“Jangan Bibi Jane, dia- dia… ampuni aku,” desak Pangeran Apollo sambil berlari memeluk wanita tua pengasuhnya sedari kecil itu.
Sebuah hukuman tak lazim yang biasa dilakukan oleh keluarga kerajaan berlangsung di istana Landyork saat ini. Hukuman yang menggunakan rasa bersalah sebagai sanksinya. Setiap Pangeran atau Putri bangsawan yang memiliki pengasuh atau teman sepermainan yang akan menjadi pengganti terhukum untuk menerima sanksi akibat perbuatan salah dari si anak bangsawan itu atau hanya sekedar berbuat tak sopan.
Jeritan pilu keluar dari mulut pengasuh Pangeran Apollo saat besi panas itu diletakan di pundaknya oleh Raja Darren.
Adik kandung Raja Abraham itu terlihat menyeringai, menampakkan kegembiraan saat melihat tangisan dan jeritan bibi Jane. Di sebelahnya putra pertamanya terduduk dengan m
Terima kasih telah membaca. Dukung penulis dengan VOTE novel ini ya ^^. Author minta maaf karena telat update, semoga pembaca sekalian sehat selalu
“Apa yang kau lakukan?” Sebuah tanya meluncur dari bibir Pangeran Andreas. Ia dan Amanda yang baru saja sampai di depan pintu kamar pribadi Raja Darren, saat mereka mendapati Pangeran Apollo sedang menyelimuti ayahnya. “Ah apa yang aku lakukan?” ucap Pangeran Apollo meniru pertanyaan Pangeran Andreas. “Ayahanda ingin beristirahat sebentar setelah menghukumku, terima kasih adikku. Aku menjadi lebih ‘sadar’ setelah kau melaporkanku pada Ayah,” kata Pangeran Apollo sambil beranjak keluar dari kamar pribadi Baginda Raja Landyork. Tangan putra sulung Raja Darren itu mulai bergetar hebat ketika meninggalkan ruangan itu, tanpa disadari oleh adiknya. Pangeran Andreas malah tersenyum menanggapi perkataan kakaknya, merasa telah melakukan hal yang benar. “Ayo kita pergi Amanda, nanti kita akan bertemu Raja kembali. Lagipula aku melihat perkamen itu aman di a
Selang beberapa hari saat Duke Alantoin menemui Amanda dan Pangeran Apollo di Landyork, Pangeran Hitam mendapat kabar bahwa serdadunya berhasil menangkap Karak. Seseorang yang pernah membuat racikan racun melalui perantara media tulang ikan, beberapa waktu lalu ketika pesta dansa ulang tahun Baginda Raja Abraham. Sekarang seseorang yang bernama Karak itu sudah berada di lantai bawah tanah istana Pangeran Hitam. Pria tua itu terikat di kursi dengan kepala menunduk, jari-jari tangan dan kakinya terlihat berdarah dengan kuku-kuku yang menghilang dari sana. Beberapa bagian tubuhnya juga mengalami patah tulang. Sepertinya perlakuan kasar pasukan hitam ketika menginterogasi bukanlah isapan jempol semata. “Ia sudah mengaku?” tanya Illarion yang baru saja masuk ruangan bawah tanah istana Exilas.
Illarion menggigit bibir bawahnya, berbagai macam pertanyaan mulai bermunculan di kepalanya. ‘Apa Amanda mengetahui hal ini? Apa selama ini ia bekerja sama dengan Pangeran Landyork sialan itu? Tapi kenapa ia menyelamatkan nyawaku setelah pesta dansa itu?’ Namun, jauh di lubuk hati Illarion Black ia mengkhawatirkan nasib gadis itu. ‘Amanda, apakah aku salah langkah dengan menyerahkanmu pada pria brengsek itu?’ Tapi beribu-ribu syaraf di otak Pangeran Hitam mulai mengingat buruknya pengkhianatan yang pernah dilakukan kolega dekatnya, hingga pria dengan iris hitam kelam itu juga mulai mempercayai kalau Amanda merupakan kaki tangan Pangeran Apollo. ‘Atau kau juga ternyata sama saja sepertinya?’
“Hmm… sungguh tamu yang tak terduga, Pangeran Apollo. Keponakanku,” balas Raja Abraham sambil menaikkan tangan kanannya yang berarti menerima ‘salam hormat’ dari putra mahkota pertama Landyork itu. “Baginda Raja, maafkan maksud kedatangan hamba di pertemuan tertutup kerajaan Anarka ini. Hamba di sini sebagai saksi, betapa Amanda sangat mencintai Pangeran Hitam, tapi pria itu -ah maksud hamba Pangeran Hitam malah ingin bercerai karena tak tahan dengan cacat yang dimiliki istrinya. Amanda mengatakan bahwa Pangeran Hitam merasa jijik padanya,” tutur Pangeran Apollo. Brak! Illarion membenturkan tinjunya pada pinggir meja. Pangeran Hitam yang selama ini terkenal dingin dan tak gampang terpancing emosi tiba-tiba naik pitam mendengar dongeng yang diceritakan Pangeran Apollo. ‘I
‘Ya Illarion, Amanda benar-benar mengkhianatimu….’ Sambil tertawa sinis Illarion berkata, “dalam perjanjian pernikahan yang dituangkan dalam perkamen sang Baginda Raja, tak ada disebutkan pasal tentang perselingkuhan, bagaimana jika itu benar-benar terjadi dan akhirnya pihak tersebut bekerja sama untuk menghancurkan pihak lainnya.” Semua pejabat negara yang berada di aula pertemuan megah itu berbisik-bisik dengan suara rendah. “Bahkan gadis cacat itu bisa mengkhianati Pangeran Hitam. Menjijikan ia sungguh tak tahu diri.” “Jadi yang mana yang benar? Wanita cacat itu berselingkuh dengan lelaki lain atau ia di sia siakan oleh Pangeran Hitam? “Bukankah perjanjian pernikahan itu harus ditinjau ulang lagi oleh B
Amanda menaikkan pandangannya, balas menatap ayah mertuanya itu. Kesedihan yang teramat sarat di mata Raja Anarka itu, akhirnya setelah apa yang diusahakannya, Abraham hanyalah seorang ayah yang ingin anaknya bahagia dan mengenal cinta. Tapi ia sekarang hanya bisa menatap balik sambil tersenyum pada mantan menantunya itu. Semua mata menatap ke Amanda saat gadis itu keluar dari aula pertemuan. Illarion seakan gila saat melihat gadis mungil itu keluar dengan pipi yang masih basah, karena sedari tadi pria bersurai hitam itu mengutuk dirinya mengajukan perceraian dan mempercayai Amanda sepenuh hati, begitupun para koleganya menatap Pangeran Hitam bagai pria yang dibodohi dengan mudah oleh seorang wanita lemah. Illarion benci pandangan diremehkan itu. Itu adalah pandangan yang ia dapatkan ketika kecil, ia lemah dan tak dapat berbuat apa-apa saat masih kecil, hal i
Malam terasa panjang bagi Amanda, ia tak mengetahui keadaan dua orang yang sangat menerima keadaan dirinya. Raja Abraham dan Illarion Black, merekalah yang tak pernah menganggap Amanda ganjil dan berbeda dengan ke'cacat'annya. ‘Apa mereka sudah mati? Raja dan Pangeran Hitam harus tetap hidup. Agar mereka bisa memimpin Anarka. Akupun sudah siap jika dikenakan hukuman berat. Mungkin ini jalanku menyusul orang-orang yang sangat aku sayangi dan cintai.’ Amanda mengelus perutnya. “Maafkan ibu nak,” ucap Amanda sekali lagi mengulang permintaan maafnya sebelum tertidur karena kelelahan akibat berbagai macam hal buruk yang terjadi di hari ini. Lantai batu yang dingin itu bukan tempat tidur yang nyaman bagi siapa pun, tapi Amanda sudah sangat terbiasa dengan keadaan ini, hal yang lumrah ia temui saat di kediaman
Amanda masih setengah tersadar saat pintu kamar selnya terbuka lebar. Dua orang pengawal dengan wajah yang tertutup jubah kembali menyeret gadis berambut putih itu. Sinar matahari pagi langsung menyapu wajah pucat Amanda, ia sampai harus memicingkan matanya agar tak terlalu silau terkena cahaya yang tiba-tiba terasa menusuk netranya itu. Amanda menengadahkan kepalanya, melihat penjaga yang mengawalnya bukan hanya satu atau dua orang saja. Tapis selusin dengan pakaian yang sama., jubah tertutup rapat. Rantai belenggu di kaki dan tangannya bergerincing keras saat ia berjalan di atas dinginnya lantai batu. ‘Kemana mereka akan membawaku? Apakah mereka tukang jagalnya? Inikah hari penghakimanku?’ Ketika berada di ujung pintu kayu dengan sinar matahari yang menerobos melalui sela-selanya, seseorang maju menghala