"Kamu gak usah masuk ya, Jun. Aku mau langsung tidur." Arjuna kembali mengantarku ke rumah setelah jalan-jalan tadi. Ia tak kusuruh masuk karena entah mengapa sejak ia ungkapkan perasaannya tadi, hati ini jadi tak nyaman.
"Oke. Aku pulang." Ia pun dengan lapang dada menerima. "Maaf ya," ujarku masih di dalam mobil belum turun. "Gak apa-apa. Lain kali aku main lagi." Ia menjawab santai. Alisku saling bertaut. "Hem, oke."
Satu persatu kaki ini pun mulai turun dari mobil setelah pintu kubuka.
Blug!
Kututup pintu mobil Arjuna.
"Aku balik dulu." Ia pamit lalu pergi setelah melambaikan tangan. Kubalas kembali lambaian tangannya dengan lemas.
Si Arjuna yang ngomongnya loe, gue, kini berubah jadi aku dan kamu. Mungkin ia ingin contoh kakaknya kalau bicara sama wanita itu yang sopan.
"Gak di ajak masuk, Non?" sapa Pak Satpam yang melihatku berjalan sendiri. Memang
Aku harus bisa tenang. Orang itu tak akan menjahati Simbok. Itu hanya gertakkan dia saja supaya aku cepat bawa uang untuknya.Nafas ini coba kuatur.Tudt ... tudt!Aku makin kaget. Nomor rumah sama sekali tak bisa di hubungi. Apa mereka semua terancam bahaya? Tapi mana mungkin? Untuk masuk ke dalam rumahku saja perlu menghadapi dua orang security. Kenapa bisa Simbok di culik? Apa dia sedang belanja?'Mbok, aku bilang juga apa! Jangan belanja sendiri!'Aku sudah panik. Apalagi teringat dengan tragedi kecelakaan Almarhum Om Yudi. Semuanya kembali terngiang di memori.Feri? Ya, aku berusaha menghubungi dirinya untuk membantuku menyelesaikan semua ini. Dia nampaknya sudah ahli. Dia pasti punya ide brilian untuk penyandraan ini.Segera kututup layar laptop dan pergi meninggalkan ruang kerja. Aku benar-benar panik. Takut sesuatu yang buruk terjadi pada Simbok.
PoV Feri_________"Gimana? Kalian udah lacak keberadaan nomor tersebut?" tanyaku pada orang yang sengaja di tugaskan untuk melacak keberadaan nomor yang mengirim pesan pada Aurel.Kami bicara lewat telepon genggam. "Sudah, Pak Feri. Saya akan kiriman alamat detailnya."Segera panggilan kuakhiri. Satu lengan fokus memegangi setir, sedang satu tangan lagi fokus melihat benda pipih menyala yang akan di kirimi lokasi para penjahat oleh anak buahku.Menunggu beberapa detik, akhirnya kuketahui dimana posisi orang yang menjebak Aurel. Aku yakin dia di jebak, karena Simbok ada dan baik-baik saja di rumah.Pedal gas kuinjak sekuat tenaga untuk menuju lokasi yang lumayan jauh. Dan mereka pasti pergi menggunakan mobil milik Aurel. Kata orangku posisi mereka sudah diam, tidak melaju, itu artinya kemungkinan besar Aurel sudah dalam penyekapan. Siapa yang m
PoV Aurel__________Entah mengapa Ibu melakukan ini. Aku benar-benar bersyukur karena Simbok ada di rumah dan baik-baik saja. Aku sangat histeris dan ketakutan. Dan benar, Simbok di rumah baik-baik saja. Apa maksud ibu? Tapi aku dengr jelas suara Simbok meminta tolong."Simbok baik-baik saja, Non. Tadi ada orang datang buat betulkan kabel telepon. Katanya suruhan, Non," kata Simbok setelah suasana tenang. Karena sejak awal datang, aku tak henti mengisak tangis mengkhawatirkan sosoknya."Sama sekali aku gak suruh siapapun, Mbok. Lagian gak ada masalah dengan telepon rumah. Tapi aku beneran bahagia Mbok baik-baik saja." Kembali kupeluk wanita paroh baya berbobot sekitar enam puluh tujuh kilogram itu dengan haru. Arjuna sudah pergi. Dia tadi datang untuk menyelamatkanku. Dan ternyata ibu sengaja ingin menjebak untuk mendapatkan uang dariku. Mungkin ia juga akan curi mobilku.
PoV Aurel__________"Fer?"Feri kaget. Ia menoleh ke arahku yang sudah berdiri sedikit menunduk. Dokter telah pergi, maka dari itu aku memberanikan diri mendekatinya. Baru sadar, wajah Feri nampak lebam dan ada biru-birunnya. Tapi itu sejak kemarin ia menghampiri untuk menolongku di tempat penyekapan sana. Dia berantem? Aku baru sadar sekarang."Rel?" Ia menyapa balik dengan heran.Kedua alisku meninggi. "Ka-kamu ngapain? Siapa yang sakit?" tanyaku lirih dan mengiba. Kasihan sekali dia. Padahal aku juga sudah tahu Tante Sandra 'lah yang sedang ia jenguk. Ibunya.Terlihat Feri menghembuskan nafas lemas. "A-aku lagi ....""Mas Feri. Pemasangan ring akan dilakukan sekarang juga. Jadi kami akan memindahkan bu Sandra sekarang juga." Tiba-tiba dokter datang kembali. Aku kaget. Benar? Penyakit jantung Tante Sandra sudah memburuk sampai pembuluh darahnya har
"Non? Mas Arjuna sudah pulang?" Bi Atun bertanya sambil menghampiriku yang baru saja masuk ke dalam rumah."Udah, Bi." Aku langsung duduk melepas lelah."Dari tadi dia disini?" imbuhku."Iya, Non. Kekeh pengen nunggu. Udah hampir tiga jam lebih. Gak pulang-pulang. Eh, Non balik malah pulang," jelas Bi Atun."Aku yang suruh." Kujawab sambil meraih gelas bersih lalu menuangkan air putih ke dalamnya. Sudah tersedia di meja sejak tadi. Tapi bukan bekas Arjuna."Oh, pantesan.""Gak tahu tuh orang keseringan banget datang." Kusimpan gelas air setelah setengahnya di teguk untuk melepas dahaga."Kayaknya mas Juna suka sama Non, ya?" kata Bi Atun sambil mengelap vas bunga dan bunganya."Katanya sih gitu. Tapi aku gak suka sama dia." Kujawab dengan santai nan sedikit kesal."Jadi bener? Mas Arjuna sudah ungkapkan perasaannya sama No
Feri nampaknya mengikuti mobilku dari belakang. Aku gak bakalan berhenti Feri. Tetap, aku akan temui ibumu.Mobil Feri meluncur cepat hingga ia mampu mengejarku. Dia tidak tahu kalau aku seorang wanita yang lumayan jago ngegas. Terus saja ikuti aku sampai ke rumah sakit. Aku harus tahu apa masalahnya, Feri.Feri terus mengejar mobilku dengan cepat. Nihil. Aku tidak terkejar olehnya. Sempat makin mendekat, namun kini aku sudah sampai di parkiran rumah sakit. Mobilku sampai lebih dulu.Segera tubuh ini kudorong ke meja administrasi untuk menanyakan dimana Tante Sandra di rawat setelah keluar dari mobil tanpa basa-basi."Permisi, Mbak, pasien VVIP bernama bu Sandra ada di ruangan mana ya?""Bu Sandra Susilawati yang mengidap penyakit jantung?" Staff admin memastikan. Aku mengangguk."Beliau berada di
Tok tok tok!"Permisi!" sahutku setelah mengetuk pintu. Pintu rumah Tante Sandra tertutup rapat. Tadi kata security bilang, ada beberapa asisten rumah tangga di dalam.Krek.Pintu akhirnya membuka."Assalamualaikum, Bi?" salamku setelah salah satu asisten rumah tangga Feri membukakan pintu. Ia memakai pakaian khusus asisten. Pun aku sedikit masih mengingat kala dulu aku di bawa makan malam ke rumah ini."Waalaikum salam. Cari siapa ya, Non?" tanyanya setelah menjawab salam."Hem. Bibi masih ingat saya, kan?"Ia terdiam dan mengingat. "Hemm. Oh, Non yang dulu pernah di bawa majikan saya den Feri kesini ya? Aduh, maaf, Non, den Feri sedang tidak ada di rumah. Begitupun dengan ibu." Ia menjawab lalu menjelaskan.Aku tersenyum sambil mengangguk tanda mengerti. "Iya, Bi, saya tahu kok. Saya kesini mau bicara sama Bibi. Bukan sama Feri atau sama
"Aurel?"Baru saja aku masuk, Tante Windy sudah berdiri sigap ke arah pintu. Mungkin ia sedang menungguku?"Tante? Om?"Mereka, yang datang adalah Om dan Tanteku dari Kanada. Selama beberapa tahun kami tak pernah bersua. Lalu mereka datang tiba-tiba. Mereka adalah adik almarhum papa."Hallo, Aurel? How are you?" katanya apa kabar sambil berjalan mendekat lalu memelukku."Baik, Tante, Aurel baik-baik saja.""Om?" Kusapa Om Idris adik ipar almarhum papa. "Rel?" Ia menghampiri. Lalu kukecup punggung tangannya seusai cipika-cipiki dengan Tante Windy."Siang, Om, Tente, Rel?"Aku terkejut. Si Arjuna datang dari arah belakang. Ini seperti sebuah rencana. Om dan Tante Windy pun tak kaget dengan kedatangan pria jahat itu."Hallo, Arjuna?" Arjuna mengecup punggung tangan Tante Windy. Mereka kenal? Seperti sudah kenal dekat?
"Aurel? Feri?"Maya terkejut dengan kedatangan kami ke rutan bermaksud mengunjunginya. "Kalian jenguk aku lagi?" tanyanya. Kini Maya sudah duduk di kursi berhadapan dengan aku dan Feri. Wajahnya lumayan lusuh. Ya, namanya jiga di dalam sel tahanan. Tak seindah di rumah sendiri walaupun rumah itu amatlah kecil dan sederhana."Iya. Apa kabar kamu, May?" tanyaku sambil getar-getar kaki di bawah meja. Sontak bola mata Maya gelagapan mendengar tanya kabar dariku. Padahal ini bukan kali pertama kami bertemu. Tapi, mungkin dia masih belum terbiasa saja bertemu denganku."Baik, Rel. Makasih kamu udah kali ke duanya mengunjungi aku ke sini." Kata-kata Maya mulai memperlihatkan kalau dia sudah berubah menjadi lebih baik. Syukurlah. Memang seperti apa yang pernah aku ceritakan. Sebelumnya pernah mengunjungi Maya."Rel? Perut kamu?" Maya terkejut dengan kondisi perut
PoV Aurel***"Sayang, hari ini aku kepengen makan ketoprak, tapi yang di ujung jalan sana itu loh!" Suamiku Feri merangkulku dari belakang. Saat ini aku sedang minum air mineral sambil berdiri. Hari ini dia dan aku libur ngantor karena hari Minggu. Seperti biasa ia simpan dagunya di bahuku. Dan itu membuatku geli. Momen manja-manja kami tak pernah henti."Ih, geli!""Gimana? Mau gak? Ayok dong!" Ia kekeh ingin ketoprak. Sejak aku hamil, sama sekali aku tak pernah ngidam apapun. Alhamdulillah mual pun hanya di awal-awal saja. Dan ngidam, full dia yang tangani. Kok bisa? Aku pun tak tahu. Tapi biarlah."Iya, sebentar." Aku kembali minum. Dia masih memelukku dari belakang sambil elus-elus perut."Kamu apaan sih? Nanti ada simbok atau bibi, malu," ucapku terkekeh geli. Kadanga Simbok dan Bibi suk
PoV Putri***Namaku Annata Putri Salsabila. Anak satu-satunya dari Papa dan Mamaku. Mereka sudah almarhum. Kecelakaan pesawat beberapa tahun yang lalu telah merenggut nyawa mereka. Singkat sekali perjumpaan kami. Semoga kelak di surga aku dan mereka bisa kembali berkumpul.Aku tinggal bersama Tante Sandra, ia adalah Kakak dari almarhum Papa. Jadi, aku dan Mas Feri sepupuan. Ah, tak kusangka, ia kini sudah menikah dan akan segera mempunyai momongan dari wanita yang di cintainya, Mbak Aurel.Aku mengambil sekolah menengah atas jurusan keperawatan, hingga aku kuliah dan lulus menjadi seorang perawat. Aku lebih memilih menjadi perawat para korban bencana. Termasuk korban kecelakaan pesawat. Ah, itu semua aku lakukan karena kekecewaanku yang tak bisa merawat Papa dan Mama. Hingga aku bertekad ingin menjadi seorang perawat dan memb
PoV Aurel***Hari ini aku sangat bahagia. Tepat di hari ulang tahun pengacara keceku, yaitu suamiku sendiri, Feri, ternyata perutku sudah berisi janin yang kata dokter usianya baru enam minggu. Ah, aku bahagia sekali. Sejak dulu menikah dengan Mas Andri, aku menunda dulu soal momongan, tapi sekarang, setelah menikah dengan Feri, aku tak menggunakan alat kontrasepsi apapun. Itu mauku, juga mau Feri. Kami sudah tak sabar ingin menjadi orang tua. Dan Alhamdulillah, akan segera kesampaian."Sayang? Malam ini kita diner, yuk!" pintanya sambil memeluk tubuhku dari belakang. Dia selalu bertingkah manja."Memang boleh keluar malam?" tanyaku."Boleh, asalkan udah shalat isya. Aku udah siapkan tempat yang spesial untuk kita." Dia bicara lalu mengecup pipiku."Ish! Curi-curi kecupan. Gimana kalau ada simbok?" Aku mencub
PoV Feri***Hari ini, setelah Aurel terbangun dari koma, akad nikah akan kami langsungkan saja. Aku tak mau menunggu lagi hari esok atau lusa. Aku tak mau sampai acara ini di tunda lagi.Hari ini dia sudah membuat jantungku terasa copot. Pas bangun dari koma, dia malah tidak mengenalku. Eh, ternyata dia hanya sandiwara. Dasar Aurel. Di suasana sedih pun dia masih bisa bercanda. Entah apa yang terjadi bila ya, dia hilang ingatan lagi. Ah, aku mungkin sudah tak bisa lagi bicara. Tadi saja, aku sudah merasa tak punya harapan apapun lagi. Dia benar-benar berhasil membuatku kaget setengah mati. Tak hanya aku, tapi semuanya. Bahkan Simbok sampai mau pingsan.Akad nikah akan segera berlangsung. Sebelum mengucap qobul, kutatap wajahnya dengan penuh cinta. Aurel cantik sekali. Benarkah hari ini kami akan menikah? Akad
PoV Feri***"Gimana kabar Aurel, Fer?" Arjuna bertanya mengenai kabar Aurel. Dia sudah makin membaik, kini untuk berjalan pun tidak memakai bantuan kruk."Masih sama." Kuhempas tubuh ini ke sofa. Lalu melonggarkan dasi dan simpan tas di atas meja. Arjuna ikut duduk. Putri datang membawakan kami minuman. Waktu menunjukkan pukul tiga sore. Selesai meeting tadi aku langsung pulang. Nanti akan ke rumah sakit lagi. Sekarang katanya ada Bi Atun di sana. Menunggu Aurel sebelum aku datang."Kasihan ya, Mbak Aurel, Mas. Aku masih gak ngerti kenapa ini harus terjadi. Apalagi ... pernikahan kalian 'kan tinggal beberapa hari lagi." Putri berkomentar dengan lesu."Iya." Aku mendenguskan nafas kembali dorong punggung ke sofa. Netra ini hanya menatap langit-langit rumah yang terasa suram."Sabar, Fer, gue yakin Aurel akan s
Disangka Masih Hilang IngatanPart 91❤️❤️❤️PoV 3***Jadi sebenarnya siapa yang tertembak di keributan halaman hotel?Sebelumnya flashback dulu. Maya adalah anak dari Pak Nadimin dan Bu Samsiah. Ia pergi meninggalkan orang tuanya bermaksud mengadu nasib. Maya tak bicara pada orang tuanya perihal dirinya yang ternyata berangkat keluar negeri sepuluh tahun yang lalu.Maya lewat penyalur tenaga kerja Indonesia sepuluh tahun yang lalu telah di berangkatkan ke negeri gajah putih atau itu adalah sebutan untuk negara Thailand. Ia bekerja hingga akhirn
Siang ini aku dan Feri memutuskan untuk makan siang terlebih dahulu. Ingin temui wanita yang bernama Maya itu, takutnya ia masih istirahat. Jadi setelah makan siang aku putuskan untuk menemuinya."Sayang, besok kita fitting baju pengantin. Besok aku jemput kamu, ya? Hari ini, em maksudnya siang ini aku ada meeting. Tapi nanti jam satu. Setelah zuhur," kata kekasihku Feri. Ah, ini masih seperti mimpi."Oke. Em, Fer, kamu jangan panggil aku sayang dong. Agak gimana gitu! Aurel aja ya?" Aku masih malu-malu."Loh? Kenapa? Ya sudah, aku panggil kamu Aurel. Aurel Sayang." Dia malah tersenyum.Aku merasa malu. "Ah, terserah lah. Asal sayangnya jangan cuma di bibir," ucapku."Lalu harus dimana lagi?" tanyanya."Ya ... hati sama ucapan kamu harus selaras. Jangan bohong.""Lalu, bagaimana ka
"Siapa itu, Pak?" Aku bertanya pada Pak Satpam. Ada dua buah mobil ternyata. Bukan cuma satu saja yang datang.Feri masih ada di dalam mobil. Hati ini masih agak senyam-senyum karena Feri ternyata telah mengungkapkan perasaannya padaku. Dan ternyata aku baru sadar, perasaanku selama ini adalah rasa nyaman yang berakhir mencintainya pula.Mobil itu berhenti di sampingku. Pintu mobil mulai membuka.Benar-benar kaget."Hah? Tante Sandra? Putri? Itu, siapa lagi?" ucapku heran.Lalu, Feri keluar. Ia malah senyam-senyum seperti tahu dengan apa yang terjadi. Bola mata ini malirik kesana kemari. Ke arah dua mobil itu, juga ke arah Feri."Silahkan masuk, silahkan!"Teg!Tiba-tiba Simbok dan Bi Atun menyuruh mereka masuk. Aku nyatanya masih heran. "Fer?" Aku menegur Feri.