Ambulance yang membawa jasad bapak mertua udah sampai di pondok dengan selamat. Aku lah yang membawa mobil Akang karena gak sedikit pun membiarkan dia mengemudi apalagi tidak fokus. Tapi aku begitu syok melihat lautan manusia yang berkerumun untuk mengiringi kepergian Kiayi tersohor ini."Bapaakk, ibu di sini pak, ibu di sini. Jangan tinggalkan ibu!" Aku menyuruh salah satu santri yang pandai mengemudi untuk langsung mengambil alih mobil agar tidak macet, Akang menggotong jenazah sedangkan aku menenangkan ibu karena sepertinya Clara dan Nadine sedikit kewalahan.Aku meraih tubuh ibu, memeluknya dengan sangat erat supaya beliau kembali tenang.Walau sulit diterima, namun kita harus tahu bahwa semua yang bernyawa pasti akan mati sesuai ajalnya atas izin, takdir dan ketetapan-Nya. Siapapun yang ditakdirkan mati pasti akan mati meski tanpa sebab, dan siapapun yang dikehendaki tetap hidup pasti akan hidup.**Pemakaman bapak mertua aku udah selesai dilaksanakan, dan Akang kelihatan masih
Mataku perlahan-lahan terbuka setelah kurasa aku tidur cukup lama. Badan rasanya remuk banget, tulang-tulang longgar, untung buatan Allah, kalau buatan manusia mungkin baut dan sekrup nya udah pretelan."Hai, udah bangun Ay?" Tadinya wajah orang di depanku itu kelihatan samar, setelah mataku terbuka sempurna, barulah aku bisa melihat wujud Akang tengah duduk di samping kepalaku dan membelai rambutku dengan lembut.Ya Allah, seketika aku ingat bahwa di luar pasti banyak tamu."Maaf ya Akang, aku tidak di luar tadi. Aku ngantuk dan pengen istirahat sebentar," kataku memandang wajah Akang yang kelihatan menyimpan rasa sedihnya itu."Maafkan saya ya, saya kurang perhatian beberapa hari ini. Ketika saya pulang dari sholat dzuhur saya lihat kamu tertidur pulas, saya merasa bersalah."Di saat dunianya hampir roboh, dia masih aja mengkhawatirkan aku yang padahal gak kenapa-kenapa sama sekali. Aku memang merasa mual tadi, kalau dipaksakan menerima tamu, takutnya menambah beban buat mereka. Mak
Akang membuka surat itu dan kami berdua memutuskan untuk membacanya."Barokallah Husein, kamu ingat tidak gambar di kue ini? Kue ini adalah imitasi dari kue ulang tahun yang bapak berikan padamu saat ulang tahun pertamamu. Pembuat kuenya agak kesusahan, tapi akhirnya berhasil juga. Kalau kamu membaca surat ini, artinya kamu sudah menerimanya. Dimakan sama istrimu ya, tapi jangan lupa kasih ibumu juga."Belum apa-apa, masih kalimat pembuka aja sudah bikin aku dan Akang terisak, sepertinya surat dari bapak bakalan berhasil bikin kita berdua nangis kejerrr."Akting bapak bagaimana, keren kan? Bapak berusaha tidak pernah memperlihatkan kesakitan ini kepada semua orang, karena bapak tidak mau membuat orang-orang hanya fokus pada kesehatan bapak. Bapak mau kalian melanjutkan hidup seperti biasanya, terutama kamu Sein."Akang sudah gemetar memegang surat itu."Kalau kamu tahu bapak sakit, kamu tidak akan memiliki kesempatan untuk meluluhkan istri kamu. Kamu hanya akan mengantarkan bapak bero
"Udah biasa disuntik ya, jadi udah gak meringis lagi, hehehe." Dia sih ngajak bercanda, tapi entah kenapa aku menanggapinya justru sedikit panik.Dibalik aku yang gak meringis itu, tersimpan kebohongan lain. Tapi ingsyallah jika Akang tahu, dia pasti akan bahagia."Begitu ya, hehe." Aku menimpalinya dengan singkat.Akan aku umumkan ketika kita sudah kumpul semua di rumah. Gak lupa, Clara dan Nadine juga harus tahu, ingsyallah aku mau menyiapkan pesta kecil-kecilan untuk mereka.Begitu sampai di pondok sekitar habis ashar, ternyata kita berdua lihat orang-orang ramai sekali di rumah ibu, seperti kedatangan tamu."Siapa ya?" tanya Akang.Akang menggandeng tanganku dan berjalan menuju rumah ibu, rupanya ada pakan Muhlil di sana."Assalamualaikum, walah ada paman toh," ucap Akang dan menyalami tangan pamannya itu, disusul denganku juga."Dari mana kalian? Kebetulan ada kamu, sini paman mau diskusi sesuatu dulu."Adudu, ada apa ini? Kenapa perasaanku sedikit gak enak ya?"Ada apa paman?"
Kedua matanya kelihatan terbuka lebar pas aku kasihkan gambar USG hitam itu padanya.Ya Allah, matanya amat berbinar menatap lekat-lekat foto buah hatinya itu."Ini? Ini serius s-sayang? Tapi kan kamu?" Ia keburu ingat kalau aku dalam masa program penundaan kehamilan, tapi aku jelaskan yang sebenarnya."Bulan ketika Akang gak bisa antar aku, aku pergi sama Clara. Tapi, di klinik terdekat dan aku memang niat KB tapi sambil minta USG untuk memeriksa bagaimana keadaan rahim aku sekarang. Apa sudah bagus atau belum, karena terakhir kali aku kuret."Itu memang kejadian yang sebenarnya tanpa ada yang aku tutup-tutupi."Tiba-tiba hari itu, aku sedikit terenyuh saat melihat foto bayi dalam pangkuan ibunya. Air mataku menetes, dan aku ingin seperti di foto itu, jadi saat bidan mau menyuntikkan itu, aku menolak dan bilang bahwa aku akan berhenti KB. Bidan gak bisa berbuat banyak selain mengikuti apa kata pasiennya. Tapi aku tetap merahasiakan ini dari Akang."Air matanya satu persatu menetes sa
Kecewa? Tentu saja, karena kita gak punya planning lain lagi.Aku gak tahu ke depannya Akang akan mengambil keputusan apa, apakah dia bakalan jadi ke Kairo atau tidak.Kenapa harus Kairo? Akang adalah lulusan terbaik waktu di sana, dan dia diberikan beasiswa full jika ingin melanjutkan s2 dalam rentan waktu 10 tahun ke depan, ketentuannya seperti itu.Karena baru lima tahun, otomatis beasiswa itu masih berlaku kan? Sayang sekali untuk disia-siakan jika memilih s2 di Indonesia. Bukan tidak ada universitas baik, tetapi kalau di sana, Akang bisa sekalian belajar memperdalam ilmu tafsir yang menjadi prodi utama Al-Azhar.Kualitasnya sudah terjamin, gitu lah bahasa gampangnya.Jadi, kalau mau meneruskan kuliah alangkah baiknya tetap memilih Al-Azhar, Kairo.Kita berdua udah sampai di rumah dalam keadaan yang bener-bener lesu dan gak semangat sama sekali.Dalam benakku, aku tidak mau berpisah karena aku sedang hamil, aku tentu perlu suamiku ada dan memperhatikan setiap perkembangan janinny
"Ibuuu, lagi sibuk?" panggil Akang ketika kita berdua mendatangi ibu di rumahnya. Sepeninggal bapak, ibu lebih sering beraktivitas di rumah. Mengajar anak-anak kecil mengaji iqro, setelah itu istirahat di kamar.Mungkin beliau masih sedih dan membutuhkan waktu lebih lama untuk move on setelah kehilangan Bapak, berbeda dari yang lainnya."Tidak sih. Kalian sudah makan malam? Mau ibu masakin?""Enggak Bu, Husein mau memberikan kabar baik buat ibu."Akang, dan ibu serta aku sudah duduk di ruang keluarga segera untuk berdiskusi."Ada apa nak?""Ini Bu, semoga ibu sedikit bahagia setelah melihat ini." Akang menyerahkan foto hasil USG pada ibu."MasyaAllah ini apa Sein? Istrimu sedang mengandung lagi?"Akang mengangguk cepat, "alhamdulilah ibu. Pelipur lara untuk kita semua di saat bapak pergi. Mereka kembar, langsung dua dari Allah."Ibu menangis, air matanya turun tanpa bisa dibendung. MasyaAllah, akhirnya ibu bisa tersenyum setelah sekian hari tampak murung."Alhamdulillah ya Allah, teri
Dua hari ini, aku kehilangan Akang. Iya maksudnya dia lebih sering itikaf di masjid, sampai larut malam. Kadang dini hari baru pulang, setelah itu tidur tanpa bisa aku ganggu.Sebelumnya dia sudah bilang kalau dia mau mencari jawaban yang terbaik, tolong kasih saya waktu.Tapi melihatnya berpikir sendirian itu menyakitkan sekali, sepertinya dia gak kunjung mencari jawaban? Bagaimana kalau akhirnya kita menghabiskan waktu seperti ini terus kalau pada akhirnya Akang tetap pergi?Seperti kata ibu, aku harus berkorban kalau mau mendapatkan sesuatu yang lebih besar, toh Akang juga bukan untuk bersenang-senang. Aku harus membantunya berpikir bahwa meninggalkan aku adalah pilihan yang terbaik.Ini sudah hampir jam enam pagi, setelah sholat subuh dia belum juga kembali ke kamar. Aku juga udah selesai sholat subuh, dan mengheningkan cipta di sisi kasur. Sedih awalnya, tapi aku gak boleh egois. Akang memang ditakdirkan pergi untuk kemaslahatan umat kenapa aku tahan-tahan?Pintu sedikit terbuka
POV: USTADZ HUSEINAlhamdulillah, jazakumullah ya Allah, tidak lelah lidah hamba mengucapkan kata syukur atas nikmat yang Allah berikan pada saya.Di usia yang menginjak 31 tahun ini, saya hanya ingin menghabiskan sisa waktu yang ada bersama istri, anak-anak, juga ibunda saya.Mereka lah penguat, penyemangat, penyembuh segala kerisauan yang selama ini saya rasakan.Terutama untuk istri saya, dia adalah wanita yang sangat hebat, wanita yang selalu membuat saya jatuh cinta ketika memandangnya. Wanita yang hanya akan saya cintai hingga akhir menutup mata. Apa yang terjadi pada kita terakhir kali di Korea sana, menjadikan saya banyak berpikir untuk lebih bijak dalam mengambil keputusan. Pertama, urusan apapun itu sebelum saya berkata iya atau tidak sebaiknya didiskusikan dan cari jalan keluarnya.Karena sejatinya, subhanallah wanita adalah mahluk yang harus kita sebagai laki-laki duluan lah yang mengertinya.Semakin kita egois, seorang wanita akan semakin kuat dengan pendiriannya.Saya
Aku membanting pintu taksi dengan kuat, setelah sebelumnya memberikan ongkos taksi sesuai tarif.Aku berlari menuju loket informasi, karena 30 menit lagi pukul empat sore."Excuse me, i wanna ask about the plane to Jakarta-Indonesia with Zhara Airline, already departed?"Dia memeriksa komputernya, dan menatap aku lagi. "No yet, now is waiting to boarding pass.""Oh, thank you." Informasi itu cukup meyakinkan aku bahwa aku tidak terlambat, lantas aku langsung saja berlari menuju gate 3 sesuai yang tertera di layar informasi.Aku gak mau kehilangan Akang, aku harus pulang bersama dia. Walau kakiku lelah, tapi aku berusaha mencarinya.Sampai akhirnya aku menemukan seorang laki-laki yang pakaiannya sangat aku kenal. Jas itu, adalah kado ulang tahun dariku, yang katanya jas favorit dan selalu dia pakai dalam momen penting. Dia berdiri menghadap ke jendela sambil memperhatikan prepare pesawat yang siap terbang.Lalu, perlahan-lahan aku berjalan mendekatinya dan dari arah belakang, aku mel
Aku heran, hatiku sepertinya mati sampai gak merasakan kesedihan sama sekali, bahkan sampai Akang lah yang mengantar aku sampai memesankan taksinya.Aku malah justru merasa bangga pada diri sendiri, karena aku berhasil menang dalam pertempuran kali ini.Biarlah, Akang merasakan rasanya harus mengalah dalam satu situasi.Ingat tidak? Dalam keadaan hamil, aku harus merelakan dia kuliah di luar negeri? Tiga tahun lamanya.Masa kali ini, untuk beberapa bulan aja dia gak sanggup? Gantian dong!Aku menatap ke luar jendela dan memperlihatkan bangunan yang tinggi dan megah itu. Kapan aku bisa setenar itu di sini?Tapi kok lama-lama, mataku ngantuk ya? Rasanya, aku pengen tidur sekejap saja untuk menghilangkan rasa kantuknya. Akhirnya, perlahan-lahan, kelopak mataku mulai sayu, dan pandanganku sedikit kabur. Sepertinya aku tertidur!!***"Jeogiyo Agashi, ulineun dochaghaeshi-imida." ( Permisi Mba, kita udah sampai)"Jeogiyo Agashi? Jhaisso-yeo?" (Apa kamu tidur?)Hah, Akang!!!!Gak sengaja aku
Satu Jam Yang Lalu~~~~Aku membuka pintu kamar hotel, karena keputusan aku sudah bulat, untuk sekali ini aja, izinkan aku menggapai impianku, biarkan suamiku mengalah, karena gak melulu harus aku yang kalah.Tapi setibanya aku diluar kamar hotelku, Akang kembali menghentikan langkahku dengan rasa panik yang luar biasa."Ya Allah Ay, tidak bisa kah berikan saya kesempatan untuk bicara sama kamu?"Ku jawab dengan menggelengkan kepala.Ada orang yang lewat, baik itu sesama tamu hotel, atau pegawai yang melihat keributan dari kita berdua. Tapi sesudahnya, mereka langsung saja acuh, karena rata-rata orang di sini, sangat tidak peduli dengan urusan orang lain."Oke sayang, oke! Ayo kita masuk dulu ke dalam dan biarkan saya sholat sunah dua rakaat dulu."Masuk ke dalam? Tidak mau lah, tentu! Sama saja menyuruh aku untuk berubah pikiran lagi, seandainya aku masuk ke dalam. "Aku mau pergi sekarang!" "Oke, Ay oke! Tunggu 10 menit di luar sini saja, ya. Kamu mau pergi dengan ridho saya atau t
Aku ingat, aku ingat laki-laki itu siapa.Aku ingat semua yang aku alami bersamaan laki-laki itu, dia adalah suamiku. Dia adalah laki-laki yang aku cintai, laki-laki yang cuma menjaga pandangan matanya untukku. Laki-laki yang mencintai aku lebih dari dirinya sendiri.Ya Allah, ini apa? Kenapa aku kembali pada tubuhku di lima tahun yang lalu?Kenapa dia tidak mengenali aku, kenapa dia berkata aku bukan muhrimnya.Sial! Aku mengumpat berkali-kali, tapi rasanya kata-kata itu tidak bisa dikeluarkan dari dalam mulutku. Aku hanya mengatupkan bibir, sambil terus mengeluarkan air mata yang semakin deras ini.Aku gak mau kehilangan dia!Aku gak mau dia tidak mengenali aku!Ya Allah, ingin rasanya aku teriak dan berkata dia suami aku! Mataku melihat dia yang sedang duduk bersila itu, sambil memegang mikrofon dan membaca sholawat pembuka.Bagaimana cara aku mengingatkan laki-laki itu, supaya dia juga ingat bahwa kita suami istri?"Ay, kenapa kamu nangis?" Seorang laki-laki bernama Reza itu tiba
Sepertinya tubuh aku dipaksa untuk melewati detik demi detik yang lagi berjalan ini, walaupun serasa seperti melayang, karena kaki aku tidak terasa menapak di bumi. Dari aku selesai mandi, pakai baju gamis yang udah disediakan, memakai riasan, aku seperti gak hidup.Menatap wajah aku di cermin, semua begitu abu-abu. Apa aku berada dalam dimensi lain? Apa aku sedang traveler ke lain waktu?Semua ambigu sekali.Tapi ya sudahlah, mungkin badan aku lagi gak sehat, jadinya pikiran aku kacau. Aku pun segera memakai jilbab, yang sebelumnya benda itu sangat jarang aku sentuh.Potongan sebuah momen pun tiba-tiba terlintas dalam benakku, ketika aku memasang jarum pada jilbab ini."Demi Allah, saya janji tidak akan pernah menyentuh tubuh Mba jika bukan Mba yang mengizinkannya. Saya janji tidak akan mengekang hidup Mba jika mba tidak melewati batas. Silakan hidup seperti biasanya, jika hijab masih berat silakan lakukan pelan-pelan. Cukup berbusana yang menutup tangan dan kakinya, ingsyallah saya
Hoaaammm... Alarm ini, kalau gak dimatikan rasanya bakal terus berdering sampai kiamat. Dengan malas aku meraih ponselku dan meski tanpa melihatnya, aku udah berhasil mendiamkan bunyi-bunyian yang melengking itu.Setelah menggeliat ke kiri dan ke kanan, aku menguatkan diri untuk bangun meski medan magnet antara tubuhku dam kasur ini kuat sekali."Jadwal gue, apa aja hari ini?"Tanggal 28 Januari, jadwal Reynata adalah pemotretan produk air mineral, dan icon ekspedisi yang terbaru. Syukurlah, mereka memakai aku untuk menjadi brand ambassador-nya, mereka gak salah pilih artis.Setelah dirasa tubuhku siap berdiri, aku langsung turun ke lantai bawah menemui menegerku."Morning Rey Kim, nyenyak tidurnya?"Aku sedikit terpaku melihat rumahku yang tertata lebih rapi, dan digelar karpet juga banyak hidangan di sana."Apa ini Om?" (panggilan Reynata untuk Pak Danu.)"Loh gimana sih, lupa ya? Hari ini kan selamatan rumah lo Rey, sekarang berkat kerja keras lo memilih peran itu, lo udah menghas
"Akang, aku dapat tawaran ini. Main di sebuah drama, jadi pemeran figuran. Untuk jilbab, nanti akan diganti rambut palsu, dan jangan khawatir sama baju. Aku akan dikenakan baju panjang setiap scene-nya"Setelah berdiri sekian lama, bertatapan dengan sangat serius sama Akang, aku pun berhasil mengatakan hal tersebut. Bahwa aku mendapat tawaran.Dia terdiam sambil melakukan aktivitasnya lagi mengemas baju ke dalam koper."Siap-siap, sebentar lagi kita berangkat ke Bandara," ujarnya tanpa melihat aku dan dapat dipastikan dia tidak mengizinkan aku mengambil peran ini."Kenapa? Aku bilang aku dapat tawaran, dan aku harus tinggal selama beberapa bulan untuk menyelesaikan proses syuting." Rasanya aku gak mau kalah, kali ini."Apa sih? Kamu itu sudah menikah, ada anak kamu di rumah, nunggu uma nya.""Apa artinya aku gak dibolehkan?""Buat apa kamu bertanya jika kamu sudah tau jawabannya?"Siap banget aku kalau disuruh bertengkar hari ini, sudah lama kita gak beradu otot. Selama ini aku seperti
"Maaf ya, Rey selama ini gak pernah jadi istri yang neko-neko sama Akang. Untuk sekali aja."Aku cuma berkata itu pada Akang, sebelum akhirnya aku memutuskan untuk turun ke lantai lobi dan bertemu pak Danu di sana. Dia menunggu aku di kursi khusus tamu dengan dua cup kopi di atas meja."Hai, lama ya nunggu?" sapa aku setelah duduk di hadapannya."Rey, Rey Reynata Adizti anak gue hellooo?? Bisa-bisanya lo nikah sama laki kek gitu? Apa hidup lo sama sekali gak tersiksa?"Sebelumnya, aku gak pernah terima kalau ada satu pun orang yang menghina Akang dengan contoh perkataannya apapun. Tapi aneh banget, aku seakan setuju sama Pak Danu dan baru saja berpikir "selama ini, aku bahagia karena memang bahagia atau karena terpaksa?" Aku berjuang mati-matian, mengurus anak aku saat berpisah dengan Husein, berjuang mati-matian mencari bukti untuk membela namanya. Tapi, untuk aku sendiri mana?"Dengerin Rey, lo gue ambil dari agensi menyebalkan itu, gue rawat lo, gue naikin nama elo sampai tenar G