"Hei, apa yang kau lakukan pada Ririn?" seketika jantung Ririn berhenti berdetak, suara bariton di ujung sana sangat ia hapal.
"Mas Arya."
Alex pun menoleh ke arah yang sama. Jujur jantungnya pun berdetak kencang, namun ia coba mengatur nafasnya agar tetap bersikap wajar.
"Ada apa? Siapa kamu?" Arya menghampiri keduanya, dengan berjalan masih dengan selang infus di tangannya.
"Saya mekanik rumah sakit, Pak. Sedang memeriksa lampu di kamar ini yang katanya selalu berkelap-kelip," kilah Alex memberi alasan.
Mata Arya tak kunjung berpindah, ia masih fokus memperhatikan Alex dari ujung rambut sampai ujung kaki. Celana gunung dengan banyak kantong di sampingnya, memakai topi sewarna dengan celananya, tak lupa tas model weistbag yang ada di dadanya. Memang terlihat seperti seorang mekanik.
"Tumben sekali mekaniknya rapi," ujar Arya berkomentar.
"Terimakasih, Pak. Tadi saat saya akan mengecek, ibu ini berteriak sakit kepala, jadi saya bermaksud mem
Ada yang belum follow saya? Cuz, follow dulu sebelum baca ya.😍****"Doni, duduk!" titah Arya, Doni pun menurut."Sekarang, ceritakan yang sebenarnya terjadi pada Teh Laili! Benar kamu melihat Mama menonaktifkan CCTV pada hari itu? dan apa benar kamu lihat Mama yang melepas tangan dari Teh Laili?""Jawab jujur, Doni!""Mmm ... ia, Pa," jawab Doni santai."Bohong!" Bu Rosa dan Ririn berteriak menentang, membuat Doni dan Arya menoleh kaget ke arah keduanya."Tega sekali kamu memfitnah Mama, Doni, apa salah Mama sama kamu? hiks ...." Ririn memainkan perannya."Apa yang diberikan Laili pada kamu, Doni? Katakan!" Ririn berapi-api meneriaki Doni di depan orang banyak, membuat Doni menunduk takut."Doni jujur. Doni lihat Mama melepaskan tangan dari Teh Laili, lalu melemparkan tubuh Mama sendiri ke bawah," terang Doni dengan lancar, tetapi ia tidak berani mengangkat wajahnya."Astaghfirulloh, u
Arya menoleh pada istrinya, lalu berjalan mendekat. Ia mengkungkung Ririn di kursi rodanya, wajah keduanya begitu dekat, hingga nafas keduanya bisa terhirup ke indera penciuman mereka."A-ada apa, Pa?" tanya Ririn takut, karena wajah Arya memerah."Lelaki itu bukannya mekanik rumah sakit? Kenapa dia bisa ada di sini juga? Tidak mungkin sebuah kebetulankan? Ada hubungan apa kamu dengan lelaki itu? Katakan!""Mama gak t-tahu. Emangnya siapa lelaki itu?" Ririn kembali berlakon. Arya melepas kungkungannya, namun matanya tak lepas dari menatap Ririn dengan tajam."Jika sebuah keburukan yang ditutupi, suatu saat pasti baunya akan tercium," ujar Arya dengan ketus. Ia memelilih tidak memedulikan Ririn dan semua orang yang ada di sana. Jauh di lubuk hatinya, ia yakin, istri sahnya menutupi sesuatu dari dirinya.Ia akan mengetahuinya cepat atau lambat, sehingga Ririn tak bisa berkelit lagi. Sekali lagi Arya menatap Ririn, wanita yang menemaninya
"Bu, kenapa saya tidak dicari oleh suami saya, ya?" tanya Laili pada Bu Gyta saat mereka duduk di teras rumah sore hari."Sabar ya, mungkin saja nyonya majikan kamu masih sakit.""Oh,iya. Benar juga. Kalau jatuh dari tangga gitu, sebenarnya masih bisa hidup ya, Bu?" tanya Laili dengan polosnya."Ha ha ha ... Laili, kamu ada-ada saja pertanyaannya. Ya, bisa atuh. Umur, jodoh, rezeki, semua atas ketetapan Allah. Kalau kata Allah meninggal ya meninggal, tapi kalau kata Allah, umur panjang, ya tetap umur panjang.""Kamu ngarepnya mati ya. He he he ....""Fifti-fifti, Bu. He he he ... gaklah, Bu. Saya pengennya akur terus kayak orang-orang tuh. Kiwil pelawak aja istrinya sabar, nrimo sama madunya. Malah bisa berteman walau tak dekat.""Jarang ada yang seperti itu, namanya cinta terbagi, pasti akan sangat sakit hati. Coba sekarang Ibu tanya, kalau Pak Arya tiba-tiba menikah lagi
Arya mencoba menggedor pintu kamar Ririn, setelah mendengar lengkingan tangis Dira, yang tak kunjung reda dari dalam kamar. Dibantu Bik Kokom dan Bik Iyem, ketiganya berusaha mendobrak pintu kamar, namun sayang, pintu begitu koko sehingga tak dapat didobrak oleh ketiganya. Arya hanya bisa mendorong semampunya, karena tubuhnya masih lemas. Ditambah tenaga dua orang wanita paruh baya, tentulah susah mendobrak pintu kamar yang kokoh itu."Tuan, saya panggil security di depan ya," usul Bik Iyem."Cepat, Bik!" titah Arya dengan keringat sudah membanjiri wajah dan tubuhnya. Kepalanya seakan berputar-putar, hingga tubuhnya pun terhuyung ke belakang, membentur meja vas bunga.Bugh"Eh, Tuan. Ya, Allah. Gimana ini?" Bik Kokom bingung sendiri saat Arya kembali pingsan di lantai. Anes pun ikut berwajah panik, melihat sang papa pingsan, sedangkan di dalam kamar sana, adiknya menjerit nangis."Non, ambil minyak kayu putih, cepat!" pinta Bik Kokom pada
"Teteh!" teriak Anes memanggil nama Laili sambil berlari menghampirinya. Arya melotot kaget, begitu juga dengan Bik Kokom yang melihat Laili dengan mata berkaca-kaca."Laili, benar itu kamu?" lirih Arya dengan kepala semakin berputar. Baru akan melangkah menghampiri Laili dan Anes, tubuh Arya limbung dan ia pingsan.Bugh"Papa!" teriak Laili menghampiri suaminya yang terbaring lemah di aspal jalan. Dengan dibantu oleh dua orang sopir taksi, Arya akhirnya bisa dibawa masuk ke dalam kamar yang memang sudah ia siapkan menjadi kamarnya. Semua barang juga sudah dimasukkan ke dalam kamar anak-anak. Bik Kokom pun sudah bertugas di dapur, membuatkan teh untuk Arya dan Laili."Yakin, ini kamar Pak Arya?" tanya Laili pada Bik Kokom yang masuk ke dalam kamar sambil membawa teh."Yakin, Non. He he he ....""Kok, kamarnya seperti kamar anak perempuan? Pink semua lagi, lucu banget," puji Laili sambil tak henti matamya menjelajah ke seluruh
"Doni, ada apa?" tanya Laili saat Doni kembali ke rumah dengan kesal, bahkan Doni tidak mengucapkan salam saat masuk. Lekas Laili menaruh sayur asem yang baru saja ia masak ke dalam mangkuk, lalu berjalan menyusul ke kamar Doni."Doni, ini Teteh. Kamu kenapa?""Hiks ... hiks ...." terdengar suara isak tangis dari dalam kamar Doni, membuat Laili semakin khawatir. Sepanjang ia tinggal bersama Doni, tidak pernah ia melihat Doni menangis seperti ini. Tangisan penuh kesal.BughBughTerdengar suara benda dilempar oleh Doni ke segala penjuru di kamar."Doni, buka pintunya, De. Cerita sama Teteh," bujuk Laili masih dengan rasa sabar. Tangannya turun ke perut, ia usap lembut sambil berucap dalam hati, "kalau ngambek, jangan kayak Mas Doni, ya De.""Doni, buka ya.""Gak mau!" jawab Doni sambil berteriak, membuat Laili tersentak."Ya sudah, puasin dulu nangisnya ya. Kalau sudah kenyang nangis, buka pintunya. Kita bicara," uja
Selamat membaca.****"Beneran gak papa ke dokter, Pa?" tanya Laili pada suaminya yang kini sedang menyetir, menuju rumah RSIA Kembang."Ya gak papa, malah harus. Papa mau lihat yang di dalam sini kayak apa." Arya mengusap perut istrinya dengan lembut, kemudian tangannya pindah ke pipi Laili."Masa anak kecil bisa punya anak kecil ya, Pa.""Ha ha ha ...." keduanya tergelak."Jadi, kuliahnya setelah bayi kembar lahir saja ya. Mereka usia dua tahun, kamu baru kuliah.""Masa manggilnya gitu, Pa. Laili pernah lihat berita di media sosial, ada anak SD sama pacarnya manggil ayah bunda, ada yang umi abi. Masa papa yang hampir udzur manggilnya, kamu." Laili cemberut, namun kemudian menyeringai lebar."Belum uzur, Sayang. Masih tiga puluh sembilan tahun," bantah Arya tak siap jika dibilang uzur."Ha ha ha ... OTW uzur ya, Pa, he he ...." Laili kembali tertawa lepas, membuat sang suami semakin jatuh cinta rasanya."Bahagia
"Ririn! Allahu Akbar!" pekik Arya dengan melotot kaget saat melihat Laili terhuyung hampir saja terbentur tiang penyangga yang berada di dekatnya.HapCepat Arya menangkap tubuh Laili agar tidak jatuh, menahannya dengan satu tangan. Wajahnya memerah karena menahan amarah. Laili menangis, rasa perih di kedua sudut bibirnya membuat air matanya semakin deras mengalir."Maafkan Papa lama ya, Sayang," ujar Arya iba memandang wajah Laili yang kesakitan, dengan setitik luka berdarah di sudut bibirnya."Kamu!" Arya menahan geram pada Ririn, namun Laili mengusap dada suaminya, kemudian menggeleng."Dari pada meladeni wanita yang patah hati, mending gendong Bunda, Pa! Udah dipanggil dokter tuh, kita lihat dede bayi KITA," rengek Laili manja dengan ekor mata melirik Ririn yang membuang wajah. Sigap Arya menggendong Laili alabridal,lalu membawanya masuk ke ruang praktek dokter kandungan. Tanpa memedulikan Ririn yang te