Ke dua alis Darren semakin bertaut, melihat Nuha saat ini tengah makan steak untuk piring ke tiga. Sesekali dia menjilat bibirnya dengan lidahnya, sungguh provokatif, batinnya. Gadis itu terlihat menggemaskan. Darren seolah lupa amarah dan kesal padanya setelah mencari gadis itu yang tiba-tiba tak ada kabar, datang seolah tak terjadi apa-apa.Setelah makan steak, Nuha memesan puding buah sebagai hidangan penutup. Darren sampai kenyang hanya dengan melihat Nuha yang makan dengan begitu lahap.Darren mengelap sudut bibir Nuha dengan tisu. Di sana ada vla yang menempel di mana Nuha tak menyadarinya.Nuha terperanjat saat melihat Darren memperlakukannya seperti itu. Namun dia sama sekali tak marah. Dia hanya menatap Darren beberapa detik lalu kembali menikmati puding buah yang segar. Darren mengira Nuha akan marah, nyatanya tidak. Nuha benar-benar terlihat aneh.Setelah puas makan hingga merasa kenyang, barulah Nuha sadar sedari tadi dia tak melihat Darren makan. Steak di depannya utuh.
Kinan menganggap perkataan Darren Dash hanyalah sebuah gurauan belaka. Oleh karena itu dia kurang menanggapi dan hanya tertawa kecil dengan membekap mulutnya.“What? Serius! Kau sepertinya tak sabar pengen punya momongan. Jujur Mommy pikir, maaf ... kau akan menceraikan gadis itu setelah dia tidak hamil dan kau kembali pada Tania,”Kinan berkomentar dengan santai.“Mom …”Darren tak percaya dengan apa yang didengar oleh ibu sambungnya. Memang awalnya berniat demikian tetapi dia sudah membenahi niatnya untuk menikah. Bukan lagi niat menikah yang dibenahi tetapi hatinya pula sudah berubah haluan tanpa dia kira.Tak pernah mengira jika hati Darren cepat berlabuh pada perempuan muda yang kini menyandang status istrinya.“Darren, dengarkan Mommy! Gadis itu memang baik dan salehah. Um, cantik jangan ditanya. Dia sangat cantik. Tapi …”“Tapi apa Mom?” desak Darren.“Kau jangan merasa terus menerus berdosa dan merasa bersalah, Honey!!Memang kau pikir Mommy tak tahu hubungan kalian seperti ap
Seorang wanita memakai daster abaya mengetuk pintu kamar putranya berkali-kali. Dia begitu mengkhawatirkan kondisi putranya yang sudah beberapa hari mengurung diri di kamar dengan cahaya temaram. “Attar, bukalah!” seru Hj Rohana dengan suara nyaring. Sengaja, agar Attar menyahut dan segera membukakan pintu kamar.Attar pun beringsut dari posisi rebahan, berdiri lalu berjalan malas untuk membukakan pintu kamarnya.“Apa?” Attar bertanya dengan raut yang menyedihkan. Wajahnya pucat pasi, rambutnya acak-acakkan dengan pakaian yang lusuh.Hj Rohana hanya mendecak pelan melihat penampilan putra sulungnya yang rupawan terlihat mengenaskan.“Bersiap-siaplah! Mandi dan pakai pakaianmu ini. Akad nikah akan tetap berlangsung! Itu maumu ‘kan?”Attar terkesiap menatap netra sang ibu. Tak percaya dengan apa yang didengarnya.“Maksud Ummah?” tanya Attar dengan antusias.“Iya, kau akan tetap menikah hari ini. Ijab qabul seperti yang sudah direncanakan,”“Tapi aku malu … Nuha mengira aku tidak mener
Nuha menolak diajak periksa ke dokter kandungan. Dia terlihat sangat terkejut saat Darren menyadari jika dirinya hamil. Nuha merasa tak pernah memberitahunya, dia juga baru tahu sekarang setelah memeriksanya dengan testpack.Darren tak ingin memaksanya mungkin Nuha saat ini belum sepenuhnya menerima kondisinya yang tengah berbadan dua. Yang pasti terlihat ada banyak perubahan yang terjadi padanya, suasana hatinya berubah-ubah, terkadang begitu gembira dan sedih tiba-tiba. Oleh karena itu Darren berusaha memahaminya.Hanya saja Darren tampak sangat protektif pada Nuha. Nuha dilarang menyentuh perabotan dapur dan asupan gizinya dijaga ketat oleh nutrisionis yang biasa menangani Jonathan. Darren seorang pemuda yang sabar dan perhatian.Saat malam menjelang, Nuha segera merapikan ranjang dan mengganti sprei dengan sprei yang baru. Beberapa bunga segar yang dipetik dari taman ditaruh di dalam vas bunga di atas nakas agar menciptakan suasana alam yang segar, baik untuk relaksasi. Nuansa ka
“Katanya mau mijitin,” omel Nuha. Nuha menggeser duduknya dan bersandar pada bantal yang ditumpuk. Lalu dia pun sama terbengong kala menatap Darren yang menatap kakinya.Nuha merenung sejenak. Darren adalah suaminya maka halal baginya untuk melihat auratnya.“Tak apa aku membuka kaos kakimu?” tanya Darren dengan perasaan gamang.Nuha hanya mengangguk.Perlahan, dengan perasaan gugup yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata , Darren melepas satu per satu kaos kaki yang membalut kaki Nuha lalu melipat celananya sedikit ke atas hingga memperlihatkan betisnya. Kakinya seperti kaki bayi, putih bersih dan kenyal, ada bulu-bulu halus yang terlihat indah. Darren tak bisa membayangkan jika harus membuka yang lain. Darren seorang pria dewasa, yang kadangkala pikirannya senang berkelana. Dia pun teringat nasehat Koko Jimmie untuk beristighfar saat pikirannya terkontaminasi.Darren mengolesi kaki Nuha dengan minyak zaitun lalu memijatnya dengan lembut, tak ingin bersikap kasar. Dia ingin membua
Daniel terperanjat tatkala mendapati sang ibu tengah duduk di sofa ruang tamu flat miliknya dengan bersilang kaki.Kinan terlihat masam, pertanda dia tengah marah pada sang anak. Sudah sejak lama Kinan berusaha meredam amarah pada putra kandung satu-satunya tersebut. Rasanya semakin dipendam semakin bergolak sehingga ingin sekali meledak manakala menemukan fakta tentang putranya yang sudah bertindak terlalu jauh.“Mom, ngapain di sini?” tanya Daniel berbasa-basi. Dia berjalan gontai menuju kamarnya setelah menyapa singkat sang ibu, berusaha mengabaikan keberadaan sang ibu yang mengintimidasi. “Duduk! Mom mau bicara!” tegas Kinan dengan intonasi penuh penekanan. Suara Kinan memutus langkah Daniel menuju kamarnya.Melihat ekspresi sang ibu yang seolah akan menelannya hidup-hidup, membuat Daniel menurut. Daniel pun berbalik arah dan duduk di sofa seberang sang ibu.“Jawab dengan jujur!” cecar Kinan menatap sang anak dengan tatapan tajam setajam mata pisau.Daniel hanya berjengit dan tak
Sebulan kemudian, setelah dirasa kondisi Jonathan Dash membaik, Darren menghampiri ayahnya yang tengah membaca surat kabar di teras rumah. “Dad, apa aku mengganggu?” Darren mengenyahkan bokongnya di sofa yang berada di samping sang ayah. Jonathan membuka helai berikutnya surat kabar. “Katakan ada apa!” sahut Jonathan dengan suaranya yang kharismatik. “Dad, kenapa tak bilang jika anaknya Hj Ilyas itu Muhammad Attar?” Darren mengungkapkan kegelisahan hatinya. Mata Jonathan beralih dari surat kabar menuju putranya. Dia melipat kacamata bacanya dan melipat kertas surat kabar lalu menaruhnya di atas meja. “Muhammad Attar itu calonnya Nuha …” tukas Darren membuat Jonathan terkesiap. “Terus?” Jonathan berusaha menepis perasaan terkejutnya seperti biasa. Ditanggapi biasa oleh sang ayah, Darren tak bisa meneruskan lagi keluhannya. “Gak apa-apa,” pungkas Darren kemudian. Jonathan melangkah masuk ke dalam rumah lalu mengambil sesuatu dari atas lemari. “Daddy ingin merayakan resepsi
Hari ini jadwal keberangkatan Nuha dan Darren ke Turki. Entah mengapa Nuha tak kuasa menolak permintaan Jonathan Dash meski bertentangan dengan hatinya. Dia merasa iba pada mertuanya. Hati nuraninya tergugah tatkala melihat kondisi kesehatan Jonathan yang sempat bolak balik rumah sakit.Kala itu Jonathan tengah duduk termangu di atas kursi roda saat Nuha berjalan melewatinya sepulang kuliah. Melihat mertuanya terlihat melamun, Nuha mendekatinya dan menyapanya.“Dad, apa ada yang bisa aku bantu?” Nuha duduk di seberang Jonathan dan menawarkan bantuan.Jonathan terlihat menarik nafas panjang. Dia seperti kesulitan meraup oksigen sehingga terkadang untuk bernafas dia membutuhkan alat respirator seperti tabung oksigen yang selalu disiapkan di kamarnya.“Nuha, bisakah antar Daddy keluar, jalan-jalan di taman?” ucap Jonathan dengan nafas yang sedikit tersendat-sendat.“Tentu,”Nuha membantu Jonathan dengan mendorong kursi roda miliknya. Nuha berusaha menjadi menantu yang baik selama berada
Setahun kemudian,Yusuf dan Farah kini sudah tinggal terpisah dari keluarganya masing-masing. Sebagai seorang suami yang bertanggung jawab, Yusuf membangun sebuah rumah mewah untuk istrinya. Tak kalah mewah dengan rumah keluarga istrinya.Karena Yusuf seorang yang paham agama sehingga ia meyakini bahwa ia harus memberikan yang terbaik untuk istrinya. Bahkan ia memberikan nafkah terbaik, lebih baik dari apa yang istrinya dapatkan dari ayahnya. Yusuf bekerja keras di perusahaan sang ayah. Ia juga menjadi dosen di salah satu perguruan tinggi swasta di akhir pekan untuk mengamalkan ilmunya dalam ilmu Quran dan hadist. Selain itu, pemuda tampan itu membuat buku dan banyak melakukan seminar dan workshop sebagai seorang penulis dan pendidik.Malam itu, Yusuf pulang terlambat ke rumah. Tepat pukul sembilan malam, ia baru saja memarkirkan kendaraan SUV miliknya di halaman rumahnya yang sangat asri.Rumah itu dibangun di atas lahan hektaran. Pemuda yang visioner itu ingin kelak memiliki banyak
Perlahan, Yusuf pun melepas jilbab Farah dan tersenyum menatapnya. Tangannya dengan lembut melepas ikatan rambut Farah hingga membuat rambutnya terburai. Rambutnya yang hitam nan panjang mencuri atensinya.Tanpa sàdar, Yusuf merengkuh sejumput rambutnya yang halus kemudian menciumnya seraya memejamkan matanya. Farah menatap suaminya dengan tatapan penuh damba. Pemuda tampan itu kita sudah menjadi miliknya seutuhnya.“Yusuf, aku mau mandi,” ucap Farah dengan gugup. Berdekatan dengan Yusuf sungguh membuat tubuhnya panas dingin. Ia butuh waktu untuk beradaptasi dengan suaminya.“Tentu, Sayang,” jawab Yusuf sembari berdiri. Pemuda tampan itu berjalan menuju lemari dan mengambil handuk. Kemudian ia menoleh ke arah Farah yang masih sibuk merapikan aksesoris pengàntin. “Sayang, ini handuknya. Aku taruh di atas nakas.”Dipanggil dengan sebutan sayang, Farah semakin salah tingkah. Ia lantas berpikir nama panggilan untuk suaminya. “Yusuf, aku harus memanggilmu apa? Hum, meskipun kita seumuran, k
Sebulan berlalu. Persiapan pernikahan Farah dan Yusuf sudah rampung. Hari bahagia yang dinantikan itu telah tiba. Setelah melewati berbagai macam ujian dan rintangan dalam kisah cinta mereka, akhirnya, Farah dan Yusuf bisa bersanding di sebuah tempat yang sakral dan suci.Pagi itu, pukul 09.00 WIB Farah dan Yusuf akan melangsungkan akad walimah yang diadakan di ballroom salah satu hotel bintang lima milik sang ayah. Di pelaminan, Yusuf dan sang ayah—Attar serta pamannya sudah bergabung dengan keluarga inti pihak perempuan; Darren Dash, Jonathan Dash yang kini sudah duduk di kursi roda, Naufal Alatas, Daniel Dash, penghulu, dan saksi. Di tempat yang berbeda Farah ditemani sang ibu dan keluarga perempuannya menunggu detik demi detik acara yang sakral itu dimulai. Pernikahan diadakan secara syariat di mana pihak lelaki dan perempuan dipisah.Suara microphone mulai menggema. Seorang MC mulai mengarahkan acara hingga tibalah waktunya Yusuf mengucapkan kalimat ijab qabul dengan lantang. Set
Darren mendapat telepon dari asistennya yang mengatakan bahwa putrinya mengendarakan mobil mewahnya dengan sangat cepat menuju pantai. Ia terkejut mendengarnya dan langsung berniat menyusul putrinya. Ia memiliki firasat buruk. Semenjak pagi ia merasa tak enak hati. Ia terus memikirkan putrinya.Tak biasanya putrinya pergi bepergian jauh tanpa mengabarinya. Terdengar aneh bukan!Darren Dash semakin tersulut emosi saat ia berada di jalan menuju pantai yang biasa putrinya kunjungi, ia melihat mobil Yusuf berada di depannya. Tak lain tak bukan, pemuda itu juga terlihat akan pergi ke pantai. Bahkan ia melajukan kendaraannya dengan sangat cepat. Sisi lain, Darren Dash memilih memelankan laju kendaraannya karena ingin tahu apa yang mereka lakukan di pantai berduaan. Tak bisa dibiarkan! Farah sudah keterlaluan.Darren berzikir untuk mengendalikan emosinya. Ia pun melihat mobil milik Yusuf sudah terparkir di area parkir yang luas area pantai. Pria dewasa itu terus melangkahkan kakinya, berjal
Setelah kejadian kecelakaan tadi, Yusuf tergesa-gesa mengejar kembali Farah meskipun kendaraannya ketinggalan jauh. Pemuda itu hanya mengkhawatirkan kondisi gadis itu yang tengah kalut. Kabar tentang cerita masa lalu ke dua orang tuanya sungguh melukai batinnya. Saat ini gadis bermanik hazel itu belum menerima fakta mengejutkan itu.“Argh! Farah jangan bertindak bodoh!” geram Yusuf usai membanting ponselnya hingga terbanting ke atas kursi. Beruntung, ponsel itu tidak jatuh ke kolong kursi mobil.Nomor telepon Farah tidaklah aktif. Yusuf hanya bisa menghela nafas berat mengingat karakter Farah yang memang keras kepala.“Allah, lindungilah Farah. Amin,” gumam Yusuf tak henti-hentinya berzikir. Yusuf mengedarkan pandangannya mencari mobil putih milik Farah. Sial, di jalan yang dilewatinya ada banyak mobil putih namun bukan mobil Farah barang tentu. Mobil Farah termasuk mobil mewah.Yusuf pun menepikan mobilnya menuju pom bensin terdekat. Ia akan mengisi bahan bakar terlebih dahulu untuk
Semua orang yang berada di cafe panik saat melihat adegan yang terjadi di antara Farah dan Elia.Tanpa belas kasih, Elia mengambil cangkir kopi dari nampan—yang dibawa pelayan kemudian menumpahkannya pada wajah Farah dengan gerakan yang sangat cepat.Namun, sebuah pertolongan datang. Dengan gerakan yang lihai dan gesit, sosok pemuda tampan maju, berusaha melindungi Farah. Ia memeluk Farah. Meski tidak benar-benar memeluk karena ke dua tangannya tidak menyentuh tubuh gadis itu.Farah hanya memejamkan matanya reflek saat air cipratan itu mengenai pipinya. Namun saat ia membelakan matanya, ia tersentak kaget, karena Yusuf berada di sana melindunginya dari aksi keji Elia. Kini punggung Yusuf yang terkena cipratan kopi yang panas itu.“Yusuf,” imbuh Farah dengan berurai air mata. Entahlah, perasaan Farah berkecamuk. Cerita dari bibir Elia tentang ayahnya dan menatap Yusuf yang selalu saja menjadi garda terdepan dalam menolongnya, membuat lelehan air mata terus menerus menetes.Tatapan Yusuf
Di sebuah ruang keluarga bernuansa mewah, terlihat sepasang suami dan istri yang sedang duduk berdua sembari menikmati tontonan chanel luar negeri—yang tengah menampilkan sebuah destinasi wisata di Eropa.“Mas, indah sekali ya? Aku pengen jalan-jalan lagi sekeluarga. Berkeliling Eropa dan menikmati musim semi yang indah di sana.”Nuha mengungkapkan keinginannya saat tatapannya tertuju pada colosseum Roma yang berdiri pongah.Darren hanya mengangguk pelan. Meskipun raganya berada di sana, namun pikiran Darren terseret pada memori-memori kelam nan buruk yang seringkali menghantuinya.“Mas, ini salad buah yang diminta,” ucap Nuha pada suaminya ketika ART menaruh semangkuk salad untuk menemani waktu rehat mereka. Darren pun melirik pada mangkuk salad kemudian ia berusaha mengambilnya.PrangTiba-tiba saja Darren menjatuhkan mangkuk salad buah itu. Namun dengan sigap, ART sudah langsung membereskan kekacauan yang ada. “Mas, kenapa?”Nuha terkejut saat melihat suaminya yang tampak syok dan
Dua orang wanita cantik berbeda usia sedang mengobrol di sebuah cafe. Suasana terasa tegang saat wanita berusia kepala lima itu mulai bercerita. Sebetulnya, wanita itu enggan bertemu dengannya setelah apa yang terjadi. Namun karena gadis muda itu bersikukuh akhirnya mau tak mau ia pun mengiyakan permintàan.Di sinilah mereka berada. Sebuah rooftop yang terletak di lantai dua sebuah kafe kopi yang berada tak jauh dari rumah sakit di mana gadis itu bertugas.Mereka adalah Farah dan Maesarah. “Jadi … Om Attar itu mantan tunangannya ibuku?”Farah pun menimpali cerita yang baru saja ibunya Yusuf katakan. Gadis bermanik hazel itu bertanya sekedar untuk mengkonfirmasi.Malam itu, Farah tak sengaja mendengar percakapan yang terjadi di antara ibunya dan tantenya. Namun percakapan itu hanya sekilas sehingga ia dilanda penasaran.Jika Farah bertanya pada mereka, ia yakin mereka tidak akan memberikan jawaban apapun yang memuaskan hatinya.Oleh karena itu, Farah berinisiatif bertanya langsung pad
“Mas kenapa sih? Bete begitu!” beo Daniel pada sang kakak yang sedari tadi terlihat tidak fokus dalam bekerja. Daniel Dash sengaja datang ke kantor kakaknya, membawa sejumlah kontrak kerja hingga menjelaskan laporan soal saham perusahaan. Namun Darren Dash hanya terdiam dengan tatapan yang kosong mirip orang kesambet setan.Lama kelamaan Daniel mulai jenuh melihat respon kakaknya—yang seakan tidak menghargai usaha dirinya. Padahal ia sangat sibuk. Namun demi menyampaikan amanat perusahaan ia mengunjungi kantor pusat PT Jonathan Dash Group. “Mas Darren aku pamit pulang! Lain kali saja aku melapor,” ucap Daniel Dash kemudian membereskan berkas penting perusahaan dan memasukannya kembali ke dalam tas miliknya.“Tunggu! Apa? Kau bahas apa tadi? Sorry, Mas lagi banyak pikiran, jadi gak fokus,” imbuh Darren mengklarifikasi. Seharusnya, Darren juga bisa menahan diri untuk tidak melamun saat jam kerja. Namun siang itu seperti siang sebelumnya, ia masih kepikiran soal omongan Attar dan sikap