Mohon maaf, masih ditinjau. Bab extra part & bab 1 masih revisi nunggu editor
“Farah ikut jalur akselerasi ya? MasyaAllah hebat Nak!” seru Attar berbasa-basi pada anak gadis yang kini menumpang di dalam kendaraan mewahnya. Gadis itu duduk di belakang bangku ke dua dengan memalingkan wajahnya pada jendela kaca.Attar mengajaknya berbincang sebab gadis berusia tiga belas tahun namun bertubuh bongsor itu terlihat canggung berada di antara mereka. Mungkin di depan Yusuf ia tidak jaim namun di depan ayahnya Yusuf ia merasa canggung.Setelah Farah berpikir keras, akhirnya ia bersedia diantar oleh Attar kebetulan jalan yang mereka lewati akan melewati komplek perumahannya. Selain itu awan yang berarak di langit terlihat mendung sehingga membuatnya tak menolak tawaran mereka.“Hum, iya, Om,” jawab Farah singkat. Gadis itu hanya menjawab seperlunya.“Rah, kok diam sih? Biasanya cerewet,” cetus Yusuf menoleh ke arah Farah yang berada di belakangnya.Farah langsung menajamkan matanya menatap Yusuf. Yusuf hanya tersenyum melihat gadis itu yang sedikit pemarah.“Jadi kalia
“Om Raka, udah beli tiketnya?” tanya Farah pada Raka yang selalu setia mengawalnya. “Sudah dong, Nona muda!” Raka mengibaskan beberapa lembar tiket nonton bioskop dengan tangannya ke arah gadis remaja itu. “Tujuh tiket ya Mbak!”“Hum, Om Raka, tapi lain kali jangan ngikutin aku terus. Aku malu tau, sudah besar terus saja diikuti. Aku juga butuh privacy.”Farah mengomeli Raka tanpa canggung. Ia sebetulnya marah pada ayahnya-yang selalu meminta Raka menemaninya. Ia merasa tak nyaman.Seharusnya Farah marah dan protes kepada ke dua orang tuanya, namun ia tak berani. Mana bisa ia memiliki keberanian untuk membantah perintah ayahnya yang over protektif. Oleh karena itu ia hanya mengomeli Raka-yang sudah dianggap omnya.Raka hanya mendesah pelan mendengar keluh kesah gadis itu. Telinganya sudah cukup tebal mendengar segala muntahan kalimat demi kalimat yang dilontarkannya. Ia tidak peduli. Ia hanya menjalankan amanatnya menjaga putri sang majikan.“Sudah?” tanya Raka dengan tenang.Pria
Semua orang tampak panik saat ada seorang siswi tak sadarkan diri di lapangan. Siswi itu tengah berlatih karate bersama kawannya, namun tiba-tiba ketika ia baru saja memulai pemanasan tubuhnya langsung ambruk ke atas lapangan.“Siapa yang pingsan?” tanya remaja tampan mengurai kerumunan yang menyemut di dekat lapangan. “Si Bule pingsan.”Salah satu siswa mengadu pada remaja itu. Mendengar nama panggilan yang terkesan rasis, remaja itu mendengus kasar. Ia buru-buru berlari menuju kerumunan lalu menyelipkan tubuh jangkungnya di antara mereka.Dadanya bergemuruh hebat tatkala menyaksikan pemandangan yang menyesakkan dada. Sahabatnya ternyata yang pingsan. Dan, di antara kerumunan itu hanya terlihat satu orang berusaha menyadarkannya. Entah berusaha mengangkat tubuhnya. Sisanya, hanya menjadikan insiden siang hari itu sebagai tontonan semata.“Farah!” gumamnya panik. Anak lelaki itu langsung menurunkan tubuhnya dan membantu seorang teman perempuan Farah yang tengah bersusah payah mengang
“Saya Abdullah, Om. Kebetulan saya ketua kelas IX-J. Mohon maaf, saya menjenguk Farah mewakili teman-teman. Ya … teman-teman. Kebetulan wali kelas belum bisa jenguk soalnya beliau juga sakit.”Yusuf tak kehabisan akal memberikan seribu alasan pada pria berwajah dingin di depannya. Bagaimanapun caranya, ia harus bertemu Farah hari itu. Lautan akan disebrangi. Gunung akan didaki. Darren Dash akan dibuat mengerti. Begitulah Yusuf yang tak mengenal menyerah.‘Ternyata Om Darren gak kenal aku,’ batin Yusuf.Dalam hitungan tahun Yusuf mengalami perubahan secara fisik untuk anak remaja sehingga tak dikenali Darren Dash. Tubuhnya terlihat tinggi untuk anak seusianya. Pun, suaranya mulai membesar sehingga terdengar deep voice khas anak remaja lelaki. Selain itu karena Yusuf masih keturunan Mesir sehingga rambutnya tampak tebal untuk ukuran anak lelaki. Sialnya, penampilan fisiknya lebih terlihat seperti anak SMA ketimbang anak SMP.Darren Dash terlihat menaikkan alisnya sebelah lalu berkata,
“Bagaimana kau bersedia menjadi pacarku?” Seorang remaja lelaki berwajah oriental menembak seorang anak gadis di taman sekolah. Ia duduk bersimpuh dengan satu kaki menekuk di rerumputan. Ke dua tangannya memegang setangkai bunga dan satu batang coklat.“Sorry gak bisa!!” jawab anak gadis itu dengan tegas dan tanpa tedeng aling-aling. Ia mendengus kasar lalu memalingkan wajahnya dari anak lelaki di hadapannya. Bagaimana bisa anak lelaki yang dulu seringkali jahil padanya tiba-tiba mengatakan cinta.‘Aneh! Kepala anak itu sepertinya kejedot tiang bendera.’“Kenapa kau menolakku? Apa kau masih marah padaku? Kalau kau masih marah padaku, aku minta maaf. Sungguh, aku menyukaimu dari dulu. Hanya saja, aku … caraku mendekatimu memang tak biasa.”Anak remaja tampan itu mendekati gadis itu yang terlihat kesal.Mendengar kata-kata remaja lelaki itu membuat si gadis memutar lehernya dan menatap wajahnya.“Sadar diri rupanya!” ocehnya dengan menaikkan sebelah alisnya.“Forgive me and give me a c
Saat ini ke tiga pria dewasa tengah mendengar cerita kepala sekolah panjang lebar di ruangannya tentang perilaku anak-anak mereka yang telah membuat kegaduhan. Sementara itu, anak-anak mereka berada di ruang BK dengan harap-harap cemas. Jika kepala sekolah tengah menceramahi ke tiga wali siswa. Maka guru BK tengah menceramahi ke tiga siswa tersebut.Satu-satunya cara untuk membuktikan siapa yang berkata benar dan salah, kepala sekolah memanggil saksi mata dan melihat rekaman CCTV yang rupanya terpasang di taman sekolah itu berdekatan dengan lampu taman.Ke tiga remaja itu tidak menyadari akan sosok alat monitoring yang terpasang di sana. Kepala sekolah juga tidak ingin gegabah menghukum siswa yang membuat kegaduhan itu.Sempat terjadi ketegangan di antara ke tiga pria dewasa itu ketika mereka mempertanyakan tindakan kepala sekolah yang memanggil mereka ke sana. Masing-masing orang tua tidak percaya akan sikap anak-anak mereka yang biasa menjadi anak baik lalu berubah menjadi anak yang
Sepanjang perjalanan menuju pulang, Yusuf memilih diam tak bersuara. Ia sungguh merasa sangat bersalah kepada ke dua orang tuanya. Ia telah melakukan kesalahan fatal yang menyebabkan sang ayah yang begitu dihormatinya harus menyempatkan waktu sibuknya ke sekolah karena kasus yang diperbuatnya.Attar pun tak berniat membahas perilaku putranya yang impulsif saat ini. Ia membiarkan putranya menyesali perbuatannya dengan cara mendiamkannya.Hingga tak terasa mobil Hummer berwarna hitam mengkilap itu berhenti tepat di depan sebuah rumah mewah.Attar lebih dulu turun dari mobil kemudian Yusuf mengekori langkahnya. Ia berjalan di belakang sang ayah dengan mencangklongkan tas ranselnya ke balik punggungnya.Maesarah menyambut kepulangan suami dan putra sulungnya dengan senyum yang mengembang seperti biasa. Ia menyalami suami lalu menerima uluran tangan putranya yang menyalaminya.“Mas, mau mandi atau makan dulu?” tawar Maesarah mengambil jaket yang dilepas Attar. Attar duduk di atas sofa ruan
“Grandma!!”Dari kejauhan seorang gadis periang berlari menuju neneknya yang sedang berdiri dengan wajah tegang.“Farah, di mana yang lain? Grandma sudah menunggu kalian dari tadi. Seketika raut wajah Kinanti berubah ceria tatkala mendapat pelukan cucunya. Ia mencium cucunya dengan gemas. “Farah kok jadi kurus sih,”“Mbak Farah baru sembuh, Grandma. Sekarang pemulihan tapi Mbak Farah makannya jelek.”Asyraf menyusul menghampiri Kinan. Lalu di belakang mereka muncul dua anak lelaki tampan lainnya. Farrel dan Daffa menghambur memeluk nenek mereka.“Kata Ayah, ada Sally and Uncle Daniel?” tanya Farrel tak sabar ingin bertemu dengan om dan tantenya.“Ada, Sayang! Masuklah! Bangunin juga Grandpa sekalian. Grandpa pasti langsung sehat melihat kalian datang.”Kinanti mengusap satu per satu kepala cucunya bergantian.“Di mana Dipta, Grandma?” tanya Farah menatap sebuah bola yang menggelinding tepat ke arah kakinya. Sebuah bola sepak yang sudah kotor dengan lumpur.Seorang bocah lelaki tertawa
Setahun kemudian,Yusuf dan Farah kini sudah tinggal terpisah dari keluarganya masing-masing. Sebagai seorang suami yang bertanggung jawab, Yusuf membangun sebuah rumah mewah untuk istrinya. Tak kalah mewah dengan rumah keluarga istrinya.Karena Yusuf seorang yang paham agama sehingga ia meyakini bahwa ia harus memberikan yang terbaik untuk istrinya. Bahkan ia memberikan nafkah terbaik, lebih baik dari apa yang istrinya dapatkan dari ayahnya. Yusuf bekerja keras di perusahaan sang ayah. Ia juga menjadi dosen di salah satu perguruan tinggi swasta di akhir pekan untuk mengamalkan ilmunya dalam ilmu Quran dan hadist. Selain itu, pemuda tampan itu membuat buku dan banyak melakukan seminar dan workshop sebagai seorang penulis dan pendidik.Malam itu, Yusuf pulang terlambat ke rumah. Tepat pukul sembilan malam, ia baru saja memarkirkan kendaraan SUV miliknya di halaman rumahnya yang sangat asri.Rumah itu dibangun di atas lahan hektaran. Pemuda yang visioner itu ingin kelak memiliki banyak
Perlahan, Yusuf pun melepas jilbab Farah dan tersenyum menatapnya. Tangannya dengan lembut melepas ikatan rambut Farah hingga membuat rambutnya terburai. Rambutnya yang hitam nan panjang mencuri atensinya.Tanpa sàdar, Yusuf merengkuh sejumput rambutnya yang halus kemudian menciumnya seraya memejamkan matanya. Farah menatap suaminya dengan tatapan penuh damba. Pemuda tampan itu kita sudah menjadi miliknya seutuhnya.“Yusuf, aku mau mandi,” ucap Farah dengan gugup. Berdekatan dengan Yusuf sungguh membuat tubuhnya panas dingin. Ia butuh waktu untuk beradaptasi dengan suaminya.“Tentu, Sayang,” jawab Yusuf sembari berdiri. Pemuda tampan itu berjalan menuju lemari dan mengambil handuk. Kemudian ia menoleh ke arah Farah yang masih sibuk merapikan aksesoris pengàntin. “Sayang, ini handuknya. Aku taruh di atas nakas.”Dipanggil dengan sebutan sayang, Farah semakin salah tingkah. Ia lantas berpikir nama panggilan untuk suaminya. “Yusuf, aku harus memanggilmu apa? Hum, meskipun kita seumuran, k
Sebulan berlalu. Persiapan pernikahan Farah dan Yusuf sudah rampung. Hari bahagia yang dinantikan itu telah tiba. Setelah melewati berbagai macam ujian dan rintangan dalam kisah cinta mereka, akhirnya, Farah dan Yusuf bisa bersanding di sebuah tempat yang sakral dan suci.Pagi itu, pukul 09.00 WIB Farah dan Yusuf akan melangsungkan akad walimah yang diadakan di ballroom salah satu hotel bintang lima milik sang ayah. Di pelaminan, Yusuf dan sang ayah—Attar serta pamannya sudah bergabung dengan keluarga inti pihak perempuan; Darren Dash, Jonathan Dash yang kini sudah duduk di kursi roda, Naufal Alatas, Daniel Dash, penghulu, dan saksi. Di tempat yang berbeda Farah ditemani sang ibu dan keluarga perempuannya menunggu detik demi detik acara yang sakral itu dimulai. Pernikahan diadakan secara syariat di mana pihak lelaki dan perempuan dipisah.Suara microphone mulai menggema. Seorang MC mulai mengarahkan acara hingga tibalah waktunya Yusuf mengucapkan kalimat ijab qabul dengan lantang. Set
Darren mendapat telepon dari asistennya yang mengatakan bahwa putrinya mengendarakan mobil mewahnya dengan sangat cepat menuju pantai. Ia terkejut mendengarnya dan langsung berniat menyusul putrinya. Ia memiliki firasat buruk. Semenjak pagi ia merasa tak enak hati. Ia terus memikirkan putrinya.Tak biasanya putrinya pergi bepergian jauh tanpa mengabarinya. Terdengar aneh bukan!Darren Dash semakin tersulut emosi saat ia berada di jalan menuju pantai yang biasa putrinya kunjungi, ia melihat mobil Yusuf berada di depannya. Tak lain tak bukan, pemuda itu juga terlihat akan pergi ke pantai. Bahkan ia melajukan kendaraannya dengan sangat cepat. Sisi lain, Darren Dash memilih memelankan laju kendaraannya karena ingin tahu apa yang mereka lakukan di pantai berduaan. Tak bisa dibiarkan! Farah sudah keterlaluan.Darren berzikir untuk mengendalikan emosinya. Ia pun melihat mobil milik Yusuf sudah terparkir di area parkir yang luas area pantai. Pria dewasa itu terus melangkahkan kakinya, berjal
Setelah kejadian kecelakaan tadi, Yusuf tergesa-gesa mengejar kembali Farah meskipun kendaraannya ketinggalan jauh. Pemuda itu hanya mengkhawatirkan kondisi gadis itu yang tengah kalut. Kabar tentang cerita masa lalu ke dua orang tuanya sungguh melukai batinnya. Saat ini gadis bermanik hazel itu belum menerima fakta mengejutkan itu.“Argh! Farah jangan bertindak bodoh!” geram Yusuf usai membanting ponselnya hingga terbanting ke atas kursi. Beruntung, ponsel itu tidak jatuh ke kolong kursi mobil.Nomor telepon Farah tidaklah aktif. Yusuf hanya bisa menghela nafas berat mengingat karakter Farah yang memang keras kepala.“Allah, lindungilah Farah. Amin,” gumam Yusuf tak henti-hentinya berzikir. Yusuf mengedarkan pandangannya mencari mobil putih milik Farah. Sial, di jalan yang dilewatinya ada banyak mobil putih namun bukan mobil Farah barang tentu. Mobil Farah termasuk mobil mewah.Yusuf pun menepikan mobilnya menuju pom bensin terdekat. Ia akan mengisi bahan bakar terlebih dahulu untuk
Semua orang yang berada di cafe panik saat melihat adegan yang terjadi di antara Farah dan Elia.Tanpa belas kasih, Elia mengambil cangkir kopi dari nampan—yang dibawa pelayan kemudian menumpahkannya pada wajah Farah dengan gerakan yang sangat cepat.Namun, sebuah pertolongan datang. Dengan gerakan yang lihai dan gesit, sosok pemuda tampan maju, berusaha melindungi Farah. Ia memeluk Farah. Meski tidak benar-benar memeluk karena ke dua tangannya tidak menyentuh tubuh gadis itu.Farah hanya memejamkan matanya reflek saat air cipratan itu mengenai pipinya. Namun saat ia membelakan matanya, ia tersentak kaget, karena Yusuf berada di sana melindunginya dari aksi keji Elia. Kini punggung Yusuf yang terkena cipratan kopi yang panas itu.“Yusuf,” imbuh Farah dengan berurai air mata. Entahlah, perasaan Farah berkecamuk. Cerita dari bibir Elia tentang ayahnya dan menatap Yusuf yang selalu saja menjadi garda terdepan dalam menolongnya, membuat lelehan air mata terus menerus menetes.Tatapan Yusuf
Di sebuah ruang keluarga bernuansa mewah, terlihat sepasang suami dan istri yang sedang duduk berdua sembari menikmati tontonan chanel luar negeri—yang tengah menampilkan sebuah destinasi wisata di Eropa.“Mas, indah sekali ya? Aku pengen jalan-jalan lagi sekeluarga. Berkeliling Eropa dan menikmati musim semi yang indah di sana.”Nuha mengungkapkan keinginannya saat tatapannya tertuju pada colosseum Roma yang berdiri pongah.Darren hanya mengangguk pelan. Meskipun raganya berada di sana, namun pikiran Darren terseret pada memori-memori kelam nan buruk yang seringkali menghantuinya.“Mas, ini salad buah yang diminta,” ucap Nuha pada suaminya ketika ART menaruh semangkuk salad untuk menemani waktu rehat mereka. Darren pun melirik pada mangkuk salad kemudian ia berusaha mengambilnya.PrangTiba-tiba saja Darren menjatuhkan mangkuk salad buah itu. Namun dengan sigap, ART sudah langsung membereskan kekacauan yang ada. “Mas, kenapa?”Nuha terkejut saat melihat suaminya yang tampak syok dan
Dua orang wanita cantik berbeda usia sedang mengobrol di sebuah cafe. Suasana terasa tegang saat wanita berusia kepala lima itu mulai bercerita. Sebetulnya, wanita itu enggan bertemu dengannya setelah apa yang terjadi. Namun karena gadis muda itu bersikukuh akhirnya mau tak mau ia pun mengiyakan permintàan.Di sinilah mereka berada. Sebuah rooftop yang terletak di lantai dua sebuah kafe kopi yang berada tak jauh dari rumah sakit di mana gadis itu bertugas.Mereka adalah Farah dan Maesarah. “Jadi … Om Attar itu mantan tunangannya ibuku?”Farah pun menimpali cerita yang baru saja ibunya Yusuf katakan. Gadis bermanik hazel itu bertanya sekedar untuk mengkonfirmasi.Malam itu, Farah tak sengaja mendengar percakapan yang terjadi di antara ibunya dan tantenya. Namun percakapan itu hanya sekilas sehingga ia dilanda penasaran.Jika Farah bertanya pada mereka, ia yakin mereka tidak akan memberikan jawaban apapun yang memuaskan hatinya.Oleh karena itu, Farah berinisiatif bertanya langsung pad
“Mas kenapa sih? Bete begitu!” beo Daniel pada sang kakak yang sedari tadi terlihat tidak fokus dalam bekerja. Daniel Dash sengaja datang ke kantor kakaknya, membawa sejumlah kontrak kerja hingga menjelaskan laporan soal saham perusahaan. Namun Darren Dash hanya terdiam dengan tatapan yang kosong mirip orang kesambet setan.Lama kelamaan Daniel mulai jenuh melihat respon kakaknya—yang seakan tidak menghargai usaha dirinya. Padahal ia sangat sibuk. Namun demi menyampaikan amanat perusahaan ia mengunjungi kantor pusat PT Jonathan Dash Group. “Mas Darren aku pamit pulang! Lain kali saja aku melapor,” ucap Daniel Dash kemudian membereskan berkas penting perusahaan dan memasukannya kembali ke dalam tas miliknya.“Tunggu! Apa? Kau bahas apa tadi? Sorry, Mas lagi banyak pikiran, jadi gak fokus,” imbuh Darren mengklarifikasi. Seharusnya, Darren juga bisa menahan diri untuk tidak melamun saat jam kerja. Namun siang itu seperti siang sebelumnya, ia masih kepikiran soal omongan Attar dan sikap