Aku berada di tengah hamparan bunga-bunga putih yang sedang bermekaran. Semerbak harum mewangi menusuk indera penciuman. Sejauh mata memandang hanya hijau dan putih sedikit kuning kemerahan. Kicauan burung dan kupu-kupu beterbangan saling bersahutan. Indah dan tak pernah kulihat sebelumnya.Apakah aku sedang berada di surga?Air mata bahagia mengalir dari sudut mata. Wajah berhias senyuman mengembang tiada henti. Langkah kaki ini seperti melayang tak menapak bumi. Terasa ringan tanpa beban.Irama gemericik air di setiap petak pohon bunga yang tertata bak permadani. Mengalun indah mengiringi tarian berbagai keindahan sejauh radar penglihatan. Aku ingin tinggal di sini."Nisa ... kembalilah, Nak ...!" Suara Ayah menggema dari langit yang berpelangi.Aku mendongak mencari sumber suara Ayah. Mataku hanya menangkap pemandangan tak biasa. Langit bagai terbelah dua, hitam pekat dan cerah terang kebiruan. Tubuhk
Nafasku kembali sesak, seperti tak bisa lagi menghirup oksigen dengan leluasa. Dadaku naik turun, tangan dan kaki seperti menghentak dengan sendirinya tak terkontrol. Tubuhku menggigil hebat. Sakit seperti tertarik dari ubun-ubun. Aku tercekik dan akhirnya terbatuk- batuk bersamaan dengan cahaya menyilaukan menembus retinaku."Alhamdulillah ...," seru Kak Fahd memelukku erat dan menciumi kepalaku.Masih dengan matanya yang basah dia tersenyum menggumamkan kalimat syukur berulang kali."Aku kenapa, Kak?"Dia hanya menggeleng dan memeluk lagi, lebih erat dari sebelumnya."Terima kasih telah kembali, Sayaaang ...," Perlahan mengurai pelukan, dia menatapku berbinar."Aku kenapa?" ulangku dengan pertanyaan yang sama."Saya pikir kamu sedang sakaratul maut. Saya sudah pasrah dan ikhlas, tapi ... saya ... ak–aku ... sudah merasa, ak–aku belum mau kehilangan istri, ak–aku ... sayang kamu, Annis
POV Aldo"Gimana Al? Gue ancurin Dina dan Papanya, Lo ancurin Annisa, si cupu itu? Deal?" ulang Nathan untuk kesekian kalinya."Gue nggak janji, Nat! Apa salah cewek cupu itu? Kenapa harus dia?"Nathanael adalah sobat kecil gue sejak sepuluh tahun terakhir. Cowok keturunan Negeri Tirai Bambu itu satu-satunya teman berbagi cerita yang bisa dikatakan senasib dengan gue. Kedua orang tuanya bercerai dan Papinya sering membawa perempuan ke rumah. Dia selalu lari lewat pagar belakang yang langsung tembus ke kolam renang rumah Papa Agung.Ya, Bunda meninggalkan Ayah dan Ninis lalu menikah dengan Papa yang seorang kaya raya. Tapi setelah itu, Bunda tak pernah lagi punya waktu buat gue. Selalu pergi ke luar negeri bersama Papa dan Dina, anak kandung Papa Agung Sanjaya dengan mendiang istri pertamanya.Mama, begitu gue harus manggil Bunda setelah duda pengusaha properti itu menggantikan posisi Ayah. Bahkan identitas gue berubah
POV Aldo"Bisa-bisanya sih lo kenal dan deket ma tuh ustadzah wanna be, Al?" ejek Marvel, salah satu temen geng gue."Biarin napa? Es batu mulai mencair tuh! Bukannya bagus? Kita terbebas dari ke-absurd-an dia kalo lagi sensi?" Zian menimpali sembari terbahak menepuk pundak gue."Cakep! Makan tuh ustadzah! Jodoh buat lo yang dari kapan tau nglarang kita-kita nyimeng lah, dugem lah, bla bla bla, kemakan parno lo sendiri kan? Selamat! Lo dapet yang lebih solek kahh ...." Marvel kembali mencibir dengan desahan di akhir kalimatnya, kemudian tawa kami pecah.Temen nggak ada akhlak emang mereka ini! Serusak-rusaknya gue and the geng, kita punya batasan yaitu nggak ada yang boleh ngerugiin orang lain. Boleh seneng-seneng, hura-hura asalkan masih peduli dengan sekitar.Contoh kecil aja rokok, satu hal yang mungkin bagi sebagian remaja, tuh, adalah hal biasa dan katanya nggak dikatakan anak gaul, kalo nggak nyobain tembakau hisap it
"Ehm ... Nis ... apa pendapat lo tentang pacaran? Apa itu termasuk dosa dan larangan agama?"Yes! Gitu aja kalimatnya, lebih beda dan mungkin akan mengecoh. Bikin dia percaya kalo gue ini emang cowok yang berbeda. Bukan sekedar cari kesenengan doang dari dia. Brilian emang, otak lo, Al! Hahahay!Malam ini di depan wastafel kamar mandi gue ngoceh sendiri. Selama hampir tiga bulan gue udah makin deket dan nyaman sama Nisa. Gue bakal buktikan cinta gue ke dia dengan janjian di suatu tempat. Beruntungnya dia mau diajak ketemuan asalkan pulangnya sebelum jam sembilan.Sore hari gue udah siap-siap pake baju paling keren, parfum yang pasti harumnya nggak bakal dia lupa.Sempurna!Gue yakin banget dia nggak bakal nolak ajakan gue buat jadian malam ini. Mengikat janji sehidup semati, selalu bersama dalam suka maupun duka selamanya."Tapi Al ... gu–gue ... nggak mungkin dibolehin keluar malam lagi setelah ini, kalo gue pulan
"Al! Lo udah denger Nisa ditabrak mobil pas keluar dari hotel selesai pemotretan, barusan?" suara Marvel berdengung di speaker ponsel gue sesaat setelah ban mobil berhasil dipasang montir panggilan."Apa lo bilang? Barusan Nisa masih chat gue, kok! Lo denger dari siapa?" Gue berteriak kaget dan sedikit mengumpati Marvel di telpon."Sempat ada yang lihat sebelum kontennya hilang! Coba liat live storynya dia barusan, kalo masih muncul, sih? Banyak yang bilang cuma settingan, makanya gue tanya, lo yang lebih tau?" cerocosnya.Panggilan Marvel berakhir dan gue langsung coba buka akun dia yang terhubung juga ke ponsel gue."Kapan Nisa ganti passwordnya? Kenapa ganti? Shit!!"Gue coba berulang kali tapi gagal memasukkan kata kunci akun Nisa. Sepertinya dia sudah menggantinya tanpa sepengetahuan gue.Hati ini mulai tak tenang dan panik, gue cari di setiap rumah sakit terdekat dengan lokasi terakhirnya. Tapi
Sedikit teralihkan dengan nama Dimas yang secara kebetulan bisa sama dengan nama Ayah. Gue tiba-tiba keinget mimpi Subuh tadi di parkiran. Pertanda apa ini semua?"Di rumah sakit mana Nisa dirawat? Apa Anda tahu?" gue tanya lagi setelah beberapa saat terdiam.Pertanyaan gue hanya dijawab gelengan dan permintaan maaf. Akhirnya gue putuskan mengulang pencarian gue ke rumah sakit dengan nama Dimas. Di tiga tempat nihil, gue coba tambahkan klue nama panjang ayah, tapi juga tak ada. Berhari-hari keliling Jakarta dan sekitar daerah tempat tinggal Nisa, tetap tak menemukan kejelasan sama sekali. Bahkan di laman berita pun ramai mempertanyakan menghilangnya An Kha.Beberapa hari gue cari bolak-balik ke rumahnya yang masih sama seperti kemarin, sepi.'Siapkan semuanya terbang ke Singapura, tiket dan akomodasi perpindahan jurusan sudah disiapkan sekretaris baru Kamu. Cepat pulang!'Pesan dari Papa masuk ke ponsel gue saat
Makanya gue pengen punya keluarga bahagia bersama Nisa. Satu-satunya perempuan yang bisa buat gue berubah, dia adalah rumah ternyaman. Tapi dia di mana, sekarang?"Gue emang terkekang oleh aturan ayah, Al ... tapi hati gue nggak buta untuk bisa melihat kasih sayang ayah ke gue. Semua aturan yang diterapin ke gue itu adalah buktinya. Sebagai seorang yang beriman, dunia emang penjara. Karena bagi Allah, bandingan dunia hanyalah setetes air yang menempel di jari kita ketika mencelupkannya ke lautan."Dan akhirat adalah lautan itu sendiri. Tak ada seujung kukunya, kan? Jadi, biarlah gue seperti ini, dan jika emang lo keganggu sama penampilan dan sikap gue di sekolah ini, jauhin gue dari sekarang!" Kalimat panjang Nisa saat pertama kali bertemu dan dia nolak kenalan di sekolah, membuat gue sekarang sadar telah kehilangan ayah untuk selamanya."Ayah ...," gue bergumam sambil mengusap pipi basah ini.Dia adalah sosok yang benar-benar sayang dengan s