirasakannya tangan hangat Arkan meraih tangannya dan menggenggamnya lembut. Hana menoleh, tersenyum pada suaminya tersebut sebelum menyandarkan kepala di bahu Arkan

“Kamu baik-baik aja?” tanya Arkan pelan.

Hana mengangguk. Dia tersenyum saat Harris melirik dari spion dan Salwa yang sengaja menoleh dari bangku depan, juga Zara yang menoleh sedikit dari bangku tengah.

Mereka baru saja kembali dari acara pengajian rutin yang diadakan di balaikota Surabaya. Hana baik-baik saja di sana, tidak ada yang perlu dikhawatirkan karena semua pengunjung dan beberapa dzuriyyah dari pesantren lain memperlakukannya dengan ramah. Sepupu Arkan dan Zara, Hafshah, malah memperlakukannya dengan baik seolah dirinya adalah saudara kandungnya.

Namun bukan itu yang jadi masalahnya. Melainkan tempat yang akan mereka kunjungi setelah ini.

Hana terus menunduk dan memainkan ujung kerudungnya. Dia tahu alasan kedua mertuanya mengunjungi toko milik orangtuanya karena Harris ingin mengenal lebih dekat keluar
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Disia-siakan Keluarga, Diratukan Ibu Mertua   Gejala Sakit Pertama (2)

    Sekali lagi, Hana terbangun oleh rasa menusuk yang menyiksa dari kepalanya. Dia berusaha bangkit sambil beristighfar, lalu menyadari kalau sesuatu kembali menempel di punggung tangannya.“Kamu dehidrasi.”Suara itu membuat Hana menoleh. Matanya seketika menyipit saat cahaya matahari sore menimpa matanya, sementara Septia berdiri di samping ranjang dan menatapnya sambil memainkan stetoskop.“Saya gak suka diinfus.”Tangan Hana terangkat dan hendak mencabut jarum infus saat Septia maju. Matanya melotot galak, lalu kembali memeriksa tabung infus.“Keadaan kamu gak nanya apa kamu suka diinfus atau enggak,” balasnya datar. Septia lalu duduk dan menyentuh dahi Hana, bertanya, “Baik-baik aja?”“Kepala saya sakit.” Hana menjawab pendek. “Ini jam berapa?”“Jam setengah lima sore.”Dilepasnya jarum infus sebelum Septia sempat bereaksi dan bangkit, lalu berkata, “Saya mau shalat Ashar dulu.”Mata Septia terus menatap Hana mulai dari wanita itu memasuki kamar mandi hingga shalat di depannya. Saat

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-15
  • Disia-siakan Keluarga, Diratukan Ibu Mertua   Kejutan (1)

    “Aku bisa bantu kamu jualin di media sosial kalau mau.”Sambil menunggu Salwa yang masih mengisi pengajian Famy Bisyauqin, Hana mampir ke ruang ekskul di belakang dan menemukan Rena serta ketiga temannya sedang sibuk menjahit disana. Sebuah tunik sepanjang lutut terpajang di manekin tanpa kepala, baru terjahit setengahnya.“Jahitan saya belum terlalu baik, Ning,” gumam Rena.Hana melotot, membalas galak, “Jangan panggil aku Ning.”“Tapi kenyataannya kamu memang Ning,” balas Rena sambil tersenyum. “Saya gak mau dianggap gak sopan.”“Aku masih temanmu, Ren. Atau kamu boleh panggil namaku disini. Diluar ruangan ini, kalian panggil Ning.” Hana mengucapkan kalimat terakhir dengan nada tak nyaman.Rena pura-pura tidak mendengarkan. Matanya tetap sibuk menekuni jahitan, sebelum terdengar suara bangku ditarik dan batuk keras.“Kalau sakit, istirahat aja,” ucap Amanda yang tengah menggunting kain.Hana menggeleng. Dikeluarkannya tisu dari saku gamis, lalu menutup bibir dan kembali terbatuk. Na

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-15
  • Disia-siakan Keluarga, Diratukan Ibu Mertua   Permintaan Hana

    “Kamu mau ditemani ke rumah sakit, Nduk?” ulang Salwa, memastikan telinganya tidak salah dengar.Hana mengangguk, menjawab pelan, “Tapi kalau Umi terlalu sibuk, Hana gak akan maksa. Nanti Hana coba tanya Mas Arkan apa beliau bisa.”Salwa diam sejenak sambil terus menatap Hana. Wajah cantik itu terlihat lebih pucat dari tadi sore, membuat Salwa bertanya apa yang sebenarnya dialami Hana. Tangan menantunya itu masih terasa hangat, tidak lagi panas membakar.“Sejak kapan kamu sakit begini, Nduk?”“Udah lama, Umi. Dari kecil. Tapi dulu udah pernah hilang. Hana gak tahu kenapa sekarang balik lagi.”Hana terbatuk lagi, kali ini lebih keras dan menyakitkan. Bercak darah meleleh di bibirnya, yang buru-buru dibersihkannya dengan tangan bergetar.Semua itu diperhatikan oleh Salwa, yang menahan napas saat melihat darah di tisu Hana.“Batuk kamu berdarah, Han,” ucapnya pelan.Hana baru akan menjawab saat terdengar langkah kaki dari arah tangga. Buru-buru disunggingkannya senyum terbaik, semakin le

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-16
  • Disia-siakan Keluarga, Diratukan Ibu Mertua   Kejutan Yang Menyedihkan

    “Apa Keira udah tahu soal perjodohannya, Mi?”Sambil menunggu antrian, Hana mencoba mengajak ibu mertuanya mengobrol. Raut wajah Salwa terlihat sedikit cerah, senang karena Hana mau diajak keluar.“Tahu. Tapi kan kamu tahu sendiri dia orangnya gimana,” kekeh Salwa, teringat reaksi putri kembarnya beberapa hari lalu.Hana ikut tertawa, tahu kalau ibu mertuanya teringat ekspresi datar yang mati-matian diusahakan Keira. Alih-alih tanpa ekspresi, wajahnya malah terlihat aneh karena bibirnya berkedut menahan senyum dan tangis.“Lalu kapan acara lamarannya diadain?” tanya Hana lagi.“Rencananya bulan ini. Pernikahannya tiga bulan setelah lamaran, yang artinya awal tahun nanti. Gimana menurut kamu?”Hana baru akan menjawab saat terdengar suara perawat memanggil namanya. Dilangkahkannya kaki menuju ruang praktek, disusul Salwa yang mengawasi di belakang.“Dengan Ibu Hana?”Hana mengangguk. Dokter perempuan itu segera memintanya berbaring di ranjang, sementara Salwa menunggu di meja kerja samb

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-17
  • Disia-siakan Keluarga, Diratukan Ibu Mertua   Pengakuan Hana

    “Mas.”Arkan yang tengah membaca buku di balkon menoleh, lalu bergeser dan membiarkan Hana duduk di sebelahnya.“Makasih, Sayang,” ucapnya saat melihat cangkir teh di tangan Hana. Disesapnya minuman, lalu meletakkannya di meja dan kembali lanjut membaca.Hana terus menghela napas. Tubuhnya bergerak gelisah, hingga Arkan menyadarinya.“Kamu kenapa? Ada masalah?”Hana tidak bisa menjawabnya. Melihat wajah Arkan malah membuatnya ingin menangis. Dia tidak tega memberitahukan kabar ini.“Sayang?”“Tadi pagi aku pergi sama Umi. Maaf ya karena aku gak pamit dulu.” Hana berkata pelan.Arkan mengangguk, senyum tersungging di bibirnya saat bertanya, “Pergi kemana?”Hana mengembuskan napas, lalu menunduk dan memainkan tangan suaminya. Tubuhnya terasa lemas membayangkan bagaimana reaksi Arkan setelah ini.“Han? Kamu sama Umi tadi kemana?” tanya Arkan lagi.“Aku ke rumah sakit. Sebetulnya aku gak mau ngomong gini karena takut Mas khawatir, tapi Umi bilang sebuah pernikahan gak akan diberkahi Allah

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-17
  • Disia-siakan Keluarga, Diratukan Ibu Mertua   Kemesraan dan Kemarahan

    “Udah cek ke rumah sakit, Dek?”Hana mengangguk, lalu menyendok nasi dan mengunyahnya pelan. Tanpa suara, dia menyimak pembicaraan Faris soal detail acara khataman yang juga akan dilangsungkan tiga bulan lagi. Dua puluh santri yang diajarnya siap untuk mengikuti khataman, juga sepuluh santri dibawah pengasuhan Riza.“Habisin, Han,” bisik Arkan saat melihat Hana makan dengan ogah-ogahan.“Pahit, Mas,” balas Hana sambil bergidik. Nasi di piringnya tinggal satu sendok lagi, namun dia tidak berselera menghabiskannya. Di dalam hati, dia mengingatkan diri untuk makan dari piring yang sama dengan Arkan saja mulai besok.Arkan tidak memaksa lagi dan menghabiskan sisa nasi istrinya. Tidak ada yang memperhatikan mereka. Zara, Aisyah, dan kedua orang tuanya sedang tertawa mendengar kelakar Faris, sementara Keira dan Naura sibuk membicarakan tentang sekolah diniyyah.“Mas dapat kiriman buku dari teman. Kamu mau baca?” tawar Arkan.“Buku apa?” balas Hana ingin tahu. Diangkatnya piring kotornya dan

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-17
  • Disia-siakan Keluarga, Diratukan Ibu Mertua   Gosip Di Kalangan Pengurus dan Santriwati

    “Besok-besok barangnya dijaga ya, Nduk. Jangan ditaruh sembarangan lagi.”“Nggih, Ning.” Gadis berusia empat belas tahun itu mengangguk, lalu keluar dari kantor pengurus pesantren dan berbelok menuju asrama.Hana lalu menoleh ke kanan, ke arah halaman yang dipenuhi mobil-mobil para penjenguk. Terlihat Vanya sedang mengobrol dengan sepasang orangtua di sebelah sebuah sedan perak, sebelum gadis itu berbalik dan berjalan menuju kantor.“Assalamu’alaikum.”“Wa'alaikumsalam.” Hana menjawab. Diliriknya Vanya yang memasuki ruangan dan duduk di hadapannya, sementara gadis itu berkata sopan, “Saya mau izin ke luar, Ning.”“Buku izin.” Tangan Hana terulur meminta kartu perizinan keluar.Vanya mengulurkan buku kecil bersampul kertas kado. Satu tangan Hana terjulur ke bawah meja, lalu membuka laci dan mengeluarkan sebuah buku besar. Dicatatnya izin Vanya dua kali—satu di buku kecil dan satu lagi di buku perizinan. Diguratnya paraf dan cap stempel asrama, lalu mengembalikan buku tersebut.“Kamu ba

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-17
  • Disia-siakan Keluarga, Diratukan Ibu Mertua   Keributan Di Kantor Asrama

    “Permisi, Ning. Saya mau izin keluar.”Hana yang tengah mencatat mendongak. Ekspresinya berubah datar, namun bukan gadis bernama Maryam itu yang membuat senyumnya hilang. Melainkan wanita yang berdiri di belakangnya.Dea dan Lina, ibu dari Zidan alias pria yang menghinanya di Malang satu bulan lalu. Seiring itu, muncul pertanyaan di hati Hana. Ada hubungan apa mereka sebetulnya? Kenapa Dea selalu mengikuti kemanapun Lina pergi?“Oh iya. Mana buku izinnya?”Tanpa malu, Dea menarik bangku dan duduk di sebelah Maryam. Hana lalu bangkit dan menarik kursi yang terlipat di pojok ruangan dan menyerahkannya pada Lina sambil berkata, “Silahkan Bu.”Tanpa terimakasih sama sekali, Lina duduk. Ekspresinya begitu angkuh, kontras dengan Maryam yang malu-malu.“Maryam sudah shalat dzuhur?”Usia Maryam baru lima belas tahun. Orangtuanya meninggal saat usianya sepuluh tahun, dan sejak saat itu dirinya dan Dea diadopsi oleh keluarga Zidan. Bagian ini tidak diketahui Hana sama sekali, kecuali soal orang

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-17

Bab terbaru

  • Disia-siakan Keluarga, Diratukan Ibu Mertua   Kegelisahan Alina

    “Kakak lihat gak sih kalau mereka merhatiin kita terus?”Fauzan mengangguk, matanya tidak lepas dari laptop.“Buat apa sih dia masukin anaknya ke ponpes Al Mulk juga? Memangnya dia gak punya tujuan lain gitu? Atau dia ngelakuin ini karena pengen gangguin kita lagi? Bisa jadi begitu kan? Orangtuanya udah gak ada lagi, semua fasilitasnya udah balik, dan Rafika bahkan juga udah gak ada. Dia gak punya alasan buat gak ngelakuin apapun rencana buruknya,” ucap Alina geram. Dia terus saja mondar-mandir keliling kamar, membuat Fauzan pun tidak nyaman. Tapi dia tahu Alina begitu karena gelisah memikirkan keadaan putra mereka nanti.“Nanti kalau Raza diapa-apain anaknya gimana? Dari tadi siang aja kelihatan jelas kalau mereka terus merhatiin kita. Terus laki-laki itu berani banget deketin Raina. Memangnya dia gak takut dikeroyok orang-orang karena gangguin gadis muda gitu?” tanya Alina lagi. Dia kemudian merebahkan diri di sebelah Fauzan dan memainkan rambut merahnya yang mulai memutih.“Udah ng

  • Disia-siakan Keluarga, Diratukan Ibu Mertua   Ketakutan Raina

    Baru mereka sadari kalau Gabrielle memang tidak berhenti memperhatikan keluarganya. Bahkan ketika Raina mencoba mengingat-ingat lagi interaksinya dan Raza dengan Fathan dan Asyraf tadi, dia baru tahu kalau ada yang memperhatikannya.“Mukanya serem banget, Kak. Kayak mau makan kita,” ucap Raina.“Kayak gimana orang yang merhatiin kalian itu?” tanya Najwa penasaran.“Mukanya garang, matanya tajam, terus ekspresinya kayak orang marah terus....”Najwa menggeleng. “Bukan itu maksud Mbak Najwa. Maksudnya, penampilannya kayak apa?”“Rambutnya dicat pirang, terus pakaiannya acak-acakan. Matanya merah kayak orang gak tidur. Terus,” Raina merendahkan suara dan mendekatkan kepala. “Ada bau menyengat dari arah mereka. Kayak bau rokok sama kayak aroma manis, tapi menusuk hidung gitu.”Najwa, Farah—kakak kedua Najwa, Azka, Ahmad, Aiman, dan Raza bertatapan.“Bensin kali. Atau bubble gum,” sahut Aiman.Raina menggeleng. “Enggak. Baunya lebih menyengat. Dan bau itu baru pertama kalinya aku cium.”Sem

  • Disia-siakan Keluarga, Diratukan Ibu Mertua   Benci Yang Mengakar Dalam

    “Jangan sampai saya dengar kamu bikin masalah setelah sampai disana nanti. Saya gak mau denger pengaduan dari guru maupun pengasuhmu!”“Kalaupun Johan bikin ulah, memangnya Ayah peduli? Bukannya Ayah yang buang Johan ke sana supaya gak ngerecokin ayah lagi?” tantang Johan balik.Gabrielle mendelik. Dia sangat tidak suka mendengar nada menantang dari suara putranya, namun dia tidak bisa bertindak apa-apa disini. Dia tidak mau jadi tersangka kalau sampai menabrakkan mobil yang dikendarainya dan membuat Johan meninggal.Akhirnya mereka berdiam diri. Johan dengan pikirannya sendiri, sementara Gabrielle dengan angannya yang memikirkan Alina. Sekian lama sejak pertemuan terakhir mereka yang tidak mengenakkan, akhirnya dia melihat wanita itu lagi. Wanita yang dia cintai sejak kelas sebelas SMA, namun malah menikah dengan orang lain dan tega membuatnya gila. Atau setidaknya itu yang diyakini Gabrielle selama ini.“Apa istimewanya perempuan itu sampai ayah gak bisa move on?” tanya Johan mendad

  • Disia-siakan Keluarga, Diratukan Ibu Mertua   Drama Santri Baru

    “Johan gak mau, Ayah!”“Saya gak peduli! Saya sudah muak lihat muka kamu!” Pria berambut dicat pirang itu balas melotot. Dia kemudian menoleh pada panitia pendaftaran santri baru dan bertanya, “Dia bisa daftar disini kan?”Fikri—pengurus berkoko putih yang sejak tadi memperhatikan pertengkaran mereka mengangguk patah-patah, ketakutan melihat ekspresi wali murid di depannya yang menyeramkan. Diberikannya formulir dan pulpen, kemudian melirik si calon santri baru yang mendelik penuh kebencian pada ayahnya.“Pak,” Mata Fikri menyipit membaca nama yang tertera di formulir. “Gabrielle.” Untuk sesaat dia tertegun, kemudian melanjutkan, “Njenengan asli Solo kah?”Gabrielle tidak mengacuhkannya dan terus menulis. Fikri memutuskan untuk tidak mencari masalah dan berpaling pada Johan. Namun, sebelum dia sempat berkata-kata, mendadak sepasang orangtua dan dua anaknya memasuki ruangan.“Assalamualaikum.”“Wa’alaikumsalam.”Karena ruangan sedang penuh, keluarga itu duduk di bangku tunggu sambil mem

  • Disia-siakan Keluarga, Diratukan Ibu Mertua   Kegelisahan Arkan

    “Duduk dulu, Mas.”Arkan tidak mengacuhkan panggilan Keira dan terus mondar-mandir. Sesekali dia berhenti dan menempelkan telinga ke kaca UGD, namun tidak ada yang bisa didengarnya.“Kaca UGD itu tebel. Suara dan kegiatan apapun yang terjaid di dalam gak bakalan bisa diketahui orang luar,” komentar Ivan.Arkan berhenti dan kembali mondar-mandir. Kali ini dia melepas peci dan menyugar rambutnya yang keriting kecoklatan.“Padahal sebelum berangkat Hana baik-baik aja. Kenapa tiba-tiba kondisinya menurun lagi?” tanya Salwa penasaran.Alissa dan Azzam tidak bisa menjawab. Mereka pun baru tahu tadi kalau pneumonia Hana kembali parah. Wanita itu bahkan muntah darah setelah sebelumnya makan siang bersama keluarga mereka.“Njenengan jangan nyalahin diri sendiri, Bu.” Salwa berkata saat melihat Alissa yang tidak berhenti menunduk dan mengusap matanya. “Ini sama sekali bukan kesalahan Njenengan.”“Tapi saya lalai menjaga dia, Bu. Ibu macam apa saya yang ngebiarin anaknya yang lagi sakit untuk pe

  • Disia-siakan Keluarga, Diratukan Ibu Mertua   Omelan dan Nasihat Humaira

    “Mbak Aira tahu kamu mau bahas apa.” Baru saja duduk, Hana sudah disuguhi ekspresi Aira yang tidak enak dilihat. “Kenapa kamu gak terus terang aja sekalian?”“Memangnya beliau mau denger?” tanya Alina balik. Dipanggilnya penjaga kantin dan minta dibawakan dua botol teh dingin. “Sampe mulutku berbusa pun Mama gak bakalan mau ngerti. Yang ada beliau malah playing victim, nyari pembenaran, lalu ngatain aku ngegas dan gak sopan.”Hana yang tidak tahu hendak melakukan apa hanya memainkan kotak tisu yang diletakkan di meja kantin.“Bukannya Mbak Aira gak mau dengerin, Nduk. Tapi gimana ya....” Aira bergerak-gerak salah tingkah, lalu melirik Hana sekilas sebelum kembali menunduk menekuni mangkuk sotonya. “Mau ngatain mamamu, nanti Mbak Aira dibilang guru yang ngajarin hal buruk. Gak bertindak, misalnya menjauhkan kamu dari beliau, kamunya makin tersiksa.”Alina mengangguk.“Mbak masih inget kejadian waktu mamamu gak percaya kamu....”“Godain laki-laki lain di luar, padahal Umi udah nyiapin p

  • Disia-siakan Keluarga, Diratukan Ibu Mertua   Kemarahan Alina

    “Gimana kabar keluarganya Mbak Alina?”“Ya begitu-begitu aja. Kamu berharapnya gimana?” balas Alina enteng. Sejak tadi, tangannya tidak berhenti memainkan tutup toples permen, membuat Hana gemas dan ingin melakban tangannya sekalian.“Mbak Alina bisa untuk gak peduli sama mereka lagi?”Alina mendongak, kebingungan tersorot dari iris matanya yang berwarna hijau.“Maksudku, Mbak Alina bisa gak peduliin ucapan buruknya Mama lagi? Mau beliau nyumpahin Mbak Alin kek, mau ngata-ngatain Mbak Alin kek, gak usah dipeduliin. Anggap aja angin lalu....”“Memangnya kamu dulu bisa kayak begitu?” tanya Alina balik. “Empat tahun lalu kamu bisa diam waktu Tante Naira ngatain kamu? Aku udah diam hampir seumur hidupku, Han! Gak bisa disamain dengan kamu yang langsung ngamuk dan lempar-lemparin piring ke dinding!”Hana tertegun. Ini pertama kalinya dia melihat Alina hilang kendali, dan perasaan bersalah mulai menelusup masuk ke hatinya.“Berapa kali Mamaku bilang gak mau peduli lagi sama aku dan Mas Fauz

  • Disia-siakan Keluarga, Diratukan Ibu Mertua   Perhatian Kedua Putri dan Cerita Tentang Alina

    “Umi baik-baik aja?”Alissa mengangguk. Pandangannya tidak lepas dari Hana yang sibuk mengerjakan ini-itu. Ditepuknya space kosong di sebelahnya dan berkata, “Duduk sini, Nduk.”“Sebentar, Umi. Hana beresin obatnya dulu biar nanti gak ribet nyarinya.”“Biar aku aja, Mbak,” tawar Rayya.“Gak usah. Kamu duduk aja.”Rayya merengut, namun dia tidak melawan dan terus memijit kaki ibu mertuanya.“Sini dulu, Han.”Barulah Hana menghentikan pekerjaannya. Diletakkannya lap di pinggir meja dan duduk di sebelah Alissa.“Umi jangan sakit-sakit terus. Nanti kalau Umi sakit, gak ada yang bisa diajak ngobrol dan diskusi lagi,” ucap Hana sambil memperbaiki selimut.“Rayya sama kakak-kakakmu kan ada.”“Hana pengennya sama Umi.”“Arkan juga ada. Kenapa kamu nyarinya Umi terus?” tanya Alissa lagi.“Hana cuma bisa ketemu dia pas malam aja. Siangnya sibuk kerja terus.”“Mas Arkan kan kerja buat Mbak Hana sama anak-anak juga,” sahut Rayya.“Ya udah. Gak usah kerja aja kalau gitu. Di rumah aja,” balas Hana

  • Disia-siakan Keluarga, Diratukan Ibu Mertua   Takut Kehilangan

    “Mas mau pulang sebentar nengok anak-anak. Kamu mau disini?”Hana mengangguk.“Yakin? Kamu nanti sendirian lho. Mas-mas sama Mbak-mbak yang lain kan pada sibuk,” lanjut Arkan.“Nanti kalau Umi kebangun terus nyari aku, kasihan Mas. Abah juga belum balik dari mushola soalnya.”Arkan akhirnya mengangguk. Dipeluknya Hana erat-erat dan menciumi seluruh wajahnya, kemudian menatap ibu mertuanya yang tertidur pulas.“Kalau capek, langsung istirahat ya. Jangan maksain diri.”Hana mengangguk. Diantarnya Arkan ke luar, kemudian duduk di pinggir ranjang dan menatap wajah Alissa lekat-lekat. Tangannya lantas terulur dan meraih tangan Alissa dan menempelkannya di pipi.“Cepet sembuh, Umi. Jangan tinggalin Hana dulu,” bisik Hana pelan.Masih teringat jelas olehnya kejadian tiga jam lalu dimana Alissa ditemukan di kamar dalam keadaan pingsan. Seisi rumah seketika panik, dan Azzam yang baru pulang langsung membawanya ke mobil dan meminta Arkan untuk secepatnya ke rumah sakit.“Hana mohon, Ya Allah. J

DMCA.com Protection Status