Aku bangun pagi dan membersihkan diri. Kulihat Fay masih tertidur. Aku bangkit dan membersihkan diriku. Sesudahnya aku membangunkan Fay.
Aku menggoyang bahunya. Ia tak bangun juga.
"Fay..." Aku memanggilnya dengan suara yang agak kencang.
Aku masih menggoyang bahunya. Ia bergerak dengan memincingkan wajahnya. Ia terlihat kesakitan.
"Apa?" Jawabnya dengan suara serak.
"Bangun! Subuh!" Ucapku memperhatikan lehernya yang memiliki beberapa noda memerah, hasil karyaku semalam. Aku membangunkannya lagi tengah malam.. dan mengulangi kegiatan intim kami. Ia tak menolak dan hanya diam, ada sebuah air mata yang menetes lagi setelahnya. Aku hanya diam dan memandangi posturnya yang polos dan sekali lagi memuaskanku.
"Ehh..." Balasnya dengan suara serak.
"Ayo aku tunggu, solat berjamaah!" Ucapku.
Fay berusaha bangun, dahinya
Aku bekerja seperti biasa, rapat sudah selesai kuhadiri. Ada beberapa pertanyaan mengenai daerah mana saja yang akan dilalui road-show Lea, karena kami membutuhkan daerah yang strategis yang bisa memudahkan para penggemar untuk datang. Untuk saat ini kami hanya memutuskan mengadakan di lima tempat...tempat-tempat dengan banyak fan-base Lea dan girlgroupnya yang dulu, diantaranya; Seoul, Tokyo, Beijing, Busan dan Daegu.Aku juga menyampaikan mengenai ada sebuah brand yang menginginkan Lea sebagai brand ambassador, sebuah produk sabun mandi dan perawatan tubuh. Eksekusi road show kurang lebih akan dimulai bulan depan, aku sudah memiliki channel para klien yang mau mensponsori road show ini, dan selama persiapan road show, Lea akn menghadiri beberapa reality show mentereng di negeri gingseng ini.Mr. Yang tak membahas mengenai love-line yang ia bahas denganku tadi. Aku juga tak mau memikirkannya lebih lanjut...semo
Malamnya sekitar jam tujuh Fay akhirnya sadar, wajahnya tak terlalu pucat walau bibirnya sangat kering. Saat ia membuka amata, aku langsung menyodorkan air untuk ia minum. Walau dengan wajah penuh tanya...ia meminumnya."Kau baik-baik saja?" Tanyaku akhirnya."Aku mau cerai!" Ucapnya dengan tegas."Fay ...""Aku mau cerai pokonya!" Ulangnya lebih tegas. Ia baru bangun dan kalimat pertama yang ia ucapkan adalah permintaan cerai?"Kenapa? Sudahlah...aku pulihkan dulu tubuhmu...nanti kita bicarakan lagi." Balasku akhirnya. Mungkin Fay belum terlalu sadar.. aku harus menjadi orang yang lebih sabar.Ia mendengus kesal dan memalingkan wajahnya membelakangiku. Entah apa yang kubuat salah dengannya.Perawat datang membawakan makan malam, yang dengan susah payah akhirnya ia habiskan. Sepertinya Fay menelan dengan kesulitan. Aku tahu rasanya makanan rumah sakit...dan ia te
Fay sudah bisa pulang dan ia bilang bisa sendiri di rumah. Justru ia yang memintaku untuk pergi kerja. Aku sekarang berada di Incheon di sebuah gedung tinggi dan membicarakan usulan sponsorship untuk road show Lea.“Tuan Jae…Selamat pagi.” Sapaku kepada pimpinan tertinggi perusahaan ini, yang juga kebetulan adalah salah satu sahabat lamaku waktu kuliah. Perusahaanya adalah salah satu perusahaan terbesar dairy goods, perusahaan yang memproduksi semua olahan susu dan keju. Brand susu miliknya adalah brand susu kemasan nomor satu se Korea Selatan. Seorang pebisnis sukses yang masih ingat dengan sahabat lamanya sewaktu kuliah.“Ben..kau masih sangat kaku. Bagaimana dengan kehidupanmu..aku tak menyangka bos property sepertimu akan jadi seorang produser artis di Seoul.” Ucapnya memukul bahuku pelan.“Ha…ini passionku. Bisnis propertiku diurus oleh anak buahku…hanya pada saat tertent
“Aku masih harus ke kantor…aku akan berusaha pulang lebih cepat. Kita dinner bareng.” Ucapku pada sosok Fay yang setelah kuperhatikan sekarang terlihat sedikit lebih kurus dibanding saat kami baru menikah.“Ikut.” Ucapnya dengan nada merengek. Aku menaikkan alisku, bingung.“Ikut? Untuk apa?”“Kau bilang…aku boleh ikut ke kantormu…aku lebih baik hang out di sana daripada seharian di kamar. Membosankan.” Ucapnya panjang dan lebar. Yah setidaknya Ia sudah kembali ke dirinya sendiri yang cerewet.“Baiklah. Kau siap-siap.”Ia berdiri dan pergi ke kamarnya mengambil sebuah coat berwarna coklat lalu memakainya. Ia berdiri dengan wajah siap untuk berjalan-jalan, dengan hanya menggunakan sebauah kaus berwarna putih dan jeans kendur berwarna biru muda, ia merapatkan coatnya. Aku menggeleng. Walau harus tertaw
Lea masih berada di ruanganku. Ia beralasan ingin berlatih dan meminta pendapatku. Aku sudah beralasan..ia bisa berlatih di tempat latihannya dengan pengawasan manajer dan koreografernya…namun Lea berkeras ia ingin meminta pendapatku.“Fay..kau sudah lapar? Tak apa aku mendengakan Lea menyanyi dulu?” Tanyaku pada Fay yang sejak tadi tak berhenti menyuap cakenya.Ia tanpa menoleh dan mengeluarkan sepatah katapun..hanya mengulurkan ibu jarinya kepadaku. Ia memberi isyarat Ok dengan tangannya. Matanya masih focus menatap sebuah drama lewat laptopku. Ia lalu memindahkan laptop di atas sofa dan membuat tubuhnya nyaman. Ia menonton sambil tiduran.“Hey..its not good. Tidak baik setelah makan kau tertidu dengan posisi seperti itu…organ pencernaanmu tak bisa mengolah makanan dengan baik..kau bisa lebih gemuk lagi!” Ucap Lea spontan saat Fay membalik posisi tidurannya. Ia jadi tengkura
Disinilah aku, di sebuah restoran dengan jaminan halal. Sebuah restoran yang cukup sulit ditemukan di kota Seoul, tapi berhubung Ben memang mengenal baik daerah ini, ia lebih mudah mencari restoran bermenu daging yang bisa kami makan. Sejak tadi Lea dan Su Min berjalan mengekori kami. Kami berada di mobil yang berbeda..Ben yang menyarankan itu..agar nanti setelah makan kami bisa langsung cuss..belanja. mungkin Ben yang kurang sensitive…karena sangat jelas kalau Lea sedang mengincarnya. Atau mungkin ia pura-pura tak paham? His..nyebelin.Aku memesan banyak menu daging, sup..steak dan barberque…“Ini semua pesananku ya…kalian pesan yang lain…awas ngambil jatahku!” Ancamku kepada yang lain. Aku memang sedang sangat kelaparan. Karena sejak tadi pagi aku hanya mengganjal perut dengan roti terakhir di apartemen Ben. Aku melihat diriku di cermin tadi pagi dan sangat kaget karena wajahku terlihat terlampau kur
Aku mendorong trolli di belakangku Ben berjalan sambil sesekali mengambil sebuah belanjaan dan dimasukkannya ke dalam trolli.“Jangan lupa, kau beli pembalut!” Ucapnya mengingatkan. Untung saja..karena memang aku belum membelinya sama sekali, aku masih memakai yag diberikan perawat di rumah sakit. Aku meninggalkan trolli dan berjalan cepat di lorong sebelah…yang sebenarnya tadi sudah kami lalui, dan aku lupa mengambilnya. Untung saja.Aku kembali membawa beberapa paket pembalut dan memasukkannya ke dalam trolli. Ben mengambil beberapa makanan frozen dan kalengan. Ia mengambil satu karung kecil kentang dan beras. Hha..dia paham juga orang Indonesia judulnya gak makan kalau gak makan nasi.Ia mendorong trolli dengan pakaian resminya itu, sebuah trolli berisi bahan makanan di dapur dan beberapa paket pembalut. Aku tertawa dalam hati. Biarkan saja.“Jadi…kau belum cerita t
Aku dan Ben sudah berada di dalam pesawat, ia langsung membooking penerbangan kelas bisnis dalam waktu paling cepat."Ben... Ibumu sudah..."Belum sempat aku menyelesaikan kalimatku, ia sudah memotong dengan cepat."Sudah!""Mmh.. good.""Sebaiknya kau bersikap sopan di sana... Keluarga itu sangat alim..." Ben melirik ke arahku dengan pandangan menilai."Ya.. ya. Aku tahu diri. Aku memang belum...alim." Jawabku melengos. Pria ini..menyakitiku berkali-kali."Di sana.. ada Aisha, ia masih saudara denganku, sejak kecil ia sudha dekat denganku... Kau jangan bertingkah seperti di depan Lea.. karena nama baik keluargaku juga akan berpengaruh!""Aisha...masih single?""Nope... Married." Jawab Ben tak menoleh."Oh... Setelah ini aku boleh ke Jakarta?" Tanyaku dengan sebuah harapan besar bisa
"Ben! Kamu itu..." Aku memukul bahu Ben, saat ia baru saja datang ke kamar. Wajahnya kaget dengan seranganku yang tanpa pemanasan. "Eh...what? Apa? Kenapa?" Tanyanya bingung. "Nih!" Ucapku menyodorkan ponselnya. "Kau dapat video dari mantan pacarmu!" Ucapku setengah berteriak. Ia duduk di atas kasur dan membuka isi video itu. Ia mendengarkan denganw ajah datar, aku memperhatikan reaksi wajahnya yang sama sekali tak berubah dari awal sampai akhir. "So?" Tanyanya kepadaku, seperti menantang. "Itu mantanmu minta balikan... Secara gak langsung nyuruh kamu pisah sama aku kan? Dia mau nunggu sampai kamu single lagi..." Ucapku setengah berteriak. Saat marah seperti ini, aku menjadi bar-bar. "Kan dia yang bilang...bukan aku." Ucapnya lagi. He? Apa dia bilang, aku seperti sudah dibutakan oleh amarah. Serasa ada asap yang menguap di k
Su Min : Aku tahu, kau dan Fay adalah sepasang kekasih.Aku hampir saja memekik saat ikut membacanya. Ben menoleh dan memberi kode dengan matanya, agar aku diam tak bersuara.Ia dengan tenang membalas isi pesan itu.Ben: Maaf kau salah menyimpulkan.Ucapnya lalu dengan tenang mematikan ponselnya. Aku dengan otomatis memgang tangan Ben. Kalau sampai orang tahu, karirnya bisa selesai, dan aku akan sangat menyesal kalau itu semua karena aku."Ben...gimana kalau ketahuan?" Bisikku."Tak usah risau... Aku takkan jatuh miskin kalau tak bekerja sebagai produser." Jawabnya tenang, kami sudah memasangkan seat belt karena pesawat akan mau take off. Ia menjawab tanpa menoleh ke arahku. Namun genggamannya meremas telapak tanganku.Aku diam, ada banyak yang ingin kutanyakan nanti. Saat tiba di Busan...semoga kami punya waktu berduaan untuk
Kami berujung...berkendara bersama, kami akan pergi ke Busan dengan pesawat, karena akan memakan waktu sekitar empat sampai lima jam untuk tiba di sana dengan mobil, jalur paling cepat adalah pesawat…hanya akan memakan waktu kurang lebih satu jam di udara.“Kita akan langsung ke hotel, dan aku akan rapat dengan manajernya. Kalian bisa beristirahat dulu.” Ucap Ben, Lea dan Su Min akhirnya ikut mobil Ben ke bandara karena tim lainnya sudah berangkat dengan kereta cepat, yang hanya memakan waktu dua jam lebih perjalanan. Sebenarnya aku sangat penasaran dengan kereta itu, tapi Ben sepertinya sangat buru-buru.Aku duduk di kursi depan, hasil kelincahanku di parkiran, Lea sebenarnya sudah membuka kursi penumpang depan, dan aku dengan sangat jenius langsung menunduk dan duduk di depan. Ia sempat protes, tapi Ben sudah meneriaki agar cepat karena penerbangan kami sudah sangat mepet.Di bandara aku merengek ingin caramel macchiato, aku belum
Aku duduk seperti biasa di kursi tamu milik Ben, sebuah sofa kecil di pinggir ruangan. Lea duduk di depan Ben, ia dengan pakaian formalnya…sebuah blazer dan celana skinny. Ia mengikat rambutnya agar berkesan pintar. Apakah ia pintar? Aku pun tak paham. Tuan Su Min terlihat santai duduk di sampingku.“Kau terlihat santai..” Sapaku kepada Su Min.“Kau terlihat bersinar..” Ucap Su Min yang membuatku duduk lebih tegak.“What do you mean?”“Kau dan Ben… terlihat berbeda…ada aura yang bersinar. Kalau kalian bukan sepupu… aku pasti akan curiga kalian seorang suami istri.” Ucapnya santai, ia masih memainkan sebuah game di ponselnya.Jeder! Kok bisa Su Min bicara seperti itu?Mencoba untuk tak terpengaruh, aku alihkan topic. “Kau ikut ke Busan?”Su Min mengangguk.“Padat acara di sana?”Ia menggeleng, “kebanyakan sudah diu
Ben sudah lebih dahulu mandi dan bersiap, saat kemarin ia bilang hari itu hanya untuk aku dan ia, ia benar-benar melakukannya. Seharian aku dan Ben hanya berada di kamar… walau sekali kami melakukannya di ruang tamu. Ah… sepertinya aku tak bisa lagi berpikiran lurus kalau melihat sofa hitam tua yang empuk itu. Ben…dengan segala idenya yang meledakkan kepalaku.“Fay… aku ada rapat di Busan mungkin akan seharian, kau mau ikut?” Tawar Ben.“Hmm…?” Aku masih bermalas-malasan ria, aku sudah mandi…jangan slah! Sebelum subuh… aku sudah mandi dan beribadah, tapi tidur lagi. Hehe…“Aku mau ke Busan, rapat untuk road tour.” Ulang Ben yang sudah rapih dengan kemeja plus celana jeansnya.“Oo… ok.”“Kamu mau ikut? Aku sepertinya akan seharian di sana… mungkin tengah malam baru pulang.
Kami tiba di apartemen Ben, hampir tengan hari di hari berikutnya. Ben sudah meemsan makanan yang akan diantar dalam beberala menit. Sebuah mie jjampong dengan logo halal. Yumm."Mau mandi?" Tanya Ben, ia melepaskan Jeansnya. Sekarang ia hanya mengenakan celana boxernya. Aish.."Gak deh. Kamu aja." Jawabku malu. Kenapa jadi canggung seperti ini sih? Tapi salah dia juga...ngapain pake buka-buka baju segala!"Bareng...yok!" Ucapnya lagi sudah berjalan menuju tempatku berdiri."Mmh.. dingin. Malas, mmmh..nanti aja!" Jawabku sekenanya."Ada aku ..yang bisa buat kamu hangat." Ucapnya dengan pandangan mata yang penuh maksud.Tapi aku cringe! Pake banget! Gimana dong!"Mmh..."Ben tak menjawab lagi, ia langsung menggandengku masuk ke dalam kamar mandi."Ben..." Rengekku dengan suara kecil. Aku benci diri
Aku menghabiskan waktu sampai sebelum tengah hari. Untung Ben sudah memberitahu jadwal kepulangan kami, dan aku sudah berkemas, karena sesampainya di rumah Aisha kami hanya mengambil koper dan pamit. Kami akan langsung berangkat ke bandara…menuju terminal airport internasional Surabaya, lalu melanjutkan ke Seoul.“Kenapa sangat cepat, Ben?” Tanya Ibu Aisha memeluk Ben dengan erat, wajahnya amsih penuh dengan sedih, kehilangan suaminya.“Ben, ada yang harus dikerjakan di Seoul.” Jawab Ben dengan sabar. Ibu Fatimah juga akan langsung pulang ke Brunei, kami akan pergi bersama menuju Surabaya, lalu berpisah di penerbangan yang berbeda.“Aku mau main ke sana… nanti aku kabari ya!” Ucap Aisha yang hanya dijawab senyuman kecil dari Ben. Ingin rasanya aku mencubit perutnya saat ini, agar ia menjawab tidak.Ben dan aku, bersama Ibu Fatimah berangkat dengan supir yang akan membawa kami ke bandara. Di sepanjang perjalanan Ibu Fatimah tertidur
Aku dan Ben sekarang sedang berada di sebuah pantai, di pinggiran kabupaten Malang. Aku melihatnya di google dna tertarik dengan pemandangan pantai ini , yang mengingatkanku dengan Bali.Ia menyewa sebuah mobil dan mengemudi ke tempat ini dengan bantuan google map. Ibu Fatimah menolak ikut, karena ia sudah merasa lelah mendengar bahwa jarak tempuh yang lumayan jauh. Kami berkendara lebih dari tiga jam, baru sampai di pantai ini.Aku sempat kesal, saat Aisha memaksa untuk ikut, beruntung ia belum mandi dan siap-siap, sehingga aku beralasan takut kemalaman kalau tak berangkat saat ini juga.Ha..ha..ha. berhasil!Kami hanya berduaan, duduk di atas pasir putih kekcoklatan pantai Balekambang. Aku menikmati angin dan mataku sangat dimanjakan dengan pemadangan di depanku. Ombak yang cukup besar mematahkan air pantai yang terkadang tenang. Ada sebuah aliran kecil di pinggir pantai, dan digunakan untuk para anak kecil bermain air. Aliran it
Jadi semalaman mereka bersama?Aku tidur, dan ia asik-asikan sama si mantan?Haish….Rasanya amarahku mau menyembur keluar seperti gunung meletus. Aku kesal luar biasa. Bukan karena aku cemburu…no! aku merasa ini tak adil!Aku masuk ke dalam kamar dan memasukkan semua bajuku ke dalam koper. Ia suka tak suka, aku mau pergi dari tempat ini hari ini.Setelah selesai, aku masuk ke dalam kamar mandi dan berganti pakaian. Aku melampiaskan amarahku dengan memukuli sebuah curtain untuk mandi sampai ia jatuh dari tempatnya. Masa bodoh!Aku keluar dalam keadaan rambut basah dan sudah berpakaian baru. Dan disaat yang sama… Ben masuk ke dalam kamar, ia memandangiku dengan bingung, alisnya terangkat dan ada sedikit kerutan di dahinya saat melihatku dengan rambut basah kuyup dan mulut menggumam tak jelas.“Kau sudah mandi?” Tanyanya melihatku dari atas ke bawah.“Sudah.” Jawabku ketus, aku ke depan meja ria