***
"Bukan. Kali ini aku enggak ada urusan sama Sagara dan dia enggak lakuin apa-apa sama aku."Spontan menghembuskan napas lega, itulah yang Elliana lakukan setelah jawaban tersebut dilontarkan Yudistira untuk pertanyaan yang Elliana lontarkan.Sagara tak terlibat, itulah inti jawaban dari Yudistira sehingga di detik itu juga Elliana bisa bernapas lega karena tak bohong, jawaban suaminya tentang dia yang tak tahu apa-apa perihal hilangnya Yudistira ternyata benar, dan kepercayaan yang hampir kembali luntur tentunya batal terjadi."Terus kamu kenapa sampai bisa hanyut di sungai?" tanya David. "Ada insiden dulu enggak? Atau kamu kecelakaan sampe jatuh ke sungai apa gimana? Jelasin sama Papa biar semuanya bisa Papa usut.""Enggak ada yang perlu diusut karena semuanya salah aku sendiri, Pa," ucap Yudistira yang membuat ketiga orang di dekatnya mengerutkan kening. "Enggak ada satu pun orang yang terlibat karena jatuhnya aku ke sungai terjadi***"Kalau itu mau kamu, oke Papa kabulin, tapi enggak mau cuma-cuma. Papa pengen kasih syarat ke Sagara karena bebasin dia secara cuma-cuma rasanya terlalu enak. Kalau dia mau lakuin apa yang Papa minta, pembebasan dia akan dilakuin secepatnya, tapi kalau enggak mau, kasusnya akan terus berlanjut."Setelah dilanda rasa kaget oleh keputusan Yudistira yang tiba-tiba saja ingin membebaskan Sagara, ucapan panjang lebar tersebut akhirnya dilontarkan David yang awalnya menentang keputusan sang putra.Tak terima pelaku yang sudah menyakiti anaknya dibebaskan begitu saja, David sempat berdebat dengan Yudistira bahkan Aruna hingga setelah sang putra terus memohon untuk mengabulkan permintaan membebaskan Sagara, David perlahan luluh.Namun, tentu saja tak cuma-cuma karena di balik pembebasan Sagara, dia ingin memberikan syarat agar bebasnya Sagara tak terasa gampang dan tentunya tak bisa dispelekan, syarat yang akan David berikan memiliki sifat mutlak ali
***"Dis.""Ya, Ma?"Mengunyah makanan sambil menikmati pemandangan dari jendela kamar rawat, Yudistira spontan menoleh setelah panggilan tersebut tiba-tiba saja dilontarkan Aruna yang sejak tadi menyuapinya sarapan.Perlu beristirahat selama beberapa hari, Yudistira memang masih berada di rumah sakit untuk memulihkan kondisi tubuhnya. Tak sendiri, Yudistira tentu saja ditemani Aruna karena David sendiri harus pergi ke kantor seperti biasa untuk mengurus pekerjaan yang tentu saja tak sedikit."Kamu ngelamun?" tanya Aruna yang sejak tadi memperhatikan tingkah sang putra. "Enggak," sanggah Yudistira."Terus kenapa diam aja sejak tadi?" tanya Aruna. "Mana lihatin langit terus lagi.""Karena langitnya pagi ini bagus, Ma," ucap Yudistira. "Lagian apa yang harus aku lamunin coba?""Lian?""Aku udah ikhlasin dia, Ma, jadi untuk melamunkan dia, rasanya aku enggak berhak karena sekarang Lian udah resmi
***"Lian."Mendapati nama Elliana terpampang di layar ponsel, Yudistira yang sejak tadi menikmati tayangan televisi spontan bergumam sebelum kemudian menjawab panggilan dari perempuan tersebut.Tak ada siapa-siapa di kamar rawat, saat ini Yudistira seorang diri setelah sang mama dia minta keluar untuk mencari makan siang karena tak lagi pagi, saat ini jarum jam sudah ada di angka sebelas siang."Halo, Lian.""Dis," panggil Elliana. "Maaf ganggu waktu kamu, aku cuman pengen sampein sesuatu.""Kamu enggak ganggu dan mau sampein tentang apa?" tanya Yudistira. "Ada kaitannya sama Sagara?""Iya ada dan ini soal tawaran kamu buat bebasin dia," ucap Elliana. "Pagi ini aku udah nemuin Kak Gara buat ceritain semuanya dan dia bilang mau. Jangankan bersujud di kaki kamu, Kak Gara bilang bersujud di kaki kedua orang tua kamu pun dia siap karena setelah semua yang terjadi, Kak Gara menyesal atas perbuatannya sama kamu dan dia penge
***"Kamu sabar di sini ya, nanti Mama datang buat temuin kamu kalau seandainya ada apa-apa sama Lian. Kamu doain aja yang terbaik buat dia ya, semoga enggak ada sesuatu yang serius."Sebelum pergi menyusul yang lain, ucapan tersebut lantas dilontarkan Anindira pada Sagara yang kini terlihat begitu panik. Bukan tanpa alasan, paniknya pria itu tentu saja disebabkan oleh Elliana yang tiba-tiba pingsan dan entah apa sebabnya, sampai sekarang semua orang tak tahu.Namun, yang jelas setelah gagal membangunkan perempuan tersebut, semua orang sepakat untuk membawanya ke rumah sakit agar mendapatkan pemeriksaan yang lebih intens.Tak hanya Athlas, Yudistira juga kedua orang tuanya pun ikut mengantar Elliana sehingga Sagaralah satu-satunya orang yang tak bisa mendampingi sang istri, karena meskipun Yudistira sudah mencabut tuntutannya, Sagara masih harus melewati beberapa proses untuk bisa terbebas dari sel tahanan yang selama ini ditempatinya."I
***"Ayo buka, jangan dipegang terus. Kalau amplopnya enggak dibuka, Kakak mana bisa tahu isi di dalamnya apa."Melihat Sagara tak kunjung membuka amplop yang dia berikan, ucapan tersebut lantas dilontarkan Elliana pada suaminya itu dan alih-alih merealisasikan apa yang dia minta, Sagara justru terus memandanginya dengan raut wajah tegang."Gar," panggil Anindira. "Ayo buka amplopnya, Nak, biar urusan kita cepat selesai.""Iya," kata Athlas. "Lagian kamu ini amplopnya aja belum dibuka, udah tegang gitu mukanya. Buka dulu biar tahu.""Lian bilang ini surat gugatan cerai, Pa, dan kalau emang iya isinya aku enggak mau buka karena sampai kapan pun aku enggak mau pisah sama dia," ucap Sagara dengab raut wajah yang terlihat memelas. Tak memandang Elliana seperti beberapa waktu lalu, saat ini atensinya tertuju pada Athlas dan yang dilakukan sang papa setelah mendengar ungkapan hatinya adalah; menghela napas kasar."Yakin itu surat cerai?" tanya Athlas setelahnya. Beralih pada Elliana, setel
***"Makasih ya untuk waktunya, Lian, dan sampaikan maafku ke Sagara karena udah pinjam istrinya buat ngobrol. Tentang keberangkatan aku nanti, aku kabarin lagi karena kadang kan penerbangan bisa maju bisa juga mundur.""Iya, Dis, sama-sama. Chat atau telepon aku aja lagi kalau seandainya udah pasti. Aku sama Kak Gara nanti usahain datang.""Iya."Tak ada lagi obrolan, setelahnya Yudistira meminta izin untuk memutuskan sambungan telepon dan tanpa banyak menunda, panggilan pun berakhir—membuat Elliana tentu saja menurunkan ponselnya sebelum kemudian memandang Sagara yang sejak beberapa menit lalu tak beranjak dari sofa.Tiba-tiba mendapat panggilan dari Yudistira di tengah momen harunya bersama Sagara, sebuah izin untuk menjawab panggilan memang didapatkan Elliana sehingga setelahnya perempuan itu lekas menggeser gambar gagang telepon di layar.Tak menyalakan loudspeaker karena Sagara yang menolak ketika dia menawarkan hal tersebut, setelahnya Elliana mengobrol dengan Yudistira sambil
***"Masih ngantuk ya?"Mendengar Elliana menguap, pertanyaan tersebut lantas dilontarkan Sagara pada sang istri yang kini duduk persis di sampingnya. Tak lagi di dalam rumah, saat ini dia juga Elliana sudah berada di mobil karena tak akan diam seperti hari-hari sebelumnya, sabtu pagi sekarang keduanya memiliki kegiatan yaitu; menemui Yudistira di bandara.Persiapan selesai, Yudistira memang merealisasikan niatnya pergi ke Paris dan setelah pemesanan tiket juga semacamnya, pria itu akan take off dari bandara pukul enam pagi sehingga sekarang—sekitar pukul empat subuh, Elliana juga Sagara siap bergegas karena tentunya satu jam sebelum keberangkatan, mereka harus tiba di bandara."Lumayan, Kak," ucap Elliana. "Biasanya kan aku belum bangun jam segini jadi masih agak ngantuk meskipun tadi mandi.""Ya udah tidur aja selama di jalan biar nanti Kakak kabarin setelah kita sampai di bandara," ucap Sagara. "Kasihan juga kalau dipaksain.""Enggak apa-apa emangnya?" tanya Elliana. "Kakak enggak
***"Kok enggak lepas seatbelt?"Melihat Elliana tak melakukan apa pun setelah mobil yang dikendarainya berhenti, pertanyaan tersebut lantas Sagara lontarkan setelah dia sendiri melepas sabuk pengaman.Berhenti di sebuah parkiran, saat ini Sagara dan Elliana tengah berada di sebuah pasar tradisional di daerah tempat mereka tinggal, karena memang sepulangnya dari bandara, permintaan untuk lekas mencari jengkol dilontarkan putri sulung Athlas tersebut—membuat Sagara tentu saja patuh.Tak hanya mencari jengkol untuk kemudian dimasak dengan bumbu pedas, Sagara juga memiliki tugas lain yaitu; memasak makanan berbau khas tersebut, karena memang tanpa mau ditawar, Elliana ingin memakan jengkol yang dimasak langsung oleh sang suami sehingga pasrah adalah jalan keluar—mengingat ancaman yang diberikan pun tak main-main.Mogok bicara dengan Sagara selama seminggu, itulah yang Elliana katakan pada pria tiga puluh empat tahun tersebut ketika di bandara tadi, dan karena didiamkan oleh Elliana lebih
***"Ma, gimana kondisi Lian sekarang? Baik-baik aja, kan, dia? Enggak ada hal serius terjadi, kan? Dan anak aku, gimana kondisi anak aku sekarang, Ma? Baik juga, kan?"Barusaja sampai di depan ruang operasi, deretan pertanyaan tersebut langsung dilontarkan Sagara pada Anindira juga Athlas yang kini berada di sana.Datang dari kantor dengan perasaan panik, itulah Sagara setelah beberapa waktu lalu kabar tak mengenakkan diterimanya dari Anindira. Elliana jatuh di kamar mandi.Itulah kabar buruk yang Sagara terima sehingga tanpa banyak basa-basi yang dia lakukan usai menerima kabar tersebut adalah bergegas menuju rumah sakit tempat sang istri dirawat.Tak tepat waktu, Sagara pergi setengah jam setelah pesan dari Anindira masuk karena memang ketika pesan tersebut dikirim, dirinya tengah menjalani meeting sehingga khawatir tingkat tinggi pun dirasakannya."Tenang, Gar, satu-satu dulu nanyanya," ucap Athlas. "Mama kamu pusing kalau kamu nanyanya banyak gitu.""Ah iya, Maaf," ucap Sagara. M
***"Hai, Mas suami."Tersenyum, itulah yang Sagara lakukan setelah sapaan tersebut dilontarkan Elliana. Baru kembali dari kantor setelah seharian penuh bekerja, dia merasa lelahnya seketika hilang setelah sang istri yang malam ini terlihat cantik dengan dressnya, menyambut di ambang pintu.Tak heran dengan penampilan cantik Elliana malam ini, Sagara tentu saja tahu alasan sang istri berdandan cantik sehingga tak bertanya tentang pakaian, dia memilih untuk membalas sapaan Elliana dengan ucapan yang tak kalah manis."Hai, istriku yang cantik.""Aku lega karena Kakak pulang tepat waktu," ucap Elliana—mengingat lagi bagaimana Sagara meminta izin pulang terlambat sore tadi. Padahal, malam ini ada acara makan bersama di rumah untuk merayakan bertambahnya usia sang putri, Rinjani. "Aku pikir bakalan telat dan makan malam kita kemalaman.""Enggaklah, aku kan tadi janji pulang maghrib dan kebetulan problem yang aku ceritain ke kamu tadi
***"Gimana sayang? Keluar enggak?"Duduk sambil memperhatikan Elliana yang kini menggendong sang putri, pertanyaan tersebut lantas dilontarkan Sagara dengan raut wajah penasarannya.Bukan tanpa alasan, Sagara bertanya demikian karena kini Elliana tengah memberikan ASInya untuk pertama kali dan yaps! Ringisan dari sang istri membuat dia mengerutkan kening."Ada dikit, Kak, bening," ucap Elliana. "Nanti pasti banyak," ucap Sagara. "Sakit enggak?""Enggak sih cuman agak gimanaa gitu," ucap Elliana. "Kaya ada geli-gelinya gitu.""Si cantiknya bangun?""Merem," kata Elliana sambil tersenyum. "Dia mungkin masih terlalu mager buat bangun.""Nanti malam mungkin bangun."Selesai operasi pukul sepuluh pagi, bayi mungil yang Elliana lahirkan memang baru dibawa ke kamar rawat Elliana enam jam setelahnya, dan tak langsung bangun, bayi cantik dengan berat badan 3,2kg tersebut terlelap dengan damai hingga s
***"Gimana, Kak, udah cantik belum? Aku enggak mau kelihatan pucat soalnya pas difoto nanti."Selesai memoles wajah, pertanyaan tersebut lantas Elliana lontarkan pada Sagara yang sejak tadi duduk di samping bed tempatnya berada. Tak di rumah seperti hari-hari sebelumnya, jumat ini Elliana sudah berada di rumah sakit karena memang setelah beberapa bulan berganti, usia kehamilan yang dia alami tiba juga di angka tiga puluh delapan minggu.Tak bisa melahirkan normal karena janin yang tetap di posisi sungsang, Elliana pada akhirnya pasrah pada tindakan cessar yang akan dilakukan dokter untuk kelahiran sang putri dan karena operasi akan dilakukan pukul sembilan pagi, sekarang—sekitar pukul tujuh, Elliana sibuk merias diri karena di kelahiran pertamanya, entah kenapa dia ingin tampil cantik dengan makeup di wajah.Tak hanya ditemani Sagara di ruang operasi nanti, Elliana sebelumnya meminta izin untuk mengajak satu orang lagi, dan bukan Anindi
***"Masih sedih?"Tak langsung melajukan mobil setelah sebelumnya masuk, pertanyaan tersebut lantas dilontarkan Sagara setelah kini di samping kirinya, Elliana terlihat terus menekuk wajah.Tak hanya memasang ekspresi tersebut, sejak beberapa waktu lalu Elliana juga tak banyak bicara dan seolah belum cukup, sejak masuk ke dalam mobil, Elliana memalingkan wajah ke arah luar—membuat Sagara tentu saja khawatir."Lumayan," ucap Elliana dengan atensi yang masih tertuju ke luar.Tak di rumah, saat ini dia juga Sagara tengah berada di parkiran rumah sakit setelah sebelumnya melakukan check up kandungan dan sama seperti bulan sebelumnya, kondisi janin di rahim Elliana baik. Namun, kendala yang muncul sejak dua bulan lalu masih sama dan hal tersebutlah yang membuat Elliana tak memasang raut wajah bahagia setelah melakukan check up.Bayi yang dia kandung mengalami posisi sungsang.Itulah kendala dalam kehamilan yang Elliana alami
***"Satu, dua, tiga, tusuk!"Dar!Tak memiliki jeda yang lama pasca seruan tersebut dilontarkan orang-orang di taman belakang rumah, balon hitam besar yang semula menggantung akhirnya meledak juga setelah sebuah jarum ditusukkan oleh Elliana juga Sagara di waktu yang sama.Tak sekadar berdiri bersebelahan di depan balon, Elliana juga Sagara tentunya berpegangan tangan bahkan jarum yang mereka pakai pun hanya satu—dipegang oleh keduanya dan yaps! Begitu balon pecah, compety berwarna merah muda berhamburan—membuat semua orang yang sore ini hadir seketika berseru, karena lewat warna compety yang keluar dari dalam balon, jenis kelamin bayi yang Elliana kandung akhirnya bisa diketahui."Bayi kita perempuan, Kak," ucap Elliana sambil memandang Sagara."Iya, sayang. Baby girl," kata Sagara. "Sini peluk dulu."Tersenyum dengan perasaan yang bahagia, setelahnya Elliana masuk ke dalam dekapan Sagara kemudian di tengah meriahnya a
***"Hai."Tersenyum dengan perasaan speechles, itulah yang Elliana rasakan ketika sapaan tersebut dilontarkan Sagara yang barusaja turun dari mobil. Berpenampilan berbeda dengan tadi pagi ketika hendak pergi ke kantor, sore ini pria itu pulang menggunakan kemeja biru muda dan tentu saja hal tersebut membuat Elliana heran."Kakak kok ganti baju?" tanya Elliana begitu Sagara mendekat. "Baju yang tadi mana?""Ada di mobil," kata Sagara. Sampai di teras tempat sang istri menunggu, setelahnya dia bertanya, "Udah siap?""Udah," kata Elliana. "Mau ke mana kita sore ini?"Beberapa jam berlalu, sore akhirnya tiba dan merealisasikan ajakan Sagara tadi siang, Elliana sudah rapi dengan dress merah muda juga sneaker putih yang diberikan sang suami, karena memang tak ada perubahan jadwal, Sagara ingin mengajaknya berjalan-jalan."Tempatnya masih dirahasiakan," ucap Sagara. "Oh ya, Mbak Marni mana? Bilang ke beliau ayo berangkat."
***"Siapa, Bi, barusan? Tetangga atau siapa?"Tengah bersantai di kursi tengah, pertanyaan tersebut lantas Elliana lontarkan setelah Mbak Marni yang semula ke depan untuk mengecek tamu, kini kembali sambil menenteng sebuah paper bag di tangan kanan.Entah apa isi dari paper bag tersebut, Elliana sendiri tak tahu karena dibanding apa yang dibawa sang art, dia rasanya lebih penasaran pada siapa yang datang ke rumahnya beberapa waktu lalu."Kurir, Non," kata Mbak Marni. "Katanya mau anterin paket buat Non Lian.""Paket?" tanya Elliana sambil mengerutkan kening. "Dari siapa?""Den Gara," ucap Mbak Marni. Mendekati Elliana yang masih berada di sofa, setelahnya yang dia lakukan adalah; menyimpan paper bag yang dibawanya di atas meja. "Tadi kurirnya bilang ini paket buat Non Lian dan pengirimnya Den Gara. Karena setelah dicek, isi paper bagnya kain, Saya terima aja deh.""Kak Gara kasih apa ya?" tanya Elliana. "Dia bilang lemb
***"Ngerjain Kak Gara dosa enggak sih? Mendadak kasihan juga nih aku tinggalin dia di pasar."Sambil terus mengemudikan mobil yang sejak tadi dia bawa, Elliana lantas bertanya demikian setelah perasaan tak enak juga kasihan pada Sagara tiba-tiba saja menghampiri.Sudah jauh meninggalkan pasar tempat Sagara mencari jengkol, Elliana sengaja meninggalkan suaminya tersebut setelah rasa ingin buang air kecil tiba-tiba saja menghampiri.Tak terlalu mendesak, sebenarnya Elliana masih bisa menunggu Sagara selama beberapa menit. Namun, entah kenapa keinginan untuk meninggalkan pria itu tiba-tiba saja menguat—membuat dia lantas mengemudikan mobil suaminya itu pergi meninggalkan pasar.Entah masuk ke dalam kategori ngidam atau tidak, tapi yang jelas ketika Sagara menghubunginya untuk bertanya, Elliana justru semakin ingin mengerjai sang suami sehingga meminta Sagara pulang menggunakan angkot pun dilontarkannya dan jujur, membayangkan Sagara menggun