Pagi hari; Evan sudah siap berangkat ke kantor. Sedangkan Aira dari jam 5 subuh tadi ia sudah kembali ke kamar samping.Aira juga sudah siap untuk ngajar, sekarang ia sedang berjalan menuju pagar, tapi Aira bingung kenapa mobil Evan sudah menyala sepagi ini.Tiba-tiba saja kaca mobil terbuka menampakkan Evan yang sudah rapi."Kamu udah siap?" tanya Evan. "Maksudnya?" tanya Aira balik."Masuk," suruh Evan, tapi Aira malah menggeleng."Cepetan saya buru-buru, nanti saya telat lagi," lanjut Evan membuat Aira mau tidak mau masuk ke dalam mobil."Kamu ngajar kemana? Masih dia sekolah lama atau udah di yayasan yang baru?" tanya Evan pura-pura tidak tahu."Ke yayasan yang baru Kak," jawab Aira membuat Evan mangut-mangut."Alamatnya dimana?" lanjut Evan, mendengar itu Aira langsung mengambil ponselnya dan menunjukkannya pada Evan."Benarkah itu alamatnya?" tanya Evan lagi."Iya Kak, ini alamatnya," jawab Aira membuat Evan pura-pura kaget."Wah … kebetulan banget ya, kantor saya juga tidak jau
Dadanya semakin sakit, bahkan rasanya sekarang malah susah bernafas."Kamu kenapa nangis? Mau kemana? Kenapa bawa koper?" Evan langsung mencecar Aira dengan pertanyaan bertubi."Ceraikan aku Kak," lirih Aira membuat Evan langsung kaget bukan main."Maksud kamu apa? Kamu kenapa?" tanya Evan semakin bingung. Evan berusaha menangkup wajah Aira, namun langsung di tepis kasar olehnya."Apa aku dimata Kakak?" tanya Aira dengan tegas membuat Evan kaget dan langsung membisu.Melihat itu, Aira langsung mengambil foto tersebut lalu menunjukkannya tepat diwajah Evan, lalu ia membuka kembali surat tersebut dan menunjukkannya pada Evan.Evan kaget melihat fotonya bersama Nindy sekarang ada di tangan Aira."Kamu dapat dimana?" tanya Evan hati-hati."Aku yang salah wajar jika Kakak tidak mau mengakui ku sejak awal-" "Ai maksud saya bukan begitu," potong Evan."Serendah ini 'kah aku dimata Kakak? Seperti pelakor atau jalang 'kah?" lanjut Aira lagi, dengan cepat Evan menggeleng."Aira dengar-" "Cukup
Sambil menggeliat, Aira perlahan membuka matanya membuat Evan yang sedang sembunyi semakin deg-degan. Aira meraba keningnya karena merasa ada air."Kamar Farra bocor, ya," ucapnya sambil melihat tangannya ada air.Tanpa membuang waktu Aira bangkit untuk mencari Farra, begitu ia keluar dari kamar, ia melihat pintu depan terbuka."Ngapain Farra di luar? Masa ada tamu malam-malam gini, sih," lanjutnya lalu berjalan ke pintu depan.Disisi lain, Evan langsung menghela nafas lega setalah melihat Aira keluar, lalu melihat jalan keluar selain dari pintu.'Masa gua dari jendela sih, yang benar saja,' batin Evan sambil membuka jendela pelan-pelan.'Tapi nggak apa-apa yang penting nggak ketahuan,' lanjutnya lalu ia melompat dari jendela.Sampai di depan, Aira melihat Farra dan Tio sedang ngobrol, ia langsung memutar mata malas."Pantes," gumamnya membuat keduanya kaget melihat Aira."A--Aira kamu bangun?" tanya Farra panik sambil matany melihat ke belakang Aira.'Dimana Evan?' batin Tio."Iya Fa
Keesokan harinya, Aira merasa mualnya semakin menjadi. Bahkan semalaman ia hampir tidak tidur karena harus bolak-balik kamar mandi.Aira keluar untuk menemui Farra yang sedang memasak di dapur, saat ia sudah dekat Farra mengernyitkan keningnya."Kamu kenapa Ai? Sakit?" tanya Farra yang dibalas gelengan oleh Aira."Nggak tau Far kepalaku pusing, perutku juga kosong banget semalaman muntah," keluh Aira membuat pikiran Farra kemana-mana.'Apa Aira hamil?' batin Farra."Ya udah, kamu makan dulu itu di meja udah siap," suruh Farra membuat Aira langsung mengangguk."Maaf ya aku nggak bantuin masak," lanjut Aira."Udah santai sana makan oh iya, hari ini kamu libur aja dulu," saran Farra."Nggak ah, aku nggak mau sendiri di rumah," tolak Aira, Farra hanya menggedikkan bahunya. "Terserah 'lah," jawab Farra.***Disisi lain, Evan yang baru saja masuk ke ruangannya langsung menaruh berkas di tangannya, lalu duduk sambil menyandarkan kepalanya."Kemaren Aira kok mual-mual ya di halte, apa jangan-
Sore hari Aira pamit pulang, tapi Evan kekeh ingin mengantarnya sampai ke rumah Farra membuat Aira mau tidak mau mengangguk.Selama perjalanan hanya ada keheningan dan Evan fokus menyetir. Aira melihat jalanan sambil sesekali memjamkan matanya karena pusing."Kalo kamu kenapa-napa hubungi saya aja," ucap Evan memecahkan suasana, Aira hanya mengangguk padahal sebenarnya hatinya menolak.Saat lampu merah, Evan melihat batagor di seberang jalan. Setelah lampu hijau ia langsung menepikan mobilnya lalu turun."Mau ngapain sih?" gumam Aira melihat Evan keluar.Beberapa menit kemudian Evan masuk ke dalam mobil dan memberikan kantong plastik yang berisi dua bungkus batagor pada Aira."Apa ini?" tanya Aira bingung. "Buat makanan kamu nanti di rumah Farra," jawab Evan lalu kembali fokus menyetir.Sampai di rumah Farra, Aira langsung turun dan masuk ke dalam. Farra yang melihat itu hanya tersenyum simpul.Dari dalam kamar Aira mengintip Evan dari jendela. Ia melihat Evan masih ngobrol dengan Fa
Evan mematung saat melihat Aira juga dengan Tio. Ia langsung gelagapan melihat Aira dan memilih mengejar Farra yang keluar dari pintu sebelah."Dek," panggil Tio membuat Farra langsung menoleh."Eh Mas, kenapa?" tanya Farra melihat Tio panik. "Aira datang ke sekolah," "Hah? Masa sih mana dia?" tanya Farra sambil celingak-celinguk."Kami bertiga tadi papasan sama Aira di pintu sebelah sana, makanya aku lari kesini nggak sanggup ngadepinnya," terang Tio, Farra langsung bungkam.'Apa yang akan terjadi?' batin Farra lalu ia menggelengkan kepalanya."Em … sudah 'lah Mas, biarin mereka berdua yang selesaikan masalah mereka," ucap Farra yang dibalas anggukan oleh Tio.Disisi lain, Evan masih mematung melihat Aira, ia masih belum percaya jika akhirnya ketahuan seperti ini. Evan menoleh ke samping tapi Tio tidak ada.'Tio kemana lagi,' batin Evan. Perlahan ia mendekati Aira, ia melihat mata Aira sudah mengembun."Ai," sapa Evan tapi Aira hanya diam memperhatikan Evan dengan serius."Buk Aira
Disisi lain hari sudah terang menunjukkan pukul 7 pagi. Sekarang Aira ada di halte setelah perjalanannya sekitar setngah jam di dalam angkot kemudian ia turun begitu saja.Ia tidak tahu harus kemana, matanya terus menatap kendaraan yang lalu lalang di depannya.Tidak sengaja matanya menatap ke seberang jalan, ada gang dan banyak rumah petak.Entah dorongan apa tangannya menarik kopernya dan kakinya menyebrang jalan setelah melihat lampu merah.Sampai di gang tersebut, Aira terus berjalan melihat kiri-kanan mencari tempat bertanya.Dari kejauhan matanya tidak sengaja melihat seorang nenek yang sedang menyiram bunga, Aira langsung mempercepat langkahnya."Assalamualaikum Nek, permisi." sapa Aira pada Nenek tersebut. Sekatika Nenek tersebut menghentikan aktivitasnya lalu melihat Aira."Maaf saya nggak bisa jawab salamnya, saya Kristen," jawabnya membuat Aira langsung gelagapan."Ma--maaf Nek." ucap Aira merasa bersalah, tapi Nenek tersebut malah tersenyum."Kamu mau kemana Nak, bawa-bawa
Keesokan harinya pagi-pagi sekali Evan udah berangkat dari rumahnya. Ia bukan ke kantor melainkan ke komplek kontrakan Aira, perjalanan dari rumahnya ke situ sekitar satu jam setengah.Sampai di gang rumah Aira, Evan memarkirkan mobilnya di tepi jalan dan ia menunggu Aira di dalam mobil, ia melihat jam tangannya sudah menunjukkan pukul 06.30 pagi.Tangannya mulai ia ketuk-ketukkan ke setir seperti sedang menggendang bass."Sepertinya sebentar lagi Aira keluar." gumamnya lalu menyandarkan kepalanya ke kursi mobil, sambil sesekali ia teringat kejadian tadi malam.Benar saja sekitar setengah jam kemudian, Aira keluar dengan tergesa-gesa.Evan langsung menyalakan mobilnya dan mengikuti Aira pelan-pelan dari seberang jalan.Sekarang posisi mobil Evan ada di belakang angkot yang di tumpangi Aira dan terlihat jelas oleh Evan karena Aira duduk paling belakang.***Disisi lain, Tio sudah menunggu Evan di ruangannya karena pagi ini akan ada rapat dadakan. Namun sampai sekarang Evan belum juga d
Seminggu telah berlalu, tidak ada lagi pengganggu di rumah tangga Evan dan Aira."Kak," panggil Aira yang tengah melipat kain di atas ranjang, sedangkan Evan sedang bermain dengan Zalfa."Hem," sahut Evan seperti biasa membuat Aira langsung memutar mata malas."Semenjak Mei di tangkap polisi, ini rumah adem-adem aja ya kayak nggak biasa," ucap Aira.Evan yang mendengar itu langsung duduk melihat Aira bingung."Kok nggak biasa sih, kamu senang ada pengganggu disini," tebak Evan, Aira malah menggedikkan bahunya."Nggak suka sih ada pelakor, tapi lebih suka memusnahkan pelakor," ujar Aira membuat Evan mangut-mangut."Kakak yakin nggak bakal ada lagi pelakor?" tanya Aira."Nggak ada Ai, satu aja stres mikirinnya, udah ih jangan sangka buruk terus," jawab Evan santai lalu ia kembali berbaring di samping Zalfa."Okelah, tapi kalo Kakak bohong siap-siap aja jadi pendamping Mei di jeruji," ancam Aira membuat Evan terkekeh."Apaan sih kamu cemburuan banget sekarang, lagian saya tuh udah nggak
Evan dan Mei langsung kaget, Mei langsung mengubah ekspresinya menjadi selugu mungkin sebelum ia berbalik."M--mbak," sapa Mei pura-pura sopan membuat Aira langsung mengernyit."Ngapain kamu tengah malam begini sama suami saya?" tanya Aira ketus membuat Mei langsung gelagapan."Anu ... itu Mbak, tadi Pak Evan mau makan katanya saya mau buatin.Yapi tiba-tiba saya lihat di baju Pak Evan ada kecoa," jawab Mei sedatar mungkin membuat Evan mengernyitkan dahinya."Oh saya kira ngapain sampai kamu kayak mau meluk Kak Evan," jawab Aira santai."Ya sudah kamu tidur sana, biar saya aja yang buatin makan." suruh Aira yang dibalas anggukan oleh Mei lalu ia pergi meninggalkan mereka berdua.'Huh untung nggak ketahuan,' ucap Mei dalam hati sambil berjalan ke kamarnya.Disisi lain, Aira menyiapkan makanan untuk Evan lalu ia menarik Evan ke kamar.Sampai di kamar Evan langsung menutup pintu lalu mengusap dadanya."Hampir tau Ai belum cukup apa buktinya?" tanya Evan dengan nada sedikit kesal membuat
"Ayo masuk, kamar kamu di disana," ajak Aira mempersilahkan Mei masuk. Sedangkan Evan hanya mematung melihat keduanya.'Apa ini mimpi?' batin Evan begitu Aira dan Mei melewatinya.Beberapa menit kemudian Aira kembali menghampiri Evan yang masih bingung."Kak," panggil Aira dari samping membuat Evan langsung menoleh."Ayok ke kamar," ajak Evan lalu berjalan terlebih dahulu yang diikuti oleh Aira.Begitu mereka masuk Aira langsung menutup pintu dan Evan merebahkan putrinya di ranjang."Ai maksud kamu apa?" tanya Evan kesal. Tapi Aira malah tersenyum membuat Evan semakin kesal."Ai kamu tahu kan Mei itu-" ucapan Evan terhenti saat Aira membungkam mulutnya."Shut ... jangan keras-keras ngomongnya nanti dia dengar," ucap Aira pelan yang dibalas anggukan oleh Evan.Kemudian Aira memberi tahu tujuannya pada Evan. Sedangkan Evan hanya bisa mengangguk mendengar penuturan Aira."Apa kamu yakin itu akan berhasil?" bisik Evan."Kita liat aja nanti," jawab Aira sambil melipat kedua tangannya membu
Bagitu Aira sampai di ambang pintu kamar, ia melihat Evan sedang menggendong Zalfa sambil melantunkan sholawat. Aira tersenyum lalu ia perlahan mendekati keduanya.Begitu sudah sampai di belakang Evan, ia langsung melingkarkan tangannya di pinggang Evan lalu ia menoleh dari samping."Kak," panggil Aira lembut membuat Evan sedikit menoleh."Hem," lagi-lagi Evan hanya mendehem membuat Aira langsung bingung. Aira langsung melepaskan tangannya dari pinggang Evan lalu berjalan ke depan Evan.Aira mengambil alih Zalfa dari gendongannya lalu ia kembali merebahkan Zalfa ke ayunan. Setelahnya Aira langsung berdiri di depan Evan sambil menatap manik itu dalam-dalam."Kok di rebahin sih, saya masih mau gendong," ucap Evan, Aira langsung senyum lalu menggeleng."Kakak kenapa? Ada masalah kah?" tanya Aira lembut, Evan yang mendengar itu langsung duduk di sisi ranjang yang diikuti oleh Aira."Mei," jawab Evan singkat membuat Aira langsung mengangkat kedua alisnya."Perempuan gatal itu ganggu Kakak
"Andi," sapa Evan tidak percaya melihat Andi datang pagi-pagi begini."Abang ngapain pagi-pagi ke sini? Emang nggak ngajar? tanya Aira bingung."Nggak, mata kuliahnya batal," jawab Andi santai."Terus Naya mana? Kenapa nggak ikut sekalian? tanya Evan."Naya masih di kantor mungkin siangan saya jemput," jawab Andi."Kalau cuma sendirian ngapain datang sih," ucap Aira dengan nada kesal membuat Evan terkekeh mendengarnya."Apaan aku datang bukan mau liatin kamu, tapi mau lihatin ponakanku, minggir!" Ketus Andi lalu ia masuk begitu saja."Tuh kan, pagi-pagi udah bikin kesal," rengek Aira sambil menarik tangan Evan membuat Evan tersenyum."Yuk istirahat lagi kamu nggak boleh stres dulu, bawa santai aja," ucap Evan sambil membantu Aira jalan."Aira," panggil seseorang membuat mereka kembali berbalik, detik kemudian Aira tersenyum."Alhamdulillah, akhirnya Ibu datang juga ini siapa Bu?" tanya Aira karena bingung Ibunya membawa perempuan yang masih muda seumuran Evan."Oh ini namanya Meisari,
Sampai di rumah, Farra langsung turun dan berlari masuk ke rumah. Di ambang pintu ia melihat Tio sedang duduk menyadarkan tubuhnya ke sisi sofa sambil memejamkan matanya.Perlahan Farra mendekatinya, ia melihat satu kaki Bayu celananya di lipat hingga ke lutut. Farra duduk disampingnya suaminya tersebut lalu tangannya terulur memegang tangan Tio."Mas," panggil Farra lembut membuat Tio membuka matanya, lalu menoleh ke samping."Kamu udah pulang sayang," ucap Tio yang dibalas anggukan oleh Farra."Mas kecelakaan dimana? Kok bisa kecelakaan? Kata tukang urutnya Mas kenapa?" cecar Farra sambil air matanya mulai menggenang. Tio yang mendengar itu langsung tersenyum, lalu tangannya terulur mengusap wajah Farra."Jangan nangis nggak apa-apa kok, tadi aku sama Dian buru-buru mau ngambil berkas ke perusahaan lain. Jadi naik motor biar cepat, tapi itulah nasib kami tabrakan. Mas kakinya keseleo tapi Dian nggak kenapa-kenapa," terang Tio membuat Farra menangis."Harusnya aku nungguin Mas dulu t
Cukup lama ia menyaksikan keduanya, membuat Aira mulai bosan terus memejamkan matanya.[Halo Van, kamu diamana?] tanya Ayah yang sedang telponan dengan anaknya.[O iya iya, kalo gitu Ayah sama ibu sarapan ke bawah dulu ya cepat naik] jawab Ayah, Aira hanya bisa mendengar percakapan itu."Ayok sayang kita sarapan dulu, Evan udah mau nyampe." ajak Ayah yang dibalas anggukan oleh Ibu. Setelah melihat keduanya keluar Aira langsung menghembuskan nafas lega, lalu membuka matanya lebar-lebar."Huh ... akhirnya, capek juga ya pura-pura pingsan." gumamnya lalu matanya kembali menoleh ke arah bayinya. Detik kemudian bibirnya tersenyum melihat bayinya juga sudah bangun.Aira berusaha duduk pelan-pelan menggunakan tangannya untuk menahan tubuhnya supaya bersandar ke sisi ranjang."Ih ... anak Bunda udah bangun," panggil Aira sambil melambaikan tangannya saat melihat bayinya bergerak-gerak."Bunda pengen banget gendong kamu sayang," gumam Aira sambil manatap putrinya itu.Disisi lain yang Evan bar
***Sebulan kemudian, saat Aira hendak sholat tiba-tiba ia merasa perutnya sakit, ia langsung memegangi perutnya."K--kak," panggilnya sambil satu tangannya memegangi sisi ranjang.Evan yang baru saja keluar dari kamar mandi langsung kaget melihat Aira kesakitan dengan segera ia berlari mendekati istrinya tersebut."Kenapa sayang? Ka--kamu mau melahirkan?" tanya Evan panik sambil memegangi Aira yang meringis."Oke-oke aku buka pintu dulu sabar, sabar," ucap Evan menenangkan Aira, lalu ia berlari membuka pintu dan pintu mobil kemudian ia kembali berlari ke dalam."Sini saya gendong," lanjut Evan lalu ia dengan sekuat tenaga menggendong Aira yang masih meringis. Kemudian ia mendudukkan Aira di dalam mobil."Kamu sabar ya sayang, kita ke rumah sakit," ucap Evan tak henti-hentinya melihat Aira. Sedangkan Aira sama sekali tidak menjawab pertanyaan suaminya itu yang ia tahu sekarang perutnya sangat sakit."Kak ... Hiks," ringis Aira membuat Evan tidak tega."Sabar sayang, dikit lagi sampai,
Siang hari Aira sudah pulang ngajar, ia langsung menuju kantor Evan. Begitu sampai ia berpapasan dengan Ayah mertuanya."Ayah," panggil Aira saat melihat Ayahnya hendak masuk, Ayah langsung berhenti lalu berbalik."Eh menantu Ayah, udah selesai ngajarnya?" tanya Ayah saat melihat Aira."Udah Yah," jawab Aira lalu menyalam tangan Ayah."Yuk kita masuk, Evan di ruangannya kayaknya." ajak Ayah yang dibalas anggukan oleh Aira.Begitu sampai di depan ruangan Evan, Ayah buru-buru meninggalkan Aira karena mendapat telpon Aira hanya tersenyum melihatnya.Detik kemudian Aira melihat ke ruangan Evan ada beberapa karyawan di dalam."Lagi rapat penting kali ya? Ya udah deh nggak usah masuk dulu, tapi aku kemana Kak Naya nggak dateng?" gumam Aira lalu ia berjalan menuju lift.Dari dalam ruangan, Samar-samar Evan melihat Aira melintas dari depan pintu ruangannya."Oke itu dulu yang kalian kerjain, silahkan keluar. Saya ada keperluan sedikit," ucap Evan buru-buru.Kemudian si berlari keluar terlebih