Desta menatap sahabatnya dengan tajam seolah menguliti setiap jengkal tubuhnya. Tangan kekar pria itu mengangkat istrinya yang seperti ... pingsan?
"I--itu kenapa dengan dahi dan tangannya?"Daniel hanya menatap sekilas wajah sahabatnya, lalu berjalan melewatinya begitu saja. Satu per satu anak tangga ia lalui dalam diam. Diikuti Desta dari belakang yang masih penasaran dengan apa yang terjadi.Dengan hati-hati Daniel membaringkan Diana di atas ranjang. Ia memperlakukan gadis itu dengan sangat lembut seolah Diana adalah guci mahal yang akan retak jika terlalu keras meletakkannya."Dan, katakan! Dia kenapa? Kenapa bisa bersamamu?" Desta menyeret tangan sahabatnya dengan kasar. Entah mengapa ia tak rela istrinya disentuh pria lain meski tidak ada cinta di hatinya.Menghembuskan napas lelah, Daniel menatap netra kelam Desta dengan kesal. "Emang kamu peduli? Bukankah kamu lebih suka menghabiskan waktu dengan gadis manja itu?"TakDua puluh menit akhirnya gadis itu sudah kembali menutup auratnya dengan sempurna. Tentu saja Desta yang berjuang sendiri memakaikannya. "Lo masih di sini?" Kenapa nggak pulang saja?" tanya Desta saat ia melihat Daniel berbaring di sofa ruang tamu. Ia berniat untuk mengambil air minum ke dapur tadi. Namun matanya menangkap sosok yang terbaring sini. "Gue pikir Lo ingin tahu kenapa Diana bisa seperti itu. Kalau nggak butuh penjelasan, gue bakal pulang sekarang." Pria yang sejak pagi tadi bersama Diana itu bangkit dan hendak melangkah menuju pintu. "Jelaskan!""Ck, tak bisakah Lo sedikit sopan pada Gue?""Jangan banyak omong! Jelaskan kenapa kalian bisa bersama dan apa yang terjadi padanya?" Daniel menyugar rambutnya kasar. Tatapan matanya menghujam dalam ke manik kelam pria di hadapannya. Sedikit menilai apakah ia harus jujur atau tidak. Semenjak ia tahu jati diri Diana sesungguhnya, Daniel menjadi benci terhadap sahabatnya in
Cahaya mentari menembus ventilasi saat Diana telah bersiap untuk kembali ke sekolah. Tiga hari cuti karena nikah dadakan itu, membuatnya bosan di rumah. Ditambah lagi pasca kecelakaan, Desta benar-benar melarangnya untuk melakukan sesuatu. Entah apakah ia harus senang atau sedih atas perhatian suaminya itu. Lelaki yang begitu dingin dan jutek tiba-tiba berubah jadi perhatian saat ia sakit. Apa ia harus sakit saja agar suaminya seperti itu terus? Setelah memastikan semua barang bawaannya lengkap, perempuan yang baru tiga hari menyandang gelar istri itu turun menuju ruang makan. Langkahnya terhenti kala di sana sudah ada dua orang pria dengan wajah tegang. Baru saja ia akan berbelok untuk langsung ke pintu samping, Daniel sudah lebih dulu memanggilnya. "Diana! Mau kemana? Kamu sudah baikan?" tanya pria itu perhatian. Sudah tertangkap basah, mau tak mau gadis yang dipanggil itu kembali berjalan menuju meja makan. Ekor matanya melirik sang suami y
Tadi, setelah ia pergi dari meja makan, ia langsung menjalankan mobilnya dan menepi di pinggir jalan sambil menunggu Daniel. Ia menduga sahabatnya pasti akan melakukan banyak cara untuk membujuk istrinya agar mau diantar ke sekolah. Dugaannya seratus persen benar. Kini ia melihat istrinya berada dalam mobil sahabatnya menuju sekolah tempatnya mengajar. Yang membuat Desta tak habis pikir, untuk apa ia melakukan hal ini. Ia sendiri sangat membenci perempuan itu. Namun entah mengapa sisi lain hatinya selalu menyuruh untuk melakukan sesuatu di luar logikanya. Pria dingin tapi tampan itu rela membuang waktu yang begitu berharga demi bisa melihat dua orang itu. Padahal dia sangat membenci istrinya bukan? Lalu untuk apa dia melakukan ini? Benar-benar di luar kebiasaan Desta."Ternyata benar dugaanku. Mereka sangat dekat dan terlihat sangat akrab. Apa ada yang istimewa di antara mereka? Atau dua orang ini sengaja menjalin hubungan diam-diam dan akan menikah keti
"Bang, ... ini ... bukan mimpi, kan? Be--benarkah apa yang kulihat ini?" Gadis itu terlihat menahan gejolak yang membuncah dari dalam dadanya. "Iya. Ini nyata."Bendungan air mata yang sudah ia jaga agar tetap terkumpul di tempatnya akhirnya jebol. Diana tak kuasa menahan haru dan bahagia. Keduanya berpelukan di depan dokter Fahri yang ikut bahagia menyaksikan drama keluarga itu. Selama ini Daniel sering menceritakan soal adiknya yang hilang. Dan setelah insiden di apartemen waktu itu, ia yakin kalau Diana adalah adiknya. Saat ia mencoba untuk melecehkan gadis itu, matanya menangkap bekas luka di pundak akibat ulahnya dulu waktu kecil. Namun awalnya ia masih belum meyakininya. Baru setelah melihat liontin yang hanya ada dua di dunia ini karena dibuat khusus dengan ukiran nama itu, ia semakin yakin bahwa Diana adiknya yang hilang. Tak butuh waktu lama baginya untuk tahu jati diri Diana setelah menyewa detektif swasta. Saat ia menemukan sang adik
Diana masuk ke rumah dengan langkah ringan. Senyum berkembang menghiasi wajahnya. "Dari mana kamu?"Diana berjengkit. Ia pikir suaminya masih di kantor. Namun ia salah. Pria itu sedang duduk di sofa dengan kaki menyilang dan tangan bersedekap.”Dari ngajar, Mas.""Sampai jam segini?" Desta bangkit dan melangkah mendekat. "Kamu lupa sedang tinggal dimana?"Susah payah Diana menelan ludahnya. Jarak mereka yang semakin dekat membuat tubuhnya panas dingin. Ia binggung dengan perubahan sikap suaminya yang begitu cepat. "Maaf, Mas." Hanya kata itu yang keluar dari mulutnya. Lalu bergerak menjauh menuju kamarnya. Ia tak tahu jika pria yang menjadi suaminya beberapa hari lalu terus menatapnya hingga bayangan tubuhnya lenyap ditelan pintu. Desta bingung dengan sikapnya sendiri. Tiba-tiba ia merasa tidak suka kalau Diana mengabaikannya. Apalagi melihat kedekatannya dengan Daniel. Padahal dia sangat membencinya.
Desta terus mengamati dua wanita yang sedang bertengkar di dapurnya. Dari jarak sekian, ia bisa melihat sikap tenang yang ditunjukkan istrinya. Berbanding terbalik dengan Meta yang berapi-api mencecar kakaknya. "Meta, lebih baik kamu pulang kalau cuma buat gaduh di rumahku! Lagipula, dia kakakmu, harusnya kamu bisa bicara sopan padanya," ucap Desta tanpa emosi. Seperti biasa, ia menampilkan wajah datarnya ketika di hadapan Diana. Karena tak ingin wanita itu salah paham dengan sikapnya. "Dan kau, Diana, kembalilah ke kamarmu. Malu di dengar bik Ijah dan mang Asep!""Iya, Mas." Perempuan berhijab itu melangkah meninggalkan adiknya yang masih diliputi amarah. Melewati sang suami sambil menunduk. Desta yang sejak tadi mencuri pandang padanya merasa kesal karena tak dilirik sama sekali. "Kenapa kamu malah membelanya? Apa sekarang kamu sudah mulai mencintainya?" teriak Meta yang masih bisa didengar oleh Diana. "Kamu ngom
Diana benar-benar tak paham dengan sikap lelaki di depannya ini. Bukankah tadi ia bilang pada adiknya kalau dia sangat membencinya? Kenapa tiba-tiba dia pamitan mau ke rumah sakit? Biasanya juga pulang dan pergi tanpa permisi. Melihat istrinya yang melamun, pria itu tak melewatkan kesempatan untuk kabur dari sana. Ia merutuki kebodohannya yang bicara seperti itu. "Bagaimana kalau ia mengira aku peduli padanya? Argghh! Ada apa, sih denganku?" ***Beberapa hari setelah kejadian ia tertangkap basah menguping istrinya mengaji, Desta memikirkan cara supaya bisa mendengarkan ayat-ayat itu lagi tanpa ketahuan. Ia mulai kecanduan dengan bacaan itu. Namun gengsinya sangat besar untuk berkata jujur dan meminta Diana untuk membacakan Al-Qur'an untuknya. Di sinilah ia sekarang. Di kamar Diana yang sedang ke sekolah untuk mengajar. Tadi pagi ia sengaja berangkat ke kantor. Namun dua jam kemudian ia kembali pulang dan membuka kamar perempuan itu dengan kunci
Seketika Diana membeku. Jantungnya jumpalitan nggak karuan. Keringat dingin keluar dari seluruh pori-pori kulitnya. Suara itu, dia sangat mengenal suara dingin itu. Perlahan ia memutar lehernya dan mendapati sosok pria tinggi dengan tubuh atletis berdiri di belakangnya. Sorot mata pria itu begitu tajam menusuk hingga ke tulang belulang Diana. "Ma--mas, kenapa bisa ada di--sini?" ucap perempuan berkerudung syar'i itu gugup. Ia menelan ludah susah payah melihat betapa garangnya pria yang telah menjadi imamnya itu. "Kenapa? Kamu kaget karena tertangkap basah sedang selingkuh dengan sahabatku sendiri? Kupikir kamu wanita alim yang akan menjaga kehormatanmu. Ternyata ekspektasiku terlalu tinggi. Kamu nggak ada bedanya dengan perempuan murahan yang suka menggoda pria kaya. Cih!""Jadi itu yang ada di dalam pikiranmu, Mas? Kenapa tak bertanya dulu?"Pria dengan mata elang itu tertawa sumbang. Entah mengapa dadanya terasa panas menyaksikan ked
Pertama kali bertemu orang yang melahirkan ke dunia seumur hidupnya, Diana seperti mimpi dan tak ingin bangun lagi. Selama ini ia mengira ibunya Meta adalah orang yang telah melahirkannya juga. Ternyata dia salah.Dan kini, wanita yang telah menyediakan rahimnya untuk dia tumbuh selama sembilan bulan lebih, talah ada di depan mata. Mereka masih berpelukan melepaskan rindu. Seolah hanya ada mereka berdua di sini. Bahkan, Diana sampai melupakan suaminya. Dalam kondisi normal, ia akan merasa malu bersikap seperti ini di depan suaminya. "Apa kalian nggak menganggap kami ada?" ucap Daniel dengan nada cemburu. Sepasang wanita kembar beda usia itu melerai pelukannya. Lalu menatap tajam pada pria yang barusan berbicara. Seolah mengerti dengan tatapan itu, Daniel memilih untuk duduk di samping Desta. "Apa setelah bertemu kalian akan bersekutu untuk memusuhiku? Kenapa tatapan kalian seperti itu?" cicitnya membuat ia mendapat lemparan dua bantal sofa secara bersamaan. "Tuh, kan ... benar. Bah
Pagi-pagi sekali, Diana sudah berkutat di dapur. Efek tak bisa tidur semalaman karena memikirkan ibu angkatnya, ba'da subub ia sudah berkutat di dapur. Membuat nasi goreng dan roti bakar untuk sarapan. Bi Ijah berkali-kali sudah melarang. Tak tega melihat majikannya di depan kompor dengan perut besar. Apalagi sesekali Diana menekan punggungnya yang mulai pegal. Namun, dasar Diana, ia tetap melakukan aktivitas meski sudah dilarang. Katanya biar persalinannya nanti lancar. Bahkan andai Desta nggak memaksa, ia tetap ingin pergi mengajar. Tepat pukul 6 pagi semua sarapan sudah terhidang di meja makan. Delapan puluh persen Diana yang membuatnya. Setelah siap, wanita itu segera masuk ke kamarnya. Semenjak usia kandungannya mencapai tujuh bulan, Desta memindahkan kamar mereka di kamar tamu yang ada di lantai satu. Jadi, Diana tak perlu susah payah naik turun tangga. "Mas, sarapannya sudah siap, tuh!" Diana mendekati suaminya yang asik dengan HP pintarnya. "Dari habis subuh kamu menghilan
"Eh, Gita, belanja juga?" Kedua sahabat lama ini langsung berpelukan. Menyingkir dari tempat itu dan membiarkan Deata menyelesaikan pembayaran. "Alhamdulillah, ini sudah delapan bulan. Kamu ...?" Diana tak melanjutkan pertanyaannya. "Anakku sudah dua.""Oh ya? Masyaa Allah, lama tak berkabar tahu-tahu dah berbuntut dua," ujar Diana nyengir. Mereka terlibat obrolan panjang sampai suami Diana mendekat. "Sudah, Mas?" "Udah. Yuk!" ajak Desta sembari menarik pinggang sang istri. Saat itulah tatapan matanya bersirobok dengan Gita. Sesaat keduanya terpaku. Kenangan silam masa SMA teringat kembali oleh mereka. Gita adalah orang yang pernah menolong Diana waktu kecelakaan dulu. Saat itu Diana berlarian ke halte karena ia tak mau ketinggalan UAS. Saat bersamaan ada pengendara sepeda motor dengan kecepatan tinggi melaju dari arah kanan. Spion motor itu menyenggol tubuh Diana membuatnya terjatuh. Untuk hanys luka ringan sehingga ia masih bisa ikut UAS. Gita yang sedang mengendari mobil berhe
"Jadi?""Yah, begitulah faktanya." Dengan santai pria yang mengaku bernama Eldi mencomot kembali udang crispy yang masih setengah porsi milik Diana. Tentu kelakuan nggak sopan pria ini membuat dua pria lain menganga melihatnya. "Hei, kalau mau makan pesan aja sendiri! Jangan main comot gitu, dong!" Desta tampak menggeram melihat kelakuan sewenang-wenang pria yang mengaku teman SMA istrinya. Namun sepertinya Eldi tak merasa terganggu dengan tatapan membunuh 2 pria di sampingnya . Mau tak mau Diana menyudahi makannya meski sebenarnya iya masih sangat ingin melahap udang crispy itu. Namun mengingat aura yang mulai berubah horor, wanita hamil ini menekan keinginannya."Eh, eh, eh, mau kemana? Temani aku dulu di sini napa? Sepertinya kamu sudah nggak takut ma cowok lagi. Kalau gitu, boleh dong babang El PDKT sama Diana cantik," ucapnya tanpa disaring dulu. Iya Bahkan tak mau repot-repot melihat dua orang yang menjadi bodyguard Diana. Baginya dua orang pria itu dianggap seperti bayangan
Mobil yang mereka tumpangi berbelok ke restoran seafood yang ada di pinggir pantai. Diana berjalan lebih dulu ketika mobil telah berhenti. Memilih tempat dengan view yang menarik. Dia sangat suka laut. Maka tak heran ia memilih saung yang berhadapan langsung dengan laut. Dari sini mereka bisa melihat matahari terbenam secara langsung. Sayangnya, saat mereka sampai, surya masih bersinar terang dan belum condong ke barat. "Mau pesan apa, Sayang?" tanya Desta saat bobot tubuhnya mendarat sempurna di samping sang istri. "Aku mau cumi asam manis, udang krispi, sama ca kangkung aja." "Ok. Minumnya?""Es degan.""No! Wanita hamil tak boleh minum es." "Kata siapa?""Kata suamimu yang paling ganteng," ucap Desta narsis. Daniel memeragakan akting memuntah pada sohib sekaligus iparnya itu yang ditanggapi dengan gelak tawa. Wanita hamil yang sejak tadi fokus pada deburan ombak di laut, bahkan ketika menyebutkan menu yang diingini, menoleh pada sumber suara. Menatap takjub pada pria tampan
Pria tua yang dipanggil paman oleh Diana ini berdiri. Tatapannya nyalang seperti hendak memakan orang. Diana yang sudah biasa diperlakukan demikian olehnya tak merasa heran. Sejak dulu adik kandung bapak angkatnya ini memang terlihat nggak suka padanya. Selalu saja mengatakan jika Diana sebagai anak pembawa sial. Entah apa maksud dari ucapannya itu. Kini, Diana paham. Yang dimaksud pamannya itu adalah karena Diana mendapat bagian harta yang lebih banyak. Padahal jika dipikir-pikir, bagiannya sama rata. Karena selain mendapat lahan sawit, bapak dan paman mendapat saham perusahaan masing-masing lima puluh persen. "Tolong, Pak, jaga sikap. Semua pembagian sudah dihitung secara adil. Selain lahan sawit, bapak-bapak masih mendapat saham perusahaan.""Ya, tapi seharusnya perempuan pembawa sial ini nggak perlu dapat bagian. Kenapa tidak Meta saja yang mendapatkannya? Dia putri kandung keluarga ini!""Maaf, Pak. Saya hanya menjalankan perintah almarhum. Keputusan ini sah dan dilindungi huk
"Tapi nanti keluarga itu akan semakin membenciku," lirih Diana sambil menunduk. Bagaimana pun dia sudah dibesarkan dengan sangat layak oleh keluarga itu. Dikuliahkan hingga ia bisa mengejar impiannya menjadi guru. Dia tak mengharap apapun dari mereka sebenarnya. "Tanpa mengungkit masalah ini pun mereka sudah membencimu sejak dulu, Di. Kebaikan dan ketulusan mereka selama ini hanya topeng. Mereka menginginkan bagianmu. Karena untuk mengalihkan nama menjadi nama Meta butuh persetujuan dan tanda tanganmu."Diana memijat pelipisnya. Tiba-tiba kepalanya berdenyut mendengar hal ini tiba-tiba. Ia tak menginginkan harta itu. Baginya berkumpul dengan keluarga sudah merupakan kebahagiaan tersendiri. Ia sudah cukup senang dengan menjadi guru dan mendapatkan hasil darinya.Sarapan pagi yang seharusnya dilakukan dengan santai, kali ini justru diliputi keseriusan. Diana berharap apapun yang terjadi nanti keluarga yang telah membesarkannya tidak semakin membenci dirinya. "Apa tidak masalah kalau
Melihat kekagetan mommy, Diana berdiri dan membimbingnya untuk duduk. Ada yang perlu dijelaskan di sini. Diana menatap suaminya lalu beralih ke abangnya seolah ingin meminta persetujuan untuk menjelaskan statusnya. Kedua pria itu kompak mengangguk. "Mom, sebenarnya aku dan Bang Daniel kakak adik.""Apa?!"Wanita yang masih sangat cantik di usianya yang tak lagi muda itu membelalak. Tak percaya dengan apa yang didengarnya. "Iya, Tan. Maaf, kami baru bisa memberi tahu sekarang. Karena kami juga baru tahu sesaat setelah Diana menikah dengan Desta." Daniel berinisiatif untuk menjelaskan mewakili adiknya. Dengan santai ia menjelaskan kronologis hilangnya Diana waktu masih bayi. Lalu menjelaskan bagaimana dia bisa tahu kalau Diana adalah adik kandungnya. "Jadi keluarga yang berusaha untuk mencelakaimu itu bukan keluarga kandungmu? Oh syukurlah Diana Mommy sangat senang mendengarnya. Karena kamu bukan keturunan keluarga kriminal." Mommy tampak bersungguh-sungguh. "Awalnya tante sangat
Aroma masakan Diana memenuhi dapur. Menguar ke seluruh penjuru ruangan. Pagi ini, Desta akan mengajak sang istri berjalan-jalan ke suatu tempat. Ia sengaja mengambil cuti seminggu untuk menebus waktu yang hilang sebelum ini. Ia turun dengan pakaian casualnya. Menambah kadar ketampanan pria itu meningkat beberapa kali lipat. Ditambah senyum yang tak pudar membuat semua penghuni rumah tertular aura bahagia yang ia taburkan. "Hem, wangi sekali aromanya, masak apa?" ucap Desta yang tiba-tiba sudah berada di belakang Diana. Melilitkan sepasang tangan kokohnya ke perut buncit wanita itu dan mengelusnya pelan. Mengantarkan sensai nyaman pada wanita itu. Diana tak menjawab pertanyaan sang imam. Ia sibuk menetralkan degub jantungnya yang berdentam-dentam tak karuan. Matanya terpejam menikmati gerakan aktif calon buah hatinya. "Wow, dia aktif sekali! Apa dia sedang mengajakku bicara?" ucap Desta antusias. Pria itu tampak takjub dengan apa yang ia rasakan. Baru kali ini dia merasakan secara