Tiga hari berlalu, Daniel Dash tak kunjung pulang. Semua orang rumah tampak panik atas hilangnya Daniel Dash. Kinan dan Jonathan telah mencari Daniel di semua tempat yang seringkali dikunjungi olehnya dan menemui semua temannya tetapi justru mereka tidak menemukan informasi apapun tentang Daniel Dash. Bahkan Kinan hanya mendapat hardikan saat mengunjungi rumah sahabat Daniel, Romi dan Huda. Ke dua orang tua Romi dan Huda menyalahkan Daniel atas apa yang menimpa mereka. Daniel dianggap sebagai provokator anak-anak mereka menjadi anak yang terjerumus ke dalam obat-obatan terlarang.Semenjak mengalami kecelakaan di rutan, Daniel ternyata tidak pernah bepergian jauh. Pun, mereka telah melaporkan Daniel Dash pada pihak berwajib.Hari ke empat, baik Kinan dan Jonathan tetap melakukan pencarian Daniel Dash. Mereka berpencar mencari Daniel ke seluruh tempat yang belum pernah mereka kunjungi. Kinan mendesah panjang saat kaki jenjangnya tiba di ujung sofa di ruang tamu. Dia merebahkan diri la
Jonathan baru sadar jika dia telah berbuat keliru dengan menyalahkan sang istri atas apa yang terjadi. "Dad, susul lah Mom dan minta maaf padanya, " seru Nuha menasehati sangat ayah mertua. Meskipun usia Nuha jauh di bawah Jonathan tetapi Jonathan tetap mendengar nasehat menantunya sebab nasehat bisa datang dari mana saja dan siapa saja. Jonathan pun menyusul Kinan ke kamarnya dan meminta maaf. Sementara itu Nuha masih terdiam di ruang keluarga dengan pikiran yang melanglangbuana. Dia masih berpikir tentang kebenaran cucunya Bik Sumi yang memiliki nama yang sama dengan nama teman kuliahnya yang meninggal dunia. Sewaktu Ayu Lita meninggal Nuha pulang ke kampung halaman karena pamannya tengah sakit sehingga Nuha tak sempat ikut berziarah ke pemakaman. Diikuti rasa penasaran yang tinggi, Nuha berjalan ke dapur hendak bertanya soal keberadaan Bik Sumi pada Tri sang koki rumah. "Pak Tri, apa Bik Sumi sudah pulang? " tanya Nuha dengan penuh telisik. "Bik Sumi sudah pulang kemarin mal
Wajah pemuda berambut pirang tersebut terlihat sangat pucat. Bibirnya yang berawal merah muda kini terlihat kering dan pecah-pecah. "Tolong! Aku haus," ucap pemuda tersebut lirih. Dia mengalami dehidrasi karena tidak minum selama dua hari. Dia telah berusaha melarikan diri dari penyekapan hingga sampai di tepi sungai tetapi beberapa pria bertubuh tinggi besar berhasil menangkapnya dan mengurungnya kembali di pondok tua. Pemuda yang tak lain Daniel Dash kini berada dalam kondisi memprihatinkan. Jika dia tidak segera dapat pertolongan maka dia pasti tidak akan selamat. Suara derit pintu kayu jati terdengar merambat ke telinganya. Sosok wanita tua yang familiar kembali mendekatinya dengan tatapan dingin. "Bebaskan aku! Aku bisa mengabulkan apapun yang kau mau," tukas Daniel Dash dengan suara yang lemah. Dia berusaha memelas dan menurunkan harga dirinya demi keselamatan dirinya. Wanita tersebut tiba-tiba berubah menjadi iblis dan menarik rambut panjangnya hingga seakan-akan mencabut
Nuha mengulangi pertanyaannya. "Siska, apa Ayu Lita teman sekampungmu? Aku ingin tahu, apa kau mengenal foto ini? "Nuha menunjukan foto Bik Sumi di ponselnya. Siska berkeringat dingin saat menatap lekat foto Bik Sumi. Kemudian Siska mengangguk. Dia akan bicara apa adanya, tetapi tanpa harus mengungkapkan apa yang dilakukannya pada Ayu Lita dulu. "Betul, Ayu Lita teman sekampungku. Foto itu foto neneknya. Nek Sumiati. Namun aku sudah pindah dari tempat itu sejak lama. Kenapa emang?""Dugaanku benar, "Nuha memejamkan matanya. Nuha teringat saat di pemakaman. Memang benar dugaannya, batu nisan yang bertuliskan nama Ayu Lita adalah nama yang sama dengan Ayu Lita teman kampusnya. "Um… mengapa kau tiba-tiba menanyakan hal itu? ""Kau tahu, neneknya almarhumah Ayu Lita bekerja di rumah Daniel Dash, " gumam Nuha. Nuha lupa jika pernikahannya dengan Darren masih rahasia. Dia bahkan tahu soal ART yang bekerja di sana. "Apa kau bilang?" Siska mengerjapkan matanya beberapa kali. "Sudah l
Maesarah menatap lama sebuah pondok kayu tua di tengah hutan pinus. Dilihat dari desain rumahnya, rumah yang lebih mirip pondok tersebut berusia sudah sangat tua tetapi masih berdiri kokoh. Tanaman liar tumbuh subur di halamannya. Namun keberadaannya sama sekali tak mengurangi keindahan rumah yang indah tersebut jika dilihat dari jauh. Jika dilihat dengan seksama dari dekat, maka siapapun akan menemukan sarang laba-laba yang saling terjalin simetris di beberapa sudut bagian luar rumah tersebut. Maesarah melihat ada jalinan benang laba-laba yang terputus di pintu pagar besi. Seakan ada seseorang yang memasuki area tersebut. Diikuti rasa penasaran yang tinggi, Maesarah mencoba mengintip pintu pagar tersebut. Ternyata pintu pagar dikunci dari dalam dengan kunci gembok. Maesarah meyakini jika ada orang yang memasuki pondok tua tersebut. Mungkin pemiliknya atau orang suruhan yang ditugasi untuk membersihkan halaman yang sudah dipenuhi rumput liar. Namun sebuah pertanyaan menggelitik pi
Bibir Jodi hendak bergerak untuk mengatakan apa yang terjadi sebenarnya pada Daniel Dash tetapi Darren Dash lebih dulu menanggapi perkataan Ksatria dengan anggukan. Seolah dia pun akhirnya mengetahui kebenaran tentang adiknya yang menghilang. Jonathan berpesan pada Jodi untuk merahasiakan kabar tersebut demi kebaikan bersama. Sebagai asisten Jodi tentu pandai memilah dan memilih informasi apa saja yang harus disampaikan pada Darren. Apalagi Jodi yang menggunakan ponsel khusus Darren saat bekerja. "Semoga Daniel segera ditemukan. Pasukan polisi telah disebar. Daddy mu juga sudah menyewa detektif. Kita tunggu saja mudah-mudahan kabar baik datang," tukas Ksatria dengan begitu polosnya. Dia pun langsung menyantap hidangan karena perutnya sudah tidak bisa diajak kompromi lagi. "Aku kira kasus Daniel akan naik ke persidangan. Um… aku harus berhadapan dengan papaku. Daddy mu memakai jasa Papaku. Jelas sudah, aku kalah," lanjutnya lagi di sela makannya. Darren masih setia mendengar perk
Tembikar terbelah bahkan tercecer di lantai di sebuah kamar bernuansa putih yang luas. Tak hanya itu kaca rias yang biasa dipakai untuk berdandan retak. Isi bantal pun berhamburan karena tusukan pisau yang membabi buta. Sang empunya kamar tengah mengamuk dan melampiaskan segala amarahnya melalui barang-barang yang berada di dalam kamar.Wanita cantik paru baya tersebut mengamuk bukan tanpa alasan. Dia menemukan sebuah fakta rahasia teramat kelam yang suaminya sembunyikan selama bertahun-tahun. Rahasia terungkap saat dia mengikuti suaminya yang pergi menuju rumah sakit tak sengaja.“Tunggu Pak Dion! Itu Bapak mau kemana? Kok kenapa mobilnya tidak menuju ke restoran malah lurus,” tukas Sahila pada supir pribadinya tatkala dirinya berniat menyusul suaminya pergi ke restoran.“Iya Bu, Pak Naufal mungkin mau pergi kemana dulu,” sahut Dion dengan santai berbeda dengan Sahila yang merasa tak enak hati. Entahlah, mungkin firasat seorang istri bisa merasakan insting telah terjadi sesuatu.Kemu
Malam menjelang tetapi Sahila masih enggan untuk turun ke bawah untuk makan malam. Padahal di bawah sudah ada Kania menunggu mereka. Kania belum mengetahui apa yang terjadi dengan ke dua orang tuanya. Naufal pun memilih bungkam karena belum siap menceritakan semua itu pada sang putri semata wayangnya dari Sahila. Dia tak ingin putrinya kecewa dengan masa lalunya. “Papa, apa kalian sedang bertengkar?” telisik Kania melihat sang ayah yang terlihat gelisah meskipun mati-matian berusaha bersikap normal. “Biasa orang dewasa. Sedikit berbeda pendapat,” dusta Naufal. “Sayang, kau bisa makan duluan. Papa akan membujuk Mama lagi,” “Baiklah, aku akan makan duluan. Kalian selesaikan masalah kalian dulu,” sahut Kania mengedikkan bahunya. Kemudian tangannya langsung menyambar piring dan sendok untuk diisi nasi dan lauk pauknya. Naufal tak menyerah untuk membujuk Sahila. Dia mengayunkan kakinya menuju kamar utama mereka. Dia kembali mengetuk pintu dengan harapan semoga saja istrinya kali ini lul
Setahun kemudian,Yusuf dan Farah kini sudah tinggal terpisah dari keluarganya masing-masing. Sebagai seorang suami yang bertanggung jawab, Yusuf membangun sebuah rumah mewah untuk istrinya. Tak kalah mewah dengan rumah keluarga istrinya.Karena Yusuf seorang yang paham agama sehingga ia meyakini bahwa ia harus memberikan yang terbaik untuk istrinya. Bahkan ia memberikan nafkah terbaik, lebih baik dari apa yang istrinya dapatkan dari ayahnya. Yusuf bekerja keras di perusahaan sang ayah. Ia juga menjadi dosen di salah satu perguruan tinggi swasta di akhir pekan untuk mengamalkan ilmunya dalam ilmu Quran dan hadist. Selain itu, pemuda tampan itu membuat buku dan banyak melakukan seminar dan workshop sebagai seorang penulis dan pendidik.Malam itu, Yusuf pulang terlambat ke rumah. Tepat pukul sembilan malam, ia baru saja memarkirkan kendaraan SUV miliknya di halaman rumahnya yang sangat asri.Rumah itu dibangun di atas lahan hektaran. Pemuda yang visioner itu ingin kelak memiliki banyak
Perlahan, Yusuf pun melepas jilbab Farah dan tersenyum menatapnya. Tangannya dengan lembut melepas ikatan rambut Farah hingga membuat rambutnya terburai. Rambutnya yang hitam nan panjang mencuri atensinya.Tanpa sàdar, Yusuf merengkuh sejumput rambutnya yang halus kemudian menciumnya seraya memejamkan matanya. Farah menatap suaminya dengan tatapan penuh damba. Pemuda tampan itu kita sudah menjadi miliknya seutuhnya.“Yusuf, aku mau mandi,” ucap Farah dengan gugup. Berdekatan dengan Yusuf sungguh membuat tubuhnya panas dingin. Ia butuh waktu untuk beradaptasi dengan suaminya.“Tentu, Sayang,” jawab Yusuf sembari berdiri. Pemuda tampan itu berjalan menuju lemari dan mengambil handuk. Kemudian ia menoleh ke arah Farah yang masih sibuk merapikan aksesoris pengàntin. “Sayang, ini handuknya. Aku taruh di atas nakas.”Dipanggil dengan sebutan sayang, Farah semakin salah tingkah. Ia lantas berpikir nama panggilan untuk suaminya. “Yusuf, aku harus memanggilmu apa? Hum, meskipun kita seumuran, k
Sebulan berlalu. Persiapan pernikahan Farah dan Yusuf sudah rampung. Hari bahagia yang dinantikan itu telah tiba. Setelah melewati berbagai macam ujian dan rintangan dalam kisah cinta mereka, akhirnya, Farah dan Yusuf bisa bersanding di sebuah tempat yang sakral dan suci.Pagi itu, pukul 09.00 WIB Farah dan Yusuf akan melangsungkan akad walimah yang diadakan di ballroom salah satu hotel bintang lima milik sang ayah. Di pelaminan, Yusuf dan sang ayah—Attar serta pamannya sudah bergabung dengan keluarga inti pihak perempuan; Darren Dash, Jonathan Dash yang kini sudah duduk di kursi roda, Naufal Alatas, Daniel Dash, penghulu, dan saksi. Di tempat yang berbeda Farah ditemani sang ibu dan keluarga perempuannya menunggu detik demi detik acara yang sakral itu dimulai. Pernikahan diadakan secara syariat di mana pihak lelaki dan perempuan dipisah.Suara microphone mulai menggema. Seorang MC mulai mengarahkan acara hingga tibalah waktunya Yusuf mengucapkan kalimat ijab qabul dengan lantang. Set
Darren mendapat telepon dari asistennya yang mengatakan bahwa putrinya mengendarakan mobil mewahnya dengan sangat cepat menuju pantai. Ia terkejut mendengarnya dan langsung berniat menyusul putrinya. Ia memiliki firasat buruk. Semenjak pagi ia merasa tak enak hati. Ia terus memikirkan putrinya.Tak biasanya putrinya pergi bepergian jauh tanpa mengabarinya. Terdengar aneh bukan!Darren Dash semakin tersulut emosi saat ia berada di jalan menuju pantai yang biasa putrinya kunjungi, ia melihat mobil Yusuf berada di depannya. Tak lain tak bukan, pemuda itu juga terlihat akan pergi ke pantai. Bahkan ia melajukan kendaraannya dengan sangat cepat. Sisi lain, Darren Dash memilih memelankan laju kendaraannya karena ingin tahu apa yang mereka lakukan di pantai berduaan. Tak bisa dibiarkan! Farah sudah keterlaluan.Darren berzikir untuk mengendalikan emosinya. Ia pun melihat mobil milik Yusuf sudah terparkir di area parkir yang luas area pantai. Pria dewasa itu terus melangkahkan kakinya, berjal
Setelah kejadian kecelakaan tadi, Yusuf tergesa-gesa mengejar kembali Farah meskipun kendaraannya ketinggalan jauh. Pemuda itu hanya mengkhawatirkan kondisi gadis itu yang tengah kalut. Kabar tentang cerita masa lalu ke dua orang tuanya sungguh melukai batinnya. Saat ini gadis bermanik hazel itu belum menerima fakta mengejutkan itu.“Argh! Farah jangan bertindak bodoh!” geram Yusuf usai membanting ponselnya hingga terbanting ke atas kursi. Beruntung, ponsel itu tidak jatuh ke kolong kursi mobil.Nomor telepon Farah tidaklah aktif. Yusuf hanya bisa menghela nafas berat mengingat karakter Farah yang memang keras kepala.“Allah, lindungilah Farah. Amin,” gumam Yusuf tak henti-hentinya berzikir. Yusuf mengedarkan pandangannya mencari mobil putih milik Farah. Sial, di jalan yang dilewatinya ada banyak mobil putih namun bukan mobil Farah barang tentu. Mobil Farah termasuk mobil mewah.Yusuf pun menepikan mobilnya menuju pom bensin terdekat. Ia akan mengisi bahan bakar terlebih dahulu untuk
Semua orang yang berada di cafe panik saat melihat adegan yang terjadi di antara Farah dan Elia.Tanpa belas kasih, Elia mengambil cangkir kopi dari nampan—yang dibawa pelayan kemudian menumpahkannya pada wajah Farah dengan gerakan yang sangat cepat.Namun, sebuah pertolongan datang. Dengan gerakan yang lihai dan gesit, sosok pemuda tampan maju, berusaha melindungi Farah. Ia memeluk Farah. Meski tidak benar-benar memeluk karena ke dua tangannya tidak menyentuh tubuh gadis itu.Farah hanya memejamkan matanya reflek saat air cipratan itu mengenai pipinya. Namun saat ia membelakan matanya, ia tersentak kaget, karena Yusuf berada di sana melindunginya dari aksi keji Elia. Kini punggung Yusuf yang terkena cipratan kopi yang panas itu.“Yusuf,” imbuh Farah dengan berurai air mata. Entahlah, perasaan Farah berkecamuk. Cerita dari bibir Elia tentang ayahnya dan menatap Yusuf yang selalu saja menjadi garda terdepan dalam menolongnya, membuat lelehan air mata terus menerus menetes.Tatapan Yusuf
Di sebuah ruang keluarga bernuansa mewah, terlihat sepasang suami dan istri yang sedang duduk berdua sembari menikmati tontonan chanel luar negeri—yang tengah menampilkan sebuah destinasi wisata di Eropa.“Mas, indah sekali ya? Aku pengen jalan-jalan lagi sekeluarga. Berkeliling Eropa dan menikmati musim semi yang indah di sana.”Nuha mengungkapkan keinginannya saat tatapannya tertuju pada colosseum Roma yang berdiri pongah.Darren hanya mengangguk pelan. Meskipun raganya berada di sana, namun pikiran Darren terseret pada memori-memori kelam nan buruk yang seringkali menghantuinya.“Mas, ini salad buah yang diminta,” ucap Nuha pada suaminya ketika ART menaruh semangkuk salad untuk menemani waktu rehat mereka. Darren pun melirik pada mangkuk salad kemudian ia berusaha mengambilnya.PrangTiba-tiba saja Darren menjatuhkan mangkuk salad buah itu. Namun dengan sigap, ART sudah langsung membereskan kekacauan yang ada. “Mas, kenapa?”Nuha terkejut saat melihat suaminya yang tampak syok dan
Dua orang wanita cantik berbeda usia sedang mengobrol di sebuah cafe. Suasana terasa tegang saat wanita berusia kepala lima itu mulai bercerita. Sebetulnya, wanita itu enggan bertemu dengannya setelah apa yang terjadi. Namun karena gadis muda itu bersikukuh akhirnya mau tak mau ia pun mengiyakan permintàan.Di sinilah mereka berada. Sebuah rooftop yang terletak di lantai dua sebuah kafe kopi yang berada tak jauh dari rumah sakit di mana gadis itu bertugas.Mereka adalah Farah dan Maesarah. “Jadi … Om Attar itu mantan tunangannya ibuku?”Farah pun menimpali cerita yang baru saja ibunya Yusuf katakan. Gadis bermanik hazel itu bertanya sekedar untuk mengkonfirmasi.Malam itu, Farah tak sengaja mendengar percakapan yang terjadi di antara ibunya dan tantenya. Namun percakapan itu hanya sekilas sehingga ia dilanda penasaran.Jika Farah bertanya pada mereka, ia yakin mereka tidak akan memberikan jawaban apapun yang memuaskan hatinya.Oleh karena itu, Farah berinisiatif bertanya langsung pad
“Mas kenapa sih? Bete begitu!” beo Daniel pada sang kakak yang sedari tadi terlihat tidak fokus dalam bekerja. Daniel Dash sengaja datang ke kantor kakaknya, membawa sejumlah kontrak kerja hingga menjelaskan laporan soal saham perusahaan. Namun Darren Dash hanya terdiam dengan tatapan yang kosong mirip orang kesambet setan.Lama kelamaan Daniel mulai jenuh melihat respon kakaknya—yang seakan tidak menghargai usaha dirinya. Padahal ia sangat sibuk. Namun demi menyampaikan amanat perusahaan ia mengunjungi kantor pusat PT Jonathan Dash Group. “Mas Darren aku pamit pulang! Lain kali saja aku melapor,” ucap Daniel Dash kemudian membereskan berkas penting perusahaan dan memasukannya kembali ke dalam tas miliknya.“Tunggu! Apa? Kau bahas apa tadi? Sorry, Mas lagi banyak pikiran, jadi gak fokus,” imbuh Darren mengklarifikasi. Seharusnya, Darren juga bisa menahan diri untuk tidak melamun saat jam kerja. Namun siang itu seperti siang sebelumnya, ia masih kepikiran soal omongan Attar dan sikap