"Ada kabar apa, Ren?" tanyaku.Apa? Jadi ternyata pelakunya itu benar bibiku sendiri. Astaga, apa sih yang dia inginkan. Mengapa dia tidak pernah mau membiarkan hidupku tenang.Aku kembali masuk dan segera memberitahu Saka tentang kabar ini. Tak peduli jika dia adalah bibiku. Jika didiamkan saja, maka dia akan terus seperti itu. Tidak akan pernah kapok, bahkan mungkin bisa berbuat lebih nekat dari ini."Ada apa?" tanya Saka saat aku baru saja membuka pintu dan dokter Fadli masih ada di dalam.Aku tidak langsung menjawab hingga menunggu dokter Fadli keluar terlebih dahulu. Sepertinya tidak pantas jika masalah keluarga sampai terdengar di telinga orang lain.Hingga kini tinggal aku dan Saka saja di ruangan ini. Saka pun sudah tidak sabar untuk mendengar apa yang akan aku katakan."Bagaimana kabar dari Reno?" tanyanya nampak serius."Reno pagi buta sudah bertemu dengan hackers tersebut. Katanya pelaku adalah Rihana Faza, bibiku.""Mau apa lagi dia? Wanita ular seperti dia harus diberi pe
POV Rihanna"Dasar gadis sia lan! Kenapa bisa kabur coba!"Aku yang baru saja mendapat kabar jika keponakanku berhasil kabur malam itu membuatku benar-benar meradang. Kok bisa dia kabur. Siapa yang membantunya?Gegas aku menemui orang suruhanku. Tak butuh waktu lama aku sudah tiba di depan rumah Vika. Jika Nilam kabur dan pulang ke rumah ini, kok sepi rumahnya.Wanita yang sempat aku bayar itu membuka gerbang. Dia langsung mendekat saat tahu mobil sudah terparkir di depan rumah tuannya.Aku membuka kaca ketika dia sudah ada di samping mobil."Gimana sih, nggak becus saat bekerja!" Aku memandangnya nyalang."Maaf, Bu, tapi ada yang menolong perempuan itu. Mbak Vika dan seorang pria . Sampai anak buah Ibu dihajar hingga babak belur. Untung saja saya datang, kalau tidak pasti ibu sudah berada di kantor polisi saat ini."Hah! Yang bod0h itu anak buahku. Bisa-bisanya dia kalah sama Vika dan temannya itu.Eh, ngomong-ngomong Vika membawa teman. Siapa dia?"Ok, terus kabar apa yang kamu dapat
Dan ternyata di dalam ruangan, ada orang yang aku takutkan untuk datang kembali dalam kehidupanku selama ini dan kini dia sudah ada di depan mata. Dengan wajah yang berubah tetapi tatapannya masih sama seperti dulu. Cinta.Ya Tuhan, pantas saja hatiku tidak karuan. Ternyata mantan kekasihku yang akan memeriksa. Bisa gawat ini! Aku harus apa sekarang?Matanya membelalak ketika aku sudah berdiri di hadapannya. Dia seolah melihat hantu saja. Tidak berkedip untuk sepersekian detik, bahkan mulutnya pun ikut terbuka.Pasti dia kaget jika pasiennya itu adalah aku. Begitu juga denganku. Berasa seperti mimpi akan kembali bertemu dengannya. Di mana dia menghilang tanpa jejak setelah kami lulus SMA. Hampir sama seperti Aditya. Memilih kuliah ke luar negeri dan meninggalkan aku tanpa kabar apa pun."Nilam." Ia langsung bangkit dan akan melangkah. "Aku sudah bersuami. Jadi, jangan macam-macam." Kata-kata itu yang langsung terlintas dalam otakku dan terealisasikan.Dalam hitungan detik. Saka pun me
"Dari siapa?" Suara itu membuatku tersentak. Aku menoleh, ada seorang pria tampan dengan wajah yang hampir sama dengan Aditya. Mungkinkah itu Salman?"Pria siapa, Mbak?" tanyanya lagi sedangkan aku masih terbengong dengan tangan sedikit gemetar."Eng ... ini ... anu ....""Ada apa?" Saka pun muncul."Heh Cur*t, beneran kamu yang nyusul aku," imbuh Saka yang sedari awal tidak ingin dijemput oleh adik tiri keduanya itu."Iya, masalah?" tanya Salman balik dan berkacak pinggang."Awas kalau sampai ngebut-ngebut, kubejek-bejek kau!""Serah yang nyetir lah," jawabnya enteng.Kala mereka sedang sibuk berdebat. Aku bergegas menyimpan amplop itu sebelum Saka tahu.Tanpa pamit, aku masuk ke dalam ruangan dan menaruh amplop ke dalam tas. Saat itu juga di luar malah makin berisik."Aku nggak mau pulang ke rumah, Papi. Aku maunya langsung ke apartemen!" Saka terkukuh dengan nada lantang."Tapi kata Mami Chintya, ada hal penting yang mengharuskan kalian pulang ke rumahnya.""Ya apa?" Saka kian ny
"Mami, Sayang, di luar ada yang ingin bertemu denganmu," jawabnya.Siapa yang ingin bertemu denganku? Apa jangan-jangan ...."Iya, Mam, Nilam akan keluar sebentar lagi!" Aku melepaskan pelukan. Lalu berpamitan pada Saka."Sayang, aku keluar sebentar ya," pamitku."Iya, aku juga mau istirahat. Badan tiba-tiba lelah," balas Saka yang ikut melangkah dan ia pun segera merebahkan tubuhnya."Iya." Aku mengusap kepalanya yang sudah berada di atas bantal.Matanya sayu, terlihat jelas kelelahan di sana. Saka tersenyum hingga lambat laun senyum itu memudar seiring dengan hilangnya kesadaran Saka. Pria itu sudah terlelap. Dia memang mudah sekali tertidur. Suara dengkuran halus mulai terdengar. Padahal baru beberapa menit saja.Gegas aku keluar kamar dan menuruni tangga. Awalnya aku pikir tamu itu adalah Saga. Ternyata itu Vika.Ah, iya aku hampir saja lupa. Ini kan hari Minggu. Pantas dia nggak kerja."Cie, cie," godaku ketika sudah ada di dekat Vika dan Aditya yang sedang duduk berdampingan da
Season 2Aku melambaikan tangan padanya, sebelum bibiku tersayang itu masuk ke dalam mobil polisi. Menatap kepergiannya meninggalkan rumah ini menuju rumah baru khusus para penjahat.Tenang bibiku tersayang, di sana kamu akan bahagia karena tanpa bekerja sudah bisa makan. Hehehe.Saat ini posisi tangan kiri Saka melingkar pada pinggang dan salah satu tangannya mengusap-usap kepalaku."Aku tidak pernah tahu apa saja yang pernah terjadi denganmu. Namun, mulai detik ini dan selamanya aku akan terus menjagamu."Kecupan hangat ikut mendarat di atas pucuk kepala.Ah, so sweet! Ingin rasanya aku jingkrak-jingkrak. Namun, sadar diri jika aku sedang hamil."Terima kasih," desisku memeluknya dari samping."Jadilah keluarga yang selalu bahagia, harmonis, saling menjaga dan mengasihi." Mami mengusap lenganku dan juga Saka bersamaan."Amin," balas Saka mengaminkan.Beberapa saat kemudian, Saka melihat-lihat isi rumah ini. Sedangkan keluarga lain sudah pulang."Ah, kenapa aku jadi ingin tinggal di
Aku menggeleng karena aku sendiri juga tidak tahu ada apa dan terjadi apa?Semoga saja bukan hal buruk.Ketika Saka masuk terlebih dahulu. Ia langsung menoleh padaku. Hal itu membuatku bertanya.Ada apa?Gegas aku mendekat karena begitu penasaran. Aku pun ikut terkejut saat tahu ada banyak orang di dalam rumah ini. Kayaknya hampir semua keluarga berkumpul deh, termasuk mami Aditya— Nafa."Nah itu sudah pulang," kata Mami langsung berdiri dan menyambut kedatangan aku dan Saka."Ayo buruan duduk dan gabung sama kita."Aku dan Saka pun patuh. Kami duduk berdampingan, tepat di depan Opa."Begini loh, Aditya besok malam mau melamar Arvika Shena, kalian setuju atau tidak? Kalau kami semua sih setuju saja," kata Opa melirik padaku dan Saka secara bergantian."Setuju, Opa," balasku segera yang langsung diikuti oleh Saka."Syukurlah kalau setuju, besok malam keluarga kita datang ke sana untuk melamar dan acara pertunangan akan diadakan Minggu pekan. Lebih cepat lebih baik, bukan, Dit?""Iya, O
POV ArshakaSejak aku kembali bisa melihat. Hubungan aku dan Nilam juga semakin membaik. Bahkan, tak ada jarak yang membatasi kami lagi. Rumah tanggaku sudah selayaknya rumah tangga yang lainnya. Menjadi suami dan istri seutuhnya.Apalagi kabar kehamilan Nilam. Yang tentunya menjadi kebahagiaan tersendiri bagiku. Harta Opa akan langsung jatuh kepadaku. Namun, bukan itu saja yang membuatku bahagia. Ada yang lebih membahagiakan daripada itu. Ternyata mencintai Nilam memiliki nilai plus tersendiri.Dia itu sem-pur-na! Hanya saja aku baru melihat kesempurnaannya saat ini. Andai sejak awal pernikahan. Mungkin sudah ada anak dalam rumah tangga kami.Selesai pembukaan perban, aku langsung mengajak istriku untuk memeriksakan kandungannya. Rasanya sudah tidak sabar ingin melihat anakku di dalam rahim wanita yang pernah aku nodai itu.Awalnya dia menolak, tetapi aku terus memaksa. Aku juga ingin seperti teman-temanku yang sudah memiliki anak di umur yang sudah menginjak 30 tahun ini. Melihat c
Pria renta itu bangkit dari duduknya lalu beralih memandangku. Tatapannya tajam. Hal itu membuatku khawatir dan takut.Apa jangan-jangan Opa tidak suka jika dia memiliki cicit laki-laki?Namun, rasa ketakutan seketika sirna setelah kakek berucap."Baby boy?"Aku mengangguk."Opa senang mendengarnya. Dia akan menjadi pewaris setelah Saka. Terima kasih banyak Nilam," ujar kakek ia mendekat lalu mengusap lenganku."Sama-sama, Kek," jawabku."Aku pikir tadi kakek akan marah," imbuh Saka yang ternyata dia memiliki ketakutan yang sama."Enggak dong, apa pun anak yang dilahirkan. Opa tetap menerimanya. Jaga istri dan anakmu ya," kata kakek kembali ke posisi semula. Duduk di hadapan Saka."Siap, Opa," balas Saka."Ah iya, hari ini Opa rencananya mau menengok Aditya. Apa kalian mau ikut?" tawar Opa."Boleh," jawab Saka, "bagaimana Nilam? Kamu mau ikut?" tanya Saka dan aku pun mengangguk.Siang itu aku, Opa dan Saka berkunjung ke sel. Setibanya di sana, Vika juga sedang menemui Aditya. Saat kam
Saat sedang bucin-bucinan. Tiba-tiba ada aja yang ganggu. Suara pintu diketuk. Entah siapa yang datang.Beberapa saat kemudian, seorang suster muncul di ambang pintu. Wanita cantik berpakaian serba putih itu mendekat. Namun, Saka tetap tidak mau melepaskan genggaman tangannya."Sayang, malu," bisikku dan Saka tetap tidak menggubrisnya."Maaf ya, Tuan, permisi," kata suster mengganti infus yang sudah habis."Iya, Sus, jangan lama-lama ya. Segera keluar karena saya mau bicara penting dengan istri saya," balas Saka dan suster itu pun patuh."Baik, Tuan," jawabnya lalu pergi setelah urusannya selesai."Mau bicara apa sih? Sampai ngusir suster segala?" tanyaku ketika kami kembali hanya berdua di dalam kamar ini."Cuma mau bilang jadilah istriku hingga maut memisahkan kita. Aku mencintaimu Nilam Cahaya," balasnya membuatku tersipu.Kenapa setelah kejadian tadi, Saka berubah semakin romantis. Apa jangan-jangan otaknya juga ikut geser?Aku memegang kening Saka dan beralih mengusap-usap wajahn
Saka terjatuh dengan perut terluka. Gegas aku terkesiap memegangi kepalanya karena kesadaran Saka berangsur menghilang. Matanya mulai terpejam. Namun, aku berusaha membuatnya tetap sadar.Entah apa yang terjadi tadi, aku hanya menoleh dan membalas lambaian tangan Vika. Dan tiba-tiba Saka sudah terluka serta tubuhnya limbung, jatuh di atas paving."Sayang, kamu pasti kuat. Bertahan, ya," lirihku disertai dengan tetesan air mata yang tak bisa dibendung lagi.Beberapa orang mendekat dan bersiap membantu Saka."Ya ampun, Saka." Vika datang dan bersiap membantu Saka, membawanya ke rumah sakit."Tolong segera bawa ke mobil. Biar saya yang antarkan ke rumah sakit," ujar Vika.Tanpa menjawab, beberapa dari lelaki yang ada di sampingku langsung mengangkat tubuh Saka dan membawa ke dalam mobil."Ayo," ajak Vika membantuku berdiri.Di area parkiran sebelah kiri, terdengar suara riuh warga. Satpam dan beberapa warga tersebut telah mengamankan seseorang. Pakaiannya acak-acakan dan rambut awut-awut
Apa yang sebenarnya terjadi? Hatiku mulai gelisah.Bukannya langsung ganti, Saka malah mendekat padaku dan melempar amplop ke arahku yang masih duduk di tepi ranjang."Apa itu!" Matanya memandang nyalang padaku."Apa maksud kamu?" tanyaku heran mengapa wajah Saka langsung berubah 90° seperti ini.Aku membuka isi amplop tersebut. Seketika tak percaya dengan apa yang ada di depan mata."Aku bisa jelaskan, Saka. Pria ini ....""Siapa dia? Katakan sejujurnya padaku, Nilam!" sentak Saka.Hal yang aku takutkan menjadi kenyataan. Aditya mengirim surat, berisikan tentang cinta dan lain sebagainya. Namun, tulisan itu bukan tulisan tangan Aditya. Pandai sekali dia memfitnah. Dia sama liciknya dengan bibi. Apa aku jujur saja pada Saka. Sudah terlampau basah, sekalian aja nyebur."Dia itu a ...."Belum sempat aku berucap. Di luar rumah terdengar suara orang berteriak. Gegas Saka turun karena terdengar jeritan yang sangat keras. Sedangkan Aku sendiri hanya melihat dari balkon.Sungguh kejam, Adit
Vika langsung bersimpuh di hadapanku. Wanita itu memohon padaku. Apa jangan-jangan ...."Ada apa, Vik?" tanyaku khawatir.Saka muncul di ambang pintu. Pria itu langsung mendekat dan membantu Vika bangun lalu mendudukkannya di sofa.Entah apa yang terjadi dengan Vika. Saat dia akan mengatakan apa yang terjadi. Tiba-tiba Aditya datang lalu memukul pintu dengan keras hingga membuatku kaget.Brak!Aku terkesiap dengan menutupi hidung menggunakan apa saja saat Aditya mendekat. Demi meyakinkan jika aku benar-benar tidak tahan bau parfum. Vika sendiri tidak memakai parfum karena tidak ada bau sama sekali pada tubuhnya saat kami berdekatan. Selama ini aku sengaja memblokir banyak kontak, termasuk Aditya dan Vika. Sengaja aku menghindar dari mereka, terutama Aditya.Aditya masuk lalu menyeret Vika dengan kasar. Saka langsung bertindak. Dia memang pria dingin, tetapi tak pernah berlaku kasar terhadap istri meski dia dulu sangat membenciku. Namun, kenapa Aditya bersikap demikian pada Vika. Sebe
POV Arshaka"Ya Allah, Opa!"Gegas aku mendekat dan membantu Opa yang jatuh pingsan saat akan menaiki tangga. "Papa!" Mami dan papi ikut mendekat.Papi membantuku membawa Opa ke dalam mobil. Mami pun sama. Ia duduk di belakang menjaga kepala Opa. Sedangkan papi duduk di jok depan.Aku sendiri harus masuk ke kamar. Mengambil kunci di dalam tas. Kebetulan saat itu, Nilam juga akan menyusul keluar."Kamu di rumah saja, takut kelelahan," ujarku memintanya kembali masuk rumah."Tapi, Sayang ....""Nggak usah tapi-tapi, buruan masuk. Ini sudah malam. Kamu sedang hamil. Jaga baik-baik anak kita, ini adalah cicit yang diharapkan oleh Opa." Aku meyakinkan Nilam seraya mengusap perutnya yang masih rata.Wanita itu mengangguk dan nurut. Dia kembali masuk rumah bersamaku. Memasuki kamar bersama. Sebelum aku pergi, kukecup keningnya beberapa saat."Semoga Opa baik-baik saja," lirihnya."Amin," balasku lalu berpamitan dan segera mengantar Opa."Bang," panggil Aditya tetapi aku tidak menjawab. Kese
"Dit." Suara itu mengagetkanku."Apa yang kamu lakukan?" Saka muncul tiba-tiba."Ah ini, semalam Nilam jatuh di kamar mandi. Badannya selamam panas dan sekarang aku sedang mengeceknya. Apakah demamnya sudah turun atau belum." Aditya langsung melangkah mundur.Mendengar itu, Saka bergegas mendekat lalu memegang keningku."Kamu baik-baik saja? Bagaimana dengan janin kita?" tanyanya khawatir.Ingin rasanya aku jujur pada Saka saat ini juga. Tetapi mata Aditya melotot, mengancamku."Gimana, Dit?" tanya Saka saat aku menatap ke arah Aditya."Dia baik-baik saja, kok, janinnya juga baik-baik saja," balas Aditya membual.Entahlah, kenapa Aditya berubah sifatnya menjadi seperti monster. Dia berubah kejam seperti ini."Ya ampun, maaf ya, aku semalam mengurus semua keperluan Opa. Aku tidak sempat pulang. Walaupun ada mami, mami Nafa, papi dan salman. Opa tetap tidak mau aku tinggal. Alhasil aku menunggu dia semalaman. Baru pagi ini aku bisa pulang," ujar Saka merasa bersalah seraya mengusap-usap
Dua Minggu berlalu, aku dan Saka kini sudah saling melengkapi. Perubahan sikapnya pun drastis. Pria itu lebih banyak waktu untukku daripada bekerja. Puji syukur atas semua anugerah dari-Nya."Sayang, dua hari lagi acara pernikahan Aditya dan Vika. Untuk malam acara resepsi, kita menginap di rumah mami Nafa, ya," pinta Saka dan aku membalas dengan anggukan.Apa pun yang Saka katakan aku ngikutin saja. Menginap di rumah mami Nafa untuk satu malam setelah acara pernikahan Aditya, karena acara resepsi dilakukan pada malam hari. Namun, siapa sangka jika malam itu akan menjadi malam kelam bagiku. Di mana Aditya masuk ke dalam kamar secara tiba-tiba. Padahal malam ini adalah malam pertama baginya dan juga Vika. Aditya masuk ke dalam kamar dan menguci rapat pintunya. Sedangkan Saka saat ini sedang mengantarkan Opa periksa ke rumah sakit. Tadi, pria baya itu sempat pingsan ketika akan beranjak ke kamarnya, mungkin karena kelelahan. Namun, hingga dini hari. Saka belum juga kembali."Apa yang
POV AdityaAku benar-benar benci dengan keadaan ini. Mengapa harus Nilam, wanita yang aku cintai.Meski aku sudah berusaha untuk melupakan dia. Tetap saja hati ini masih untuknya. Bahkan, dua hari lagi aku dan Vika akan menggelar acara pertunangan. Namun, tetap saja hatiku untuk Nilam.Ikhlas? Sebuah pertanyaan ataukah pernyataan? Namun, jawabku tetap tidak. Aku tidak ikhlas melepaskan Nilam begitu saja. Mungkin mulut bisa berkata demikian, tetapi dari lubuk hatiku yang paling dalam. Cintaku tetap utuh dan tetap sama seperti sebelumnya."Hei, ngelamunin apa sih?" tanya Vika kala kami sedang makan malam bersama keluarga besar Abraham."Ah ini cuma ingat kata Opa aja kalau dia sedang mengerjai Saka dan Nilam," jawabku lalu menceritakan jika Opa berpura-pura meminta Saka pergi ke luar negeri demi menguji cinta Saka terhadap Nilam."Mengapa kalian tidak jujur saja? Kasihan sekali Nilam dan Saka, pasti mereka sangat sedih harus berpisah," balas Vika.Justru aku ingin itu menjadi kenyataan