Jarum jam menunjuk pada angka sembilan. Mobil Raffael sudah teronggok di area parkir Xie Mega Mall.
Kedatangan mereka tentu saja mencuri perhatian pengunjung bahkan penjaga toko di sana. Mereka yang mengetahui jika yang datang itu adalah pemilik Mall, maka tak segan mereka akan sengaja menghampiri semata untuk menyapa dan bertanya kabar.
Marga Xie itu akhirnya tiba di kantor. Semua karyawan di sana tentu saja dikagetkan dengan kedatangan Raffael. Bagaimana tidak? Karena bukan jadwalnya Raffael berkunjung. Mereka beranggapan jika itu adalah benar-benar sebuah sidak.
Raffael menghubungi asistennya. Ia memerintahkan untuk membawa semua baju anak keluaran terbaru dan pembukuan bulan lalu.
"Sayang, nanti ada kejutan untukmu," kata Raffael.
Revalina sumringah. "Waah, apa itu?"
"Ada, deh. Tunggu aja, ya."
***
Di sebuah counter barang-barang branded, seorang wanita bertubuh jangkung sedang memilih dan memilah be
Revalina dan Hanna mengitari beberapa counter pakaian yang ada di Mall. Sang mertua menyarankan jika baju yang dikenakan di acara ulang tahun Aldevaro nanti mengenakan warna senada. Revalina pun menyetujuinya. Tak lupa Hanna membelikan sebuah barang branded untuk Cecilia sebagai hadiah. Ya, walaupun Mall itu milik putranya, Hanna tetap membeli dengan uangnya sendiri.Di area parkir, Raffael tergesa untuk menaiki mobilnya. Namun, matanya menangkap mobil milik keluarga Carlos ada di sana.Raffael mengetuk kaca pintu mobil itu. Kaca mobil pun terbuka."Istriku belum pulang?" tanya Raffael"Belum, Tuan. Saya sudah satu jam di sini. Katanya, Nona masih memilih baju," jawab sang sopir.Ponsel sopir itu berdering."Maaf, Tuan. Saya angkat panggilan dulu. Ini dari, Nona," izinnya.Raffael mengangguk."Nona sudah menunggu di depan, Tuan," kata sopir setelah menerima telepon.Raffael berge
MENGINAP Hanna merasa bersyukur karena Revalina sudah kembali ceria. Suasana makan malam pun terasa hangat. "Emm ... Pak Suami, apa boleh malam ini aku menginap di rumah mama?" tanya Revalina di tengah makannya. "Harus malam ini, kah?" "Iya. Aku tidak mau mengundang mama papa lewat telepon. Kalau besok kita ke sana, itu terlalu mendadak. Aku mau mama papa meluangkan waktunya esok lusa untuk putraku. Bagaimana?" Raffael sejenak terdiam. "Oke, baiklah. Kita akan menginap di sana." "Kita?" "Ya, aku akan ikut menginap," jawabnya. "Apa Mama mau ikut?" sambungnya kepada Hanna. Hanna menggeleng. "Lain kali saja. Untuk sekarang kalianlah dulu." Makan malam pun usai. Raffael beserta istri sedang bersiap di kamar. Revalina mengepak keperluan Aldevaro dan Raffael. Tepat pukul delapan malam, mereka meninggalkan kediaman xie. *** Jarum jam menunjuk pada angka sembilan saa
MALAM SPESIAL Di kamar, Revalina mengganti pakaian diri serta putranya. Sebotol susu wanita itu siapkan. Kantuk tak hanya menyerang Aldevaro, pun kepada Revalina. Keduanya tertidur pulas. Raffael yang melihat istrinya tertidur, langsung menghubungi seseorang. "Bagaimana?" tanyanya pada sambungan telepon. "Sudah siap, Tuan." "Bagus! Barang yang aku pesan?" "Sudah saya kirim. Mungkin sebentar lagi tiba di rumah Anda, Tuan." "Baik, terima kasih." Raffael memutuskan sambungan telepon. Tok tok tok! Raffael melangkah cepat ketika mendengar suara ketukan pintu. Bisa gagal semua rencananya jika Revalina terbangun. "Ada apa, Bi?" tanya Raffael ketika membuka daun pintu. "Ini ada paket untuk Anda, Tuan," kata Jumi seraya memberikan. Jumi berpamitan saat barang yang dibawanya berpindah tangan. Raffael bergegas menyimpan salah satu barang
Laiknya seorang ibu rumah tangga, Revalina sudah berjibaku dengan perabot dapur di pagi hari, menyiapkan segala keperluan suaminya untuk ke kantor, memandikan Aldevaro dan membereskan kamar."Di kantor jangan genit-genit! Awas aja kalo macam-macam!" ancam Revalina sambil memasangkan dasi.Raffael tersenyum. "Tenang aja, sih. Gak akan aku macam-macam. Paling bermacam-macam.""Iiihhhh!" geram Revalina."Uhuk!" Raffael terbatuk karena istrinya menarik dasi hingga mencekik lehernya. "Sakit, Sayang," sambungnya seraya melonggarkan dasi.Revalina berbalik memunggungi Raffael.Raffael menggeleng. "Aku becanda, Yang. Aku berani macam-macam cuma sama kamu saja," tuturnya seraya memeluk sang istri dari belakang. "Tidak ada lagi wanita lain selain kamu," sambungnya meyakinkan.Revalina melerai pelukan. "Apa? Tidak ada lagi wanita lain? Maksudnya apa? Katanya selama dekat denganku tidak ada wanita lain. Tapi, apa kau
Sesuai keinginan Casandra, Alex memerintahkan anak buahnya untuk mendekati dua wanita tadi. Gaya yang trendi, kulit putih, serta mobil mewah yang mereka gunakan untuk memancing keduanya. Adi dan Roni memang berwajah tampan, cocok sekali dengan pakaian dan fasilitas yang Alex beri saat itu. Adi dan Roni menunggu targetnya di area parkir. "Itu mereka," ucap Adi. "Oke! Kita jalankan misi," kata Roni. Salam perpisahan kedua wanita itu pun disaksikan Adi dan Roni. "Ingat! Kalau mau uang yang lebih besar, kamu harus menuruti perintahku!" "Oke, Bos, siap!" "Ya, sudah, aku balik apartemen, ya? Yakin gak ikut mobilku?" "Enggak, lagian kita berlawanan arah. Aku ke bengkel dulu ambil mobil dan taksi yang kupesan juga sebentar lagi da-" "Hai!" Adi menyela obrolan mereka. Kedua wanita itu saling menatap dan berbalas senyum. Salah satu wanita melirik ke arah mobil mewah berwarna hitam l
Adi dan Roni tiba di kediaman Alex. Keduanya menceritakan apa yang sudah mereka alami. Alex terbahak-bahak mendengar cerita keduanya."Haaah! Kamu, sih, Ron. Telepon pas mau tempur," keluh Adi disambut tawa oleh Roni juga Alex.Roni berdecih. "Gue, sih, ogah. Benih gue mending sembur buat nanti istri gue.""Hallaah, so alim, lu," cetus Adi."Padahal itu sasaran empuk, Ron. Dia yang ngajak," timpal Alex.Adi tersenyum penuh arti. "Kalo gue, sih, Bos, kapan pun tu cewek nantangin lagi, gak akan buang waktu. Sikaaat!""Gimana kalo dia hamil?" tanya Roni.Adi menghela napas. "Tinggal kawinin. Apa susahnya?""Berani gak, Ron?" timpal Alex.Roni menjawab jika dirinya akan melakukan hal tersebut dengan wanita yang ia cintai dan sudah sah menjadi istrinya nanti."Kapan? Bukannya mamimu terus merengek minta mantu. Mumpung ada di depan mata, Ron. Embat aja," kata Adi.Roni be
Di kediaman Xie, Raffael tengah membujuk Revalina untuk makan malam."Sayang, ayok, makan dulu," bujuk Raffael kepada istrinya."Duluan saja, aku lagi gak selera," kata Revalina."Kau sakit?" tanya Raffael sambil menempelkan punggung tangannya pada kening."Entah, napsu makanku hilang.""Harus dipaksakan, dong. Biar gak sakit."Revalina menggeleng kemudian menutup dirinya dengan selimut. "Sana, makan dulu saja. Tapi, jangan lama-lama, ya? Temani aku di sini."Raffael mengatakan jika dirinya akan makan malam di kamar saja, tetapi Revalina tidak mengizinkan karena kasihan Hanna, ia pasti kesepian.Pria itu pun membenarkan apa kata istrinya. Akhirnya ia beranjak untuk makan malam."Malam, Ma," sapa Raffael saat tiba di ruang makan."Malam. Mana, Rere?""Dia bilang sedang tidak napsu makan, Ma.""Rere sakit?""El cek suhunya memang hangat."Hanna mengatak
Satu bulan sudah berlalu.Revalina tak sabar menunggu hari bahagianya tiba. Wanita itu melingkari setiap tanggal yang ada dalam kalender di meja kerja suaminya."Haaah! Satu bulan lagi menuju hari bahagia itu. Berarti tepat diusia pernikahan ini lima bulan," gumamnya kemudian tersenyum.Semua persiapan sudah mencapai 90%, tinggal menunggu gaun pengantin saja. Hanna benar-benar membuat gaun mewah untuk menantunya itu. Berkain sutra dengan manik-manik terbuat dari emas.Tangannya dengan lincah membereskan meja kerja, menyimpan barang pada tempatnya."Sayang, kau di mana?!" panggil Raffael sedikit berteriak.Revalina menyudahi aktivitasnya. Ia bergegas mendekat ke arah pintu. "Aku di sini. Ada apa?"Raffael menghampiri lalu menuntun istrinya untuk duduk."Ada apa, sih? Serius amat," kata Revalina.Raffael menarik napas panjang lalu mengembuskan perlahan. "Begini, Sayang. Hari ini sepertinya aku lembu
Tidak ingin membuang kesempatan, Casandra mengutarakan keinginannya untuk menjodohkan Elbert dengan Xiera. Pernyataannya itu tentu saja disikapi beragam ekspresi."Bagaimana? Kok, malah diam semua?" tanya Casandra."Emm ... aku gimana suamiku saja," jawab Revalina.Casandra menatap Raffael. "Gimana, Tuan?"Raffael menatap Revalina, Hanna, serta mertuanya bergantian. "Ini soal masa depan. Tidak bisa diputuskan saat ini juga.""Tapi, kau setuju, kan?"Raffael menghela napas. "Belum tentu."Mimik Xiera yang semula berseri, kini murung mendengar jawaban sang papa. "Aku udah kenyang. Maaf, Rara ke kamar dulu." Tanpa menoleh siapapun, gadis itu bergegas menaiki anak tangga.Semua menatap kepergian Xiera tanpa kata."Kamu tidak hanya memiliki Elbert, ada Aldevaro yang harus kamu pikirkan per
Sudah dua minggu Xiera dan Elbert di rumah sakit. Penyangga pada leher Xiera pun sudah dilepas, kecuali Elbert. Leher pemuda itu masih memerlukan penyangga karena benturan di kepala yang cukup parah. Dirawat dalam satu kamar tentu saja membuat mereka senang. Setiap hari tak luput dari kata sayang dan saling memberi perhatian. pun dengan Revalina dan Casandra yang makin kompak. Kedua wanita itu mengatur jadwal untuk menunggu putra dan putri mereka.Pagi itu saatnya perban Xiera dibuka. Didampingi Revalina, Xiera tengah duduk bersiap menunggu sang dokter. Sepuluh menit berselang, dokter datang didampingi seorang perawat."Pagi," sapa dokter dan perawat."Pagi, Dok," jawab Revalina dan Xiera kompak."Sekarang kita buka dulu perban nya, ya? Kita lihat sudah kering atau belum," ucap dokter.Xiera mengangguk."Lukanya sudah kering," ucap dokter saat perban itu terbuka.Xiera meminta cermin kepada Re
Setelah berbincang cukup lama, akhirnya Xiera kembali tertidur. Bella memutuskan untuk pulang."Bella pamit, Tante, Nek. Titip salam untuk Xiera," ucapnya kepada Revalina dan Hanna."Pamit, Tuan," lanjutnya kepada Raffael dan ditanggapi anggukkan."Tidak tunggu dulu Al?" tanya Revalina."Biar nanti bertemu di depan saja, Tan."Namun, dari kejauhan Raffael melihat Aldevaro berlari ke arah mereka. Tentu saja semua perhatian menjadi teralih kepada pemuda itu.Melihat mata Aldevaro yang merah, membuat Revalina bertanya, "Ada apa, Al? Kenapa lari-lari?"Napas Aldevaro terengah-engah. Pemuda itu menjatuhkan bokongnya di kursi stainless. "El, Ma ... El ....""Iya, El kenapa, Al?"Aldevaro menangis tersedu-sedu. "El meninggal, Ma."Semua tercengang mendengar jawaban Aldevaro."Ya, Tuhan!" Revalina membekap mulutnya sendiri, sedangkan Hanna dan Raffael saling bertatap dengan panda
Raffael dan Alex merasa bersyukur karena dalam situasi genting hubungan Casandra dan Revalina membaik. Kini, mereka hanya menunggu kabar baik dari anak masing-masing."Sayang, kapan sampai?" tanya Revalina."Baru aja," jawab Raffael.Casandra bergelayut manja di lengan Alex. Tentu saja membuat Alex merasa heran. Pasalnya, Casandra tidak pernahseperti itu."Bisa barengan, janjian, kah?" tanya Casandra kepada Alex."Kebetulan kami bertemu di parkiran."Akhirnya mereka memutuskan untuk menemui anak mereka masing-masing.Tiba di kamar inap, Raffael tentu saja bertanya bagaimana bisa Revalina dekat dengan Casandra. Sang istri pun menceritakan apa yang ia dan Casandra bicarakan di kantin."Syukurlah. Semoga saja semua itu ke luar dari hatinya.""Ya, semoga.""Selamat siang, Tuan," sapa Bella saat Raffael mendekat ke arah Xiera berbaring. Gadis itu beranjak dari duduknya.&n
Tiga hari sudah Xiera dan Elbert dirawat. Masa kritis Xiera sudah berlalu, tetapi belum sadarkan diri dan sudah dipindahkan ke ruang rawat inap. Lain halnya dengan Elbert. Pemuda itu masih berjuang melewati masa kritisnya. Revalina dengan setia menemani putri kesayangannya. Tak peduli lelah dan kantuk menerpa, bahkan mata panda sudah terlihat jelas. Begitupun dengan Casandra. Wanita karir itu memilih menyingkirkan egonya. Ia setia mendampingi sang putra tercinta. Air mata tak henti jatuh di pipi. Alex yang melihat sang istri seperti itu merasa sedih. Namun, rasa syukur tak ia pungkiri karena dengan kejadian itu membuat Casandra sadar bahwa ada seorang anak yang butuh perhatiannya."Siang, Tante," sapa Bella saat masuk ke kamar inap Xiera."Siang, Sayang. Loh, langsung dari sekolah? Apa tidak lelah?"Bella duduk di samping Revalina. "Tidak. Yang lelah justru Tante dan itu gara-gara aku. Sekali lagi maaf, Tan."Revalina tersenyum dan membingkai pipi Bella.
Isak tangis Revalina dan Casandra tak terbendung menambah ketegangan. Semua gelisah menunggu hasil pemeriksaan dokter. Kursi stainless yang berjajar rapi tak satu pun mereka duduki. Semua berdiri dilanda kecemasan yang luar biasa."Keluarga pasien," panggil seorang suster.Revalina menghampiri. "Gimana putri saya, Sus?""Bagaimana dengan putraku?" tanya Casandra.Suster itu mengatakan jika Xiera dan Elbert harus segera menjalani operasi. Pendarahan di kepala yang cukup serius membuat hal itu harus dilakukan."Lakukan yang terbaik, Sus. Berapa pun saya akan bayar!" kata Raffael."Cepat lakukan, Sus!" seru Casandra."Silakan urus administrasi dulu, Tuan, Nyonya," kata suster itu, kemudian pergi.Raffael dan Alex bergegas mengurus administrasi.Sambil menangis, Revalina menghubungi kedua orang tuanya. Selain memberitahu kondisi sang putri, pun ia meminta agar Carlos menyiapkan jet p
Hari yang dinanti pun tiba. Sedari pagi, Xiera tidak jauh dari Revalina. Pasalnya, gadis itu mendengar jika sang mama akan menghabiskan waktu bersama Cecilia sore nanti. Xiera menduga jika Revalina lupa jika hari itu adalah hari spesialnya. Akan tetapi, bagus menurutnya, karena acara nanti benar-benar menjadi kejutan untuk Revalina, pikirnya.Revalina duduk di karpet berbulu di ruang keluarga sambil menikmati camilan."Kamu kenapa, sih, Sayang? Dari tadi glendotan terus.""Rara kangen sama Mama."Revalina mengernyit. "Kangen?"Xiera mengangguk. "Pokoknya hari ini, Rara mau ditemenin sama Mama.""Yaaah ... tapi, Mama ada janji sama Tante Cecil nanti sore.""Gak! Mama gak boleh pergi. Titik!""Udah, temenin aja anaknya, sih," kata Raffael yang baru saja datang dari dapur."Baiklah."Revalina meraih ponselnya di atas meja. Ia menghubungi Cecilia. Wanita itu berucap maaf dan berjanji akan pergi dengan saha
Dua hari lagi menuju hari Minggu. Aldevaro sudah menyewa salah satu aula di sebuah restoran mewah dan mengajukan konsep yang ia inginkan kepada pihak restoran. Xiera, Bella dan Hanna masih sibuk di butik karena gaun milik Xiera belum rampung. Nenek dua cucu itu tentu saja mendukung apa yang cucu-cucunya rencanakan, bahkan ia pun akan turut serta. Tidak hanya Hanna yang Xiera mintai kerjasama, tetapi Raffael juga. Papa tampan itu tentu saja menyambut dengan antusias rencana anak-anaknya. Terbukti, ia turun tangan dalam hal keuangan.Lain halnya dengan Elbert. Ia terus berusaha membujuk Alex agar mendukung rencananya. Bukan Alex tidak mau, tetapi kondisi Casandra yang sibuk di butik."Please, Dad, please ... terserah Dady mau rayu Mommy seperti apa. Pokoknya El mohon, hari Minggu nanti Mommy harus hadir. Urusan kado biar El yang cari."Alex menghela napas. "Baiklah, Dady usahain. Demi kamu dan demi kebaikan kita bersama.""Yes! Gitu, dong, Dad.
Waktu bergulir begitu cepat, Aldevaro sudah menjadi seorang mahasiswa di salah satu universitas terkenal di Jakarta. Pemuda tampan itu sudah bertekad ingin menjadi seorang pengusaha seperti Raffael. Jurusan yang ia ambil pun bisnis dan manajemen. Begitu juga dengan Xiera, kini ia duduk di bangku SMA. Ya, mereka memutuskan untuk mengikuti ujian kelas akselerasi. IQ yang mumpuni tentu saja memudahkan mereka untuk mengikuti kelas tersebut. Begitu juga dengan Elbert. Ia mengikuti langkah Aldevaro. Kini, mereka satu fakultas. Namun, tidak dengan Bella. Gadis itu memang memiliki IQ yang sama mumpuni, tetapi dirinya tidak akan melanjutkan ke jenjang kuliah. Selain masalah biaya, ia lebih memilih menggantikan pekerjaan Rudy karena sang ayah sering jatuh sakit."Ma, kapan Rara boleh bawa mobil sendiri?" tanya Xiera disaat menikmati sarapan."Nanti, kalau sudah masuk kuliah.""Rara pengen mobil seperti mobil Abang.""Keren, ya? Iya, kan, iya, dong?" Ald