"Lain kali kalau bangun jangan siang-siang," jawabnya kesal.
"Iya, terus sekarang kamu maunya apa?" tanyaku lagi.
"Mandi." jawabnya enteng.
"Mandi tinggal mandi, ngapain juga bangunin orang. Aku masih mengantuk ," balasku malas.
Kemudian akan pergi, tetapi Saka melarang dan menyentak.
"Bisa hargai dan nurut sama suami nggak!"
"Kalau aku udah nurut sama kamu terus apa balasan yang aku dapatkan?" tanyaku angkuh, "nggak ada 'kan!" imbuhku.
Dia pikir cuma dia saja yang bisa bersikap angkuh. Aku pun bisa kok.
"Aku akan ...."
"Akan apa?"
Tangan Saka bergerak dan bisa-bisanya menyambar tanganku hingga dia menarikku sampai terjatuh.
"Aduh," pekikku kala terjatuh tepat di kaki Saka. Pria itu tak kalah berteriak sama sepertiku.
"Dasar istr
POV Arshaka"Aaaa ...!" teriakku kala rem yang aku pijak sama sekali tidak berfungsi. Pikiranku kalut dan aku tidak bisa berpikir jernih.Di depan, tepat di sebuah pertigaan. Sebuah truk dari arah kiri melaju dan hampir saja bertabrakan denganku.Gegas aku membanting setir ke arah lain untuk menghindarinya. Membelokkan ke arah kiri jalan dan menabrakkan pada pohon dipinggir jalan dan setelahnya aku tak sadarkan diri.Ketika membuka mata, tak ada cahaya sama sekali. Ada suara tetapi mereka tak nampak. Mungkinkah aku sudah mati? Dan sekarang aku ada di alam lain?Aku kembali menutup mata, dan membukanya lebar-lebar. Tetap saja hanya gelap, yang kembali aku dapati."Mam," lirihku."Saka, sudah sadar, Nak." Ada tangan yang mengusap kepalaku dan terasa nyata.Itu artinya aku masih hidup. Tetapi kenapa semuanya
Ketika aku sedang makan. Diluar ada yang memencet bel. Entah siapa yang datang sepagi ini. Aku malas untuk bangkit. Alhasil aku meminta pelayan yang membuka karena sedang nanggung."Di mana Saka? Aku ingin bicara padanya. Besok kita akan berangkat ke Jakarta." Suara itu hampir saja membuatku tersedak.Apa? Berangkat besok? Katanya seminggu lagi. Gimana sih."Ada di dalam, Tuan," jawab pelayan.Gegas aku bangkit dan akan menemui Aditya. Pria itu yang merencanakan atau memang dari pihak dokter yang meminta?"Baguslah. Lebih cepat lebih baik!" seru Saka yang duduk di sampingku."Nilam, kamu ada di sini? Aku pikir kamu ...." Kini pria itu sudah tiba di meja makan."Sejak aku pulang, istriku juga ikut pulang," jawab Saka tangannya meraba-raba mencari tanganku. Padahal saat ini aku berdiri di sampingnya, bukan duduk. Mau ketawa kok takut
Setelah kepergian Aditya, aku berjalan menuju kamar untuk meyiapkan barang-barang Saka. Namun, seketika kaki ini berhenti melangkah mendengar ucapan Saka. Jika cinta, kenapa tak percaya?Itu yang menjadi pertanyaan bagiku. Saka berkata dia mencintaiku sebagai wanita malam itu. Namun, dia tidak suka denganku yang menjadi istrinya karena uang.Bukankah aku sudah menjelaskan dan tidak hanya aku, tetapi Mami pun menjelaskan. Namun, Saka lebih percaya pada orang lain. Mengapa tidak tanya pada hatinya saja. Kemantapan tentang hati bukankah menjadi solusi terbaik?Perlahan aku melangkah. Antara berani dan tidak untuk mendekat dan mengajaknya berbicara. Akan tetapi, demi tekad dan cintaku pada Saka, serta hubungan rumah tangga yang harus dipertahankan demi hati masing-masing."Bagaimana dengan hatimu." Kata-kata itu yang muncul dalam otakku dan langsung direalisasikan saat ini.Menanyakan tentang hati Saka.Saka bergeming. Dia tidak menjawab ucapanku sama sekali. Apa dia tidak mendengar? A
Saat kami bertiga meninggalkan area parkiran. Seseorang berteriak, membuat langkah kami seketika terhenti."Mau apa dia datang ke sini? Mana pakai koper segala?" tanyaku setelah menoleh."Ngapelin Saka kali, kan dia kekasihnya." Aditya menyahut."Enak aja, aku udah putus sama dia," sahut Saka tak terima.Sedangkan wanita itu berjalan dengan santainya mendekati kami bertiga yang menghadap padanya."Berangkat sekarang bukan?" tanya Putri dengan pedenya."Nggak jadi," ketus Saka yang sepertinya tidak suka atas kehadiran sang kekasih.Kemajuan besar nih. Itu artinya aku tidak ada saingan untuk mendapatkan hati Saka sepenuhnya."Jangan bohong, kata papa jadi kok," balasnya dan Saka malah menyentak."Pulang sana! Aku tidak mau diganggu sama kamu!""Saka! Kamu lupa jika wanita yang menggandengmu itu adalah seorang ....""Seorang apa? Ha!" Aku meradang.Sepertinya putri adalah orang yang mempengaruhi Saka hingga ucapan Mami pun tidak dipercaya olehnya."Seorang ....""Penj*al diri begitu? Iya
"Boleh, mau bicara apa," jawabku mendekat dan antusias dengan apa yang akan Saka katakan.Duh, dia akan bicara apa ya? Kok aku jadi makin deg-degan gini."Seandainya aku tidak bisa melihat selamanya. Apa kamu akan setia menjadi istriku?"Eh, pertanyaan apa itu? Kenapa Saka tiba-tiba berbicara seperti itu. Di mana sikap tegasnya selama ini? Kok tiba-tiba melow sih."Eh. Jangan bicara seperti itu dong. Ucapan adalah doa loh. Makanya berbicara yang baik-baik saja dan berpikirlah positif.""Tapi aku takut jika operasi gagal dan selamanya aku tidak akan pernah bisa melihat wanita itu sebagai Nilam, istriku."Wah, dia udah mau menerima aku sebagai istrinya dong. Senengnya nggak kira-kira aku tuh."Kamu akan kembali bisa melihatku. Percayalah dengan yang namanya keajaiban. Yakin jika kamu bisa melihat lagi." Aku menggenggam kedua tangannya. "Berada di sampingku selamanya ya."Yuhu ... akhirnya dia tidak mau m
Ketika sedang asyik berbicara dan tertawa. Aditya datang tergesa-gesa. "Apakah urusannya sudah selesai?" desisku."Mungkin," balas Saka.Kini Aditya mendekat. Ia masih mengatur napasnya yang tersengal.Ada apa? Wajahnya terlihat begitu panik."Gawat!""Gawat apanya?" tanyaku penasaran."Foto dalam bentuk video Saka tersebar luas dan banyak yang menginginkan konfirmasinya.""Foto? Foto apa?" Aku semakin bingung."Foto dia bersama wanita di kamar hotel," jawab Aditya dan aku pun ikut kaget, begitu juga dengan Saka."Foto aku dengan wanita? Bukankah itu kamu, Nilam?" Kini Saka bertanya padaku."Nggak tahu. Lah kamu ke hotel sama siapa aja?" Kini aku balik bertanya. Siapa tahu dia bersama wanita lain seperti apa yang Putri katakan. Dia sering gonta-ganti wanita."Aku ke hotel sebulan lalu. Aku nggak pernah menginap kecuali ada kerjaan dan terakhir kali ya sebulan lalu," terang S
Masih teringat jelas nama yang tertera tadi. Dengan akun King Master. Sayangnya itu adalah video roasting, yang di-posting berulang oleh akun lain.Sial!"Gimana? Ketemu?" tanya Saka."Ternyata itu bukan pemilik asli," jawabku."Iya, aku tahu jika postingan pasti sudah berulang. Sini aku kasih tahu dan nanti kamu cari. Setelah tahu akunnya. Nanti segera beritahu Reno biar dia yang menyelidiki. Hari ini dia baru kembali dari luar kota."Oh, pantas tadi berisik. Ternyata lagi pulang dari luar kota."Gimana caranya?" Aku antusias dengan apa yang akan dijelaskan oleh Saka.Perlahan Saka menjelaskan dan menyebutkan aplikasi yang bisa digunakan untuk mencari tahu sumber asli dari postingan.Gegas aku melakukannya. Seketika mata terkejut saat melihat akun yang memposting gambar tersebut."Warga Konoha," celetukku membaca akun yang tertera."Kamu ambil gambarnya dan segera kirimkan ke Reno. Biar dia mudah mencarinya," titah Saka dan lagi aku menurutinya.Nama akunnya aneh-aneh saja. Warga Kon
"Ada kabar apa, Ren?" tanyaku.Apa? Jadi ternyata pelakunya itu benar bibiku sendiri. Astaga, apa sih yang dia inginkan. Mengapa dia tidak pernah mau membiarkan hidupku tenang.Aku kembali masuk dan segera memberitahu Saka tentang kabar ini. Tak peduli jika dia adalah bibiku. Jika didiamkan saja, maka dia akan terus seperti itu. Tidak akan pernah kapok, bahkan mungkin bisa berbuat lebih nekat dari ini."Ada apa?" tanya Saka saat aku baru saja membuka pintu dan dokter Fadli masih ada di dalam.Aku tidak langsung menjawab hingga menunggu dokter Fadli keluar terlebih dahulu. Sepertinya tidak pantas jika masalah keluarga sampai terdengar di telinga orang lain.Hingga kini tinggal aku dan Saka saja di ruangan ini. Saka pun sudah tidak sabar untuk mendengar apa yang akan aku katakan."Bagaimana kabar dari Reno?" tanyanya nampak serius."Reno pagi buta sudah bertemu dengan hackers tersebut. Katanya pelaku adalah Rihana Faza, bibiku.""Mau apa lagi dia? Wanita ular seperti dia harus diberi pe
Pria renta itu bangkit dari duduknya lalu beralih memandangku. Tatapannya tajam. Hal itu membuatku khawatir dan takut.Apa jangan-jangan Opa tidak suka jika dia memiliki cicit laki-laki?Namun, rasa ketakutan seketika sirna setelah kakek berucap."Baby boy?"Aku mengangguk."Opa senang mendengarnya. Dia akan menjadi pewaris setelah Saka. Terima kasih banyak Nilam," ujar kakek ia mendekat lalu mengusap lenganku."Sama-sama, Kek," jawabku."Aku pikir tadi kakek akan marah," imbuh Saka yang ternyata dia memiliki ketakutan yang sama."Enggak dong, apa pun anak yang dilahirkan. Opa tetap menerimanya. Jaga istri dan anakmu ya," kata kakek kembali ke posisi semula. Duduk di hadapan Saka."Siap, Opa," balas Saka."Ah iya, hari ini Opa rencananya mau menengok Aditya. Apa kalian mau ikut?" tawar Opa."Boleh," jawab Saka, "bagaimana Nilam? Kamu mau ikut?" tanya Saka dan aku pun mengangguk.Siang itu aku, Opa dan Saka berkunjung ke sel. Setibanya di sana, Vika juga sedang menemui Aditya. Saat kam
Saat sedang bucin-bucinan. Tiba-tiba ada aja yang ganggu. Suara pintu diketuk. Entah siapa yang datang.Beberapa saat kemudian, seorang suster muncul di ambang pintu. Wanita cantik berpakaian serba putih itu mendekat. Namun, Saka tetap tidak mau melepaskan genggaman tangannya."Sayang, malu," bisikku dan Saka tetap tidak menggubrisnya."Maaf ya, Tuan, permisi," kata suster mengganti infus yang sudah habis."Iya, Sus, jangan lama-lama ya. Segera keluar karena saya mau bicara penting dengan istri saya," balas Saka dan suster itu pun patuh."Baik, Tuan," jawabnya lalu pergi setelah urusannya selesai."Mau bicara apa sih? Sampai ngusir suster segala?" tanyaku ketika kami kembali hanya berdua di dalam kamar ini."Cuma mau bilang jadilah istriku hingga maut memisahkan kita. Aku mencintaimu Nilam Cahaya," balasnya membuatku tersipu.Kenapa setelah kejadian tadi, Saka berubah semakin romantis. Apa jangan-jangan otaknya juga ikut geser?Aku memegang kening Saka dan beralih mengusap-usap wajahn
Saka terjatuh dengan perut terluka. Gegas aku terkesiap memegangi kepalanya karena kesadaran Saka berangsur menghilang. Matanya mulai terpejam. Namun, aku berusaha membuatnya tetap sadar.Entah apa yang terjadi tadi, aku hanya menoleh dan membalas lambaian tangan Vika. Dan tiba-tiba Saka sudah terluka serta tubuhnya limbung, jatuh di atas paving."Sayang, kamu pasti kuat. Bertahan, ya," lirihku disertai dengan tetesan air mata yang tak bisa dibendung lagi.Beberapa orang mendekat dan bersiap membantu Saka."Ya ampun, Saka." Vika datang dan bersiap membantu Saka, membawanya ke rumah sakit."Tolong segera bawa ke mobil. Biar saya yang antarkan ke rumah sakit," ujar Vika.Tanpa menjawab, beberapa dari lelaki yang ada di sampingku langsung mengangkat tubuh Saka dan membawa ke dalam mobil."Ayo," ajak Vika membantuku berdiri.Di area parkiran sebelah kiri, terdengar suara riuh warga. Satpam dan beberapa warga tersebut telah mengamankan seseorang. Pakaiannya acak-acakan dan rambut awut-awut
Apa yang sebenarnya terjadi? Hatiku mulai gelisah.Bukannya langsung ganti, Saka malah mendekat padaku dan melempar amplop ke arahku yang masih duduk di tepi ranjang."Apa itu!" Matanya memandang nyalang padaku."Apa maksud kamu?" tanyaku heran mengapa wajah Saka langsung berubah 90° seperti ini.Aku membuka isi amplop tersebut. Seketika tak percaya dengan apa yang ada di depan mata."Aku bisa jelaskan, Saka. Pria ini ....""Siapa dia? Katakan sejujurnya padaku, Nilam!" sentak Saka.Hal yang aku takutkan menjadi kenyataan. Aditya mengirim surat, berisikan tentang cinta dan lain sebagainya. Namun, tulisan itu bukan tulisan tangan Aditya. Pandai sekali dia memfitnah. Dia sama liciknya dengan bibi. Apa aku jujur saja pada Saka. Sudah terlampau basah, sekalian aja nyebur."Dia itu a ...."Belum sempat aku berucap. Di luar rumah terdengar suara orang berteriak. Gegas Saka turun karena terdengar jeritan yang sangat keras. Sedangkan Aku sendiri hanya melihat dari balkon.Sungguh kejam, Adit
Vika langsung bersimpuh di hadapanku. Wanita itu memohon padaku. Apa jangan-jangan ...."Ada apa, Vik?" tanyaku khawatir.Saka muncul di ambang pintu. Pria itu langsung mendekat dan membantu Vika bangun lalu mendudukkannya di sofa.Entah apa yang terjadi dengan Vika. Saat dia akan mengatakan apa yang terjadi. Tiba-tiba Aditya datang lalu memukul pintu dengan keras hingga membuatku kaget.Brak!Aku terkesiap dengan menutupi hidung menggunakan apa saja saat Aditya mendekat. Demi meyakinkan jika aku benar-benar tidak tahan bau parfum. Vika sendiri tidak memakai parfum karena tidak ada bau sama sekali pada tubuhnya saat kami berdekatan. Selama ini aku sengaja memblokir banyak kontak, termasuk Aditya dan Vika. Sengaja aku menghindar dari mereka, terutama Aditya.Aditya masuk lalu menyeret Vika dengan kasar. Saka langsung bertindak. Dia memang pria dingin, tetapi tak pernah berlaku kasar terhadap istri meski dia dulu sangat membenciku. Namun, kenapa Aditya bersikap demikian pada Vika. Sebe
POV Arshaka"Ya Allah, Opa!"Gegas aku mendekat dan membantu Opa yang jatuh pingsan saat akan menaiki tangga. "Papa!" Mami dan papi ikut mendekat.Papi membantuku membawa Opa ke dalam mobil. Mami pun sama. Ia duduk di belakang menjaga kepala Opa. Sedangkan papi duduk di jok depan.Aku sendiri harus masuk ke kamar. Mengambil kunci di dalam tas. Kebetulan saat itu, Nilam juga akan menyusul keluar."Kamu di rumah saja, takut kelelahan," ujarku memintanya kembali masuk rumah."Tapi, Sayang ....""Nggak usah tapi-tapi, buruan masuk. Ini sudah malam. Kamu sedang hamil. Jaga baik-baik anak kita, ini adalah cicit yang diharapkan oleh Opa." Aku meyakinkan Nilam seraya mengusap perutnya yang masih rata.Wanita itu mengangguk dan nurut. Dia kembali masuk rumah bersamaku. Memasuki kamar bersama. Sebelum aku pergi, kukecup keningnya beberapa saat."Semoga Opa baik-baik saja," lirihnya."Amin," balasku lalu berpamitan dan segera mengantar Opa."Bang," panggil Aditya tetapi aku tidak menjawab. Kese
"Dit." Suara itu mengagetkanku."Apa yang kamu lakukan?" Saka muncul tiba-tiba."Ah ini, semalam Nilam jatuh di kamar mandi. Badannya selamam panas dan sekarang aku sedang mengeceknya. Apakah demamnya sudah turun atau belum." Aditya langsung melangkah mundur.Mendengar itu, Saka bergegas mendekat lalu memegang keningku."Kamu baik-baik saja? Bagaimana dengan janin kita?" tanyanya khawatir.Ingin rasanya aku jujur pada Saka saat ini juga. Tetapi mata Aditya melotot, mengancamku."Gimana, Dit?" tanya Saka saat aku menatap ke arah Aditya."Dia baik-baik saja, kok, janinnya juga baik-baik saja," balas Aditya membual.Entahlah, kenapa Aditya berubah sifatnya menjadi seperti monster. Dia berubah kejam seperti ini."Ya ampun, maaf ya, aku semalam mengurus semua keperluan Opa. Aku tidak sempat pulang. Walaupun ada mami, mami Nafa, papi dan salman. Opa tetap tidak mau aku tinggal. Alhasil aku menunggu dia semalaman. Baru pagi ini aku bisa pulang," ujar Saka merasa bersalah seraya mengusap-usap
Dua Minggu berlalu, aku dan Saka kini sudah saling melengkapi. Perubahan sikapnya pun drastis. Pria itu lebih banyak waktu untukku daripada bekerja. Puji syukur atas semua anugerah dari-Nya."Sayang, dua hari lagi acara pernikahan Aditya dan Vika. Untuk malam acara resepsi, kita menginap di rumah mami Nafa, ya," pinta Saka dan aku membalas dengan anggukan.Apa pun yang Saka katakan aku ngikutin saja. Menginap di rumah mami Nafa untuk satu malam setelah acara pernikahan Aditya, karena acara resepsi dilakukan pada malam hari. Namun, siapa sangka jika malam itu akan menjadi malam kelam bagiku. Di mana Aditya masuk ke dalam kamar secara tiba-tiba. Padahal malam ini adalah malam pertama baginya dan juga Vika. Aditya masuk ke dalam kamar dan menguci rapat pintunya. Sedangkan Saka saat ini sedang mengantarkan Opa periksa ke rumah sakit. Tadi, pria baya itu sempat pingsan ketika akan beranjak ke kamarnya, mungkin karena kelelahan. Namun, hingga dini hari. Saka belum juga kembali."Apa yang
POV AdityaAku benar-benar benci dengan keadaan ini. Mengapa harus Nilam, wanita yang aku cintai.Meski aku sudah berusaha untuk melupakan dia. Tetap saja hati ini masih untuknya. Bahkan, dua hari lagi aku dan Vika akan menggelar acara pertunangan. Namun, tetap saja hatiku untuk Nilam.Ikhlas? Sebuah pertanyaan ataukah pernyataan? Namun, jawabku tetap tidak. Aku tidak ikhlas melepaskan Nilam begitu saja. Mungkin mulut bisa berkata demikian, tetapi dari lubuk hatiku yang paling dalam. Cintaku tetap utuh dan tetap sama seperti sebelumnya."Hei, ngelamunin apa sih?" tanya Vika kala kami sedang makan malam bersama keluarga besar Abraham."Ah ini cuma ingat kata Opa aja kalau dia sedang mengerjai Saka dan Nilam," jawabku lalu menceritakan jika Opa berpura-pura meminta Saka pergi ke luar negeri demi menguji cinta Saka terhadap Nilam."Mengapa kalian tidak jujur saja? Kasihan sekali Nilam dan Saka, pasti mereka sangat sedih harus berpisah," balas Vika.Justru aku ingin itu menjadi kenyataan