"Robin, Hannah begitu penting bagimu. Sekarang setelah tahu ternyata kalian bukan kakak beradik, apa perasaanmu akan berbeda padanya?"Mendengar perkataan ini, Robin tersentak. Dia tidak pernah memikirkan hal ini. Di saat Robin tertegun, Lyla tiba-tiba mencondongkan tubuhnya untuk mencium bibir Robin. Robin terdiam sejenak sebelum bereaksi menanggapinya.Setelah sekian lama, Lyla baru melepaskan bibir tipisnya dari Robin dengan enggan, lalu berkata dengan suara serak, "Jangan dipikirkan, anggap saja aku nggak pernah nanya. Aku takut kalau kamu menemukan jawabannya, aku akan terluka.""Lyla, kamu paling paham sama aku. Kalaupun bukan saudara kandung, kami juga nggak mungkin bersama. Aku masih tetap anak Keluarga Lubis. Kalaupun nggak ada hubungan darah, bagi orang luar, kami ini tetap saudara."Semua yang dikatakannya itu adalah teori, lalu bagaimana dengan hatinya sendiri? Apakah Robin pernah memikirkannya?Lyla tidak berani bertanya lebih lanjut karena takut akan mendengar jawaban yan
Sejak kecil, Robin memang tidak mirip dengan ayah dan ibu angkatnya. Ibu angkatnya pernah mengatakan bahwa dia mirip dengan pamannya yang meninggal muda, tetapi Robin sendiri belum pernah melihat foto pamannya itu.Mereka memperlakukannya seperti anak kandung sendiri. Robin juga bisa merasakan kasih sayang mereka. Sekarang, dia semakin merasa bahwa kasih sayang itu sangat luar biasa. Meskipun bukan anak kandung, mereka tetap memperlakukannya dengan sebaik itu. Noah bukan hanya seorang tentara yang hebat, tapi juga ayah terbaik.Robin bertekad untuk menjaga Keluarga Lubis dengan sebaik-baiknya. Ini adalah satu-satunya misi hidupnya.Setelah mandi untuk menghilangkan bau alkohol yang menempel di tubuhnya, Robin menerima telepon dari rumah sakit. Mereka memberi tahu bahwa ada seorang pasien yang baru masuk hari ini. Pasien ini mengidap penyakit kanker stadium akhir. Namun, keluarganya belum menyerah dan berharap Robin bisa datang untuk memeriksanya.Robin mengenakan pakaian yang bersih da
"Menurutku, kamu anak yang baik. Punya kamu saja sudah cukup baginya. Anggap saja anak dari 28 tahun yang lalu itu sudah meninggal. Kenapa harus repot-repot?" balas Robin."Ke ... kenapa kamu bisa sekejam itu? Atau kamu menginginkan kekayaan Keluarga Lubis, makanya nggak mau mengakui ibumu ini?"Mendengar ucapan itu, mata Robin sontak menjadi kejam. "Kamu sedang menghina profesi dokter militer ya?" Robin langsung berdiri. Tubuhnya yang tinggi membuat Barney merasa tercekik di bawah tekanan."Kamu nggak perlu manipulasi aku dengan alasan moral. Ibumu yang telah mencampakkanku waktu itu, artinya jodohku sebagai anaknya juga sudah habis. Sekarang dia malah mau mengaku sebagai ibuku lagi dan memintaku memaafkannya. Maaf, aku bukan orang suci. Aku nggak bisa melupakan semua itu begitu saja.""Kamu juga nggak usah sok dekat dengan memanggilku kakak. Aku kesal mendengarnya. Kalau kamu mau buang-buang uang dengan opname di sini, terserah kamu saja. Tapi, bukan aku yang bertanggung jawab di dep
"Nggak, kok. Aku belum cari Kakak, bukannya aku terus merawatmu? Besok aku pergi ke sana, besok!""Baguslah, entah dia masih mau temui aku atau nggak ....""Pasti mau, kok! Ibu jangan mikir sembarangan. Ayo dimakan, kalau nggak aku benar-benar akan marah." Miranda baru memakan apel itu setelah Barney bersusah payah membujuknya.Robin menyaksikan semua itu dari luar pintu dengan perasaan tidak nyaman. Hubungan ibu dan anak itu memang sangat baik.Saat membalikkan tubuhnya, Robin melihat Lyla yang sudah berdiri di sana entah sejak kapan. Dengan panik, Robin bertanya, "Kenapa kamu bisa di sini?"Lyla memegang tangannya dengan erat. "Hatimu pasti melunak, 'kan? Kalau kamu benar-benar nggak bisa merelakannya, masuk dan lihatlah dia. Hal paling menyakitkan di dunia ini adalah perpisahan antara hidup dan mati. Kalau lewatkan kesempatan ini, nggak ada lagi kesempatan lainnya.""Bukannya semalam kamu bilang ....""Yang kubilang semalam memang berbeda dengan hari ini. Mungkin semalam aku terlalu
Mendengar ucapan itu, wajah Miranda langsung memucat. Dia membuka mulutnya, tetapi tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun. Jelas sekali, dia kesulitan menerima kenyataan ini.Setelah tertegun cukup lama, Miranda baru tersadar kembali dan menyeka matanya yang memerah. "Dokter Robin, aku sudah lama mendengar namamu. Kamu adalah dokter yang sangat hebat ....""Tubuhmu tinggi dan tegap, penampilanmu juga tampan. Memang didikan Keluarga Lubis semuanya sangat unggul. Barney, cuci beberapa buah untuk tamu. Apelnya manis sekali. Kalau kalian nggak keberatan, bisa cicipi sedikit.""Baik, terima kasih Bibi."Melihat penampilan Robin seperti ini, Lyla juga merasa sedih. Robin menggenggam tangannya dengan begitu erat, hingga buku-bukunya memutih dan urat-uratnya tampak menonjol. Lyla merasa iba, sehingga menyelipkan tangannya ke dalam genggaman Robin. Di telapak tangan Robin, terdapat beberapa bekas luka kecil karena dicengkeram terlalu erat oleh kukunya sendiri.Lyla mengusapnya dengan lembut, m
"Dalam setengah bulan ... apa nggak terlalu buru-buru?""Nggak, kok! Aku nggak peduli lagi sama semua ini. Kita pilih cincin saja, gaun pengantinnya juga sudah selesai. Aku akan ubah tanggal undangan. Berapa banyak pun tamu yang datang, itu nggak masalah. Bagaimana menurutmu?""Tapi, bukannya kamu akan dirugikan ....""Nggak kok, aku memang suka rela. Setujui permintaanku, ya? Kumohon. Aku ingin cepat menikahimu, nggak bisa nunggu sampai akhir tahun lagi," ujar Lyla sambil memandangnya dengan penuh berharap.Melihat tatapan Lyla yang lembut, hati Robin langsung melunak. Akhirnya, dia pun menyetujuinya. "Oke, sesuai keinginanmu saja. Kita adakan acaranya dulu, akhir tahun nanti kita bulan madu. Gimana menurutmu?""Oke, sepakat. Besok sudah akhir pekan, kantor catatan sipil nggak buka. Kita daftarkan pernikahan dan beli cincin hari Senin, ya?" tanya Lyla."Ya, kamu yang ambil keputusan saja." Robin mengelus kepala Lyla dengan lembut. Lyla menghela napas panjang. Akhirnya masalah ini tela
Pada akhirnya, Barney hanya bisa membawa jenazah ibunya pulang. Sementara itu, Lyla terus menemani Robin karena khawatir dia tidak akan mampu menahan semua beban emosional yang sedang dihadapinya.Robin berjalan sendirian menuju tangga darurat , lalu membuka pintu dan membiarkan dirinya tenggelam dalam kegelapan. Lyla ingin mengikutinya, tetapi tangan Robin dari balik pintu menghentikannya."Jangan masuk, aku ingin sendiri sebentar," kata Robin dengan suara berat.Mendengar hal itu, Lyla menahan tangannya yang sudah siap untuk membuka pintu. Dia mengerti bahwa Robin butuh waktu untuk menenangkan diri, jadi dia memutuskan untuk menunggu di luar. Dia tidak bisa membiarkan Robin sendirian terlalu lama karena khawatir akan terjadi sesuatu padanya.Waktu terus berlalu dan Robin baru keluar setelah menyendiri untuk waktu yang cukup lama. Setelah itu, dia pergi ke rumah keluarga Barney.Suami Miranda tiba dengan tergesa-gesa. Dia adalah seorang pria berusia 60-an dengan wajah yang tampak kele
"Dasar pembohong. Kamu saja nggak pernah telepon aku. Sepertinya kamu sudah lupa diri setelah bersenang-senang di luar sana!" keluh Grace.Hannah hanya tersenyum tanpa mengatakan apa pun. Bukannya tidak ingin menghubungi Grace, Hannah hanya khawatir hatinya akan melunak dan menanyakan tentang Robin serta Lyla. Dia takut dirinya akan semakin terjerumus dan melakukan hal yang semakin tidak masuk akal.Hannah benar-benar takut dirinya akan menjadi semakin menyebalkan!"Sini kubantu bawakan kopernya. Kamu pasti sudah capek, 'kan? Ceritakan padaku kamu main ke mana saja? Fotomu kelihatan cantik semuanya!" tanya Grace."Aku juga sudah lihat komentarmu. Kamu bilang, mereka nikah setelah tahun baru ya?""Kamu lihat itu? Kukira kamu tutup komentarku.""Nggak, kok." Hannah tersenyum tipis. Memangnya kenapa kalau melihat komentar itu? Hannah merasa memang lebih baik jika tidak melihatnya. Dengan begitu, hatinya juga tidak akan terasa perih.Pernikahannya telah ditetapkan tanggal 8 Januari. Itu ad
Telepon segera tersambung. Suara di ujung sana adalah milik Harry. Rasanya sungguh melegakan bisa langsung menghubunginya.Hannah memberi tahu, "Ha ... Harry, sesuatu terjadi pada Kezia. Ada sekelompok orang yang membawanya pergi. Tapi, kurasa mereka nggak akan melukainya. Mereka bahkan melepaskan aku dan Joshua.""Aku mengerti. Aku bakal suruh Juan segera mengurus ini," balas Harry. Suara pria itu sangat tenang dan dalam, hampir tanpa emosi.Hannah yang sedang cemas tak memperhatikan ketenangan yang terlalu mencolok itu. Dia hanya merasa sedikit lega setelah menutup telepon.Sementara itu, di kota tua.Harry dan Grace sudah tiba. Dua jam sebelumnya, Jimmy telah menelepon untuk memberitahunya bahwa semuanya mulai berjalan sesuai rencana. Orang-orang yang bertindak kali ini bukanlah orang-orang Steven, melainkan dari pasar gelap. Jadi, Kezia sepenuhnya aman.Harry juga tahu bahwa Joshua pasti menderita, tetapi dia hanya bisa menahan diri. Dia sadar bahwa metode Jimmy adalah cara paling
"Joshua! Hannah memanggil namanya dengan cemas.Melihat darah sudah merembes di sudut bibirnya, tetapi dia masih memaksakan diri untuk tetap bertahan, hati Hannah terasa perih."Jangan pukul lagi! Tolong, kumohon berhenti!""Ternyata, keturunan Keluarga Lubis juga bisa memohon belas kasihan, ya?" Pria berbadan besar itu mengejeknya dengan penuh hinaan."Jangan ... jangan mohon padanya. Kalau memang punya nyali, bunuh saja aku!""Berengsek! Kenapa bocah ini keras kepala sekali?" Pria itu mengumpat marah, lalu menendangnya lagi dengan keras.Joshua hanya bisa mengerang kecil. Tubuhnya meluncur di lantai hingga membentur dinding dengan keras sebelum berhenti. Tubuhnya menggigil dan meringkuk.Pria itu mendekat dan memeriksa napasnya. "Dia masih hidup." Pria satunya pun melepaskan Hannah. Dia segera berlari menghampiri Joshua dan menopang tubuhnya."Kau nggak apa-apa? Joshua, lihat aku!" Dia tidak menjawab, napasnya sudah lemah."Sudahlah, pergi sana. Jangan sampai ada yang mati, nanti Bos
Di kepalanya, tiba-tiba muncul ingatan tentang malam itu saat dia membantu Hannah mengganti pakaian. Dia bahkan sempat melihat pakaian dalam di baliknya .... Joshua buru-buru menggelengkan kepala, berusaha menghentikan pikirannya yang mulai melantur.Mungkin gerakannya terlalu besar, suara itu membangunkan Hannah yang sedang tertidur lelap. Gadis itu menggumam dengan lembut, "Jangan ... jangan bergerak, aku capek sekali ...."Joshua langsung duduk tegak, tubuhnya kaku, dan sama sekali tidak berani bergerak. Sebenarnya .... Gadis ini terlihat sangat imut saat tidur. Dia tidak menangis atau merengek, hanya diam seperti boneka kecil yang cantik.Bagaimana mungkin ada orang yang tidak menyukai gadis seperti ini? Bagi Joshua, Hannah adalah sosok yang luar biasa. Tidak seperti gadis-gadis lain yang manja dan selalu perlu dilindungi. Hannah sangat tangguh. Tidak hanya bisa melindungi dirinya sendiri, tapi juga melindungi Joshua.Sebagai laki-laki, Joshua merasa sangat rendah diri. "Aku harus
Joshua bertanya, "Kenapa ... dia menolakmu?"Hannah menjawab, "Karena ... dia menyukai wanita lain. Dia nggak pernah menunjukkan perasaannya dengan jelas, jadi aku merasa punya kesempatan. Siapa sangka, aku yang membuat mereka nggak bisa bersama."Hannah melanjutkan, "Aku ingat sikap wanita itu sangat tegas waktu pergi, sedangkan aku malah membuat diriku sendiri terjebak."Joshua bertanya lagi, "Jadi ... kamu ikut kencan buta?"Hannah menyahut, "Aku melakukannya demi membuat dia tenang. Jadi, dia akan menganggap aku sudah melupakannya. Aku juga ingin membuat harapanku pupus."Joshua menimpali, "Sebenarnya ... kamu nggak usah korbankan diri sendiri. Kamu ... nggak suka pasangan kencan butamu, 'kan?"Hannah membalas, "Iya, tapi ... aku bisa terima biarpun harus hidup bersama selamanya."Joshua menanggapi, "Kenapa kamu begitu gegabah? Kalau nggak ... begini saja. Setelah kita keluar, aku bisa pura-pura jadi pacarmu. Dengan begitu, kamu bisa membuat orang itu tenang ... dan kamu nggak usah
Sebelumnya Hannah memarahi Joshua, tetapi sekarang dia malah dikurung bersama Joshua. Takdir benar-benar mempermainkan orang."Mana Kezia?" tanya Joshua.Hannah menyahut, "Dia dibawa pergi."Joshua bertanya, "Ini di mana? Aku mau keluar!"Hannah menjelaskan, "Nggak usah coba lagi, aku sudah coba. Nggak ada yang pedulikan kita. Ini rumah seng, seharusnya ini gudang. Orang-orang itu hanya mengincar Kezia, mereka nggak sakiti kita."Hannah menambahkan, "Aku nggak yakin mereka akan memberi kita air dan makanan. Jadi, kamu nggak usah sia-siakan tenagamu lagi. Duduk saja di sini.""Kezia ... aku memang nggak berguna. Aku bersalah pada kakakku. Aku nggak jaga Kezia baik-baik," kata Joshua.Hannah menceletuk, "Aku tebak mereka nggak akan sakiti Kezia.""Ke ... kenapa?" tanya Joshua.Hannah membalas, "Bisa-bisanya kamu masih gagap pada saat-saat penting seperti ini! Kamu berbalik saja waktu bicara."Hannah bertanya, "Kamu tahu siapa yang paling ingin menghabisi Kezia di ibu kota?"Joshua berbal
Joshua berkata, "Hannah ... kamu ... masih menggenggam tanganku ...."Hannah menimpali, "Sekarang situasinya sangat genting! Kamu jangan lihat aku dengan ekspresi malu lagi! Di luar ada banyak orang, apa kalian menyinggung seseorang? Kebetulan aku datang malam ini, benar-benar sial!"Kemudian, Hannah pergi ke dapur untuk mencari barang yang berguna. Dia juga menyuruh pelayan membawa Kezia ke lantai atas.Hannah berujar pada Joshua, "Kamu juga naik. Kamu nggak usah ikut campur lagi. Kalau nanti ada yang menerobos masuk, kamu juga nggak bisa bantu aku.""Di luar ... benar-benar ada orang?" tanya Joshua.Hannah menyahut, "Iya, sangat banyak. Keluargaku itu anggota militer, jadi aku pernah mempelajari pengindraan jauh. Aku pasti tahu kalau ada pergerakan di sekitar.""Orang-orang itu bersembunyi sambil mencari kesempatan. Sepertinya bukan untuk mencuri, tapi untuk menangkap seseorang. Aku rasa targetnya Kezia, jadi kamu cepat naik ke lantai atas," lanjut Hannah."Jadi ... bagaimana dengan
Hannah hendak naik ke lantai atas, tetapi dia melihat Kezia yang berdiri di dekat tangga. Kezia sedang memandangi mereka sambil menggendong boneka. Ekspresinya terlihat polos.Tubuh Hannah menegang saat bertatapan dengan Kezia. Hatinya terasa sakit. Sebelum Hannah sempat bicara, Kezia bertanya, "Kalian ... bertengkar, ya?""Kezia, cepat tidur," sahut Joshua dengan suara serak.Melihat bibir Joshua terluka, mata Kezia berkaca-kaca. Dia bertanya, "Paman, wajahmu kenapa?"Kezia buru-buru turun, lalu Joshua memeluknya. Kezia bertanya lagi, "Sakit, nggak?"Joshua menjawab, "Nggak sakit. Tadi nggak sengaja terbentur, nggak apa-apa. Kezia, seharusnya kamu tidur. Kamu ikut Hannah, ya?""Hannah," ucap Kezia sembari melihat Hannah dengan ekspresi ketakutan.Hannah mengepalkan tangannya. Dia tidak ingin tinggal di sini lagi. Ini bukan rumahnya, untuk apa dia tinggal di sini?"Maaf, aku tiba-tiba ingat ada urusan. Aku pergi dulu," ujar Hannah. Dia segera naik ke lantai atas, lalu memakai jaket dan
Joshua yang gugup segera menjelaskan, "Malam itu ... kamu mabuk ... kamu yang bilang ... orang yang kamu suka nggak menyukaimu ...."Hannah mengernyit setelah mendengar perkataan Joshua. Ternyata dia melontarkan kata-kata seperti itu saat mabuk?Hannah menunduk, lalu berkata, "Aku sudah kenyang. Kamu makan saja."Kemudian, Hannah membawa piring ke dapur. Joshua bergegas mengikuti Hannah dan melihatnya membuang pasta ke tong sampah."Hannah," panggil Joshua. Dia meraih pergelangan tangan Hannah. Entah kenapa, dia panik ketika melihat Hannah marah. Joshua ingin meminta maaf.Hannah terlihat mengerikan saat marah. Joshua merasa Hannah tampak menawan saat tersenyum, membalas dendam, dan tidur. Joshua juga merasa sedih saat Hannah marah."Lepaskan aku!" tegur Hannah."Nggak mau!" tegas Joshua. Kali ini, dia berbicara dengan lantang.Joshua melanjutkan, "Aku tahu ... aku membuatmu nggak senang, kamu boleh pukul aku untuk lampiaskan emosimu. Tapi ... jangan abaikan aku. Aku bukan sengaja ...
Hannah yang menunjukkan kesopanan bertanya, "Aku mau makan. Kamu mau, nggak?""O ... Oke," sahut Joshua.Hannah menimpali, "Kalau begitu, kita sama-sama cari makanan di dapur."Hannah membuka kulkas, tetapi tidak menemukan nasi sisa. Dia tidak bisa membuat nasi goreng telur. Orang kaya memang tidak pernah menyimpan makanan sisa. Bahkan Hannah tidak menemukan makanan beku, jadi dia makan apa?Hannah berkata, "Sudahlah. Aku nggak jadi makan. Aku minum air saja, lalu tidur.""Kamu ... mau ... makan pasta?" tanya Joshua.Hannah menyahut, "Aku nggak bisa ...."Joshua menyela, "Aku ... yang ... masak."Hannah bertanya, "Repot, nggak?"Joshua menjawab, "Nggak ...."Sebelum Joshua menyelesaikan ucapannya, Hannah berujar, "Kamu masak saja. Nggak usah bicara lagi."Joshua mengembuskan napas lega. Dia selalu gagap setiap melihat Hannah. Joshua merasa lebih rileks jika tidak bicara.Hannah melihat Joshua mengeluarkan daging sapi, cabai, dan bawang dari kulkas. Dia mulai memotong sayur, lalu memasa