"Kalau cuma itu, tidak masalah. Jadi aku harus panggil apa dong?""Panggil Sayang lah....""Hey, hey, hey. Anak sama mantu cantik mama lagi ngomongin apa sih?"Anita tiba-tiba datang menghampiri mereka."Gak ngomong apa-apa, Ma." Mereka menjawab dengan serentak. Azizah terlihat agak malu.Anita menghampiri Azizah dan Yanto dengan membawa sebuah kotak yang dibalut kertas kado. Melihat menantunya menunduk malu, dia tersenyum."Mama bawa apa itu?" Yanto tersenyum melihat sesuatu yang dibawa mamanya."Ini, kado untuk menantu Mama," kata Anita seraya menyerahkan kotak itu ke tangan Azizah. Azizah menerimanya, meskipun dia merasa sungkan. Bisa menjadi menantu di keluarga majikannya saja sudah merupakan keberuntungan buat dia. Sesuatu yang tidak disangkanya sama sekali. Niat hatinya hanya untuk mencari tempat berlindung dari ayah yang berniat menjualnya, tetapi Allah memberikannya lebih dari sekedar tempat bersembunyi.
Setelah semua yang terpampang di layar besar itu berakhir, ruangan itu kembali gelap, lalu terang, karena semua lampu kembali menyala."Apa maksudnya ini?!" Lutut Azizah terasa goyah. Sekujur tubuhnya terasa tidak bertulang. Tapi dia masih ingin bertanya kepada Yanto. Karena dia tidak mau mengambil kesimpulan sendiri tanpa tahu yang sebenarnya."Apa yang aku lihat ini, Sayang? Apa ini kejutannya?"Mendengar kata sayang dari mulut Azizah, Elena terkekeh. "Apa? Sayang. Ternyata hubungan kalian sudah sedekat itu?!""Tentu saja, karena dia adalah suamiku. Jadi tidak ada salahnya kalau aku memanggilnya dengan sebutan sayang," jawab Azizah. Lalu dia berjalan ke arah Yanto dan melingkarkan tangannya di pergelangan tangan Yanto.Mendengar Azizah berkata dengan lantang, Anita tersenyum. Tapi di mata Elena, Azizah terlihat seperti gadis bodoh.Azizah kembali bicara saat melihat Elena tersenyum miring. "Apa kamu sehat-sehat saja Elena? Kala
"Baik. Tapi kamu harus bercerai dengan suamiku.""Maaf. Tapi saya tidak bisa bercerai dengan tuan muda Yanto."Dalam hati, Azizah berkata, " Mana mungkin aku akan bercerai dengan suamiku. Dia sudah membebaskan aku dari laki-laki yang zalim seperti ayahku. Jika dia tidak menikahiku, mana mungkin aku bisa lari dari ayah dan membebaskan ibu dari cengkramannya.""Jika kamu mau uang suamiku, aku akan bayar berapapun yang kamu inginkan. Tapi pergilah dari kehidupan kami!""Kenapa bukan dari sebelum pernikahan? Kenapa harus sekarang?""Karena tidak ada yang memberi tahuku sebelumnya."Para tamu dari keluarga Yanto mulai berpamitan. Salah satu bibinya Yanto bicara, "Anita. Kami pamit dulu. Selesaikan masalah anakmu dengan baik. Kami hanya bisa membantumu dengan do'a. Semoga Allah memberikan jalan terbaik untuk masalah ini.""Aamiin, Kak. Maaf karena Kakak harus melihat permasalahan seperti ini," ucapnya dengan penuh penyesalan.
Azizah menarik napas dalam sebelum menjawab pertanyaan papa mertuanya. Dalam hati dia berharap, semoga apa yang akan dikatakannya tidak melukai siapapun."Aku sudah banyak berhutang Budi kepada Papa dan Mama, juga tuan muda Yanto. Jadi sekarang, keputusan apapun yang tuan muda, Papa dan Mama berikan untukku, aku terima. Meskipun aku sudah mulai mencintai suamiku, aku siap meninggalkannya jika itu memang menjadi keputusan Papa, Mama dan tuan muda Yanto," tegasnya.Mendengar itu, Elena merasa lega. Sekarang hanya tinggal menunggu keputusan suaminya dan mertuanya."Bagus Azizah. Ternyata, kamu tahu diri juga," ucap Elena dengan senyum sinis.Azizah hanya menunduk. Dia tidak bisa membalas hinaan dari orang yang sudah hancur seperti Elena."Yang Papa tanya, apa kamu masih mau menerima Yanto sebagai suamimu?"Sebelum menjawab pertanyaan Adi Bimantara, Azizah melihat ke arah Elena yang menunggu jawabannya dengan harap-harap cemas, denga
"Aku tidak percaya, kamu bisa bicara seperti itu, Mas. Selama ini kamu selalu mendukungku. Kenapa kamu jadi berubah seperti ini? Apa itu semua karena perempuan ini?!" Elena menunjuk Azizah."Ini semua kerena dirimu sendiri. Sadarlah, Elena. Kamu sendiri yang telah menghancurkan rumah tangga kita. Bukan salah siapa-siapa. Sekarang, pergilah. Sudah tidak ada yang tersisa diantara kita." "Dia tidak akan pergi ke mana-mana! Azizah juga tidak akan pergi ke mana-mana," sela Adi Bimantara.Semua orang tercengang mendengar kata-katanya."Apa maksudmu, Pa?" Anita bertanya dengan kening berkerut."Ini mungkin memang tabu. Tapi poligami diperbolehkan. Karena itu, saran Papa lebih baik anak kita menjadi suami yang baik untuk mereka berdua," usul Adi Bimantara."Pa. Mengusulkan dengan memutuskan itu dua hal yang berbeda. Tadi Papa bukan mengusulkan, tapi memutuskan." Anita memasang wajah kesal.Sekarang, suami Anita hanya bisa terdi
"Rumah ini milik Azizah. Siapa pun boleh tinggal di sini, jika istriku, Azizah mengizinkan!""Tentu saja. Boleh kok. Malah bagus dong. Jika teman Azizah ada di sini, tentu saja dia tidak akan kerepotan lagi mengurus rumah sebesar ini," timpal Elena dengan antusias. Tapi sayangnya jawaban Yanto mematahkan hatinya, "Bukan kamu, tapi Azizah. Jika Azizah mengizinkan, aku tidak keberatan. Karena dialah nyonya rumah di sini. Bagaimana, Sayang?" tanya Yanto kemudian kepada istrinya."Silakan kalau mau tinggal di sini. Tapi dilarang menyusahkan orang lain." Mendengar kata-kata Azizah, Pela mencibir. "Sok jadi nyonya rumah! Dasar gembel naik kelas," makinya dalam hati.Malam harinya, Azizah sudah mandi dengan sangat bersih. Ini adalah malam pertamanya tidur dengan orang lain di sisinya. Jantungnya berdegup kencang. Berulang kali dia menarik napas lalu menghempaskannya."Aduh.... Bagaimana ini? Kok aku jadi merinding. Apa malam ini dia a
"Istriku." Yanto membelai rambut Azizah dengan lembut. Kemarahan tidak tampak di wajahnya, walaupun pertanyaannya tidak dijawab oleh Azizah dengan baik."Tuan muda memanggil saya?" Setengah sinis Azizah bertanya."Kalau bukan kamu, siapa lagi?" jawabnya lembut."Bisa saja Elena, kan?"Yanto memegang kedua pundak Azizah dan menatapnya dalam-dalam. "Apa kamu masih marah dengan kejadian tadi siang? Dengar istriku. Jika kamu tidak merasa nyaman dengan kehadiran Elena di rumah ini, kita bisa menyuruhnya pergi." "Lah! Apa dia pikir aku ini perempuan bodoh? Setelah puas dia bercinta dengan Elena, sekarang dia bersandiwara akan mengusir Azizah jika aku menginginkannya," batin Azizah."Enggak kok. Aku sama sekali tidak merasa terganggu dengan kehadirannya. Cuma yang aku heran, kenapa Tuan muda Yanto tidak langsung tidur di sana saja?"Tampak raut wajah terkejut di muka Yanto, sehingga Azizah yakin dengan pertanyaannya
"Bukan urusanmu," jawab Elena ketus seraya menutupi lehernya dengan rambut. Sesekali matanya melirik ke arah Yanto seperti orang yang sedang kasmaran.Azizah bermonolog dalam hatinya, "Kenapa Tuan muda Yanto hanya sibuk dengan Akbar? Sungguh pemain sandiwara ulung!" Tidak lama kemudian, Adi Bimantara muncul dengan wajah yang sumringah. "Selamat pagi semuanya," sapanya, lalu duduk di kursi paling ujung.Saat makan, sesekali terlihat Elena mencuri pandang dengan Yanto. Hanya Yanto yang acuh padanya. Tapi Azizah yakin kalau itu termasuk bagian dari sandiwara cintanya.Azizah melanjutkan makannya, walaupun seleranya tidak nafsu melihat makanan. Ternyata, walaupun tidak pacaran lama, rasa cemburu itu tetap ada. Yang lebih menyakitkan, Yanto pura-pura mencintainya, padahal kenyataannya Elenalah yang dicintainya."Kenapa Azizah?" Anita heran melihat Azizah menunduk seperti tidak semangat untuk menelan makanan."Tidak apa-apa, Ma. Ayo m
"Kesabaranku sudah habis. Aku pastikan kamu akan mendapatkan balasannya Azizah," gumam Rudi.Keesokkan harinya, Azizah terbangun di dalam mobil. Seingatnya dia semalam berada di sebuah kamar dengan suaminya Yanto setelah merayakan malam tahun baru."Aduh," ringisnya seraya memegang kepalanya yang terasa berat. Di luar mobil, dia melihat tiga orang laki-laki sedang berbicara, lebih tepatnya sedang bernegosiasi. Satu orang yang tidak dikenalnya, sementara yang dua orang lagi adalah orang yang dikenalnya. Mereka adalah Rudi dan Doni. Azizah kembali menajamkan penglihatannya. Ya, ternyata memang mereka berdua, tidak salah lagi. Azizah segera membuka pintu mobil untuk melarikan diri. Tapi ternyata pintunya terkunci dan tidak bisa dibuka.Ketiga orang itu sekarang masuk ke dalam mobil dan tersenyum sinis kepada Azizah."Dimana saya?! Kenapa saya ada di sini?! Ayah dan Rudi kenapa kalian juga ada di sini?!"Dengan sinis Rudi menjawab pertanyaan Azizah."Kami di sini untuk menjualmu! Uangnya
Hari-hari berlalu tanpa ada kegaduhan. Doni seperti menghilang ditelan badai semenjak dia melancarkan aksinya. Yuni sudah mulai tenang. Azizah juga tidak lagi mencemaskan adik-adiknya akan diculik oleh sang ayah.Malam ini adalah malam tahun baru. Mereka semua yang ada di rumah Yanto sedang bersiap-siap untuk merayakan tahun baru ke sebuah pantai.Setelah menempuh perjalanan beberapa jam, akhirnya mereka sampai di sebuah pantai yang indah."Ayo masuk, Sayang." Elena menuntun Azizah masuk ke sebuah villa yang sangat indah."Ini adalah villa kita." "Indah sekali, Ma." Azizah memandang takjub keindahan villa itu. "Kamu akan lebih kagum lagi jika melihat pemandangan laut dari balkon. Ayo mama tunukkan," ajak Anita kemudian.Sesampainya di balkon, Azizah benar-benar terpesona dengan pemandangan laut yang tampak dari sana.Elena mencoba memanfaatkan waktu untuk mendekati Yanto disaat Azizah sibuk dengan mertua, ibu dan adik-adiknya."Sayang. Sudah lama kita tidak ke sini, ya?" Elena meran
Tok. Tok. Tok.Suara ketukan pintu membuat perhatian Azizah teralihkan. Dia yang tadinya saling pandang dari balik kaca transparan bersama sang suami, kini menoleh ke arah pintu."Masuk," seru Azizah.Ternyata Rudi yang datang dengan membawa beberapa laporan."Setelah memeriksa sejenak, Azizah berucap dengan nada dingin."Kenapa laporannya jadi berbeda dengan aslinya?!""M_maksudnya?""Pak Dino sudah menyerahkan tentang laporan gaji karyawan yang banyak potongannya. Saya harap Pak Rudi segera menyelesaikannya dalam satu bulan. Laporan ini sangat tidak akan bagus jika sampai ke tangan Pak Yanto. Jadi tolong kerja samanya. Berhenti jadi orang culas, karena itu akan menyengsarakan dirimu sendiri. Atau... kamu mau mendekam di penjara?!"Yanto terperangah dan berkeringat dingin mendengar kata-kata Azizah. Dalam hatinya berkata, "Sombong sekali dia sekarang. Baru sehari menjadi bos sudah sok-sokan gayanya. Tapi aku ti
Rudi merasa bersyukur karena Azizah menolak menolong Pela secara halus. Karena dia tidak mau kebusukannya di perusahaan akan ketahuan oleh Pela. Mau ditaruh di mana mukanya jika dia ketahuan korupsi. Pela pasti akan membatalkan rencana pernikahan mereka. Rudi menyeka keringat yang ada di keningnya dan menghembuskan napas secara perlahan."Azizah benar, Sayang. Dan... menurutku, sebaiknya kamu tidak usah bekerja lagi. Kita kan mau menikah, jadi, biar aku saja yang bekerja.""Umm, so sweet...." Pela menggenggam tangan Rudi dengan mesra..Azizah sedikit merasa kecewa mendengar Rudi melarang Pela untuk bekerja. Apalagi melihat kemesraan yang mereka tunjukkan di depan Azizah. Dia bermonolog dalam diam."Ternyata Rudi memang sangat mencintai Pela. Jika tidak, dia tidak akan melarang Pela untuk bekerja. Pela memang sudah mengisi hatinya. Sedangkan aku hanya sekedar penjaga jodoh sepupuku. Nasibnya memang jauh lebih baik dariku. Walaupun sekarang aku sudah menikah, suamiku tetap milik perempu
Elena terperangah hingga matanya melotot mendengar ancaman dari Azizah. Tapi Azizah mengulang kembali ancamannya."Kalau kamu berani mempermalukan aku di depan para tamu, aku pastikan semua orang akan mengetahui tentang perselingkuhan mu dengan Nofer mantan pacarmu."Elena terperangah mendengar ancaman dari Azizah. Dia tidak menyangka gadis lugu seperti Azizah akan berani mengancamnya."S_siapa Nofer? Jangan mengada-ada, kamu! Beraninya kamu mengancamku dengan membuat kebohongan!"Mendengar Elena mengatakan itu, Azizah tertawa kecil. "Elena, Elena. Aku pernah melihatmu bermesraan dengan Nofer di Mall, seperti halnya yang mas Yanto lihat. Tadinya aku pikir, cuma aku yang lihat. Tapi ternyata, mas Yanto juga melihatnya. Yah aku kasihan melihatmu bertengkar dengan mas Yanto. Tapi jika kamu mempermalukan aku nanti, bukan cuma dengan mas Yanto, tetapi, kamu akan bertengkar dengan mama dan papa mertua juga. Sebagai bonusnya, kamu akan menjadi bahan perbincangan semua orang. Bagaimana, Elen
"Kurang ajar! Kenapa aku bisa ketahuan. Yang lebih parahnya lagi, paman juga terseret. Gara-gara dia, paman harus dirawat di rumah sakit."Selama ini aman-aman saja. Tidak ada pemeriksaan gaji karyawan atau pun tentang uang bahan baku. Rudi bekerja sama dengan pamannya untuk menilap uang perusahaan karena dilihatnya sang Presdir jarang masuk ke perusahaannya. Tapi semenjak dia menikah, dia jadi sangat rajin memeriksa segala sesuatunya. Keadaan jadi sangat buruk untuk Rudi dan pamannya.Walau terasa lama, tapi akhirnya waktu berlalu. Rudi masih menimbang-nimbang apakah ia akan datang menghadiri pesta yang diadakan oleh bosnya. Pesta untuk memperkenalkan istrinya.Tapi dia memang harus pergi ke pesta itu, karena Yanto sudah memberikan signal kepadanya dengan memberikan keputusan jangka waktu jatuh tempo pelunasan uang gaji karyawan yang ia korupsi.Dia segera menghubungi Pela. Pela sangat senang sekali karena Rudi mau mengajaknya ke pesta yang diadakan bosnya. Tapi sayangnya dia merasa
"Secara tidak sengaja, aku mendengar pertengkaran antara Mas dan Elena semalam." Azizah tersenyum hambar. "Tapi jangan khawati, Mas. Aku gak masalah, kok. Setidaknya, dengan menjadi istrimu, sudah mengangkat derajatku sebelumnya yang hanya sebagai seorang pembantu, menjadi seorang istri dari majikanku sampai aku diceraikan.""Apa? Kamu menguping pembicaraan kami?! Jangan biasakan hal seperti itu. Tidak baik.""Aku bukannya sengaja menguping. Makanya kalau mau bertengkar ataupun bercinta, pintu kamar ditutup rapat dulu! Biar kalau ada orang yang lewat gak bisa dengar!"Seketika muka Yanto memerah mendengar penjelasan Azizah. Badannya terasa ngilu karena malu. Yanto sama sekali tidak menyangka kalau Azizah ternyata pernah memergokinya sedang bercinta dengan Elena.Dia melepas pelukannya dari Azizah. Pura-pura marah untuk menutupi rasa malunya, "A_apa! Bercinta?! Siapa yang bercinta?! Jangan asal bicara Zah?! Kamu kan tahu kalau aku masih marah dan belum bisa menerima dia. Bagaimana mung
Dari luar pintu yang tidak rapat, Azizah mendengar pertengkaran Yanto dan Elena dengan sangat jelas. Air matanya menitik tanpa ia sadari.Bukan maksudnya sengaja untuk menguntit atau mencuri dengar pembicaraan mereka. Tetapi karena ia harus melewati pintu kamar Elena untuk menuju kamarnya. Tanpa sengaja langkahnya terhenti mendengar perdebatan mereka yang menyebut tentang dirinya dengan sebutan merendahkan."Ternyata aku hanya dinikahi untuk melahirkan anak untuk mereka," batin Azizah dari balik pintu yang sedikit terbuka.Azizah melangkahkan kakinya yang terasa berat ke kamarnya. Tidak ada gunanya ia mendengar lebih banyak lagi. Yang ada hanya akan menambah luka batinnya.Sesampai di dalam kamar, dia duduk di depan cermin. Ia tak kuasa menahan perihnya hati saat mendengar pertengkaran antara Yanto dan Elena. Perselingkuhan Elena dengan lelaki lain menjadi sumber dari pertengkaran mereka, tetapi dialah yang menjadi peran utama dalam permasalahan mereka.Tangisan tak dapat meredam per
Yanto menjalankan mobilnya dengan pikiran yang bercabang. Disatu sisi, dia ingin menghibur Azizah, tetapi sekarang bahkan dia tidak bisa tersenyum.Elena dan seorang laki-laki yang bergandeng tangan selalu menari di pelupuk matanya.Perjalanan yang tidak memakan waktu lama terasa sangat lama bagi Yanto.Sesampainya di rumah, Dia membiarkan Azizah beserta adik-adik dan ibunya turun dari mobil. Dia tetap memperlihatkan senyum bahagianya. Setelah dia tinggal sendiri di dalam mobil, dia kembali murung."Selama ini, aku sudah banyak berkorban buat dia. Tapi kenapa tega sekali dia menghianatiku. Aku bahkan menikahi Azizah demi dia. Apa dia sama sekali tidak melihat pengorbananku? Jika bukan karena ingin memiliki seorang anak, aku tidak akan menikahi perempuan lain seperti yang diinginkan mamaku. Tapi dia! Tega sekali dia bermain api di belakangku. Dia tidak mau merusak tubuhnya jika melahirkan seorang anak. Tetapi teganya dia mengobral tubuhnya untuk lelaki lain. Apa karena itu dia tidak ma