"Kak, apakah yang harus aku lakukan?" Tanya Ayana dengan terus menangis dan tidak bisa menghentikan air matanya yang terus mengalir.Zidan kemudian memeluk tubuh Ayana untuk sekedar menenangkannya. Namun, Ayana membalas pelukan itu dengan begitu erat. Ia meluapkan semua perasaan kecewanya. Ia menangis lebih histeris."Menangislah, Za. Jika itu bisa menghilangkan uneg-uneg kamu." Bisik Zidan didekat telinga Ayana.Zidan mengusap lembut punggung Ayana. Ayana terlena akan pelukan hangat dari Zidan."Kak, beri aku waktu untuk aku berpikir ya. Aku akan melakukan sholat istikharah untuk mengambil keputusan ini." Ucap Ayana dengan nada terbata-bata.Zidan mengangguk."Kak, tolong besok antarkan aku ke rumah Kyai Akbar dan Umi Farida. Aku rindu kepada mereka." Ucap Ayana.Zidan mengerutkan dahinya, ia melepaskan pelukan Ayana. Ia memandang wajah Ayana dengan lekat."Apakah kamu ingin mengadukan semua ini kepada beliau?" Tanya Zidan."Aku belum tahu, yang jelas aku ingin bertemu dengan mereka.
"Abi, pikirkan Sarah juga dong, Bi. Sarah itu kan anak kita satu-satunya. Isteri Fahmi itu kan hanya anak angkat Kyai Akbar, bukan anak kandung. Lagi pula, tidak masalah jika dipoligami. Karena di agama kita sendiripun membolehkannya jika memang ada alasan yang kuat." Tegas Umi Naima."Umi, janganlah bicara seperti itu. Tidak baik. Kita harus mengambil jalur tengah, Mi. Jangan hanya ingin mencari keuntungan secara sepihak. Apalagi sampai merugikan orang lain. Ada baiknya, kita harus berdiskusi kembali. Tidak boleh mengambil keputusan sendiri." Kyai Haji Hasan kembali mempertegas kepada Umi Naima."Ya sudahlah kalau begitu, Bi." Jawab Umi Naima."Ya sudah, sebaiknya Umi buatkan cemilan untuk Abi." Pinta Kyai Haji Hasan pada Umi Naima."Baiklah." Sahut Umi Naima seraya beranjak dari tempat duduknya dan segera pergi meninggalkan Kyai Haji Hasan diteras rumahnya.***"Za, rotinya dimakan dulu. Dari tadi kamu belum sarapan. Menyentuhnya saja tidak." Perintah Zidan kepada Ayana.Ayana sedan
"Za..."Ayana menepis tangan Zidan dengan kasar."Lepaskan! Jangan pernah sentuh-sentuh aku lagi!" Sentak Ayana yang kemudian pergi meninggalkan Zidan seorang diri diteras depan. Dengan angin yang semakin malam semakin menusuk tulang.Zidan tidak mengerti apa maksud Ayana.Kemudian ia meraih ponselnya dan membuka pesan dari Difa."Oh, apa jangan-jangan dia sempat membaca pesan dari Difa? Ah, Za.. Apakah kamu cemburu? Itu tandanya, perasaan kamu masih ada untukku." Gumam Zidan dengan senyum terkekeh dan menjadi salah tingkah tatkala melihat Ayana dengan tiba-tiba cemburu kepadanya.Itu menjadi suatu kebanggaan bagi Zidan.***"Fahmi, kapan Ayana akan kembali pulang?" Tanya Bu Fatimah saat sedang sarapan bersama dengan Fahmi saja.Karena, Zidan dan Ayana masih berada ditempat Kyai Akbar.Fahmi yang baru saja menyesap kopi panasnya, kemudian ia meletakkan cangkir kopi diatas meja makan."Entahlah, Bu. Biarkan saja Ayana menenangkan diri dulu. Aku tidak ingin mengganggunya." Jawab Fahmi.
"Lepaskan tanganku! Kita bukan mahrom. Tidak baik seperti ini." Sentak Ayana.Zidan melepaskan tangan Ayana. Ayana segera pergi meninggalkan Zidan.Suasana sekeliling sungai tampak sepi sekali. Dengan ditumbuhi banyak pepohonan.Zidan berlari mengejar Ayana dan menarik tangan Ayana kembali hingga membuat tubuh Ayana terhempas dalam pelukan Zidan.Zidan memeluk tubuh Ayana dengan begitu erat.Keduanya saling berpandangan dengan jarak yang begitu dekat."Jangan tinggalkan aku, aku sangat menyayangimu, aku rela berbuat apapun asal kamu tetap disampingku selamanya." Zidan tidak memikirkan jika tiba-tiba ada yang melihatnya.Ia terus memeluk erat tubuh Ayana.Ayana memberontak demi melepaskan pelukan dari Zidan. Namun, tenaganya tidak cukup kuat untuk melawan Zidan yang tubuhnya lebih besar dan tinggi darinya."Lepaskan aku, Kak. Jika ada yang melihat kita bagaimana? Akan menjadi fitnah!" Ucap Ayana dengan tubuh terus memberontak."Aku tidak akan melepaskanmu kalau kamu belum memaafkan aku
"Memangnya kamu ingin yang bagaimana, Ayana Zahira?" Tanya Zidan dengan menyebut nama lengkap Ayana."Ya, barangkali kamu memang berniat menjadikan Difa sebagai calon isteri kamu begitu, Kak." Jawab Ayana.Zidan menggelengkan kepalanya."Kalau kamu saja yang menjadi isteriku, bagaimana?" Ucapan Zidan membuat Ayana menjadi kesal dan emosi.Ayana terkejut bukan main, ingin rasanya ia menjambak rambut Zidan. Namun ia sadar, Zidan sedang mengemudi mobil."Apa maksud dari ucapanmu, Kak? Kamu melecehkan aku atau bagaimana? Kamu itu sadar tidak sih, Kak? Kalau aku sudah mempunyai suami. Haram hukumnya menggoda isteri orang, apalagi aku ini isteri dari adikmu sendiri. Lama-lama aku muak dengan kelakuan kamu, Kak. Turunkan aku disini! Cepat turunkan aku!" Sentak Ayana seolah singa yang baru saja keluar dari hutan hendak mencari mangsa karena saking laparnya.Zidan menjadi kalang kabut tatkala Ayana meluapkan seluruh emosinya. Ia menjadi gelagapan."Maafkan aku, Za. Aku hanya bercanda. Aku tida
"Habis bertarung ya? Haus sekali sepertinya, sampai-sampai suaranya terdengar!" Ucap Zidan seolah menyindir Ayana.Ayana menghentikan aktifitasnya dan menoleh kearah Zidan.Zidan bergeming dengan terus menikmati cemilan yang berada ditangannya."Tidak perlu ikut campur, Kak. Itu urusanku dengan suamiku!" Hardik Ayana kesal."Bagaimana tidak menjadi urusanku, kalau suaranya saja mengganggu pendengaranku." Sahut Zidan tanpa menoleh sedikitpun kearah Ayana.Ayana mendengus kesal, ia langsung berjalan pergi meninggalkan Zidan seraya membawa botol air minum dalam genggamannya.Zidan tersenyum sinis dengan menatap tajam Ayana. Rasanya ingin segera berlari dan memeluk dan menc*umi seluruh tubuh Ayana.Namun, terdapat dinding pembatas yang menjulang tinggi antara dirinya dan Ayana yang tidak mungkin dirobohkan dengan mudah begitu saja."Aahh.. Zaa.. Zaa.. Pesonamu semakin hari semakin membuat imanku tidak kuat saja."***"Bu, tolong segera hubungi keluarga Kyai Haji Hasan bahwa minggu depan k
"Jika memang ini takdir dari Allah, aku putuskan untuk berpoligami dan bersedia memiliki dua isteri." Tegas Fahmi dengan pandangan kosong tanpa melihat kearah manapun.Ayana menoleh kearah Fahmi, air matanya membasahi kedua pipinya.Tangis Ayana begitu sangat terisak, walaupun ia mengikhlaskan untuk Fahmi berpoligami. Namun, hatinya tidak dapat dipungkiri bahwa ia akan hidup berbagi dengan madu. Sesuatu yang sangat tidak mudah.Sorot mata Zidan tidak lepas menatap Ayana yang tidak berhenti untuk menangisi keputusan ini.Bu Fatimah, Umi Farida turut meneteskan air mata di kala keputusan telah diucapkan oleh Fahmi.Kedua wanita itu sangat sedih tatkala harus melihat Ayana akan dipoligami oleh Fahmi.Umi Naima dan Sarah tersenyum berbinar, tanpa melihat kesedihan yang dialami oleh Ayana.Begitu pula dengan Kyai Haji Hasan yang hatinya merasa lega atas keputusan yang Fahmi ambil.Namun, tidak bagi Kyai Akbar yang tampak memikirkan hati Ayana. Anak angkat yang sangat ia sayangi sedari dulu
"Za, andai aku bisa menikahimu suatu hari nanti. Aku tidak akan terlalu memusingkan masalah keturunan, Za. Keturunan itu adalah bonus pernikahan. Yang terpenting, bagaimana cara kita beribadah panjang dengan baik. Dan satu hal, aku tidak akan menikah kembali ketika mengetahui dirimu tidak bisa hamil atau tidak bisa memberikan aku keturunan. Mungkin memang sudah jalannya seperti itu. Atau jika memang kamu bersedia, kita bisa melakukan program bayi tabung. Seperti yang sedang marak saat ini. Zaman sudah begitu canggih. Aku rela merogoh kocek sangat dalam jika kamu menginginkan untuk mendapatkan keturunan dariku." Penjelasan Zidan membuat air mata Ayana kembali menetes dengan begitu deras. Ayana memeluk tubuh Zidan dengan erat."Semoga kelak kita berjodoh ya, Kak!" Ucap Ayana dengan jarak yang begitu dekat.Zidan mengangguk perlahan tanda mengiyakan ucapan Ayana."Aamiiiin, semoga Allah mendengarkan do'a kita." Jawab Zidan.Keduanya saling berpandangan kembali."Kak, apakah aku berdosa s
"Baik, Umi." Jawab Indah.Belum sempat Ayana berkata kembali, datanglah Zidan memanggil Ayana. Yang rupanya sejak tadi memperhatikan cara Ayana menyelesaikan masalah bersama santriwatinya."Za, ikut aku sebentar!" Panggil Zidan kepada Ayana.Sontak, Ayana dan para santriwati menoleh kearah Zidan.Yang lainnya menunduk hingga nanti Zidan pergi meninggalkan area tersebut.Sedangkan, Ayana bangkit dari posisinya."Saya tinggal dulu ya!" Ucap Ayana seraya berjalan meninggalkan semuanya.Ayana berjalan menghampiri Zidan."Ada apa, Kak?" Tanya Ayana."Ikut aku ke rumah sebentar." Ajak Zidan kepada Ayana seketika berjalan menuju rumahnya.Ayana berjalan mengekori Zidan.Disepanjang perjalanan, tidak sengaja Ayana bertemu dengan Zayn.Tatapan Zayn memiliki arti yang mendalam.Ia melemparkan senyuman kepada Ayana.Zayn berjalan menuju ruangan Kamal."Bang Kamal! Bang, yang berjalan bersama Kyai Zidan siapa, bang?" Tanya Zayn dengan penasaran.Kamal yang tengah mengecek project nya, seketika me
"Siap, Kak." Jawab Ayana seraya meletakkan gelas kosong di meja."Ya sudah, kita sarapan sekarang. Setelah itu kita berangkat ke Pesantren. Aku rindu rumahku, apakah kamu berminat untuk menginap di rumah ku lagi?" Goda Zidan kembali.Ayana menghembuskan napasnya."Tidak, Kak. Terima kasih!" Jawab Ayana berlalu mengambil dua piring dan menyiapkan makanan untuk disediakan di meja makan.Zidan tersenyum dengan kekehannya. Matanya terus memandangi gadis yang sangat ia sayangi."Za, apakah kamu berani sendirian di rumah jika Fahmi, Ibu dan Sarah belum juga kunjung pulang ke rumah?" Tanya Zidan kembali."Insya Allah aku berani! Tinggal kunci semua nya, aku pasti berani." Jawab Ayana seraya menuangkan air mineral kedalam gelas panjang."Yakin? Kamu apakah sudah dengar cerita halaman belakang yang sangat sepi dan angker itu?" Ucap Zidan mulai menakut-nakuti Ayana.Sontak, Ayana langsung melebarkan matanya dan merasa merinding semua bulunya."Maksudnya, Kak? Kakak jangan menakut-nakuti begitu
"Sayang, mengapa aku ditinggal tidur sendirian di bawah? Kamu jahat deh." Gumamnya yang merasa ia memeluk tubuh Fahmi karena ia tidak menyadarinya.Zidan pun juga tidak menyadari bahwa Ayana telah memeluk dirinya. Ia pun menggeliat dan membalas pelukan Ayana. Ia memeluk Ayana dengan begitu erat yang ia pikir itu adalah gulingnya.Malam semakin larut, keduanya tampak hangat dan dekat sekali.Hingga pada akhirnya, Zidan terbangun karena hendak merasakan ingin buang air kecil.Betapa terkejutnya ia tatkala membuka matanya dan menyadari bahwa dirinya sedang memeluk tubuh Ayana dan mengeloni Ayana.Kedua matanya terbuka lebar."Ya Allah, Za! Mengapa kamu ada disini?" Tanya Zidan dengan membangunkan Ayana.Kemudian Ayana membuka matanya dengan sedikit mengerjapkan kedua matanya.Ayana tidak kalah terkejut ketika dirinya tengah berpelukan dengan Zidan"Kak Zidan? Mengapa kakak memeluk aku?" Tanya Ayana dengan cepat melepaskan pelukan Zidan.Zidan mengerutkan dahinya."Tunggu, tunggu! Seperti
"Tidak! Aku tidak ingin berpacaran. Aku mau nya langsung menikah saja!" Tegas Difa kemudian."Kalau begitu, menikah saja yuk!" Ajak Kamal kepada Difa.Sontak Difa mendengus kesal dan membuka matanya lebar-lebar seolah ingin menerkam Kamal saat itu juga."Kamal! Ish.. Tidak perlu aneh-aneh deh!" Jawab Difa kemudian."Lho, aku serius kalau memang kamu mau, Difa." Ucap Kamal.Difa bangkit dari posisinya."Sudahlah, aku pergi saja!" Ucap Difa seraya pergi meninggalkan Kamal begitu saja."Difa! Difa! Jadi tidak mau nih?" Tanya Kamal dengan nada meninggi.Namun, tidak ada respon dari Difa. Rupanya Difa telah menghilang dari pandangan Kamal.Kamal pun terkekeh."Difa.. Difaa.. Lucu sekali kamu." Gumam Kamal.***"Za, apakah kamu berani sendirian di rumah?" Tanya Zidan tatkala mengantarkan Ayana masuk kedalam rumah Bu Fatimah."Insya Allah berani, Kak. Apa yang harus ditakuti? Kan kata Kak Zidan aku harus menjadi wanita yang kuat dan pemberani." Jawab Ayana melangkahkan kakinya.Ia sempat mel
"Aku mau pulang! Kalau kakak tidak bisa mengantarkan aku pulang, aku akan pulang sendiri!" Ucap Ayana bangkit dari posisinya.Tatkala ia hendak melangkahkan kakinya, dengan cepat Zidan menarik pergelangan tangan Ayana."Oke, kita pulang sekarang! Hapus air mata kamu!" Ajak Zidan menarik tangan Ayana.Ayana mengekori langkah Zidan.Sesampainya di rumah Kyai Haji Hasan, semuanya tampak berbahagia dan bercengkrama.Namun, tidak bagi Fahmi. Ia terus mengkhawatirkan perasaan Ayana.Sarah telah berada didekatnya.Tampak dari kejauhan Ayana dan Zidan berjalan menghampirinya."Fahmi, aku izin membawa pulang Ayana ya!" Ucap Zidan berbisik kepada Fahmi.Fahmi yang tengah duduk dikelilingi oleh keluarga besar Kyai Haji Hasan pun tidak dapat banyak komentar."Kenapa pulang?" Tanya Fahmi."Ayana ingin pulang, dia tidak bisa berlama-lama disini." Jawab Zidan kembali dengan suara berbisik-bisik.Mata Fahmi tertuju kepada Ayana. Ayana mendekati Fahmi."Mas, aku izin pulang ya. Selamat berbahagia ya,
"Bagaimana, Nak Fahmi? Saya harus menunggu berapa lama lagi? Masih ada urusan di tempat lain juga, saya tidak bisa berlama-lama." Ucap penghulu kembali tampak sudah tidak sabar.Kyai Haji Hasan menghembuskan napas panjangnya.Umi Naima dan Bu Fatimah turut gelisah. Sarah belum diperbolehkan keluar jika acara akad nikah belum terlaksana.Keluarga Kyai Haji Hasan yang lainnya sampai berkipas-kipas karena cuaca mulai panas dan terik."Silahkan dimulai, Pak Penghulu. Saya isterinya!" Teriak Ayana dari kejauhan.Wajah Fahmi yang tadinya sempat muram, kini menjadi sedikit lebih sumringah. Jelas saja, power hidup Fahmi ada di diri Ayana.Ayana dan Zidan langsung duduk di deretan keluarga.Hati Ayana sangat berdegup kencang tatkala ia melihat Fahmi telah mengenakan pakaian menikah."Baik, kalau begitu kita mulai saja ya. Apalagi, sudah dihadiri oleh Isteri pertama dari Nak Fahmi." Ucap Penghulu hendak memulai acara akad nikah.Fahmi sempat melihat wajah Ayana yang begitu cantik namun terlihat
"Kamu akan tetap menjadi isteri satu-satunya untukku, sayang." Ucap Fahmi.Ayana menyunggingkan senyumannya.Fahmi kemudian melum*t b*bir Ayana dengan lembut sehingga keduanya berpagut dalam kehangatan yang begitu dalam, keduanya saling membalas satu sama lain untuk terakhir kalinya sebelum Fahmi resmi menjadi suami Sarah.Tok..Tok..Tok.."Fahmi, Ayana! Ayo kita berangkat sekarang!"Suara ketukan pintu Zidan membuyarkan pagutan Fahmi dan Ayana.Ayana tampak berat sekali melepaskan sang suami."Iya, Kak. Sebentar!" Jawab Fahmi dengan suara sedikit tinggi."Ayo, sayang. Kita keluar. Ibu dan Kak Zidan sudah menunggu kita." Ucap Fahmi menarik tangan Ayana."Baik, Mas." Jawab Ayana.Fahmi dan Ayana keluar dari kamar dan segera berjalan menuju parkiran mobil.Dibawah sana sudah ada Bu Fatimah dan juga Zidan yang telah menunggu."Ibu dengan Zidan ya, kalian berdua saja!" Pinta Bu Fatimah kepada Fahmi dan Ayana."Baik, Bu." Jawab kompak dari Fahmi dan Ayana.Semuanya masuk kedalam mobil dan
"Ini kopinya, Kak!" Ucap Ayana berjalan seraya membawa dua cangkir kopi menghampiri Zidan yang telah duduk di sofa empuknya."Syukron Isteri haluku. Bagaimana kalau kita menikmati ini semua di rooftop? Sekalian kita bisa melihat sunrise. Pasti sangat indah sekali. Kamu pasti suka kan?" Ajak Zidan kepada Ayana.Ayana mengangguk dengan melemparkan senyumannya."Ayo, Kak." Jawab Ayana.Zidan berjalan menuju rooftop dan Ayana mengekorinya.Sesampainya di rooftop masih terlihat gelap, hanya matahari sudah mulai menampakan sinarnya dengan malu-malu.Zidan duduk disamping Ayana disebuah kursi panjang yang beralaskan sofa ringan."Masya Allah, indah sekali. Sebentar lagi sunrisenya muncul, Kak." Ucap Ayana dengan wajah sumringah.Zidan tersenyum."Iya, Za. Kita tunggu saja." Jawab Zidan.Keduanya menikmati secangkir kopi dan sarapan yang telah dibuat oleh Ayana."Za, apa rencanamu ketika nanti Fahmi dan Sarah sudah menikah? Apakah kamu akan tetap tinggal dirumah Ibu?" Tanya Zidan kepada Ayana
Zidan menjadi salah tingkah tatkala Ayana menyentuh lengannya.Namun, ia tidak bisa menolaknya. Karena, posisinya Ayana sedang sakit dan butuh bantuannya."Iya, Za. Cepatlah istirahat." Zidan memerintahkan Ayana agar segera beristirahat.Sembari menunggu Ayana terlelap, Zidan meraih laptopnya agar tidak terlalu bosan didalam kamarnya.Selang tiga puluh menit, Ayana telah terlelap akibat pengaruh obat yang mungkin telah beraksi.Zidan pergi meninggalkan Ayana agar Ayana dapat istirahat dengan tenang.***"Selamat malam, Kyai. Apakah mengajinya bisa dimulai sekarang?" Tanya Kamal tatkala berdiri didepan pintu rumah Zidan."Dimulai saja, Kamal. Nanti aku menyusul. Baca do'a pembuka dulu saja." Perintah Zidan seraya membuat teh hangat digelas besar.Kamal sedikit menyipitkan kedua bola matanya."Baik, Kyai. Hmm.. Alafu, Kyai. Apakah dirumah Kyai sedang ada orang?" Tanya Kamal dengan melihat lantai dua yang masih terang karena pancaran sinar lampu.Zidan menghembuskan napasnya, dan segera