'Wanita impian Adrian?' Beni menegang di kursinya ketika mendengar Adrian mengucapkan itu di atas panggung. Kata-kata itu bergema di kepalanya, 'Dia menikahi wanita impiannya?'Beni merasa seakan kehilangan semua akal sehatnya. Otaknya tidak mampu memproses apa pun."Siapa, Beni?" Krista bertanya penasaran. "Kalau Adrian menikahi Leni, kenapa tadi kamu bilang Erika adalah wanita yang dia cintai?""Aku ...." Tatapan Beni tertuju pada Riana. Dahinya berkerut. Dia bisa merasakan jantungnya berdegup kencang. 'Adrian dan Riana? Mungkinkah?''Nggak, itu nggak mungkin.' Dia buru-buru menepis pikirannya, melihat ekspresi Riana yang tenang.Karena Riana tetap tidak terpengaruh, Beni pun berkata pada Krista, "Aku benar-benar mengira itu Leni. Mungkin dia memang menikahi Erika. Setelah kecelakaannya, aku dan Adrian kehilangan kontak. Jadi, kami sudah nggak sedekat dulu.""Untuk istriku, yang hadir di sini malam ini." Adrian melanjutkan. "Terima kasih karena telah bersamaku."Sementara Adrian berb
"Kamu ...." Alis Beni berkerut. Dia bertanya, "Kamu nggak sedang membicarakan Clara, 'kan?""Oh, aku memang sedang membicarakannya." Adrian mengonfirmasi tanpa ragu sedikit pun, perhatiannya kembali tertuju pada Beni."Oke, Adrian. Aku mengerti. Kamu marah padaku, tapi kamu nggak perlu melibatkan Clara," kata Beni dengan gigi terkatup. "Clara nggak bersalah! Apa yang terjadi antara aku dan Riana adalah kesalahanku!""Nggak bersalah, ya?" Adrian menoleh ke Clara. "Kita lihat saja nanti.""Kris?" Adrian memanggil. Asistennya telah berdiri di belakangnya dari tadi.Sepertinya mereka sudah punya kesepakatan diam-diam, karena sang asisten pergi tanpa sepatah kata pun."Pak Adrian, aku nggak tahu bahwa Beni sudah menikah saat ia mendekatiku. Aku ... aku hanya jatuh cinta," ujar Clara dengan ekspresi terluka. "Lalu, aku hamil ....""Simpan pidatomu untuk nanti. Kamu akan sangat membutuhkannya," sela Adrian.Suasana di sekitar mereka semakin tegang. Beni dan teman-temannya tetap diam selama be
Beni merasakan beban berat di dadanya. Tentu saja, dia ingat bagaimana dia telah menampar Riana hari itu. Jadi, ternyata Riana memang sedang hamil dan dialah penyebab kegugurannya!"Kamu membunuh anakmu sendiri, Beni." Adrian mengungkapkan. "Bagaimana rasanya?"Beni menatap Adrian. Sebuah helaan napas berat lolos dari bibirnya. Dia mulai gelisah, tangannya bergetar, tanda jelas dari pergulatan batin dan penyesalan."Aku benar-benar menderita, Beni." Riana mengungkapkan dengan marah. Rahangnya mengeras saat dia berkata, "Aku berdarah saat mengemudi keluar dari lingkungan rumah orang tuamu!""Tapi, Sayang, kamu hanya mencoba membelaku. Ingat 'kan kalau Riana mendorongku?" kata Clara kepada Beni.Butuh beberapa saat, tetapi akhirnya Beni menemukan alasan yang membenarkan tindakannya. Dia berkata, "Aku hanya bereaksi karena Riana menyakiti Clara ....""Seperti yang sudah kukatakan, aku nggak menyakitinya, Beni." Riana menegaskan. "Dia menjatuhkan dirinya sendiri! Sadarlah! Aku adalah istri
"Apa?" Beni sudah berbalik ketika Adrian membuat pernyataan itu. Dia menelan ludah dan kembali memperhatikan pria di kursi roda itu. Dia mengklarifikasi. "Apa yang barusan kamu katakan?""Aku adalah Tuan Bhima." Adrian mengulang dengan dagu terangkat. "Akulah yang membeli banyak desain Riana. Akulah yang membuat perusahaanmu mencapai target penjualan bulanan. Akulah yang merekomendasikan klien baru ke PT Pusaka Jaya. Tanpaku, perusahaanmu nggak akan berkembang.""Aku yang melakukan semua itu!" Suara Adrian menggema, mengungkapkan, "Aku melakukan semua itu secara diam-diam untuk mendukung Riana. Bahkan, ketika dia nggak bersamaku, aku tetap melakukannya demi dia."Beni melihat ekspresi Adrian mengeras saat dia melanjutkan, "Jadi, jangan berani-berani menuduhnya mencari klien dengan cara yang nggak benar. Dukungan dariku selalu diberikan untuknya, bukan untukmu!""Jangan salahkan Riana karena kamu kehilangan klien dan kehilangan penjualan, karena pada akhirnya, kamu sendirilah yang memec
Sudah satu jam sejak Adrian menjatuhkan "bom" pada Beni. Makanan sudah terhidang di meja mereka dan semua orang menikmati santapan mereka. Namun, Riana masih merasa marah.Adrian sudah memijatnya dan Riana sudah minum beberapa gelas air. Namun, dia tetap tidak bisa menerima kenyataan bahwa Beni menghancurkan segalanya demi seorang pelacur!"Maaf, Adrian. Aku benar-benar nggak mengerti." Akhirnya dia mengungkapkan. "Semua amarah yang dia tujukan padaku hanya karena seorang wanita yang benar-benar sampah? Penuh kepalsuan dan jelas-jelas menipu!""Riana, kami turut menyesali apa yang terjadi padamu dan Beni, tapi ketika pria berselingkuh, mereka menjadi berani dan merasa benar karena perasaan mereka." Jihan menyampaikan pendapatnya. "Kami selalu berpikir kalau Beni bodoh karena terlibat dengan Clara.""Penilaian Beni menjadi kabur karena apa yang disebutnya cinta untuk Clara," ujar Marko. "Dia nggak melihat segalanya dengan benar.""Di sisi lain, kamu bahagia dengan Adrian, 'kan?" tanya J
Riana duduk di tepi tempat tidur. Kedua tangannya bertumpu di belakang, menopang tubuhnya yang sedikit bersandar, sementara kakinya terbuka lebar. Matanya tertutup dan napasnya terdengar putus-putus."Mmmm." Dia mendesah ketika lidah Adrian menelusuri bagian bawahnya sampai menuju klitorisnya, memberikan sensasi menggetarkan yang membuatnya merinding.Adrian berlutut di depannya, memegang kakinya lebih dekat ke wajahnya. Dia menjilatinya tanpa ampun, mengikuti setiap permintaan Riana tanpa ragu."Ya, di situ," Riana mengarahkan. "Ah ... teruskan ... Sayang? Aku bilang teruskan!"Suaminya suka menggodanya. Adrian tahu Riana hampir mencapai puncak, tetapi dia sengaja memperlambat gerakannya untuk memperpanjang ketegangan.Adrian menyeringai sebelum kembali mengeksplorasi tubuh Riana, tangannya bergerak naik ke atas, memijat payudaranya dengan lembut.Sentuhan Adrian mengirimkan gelombang kenikmatan lain, membuat tubuh Riana semakin sensitif. Dia mencubit puting Riana yang sudah mengeras
"Sialan, di mana itu? Di mana itu?" gumam Beni. Dia begitu gelisah hingga membanting tetikus ke permukaan meja.Enam bulan yang lalu, rumah tetangga sebelah mengalami perampokan. Kejadian itu membuat lingkungan mereka jadi berwaspada, sehingga Riana menghubungi pemasang sistem keamanan vila mereka dan meminta kamera tersembunyi dipasang di ruang tamu.Beni sama sekali tidak ingat akan hal itu, tetapi sekarang dia mencari email dari pemasang tersebut untuk menemukan instruksi penggunaan kamera.Begitu menemukan email yang dicari, dia langsung membuka aplikasi yang sudah dipasang di laptop rumahnya. Kemudian, dia menelusuri penyimpanan internalnya untuk menemukan rekaman yang tersimpan.Beni mencari ke tanggal ketika Burhan pertama kali terlihat di lingkungan mereka.Akhirnya, dia menemukan video yang dicari. Jantungnya berdebar kencang saat dia membukanya dan menekan tombol putar.Beni melihat Burhan dan Clara muncul di ruang tamu. Percakapan mereka nyaris tidak terdengar, tetapi Beni b
"Maria! Buka pintu!" teriak Beni sambil menghantam pintu apartemen."Buka pintunya, dasar nenek lampir! Berani-beraninya kamu menipuku?" teriak Bianka.Sementara itu, Dustin terus menelepon kantor administrasi gedung karena Maria dan Clara tidak mau membuka pintu apartemen."Kamu nggak punya kuncinya, Beni?" tanya Dustin."Aku memberikannya pada mereka," jawab Beni dengan frustrasi.Saat itu juga, sebuah keluarga tiba dan bertanya, "Permisi? Kenapa kalian menggedor pintu unit kami? Ada masalah apa?"Beni kebingungan. Dia menyipitkan mata dan bertanya, "Apartemen kalian? Ini unit milikku."Pria dan istrinya saling berpandangan dengan bingung. Wanita di sebelah pria itu berkata, "Kami membeli apartemen ini seminggu yang lalu dari Clara Damanik. Apa kalian sedang mencoba menipu kami? Apartemen ini atas nama dia!""Apa?" Beni bertanya dengan ngeri. Dia mengulang, "Clara menjual apartemen ini?""Ya, kami kebanyakan berurusan dengan ibunya, Maria," kata pria itu. "Omong-omong, siapa kalian?"
"Suamimu membayar operasi Clara serta biaya hidup keluarganya termasuk makanan dan sewa. Dia juga baru saja menanggung biaya apartemen mereka di Caraka Indah," lapor Adrian.Banyak informasi terungkap, termasuk bagaimana Burhan meminta sekretarisnya untuk menyuap teknisi laboratorium di RSU Aruna agar memalsukan tes DNA.Anak buah Adrian mendapatkan informasi dari teknisi laboratorium, termasuk tangkapan layar komunikasi mereka dengan sekretaris Burhan.Bukti itu sudah tidak terbantahkan, terutama karena Cindy memiliki kontak sekretaris Burhan di daftar nomornya.Setengah jam berlalu. Riana membantu Cindy duduk. Cindy meneliti setiap bukti di atas meja, tubuhnya gemetaran akibat pengkhianatan yang begitu nyata. Semua orang bisa melihat bahwa dia sangat marah.Hati Riana sakit melihat Cindy. Dia bersimpati. "Maaf kami harus memberitahumu. Kami nggak ingin ikut campur dalam hubunganmu, tapi kami juga nggak bisa menutup mata."Riana menjelaskan bagaimana Clara menghancurkan pernikahannya.
"Ini adalah peluang besar," ujar Cindy sambil melangkah masuk ke Hotel Platinum."Ya, tapi siapa orang ini? Kenapa begitu misterius?" tanya Burhan pada istrinya."Dia bilang kamu akan terkejut! Jadi, aku akan merahasiakannya sampai kita tiba di tempat pertemuan." Cindy berkata sambil meletakkan satu tangan di pinggangnya. "Ayo."Mereka akan bertemu dengan calon pembeli Farmasi Asri. Bukan berarti mereka berencana menjualnya, tetapi karena seseorang menyatakan ketertarikan, Cindy dan Burhan mempertimbangkan untuk bermitra atau menjualnya dengan harga yang sangat tinggi.Anehnya, Cindy berkata bahwa pembeli itu ingin tetap misterius, setidaknya bagi Burhan. Kenapa?Sayangnya, Burhan tidak bisa mendapatkan jawaban dari istrinya. Jadi, dia hanya mengikuti langkahnya menuju sebuah ruang konferensi kecil. Seorang pria dengan ekspresi serius telah menunggu mereka. Dia berkata, "Namaku Juna. Bos akan datang sebentar lagi."Burhan dan Cindy menunggu dengan cemas. Hanya butuh lima menit sebelum
"Itu cuma Viagra. Jadi santai saja. Kalau pun kamu meminumnya, paling buruk, kamu cuma bakal ereksi," kata Zia kepada Kris, sambil menunjukkan kemasan yang ditemukan di tas Clara."Zia, aku merasa perlu membersihkan diri selama sebulan," keluh Kris.Tawa kecil lolos dari bibir Zia. Dia menanggapi, "Dia bukan penderita Ebola! Dia cuma punya kelamin yang kotor.""Kamu serius? Bukankah kita baru menyimpulkan kalau dia mau berhubungan seks denganku? Itu sangat menjijikkan!" seru Kris, memasang ekspresi jijik.Sementara Zia tertawa, Kris menceritakan kejadian saat makan siang dan makan malam dengan Clara dan Maria. Mereka juga membahas keberhasilan rencana mereka untuk menjalankan tes DNA. Setelah itu, Kris bertanya, "Jadi, Viagra itu yang bikin dia pingsan?""Yap. Viagra bisa menurunkan tekanan darah, dan mungkin itu yang terjadi padanya, apalagi dia memang sudah merasa mual, seperti yang kamu bilang." Zia mengonfirmasi. "Tapi kamu membawanya ke sini, jadi semuanya berjalan sesuai rencana.
Krista sedang merajuk di pantai. Selama beberapa malam terakhir, dia terus datang ke tempat yang sama, mencoba memikirkan apa yang harus dilakukan dalam hidupnya sejak kehilangan pekerjaannya.Sambil duduk di area paling gelap di tepi pantai, dia memeluk dirinya sendiri. Dia mengenakan jaket hitam dan celana jeans, menyatu dengan kegelapan.Saat itulah Krista melihat sepasang kekasih berjalan melewatinya. Dia tidak bisa melihat pria tinggi itu dengan jelas, tetapi gadis berbaju merah itu tampak sangat familier. Setelah mengamati beberapa saat, dia menyadari bahwa itu adalah Riana!"Apa yang Riana lakukan di sini? Siapa pria yang bersamanya?" Krista mulai mengikuti mereka. Keduanya begitu tenggelam dalam dunia mereka sendiri hingga tidak menyadari keberadaannya.Tak lama kemudian, Krista mendapat pandangan yang lebih jelas tentang wajah gadis itu dan memastikan itu memang Riana. Kemudian, dia melihat Riana mencium pria misterius yang mengenakan topi itu."Aku nggak percaya ini!" seru Kr
"Dari Hendri ke Burhan, lalu Geri, dan kemudian Beni," Clara bergumam. "Pria yang tertarik padaku semakin muda setiap saat!""Kristian hampir seumuranku. Dia baru dua puluh lima tahun! Ini bisa berhasil, Bu!" Clara berseru di kamarnya sambil berputar."Dengar aku, Clara. Kamu harus menjebak pria ini. Cara terbaik untuk melakukannya adalah dengan tidur dengannya!" Maria menyatakan.Clara memanyunkan bibirnya. Dia berkata, "Tapi Bu, aku sedang hamil.""Itu nggak masalah. Seks tetaplah seks! Jangan sia-siakan operasi payudaramu dan manfaatkan sebaik mungkin besok!" Maria memberikan jempol sebelum keluar dari kamar.Saat Clara sendirian, dia memikirkan Kristian. Dia menghela napas dan berkata, "Oh Tuhan, dia benar-benar tampan."Dia masih merasa wajahnya familier, tetapi tidak bisa mengingat dari mana. Meski begitu, memikirkan berhubungan seks dengannya membuatnya bersemangat. Saat bersama Beni, setidaknya dia masih bisa menikmati orgasme secara rutin, tetapi berkat Adrian dan Riana, semua
Di lobi Caraka Indah, Clara dan Maria muncul untuk menyaksikan percakapan antara pemilik gedung dan seorang pria yang tampak sangat kaya."Siapa itu?" Maria bersiul, matanya berbinar saat memandangi pria tak dikenal itu."Dia kelihatan kaya, Bu," komentar Clara.Pria yang berdiri beberapa meter dari mereka mengenakan setelan biru yang dijahit dengan rapi, dengan kancing manset berlian di kemejanya. Sosoknya tinggi dan gagah, dengan fitur wajah yang tegas, rambut pirang gelap yang dipangkas rapi, dan kacamata berbingkai hitam."Tapi dia kelihatan familier, sepertinya aku pernah melihatnya sebelumnya," kata Clara sambil memiringkan kepala untuk melihat wajahnya lebih jelas."Mungkin di majalah bisnis?" bisik Maria."Mungkin," jawab Clara."Pak Kristian, kami sangat senang mendengar Anda mempertimbangkan untuk membeli seluruh gedung apartemen ini. Kami sudah menawarkannya selama setahun terakhir, tapi banyak yang bilang harga yang kami pasang terlalu tinggi." Pemilik gedung mengakui."Ber
Beni menangis mendengar perkataan Adrian.Adrian benar! Riana tampak jauh lebih bahagia dan puas sekarang setelah bersamanya, sesuatu yang gagal diberikan Beni padanya.Beberapa hari terakhir, Beni merenungkan apa yang telah dia kehilangan. Dia ingin Riana kembali, tetapi sayangnya, dia sudah menikah dengan Adrian.Masalah dengan Clara membuat dia sangat tersadarkan.Tentu saja, ditambah fakta bahwa Riana pernah mengandung anak mereka. Beni sebenarnya memiliki kehidupan yang sempurna, tetapi dia menghancurkannya karena tidak bisa menahan diri.Saat Beni terisak, Adrian membentak, "Pukulan itu untuk semua rasa sakit yang kamu berikan pada Riana, untuk malam-malam dia menangis karenamu dan untuk rasa sakit yang sama yang kamu berikan pada Bu Ranita!""Selama berbulan-bulan setelah dia mengetahui perselingkuhanmu, Riana kehilangan sebagian dari dirinya sendiri dan aku membencimu karena itu!" Adrian menambahkan. "Tapi, meskipun aku sangat membencimu, aku rasa istrimu yang sampah itu perlu
Siapa atau apa yang menginspirasimu untuk menciptakan Takhta Nugraha? Sungguh luar biasa bagaimana satu set perhiasan pria bisa meraih ketenaran begitu besar hanya dalam waktu seminggu setelah peluncurannya," tanya pembawa acara TV kepada Riana, menyoroti kesuksesan tak terduga dari koleksi tersebut.Sebagai bagian dari strategi pemasaran PT Adriana, mereka secara strategis memanfaatkan wawancara singkat berdurasi sepuluh menit yang disiarkan langsung di TV nasional. Meski singkat, waktu itu lebih dari cukup untuk meningkatkan profil mereka."Takhta Nugraha sebenarnya terinspirasi oleh suamiku," jawab Riana dengan senyum. Matanya berbinar melalui layar televisi dan senyumnya semakin lebar. "Dia nggak terlalu suka memakai perhiasan yang terlalu mencolok, itulah sebabnya sebagian besar set perhiasan ini dilapisi enamel hitam.""Kenyataannya, nggak banyak perhiasan yang dirancang untuk pria, jadi aku pikir itu juga berkontribusi pada kesuksesan koleksi ini." Riana menyentuh dadanya dan me
"Maria! Buka pintu!" teriak Beni sambil menghantam pintu apartemen."Buka pintunya, dasar nenek lampir! Berani-beraninya kamu menipuku?" teriak Bianka.Sementara itu, Dustin terus menelepon kantor administrasi gedung karena Maria dan Clara tidak mau membuka pintu apartemen."Kamu nggak punya kuncinya, Beni?" tanya Dustin."Aku memberikannya pada mereka," jawab Beni dengan frustrasi.Saat itu juga, sebuah keluarga tiba dan bertanya, "Permisi? Kenapa kalian menggedor pintu unit kami? Ada masalah apa?"Beni kebingungan. Dia menyipitkan mata dan bertanya, "Apartemen kalian? Ini unit milikku."Pria dan istrinya saling berpandangan dengan bingung. Wanita di sebelah pria itu berkata, "Kami membeli apartemen ini seminggu yang lalu dari Clara Damanik. Apa kalian sedang mencoba menipu kami? Apartemen ini atas nama dia!""Apa?" Beni bertanya dengan ngeri. Dia mengulang, "Clara menjual apartemen ini?""Ya, kami kebanyakan berurusan dengan ibunya, Maria," kata pria itu. "Omong-omong, siapa kalian?"