Hari-hari berlalu, Anna semakin menikmati perannya sebagai istri sekaligus ibu dari dua anak ajaib yang sangat menggemaskan. Setiap pagi dirinya akan lebih sibuk dibanding bi Sari, dari mulai memasak untuk sarapan, menyiapkan bekal anak-anaknya sampai mengurusi ketiga orang yang sangat ia sayangi itu. "Morning."Adrian membuka matanya malas saat tangan lentik istrinya itu menyibakkan selimut yang menutupi tubuhnya. Adrian tak terima, tangan besarnya kembali menarik selimut itu hingga menutupi tubuhnya. "Bangun mas, bentar lagi jam tujuh," tutur Anna lembut, tangannya kembali menyibakan selimut Adrian. "Sebentar lagi, mas cape" keluhnya Adrian begitu manja, entah kenapa setelah menikah dengan Anna sikap coolnya jadi hilang, menguap begitu saja. Ia malah semakin manja pada istrinya itu melebihi kedua anaknya. "Emang mas gak masuk kerja hari ini? Kata Rama ada rapat penting nanti pukul sembilan, Aruni juga tadi chat aku katanya butuh banget tandatangan kamu buat proyeknya. Aku suruh
Suasana hangat masih menyelimuti keluarga Adrian pagi ini. Entah kenapa, semenjak Adrian menikah, Dapur menjadi ruang favorit mereka untuk saling bercengkrama dengan riang di pagi hari. Entah itu candaan, keluh kesah, atau juga keinginan.Anna begitu bersyukur, kedua anak Adrian sangat menyayangi dirinya bahkan tak pernah menyusahkan dirinya. Prihal rewel dan manja mungkin hal yang lumrah untuk anak-anak, apalagi kedua anak Adrian kan kekurangan kasih sayang seorang ibu, jadi wajar jika mereka begitu manja padanya. "Bunda, nanti pulangnya kerumah oma ya?" Pinta Raja dengan mata berbinar. "Gak kerumah jiddah?" jawab Anna dengan berbalik tanya. Pasalnya selama mereka tinggal di mansion, Raja tak pernah sekali pun absen bermain dipesantren al-anwar ditemani salah satu pengawalnya. Siapa lagi kalau bukan Bayu. Pria itu yang selalu setia menemani Raja pergi ke pesantren al-anwar, yang rela ikut nyebur ke kolam lele demi menemani si tuan muda untuk memanen lele bersama jaddunnya. Yang rel
Sudah setengah hari, ketiga perempuan berbeda usia itu menghabiskan waktu bersama dari mulai pergi ke salon untuk sekedar spa atau perawatan lainnya hingga kini ketiganya baru saja menginjakan kaki di mall terbesar yang ada di Jakarta ditemani kedua pria berbadan kekar yang selalu menemani mereka atas perintah Adrian dengan jarak yang lumayan agak jauh, agar ketiganya tidak begitu risih. Melati berjalan dengan menggandeng Anna serta Aruni disamping kiri dan kanannya, sesekali diselingi canda dan tawa. Tapi tidak dengan Aruni, untuk hari ini rasanya moodnya sedang berantakan, sedari turun dari mansion tadi Aruni bahkan tidak pernah mengeluarkan suara, ia masih dalam mode silent treatmentnya, membuat Anna dan Melati berusaha untuk menghiburnya."Kalau model ini kamu suka, enggak?" tanya Melati menunjuk salah satu abaya berwarna hitam."Lebih suka yang model abaya gini atau gamis biasa aja?" Melati kembali bertanya dengan menunjukkan kedua model gamis ditangan kanan dan kirinya pada Ann
Sialan. Adrian terus mengumpat dalam hatinya, ia begitu menyesal dengan apa yang diperbuatnya hingga membuat Anna terisak dan mendiaminya saat ini. Padahal niatnya tadi ingin bermanja setelah seharian itu Anna menghabiskan waktu dengan ibunya. Namun, sialnya emosi Adrian yang tak bisa terkontrol membuat ia kelepasan mengeluarkan nada tingginya. Dan kini, sudah satu jam sejak ia kembali dari mesjid untuk shalat magrib, Adrian masih menunggu di sofa dengan mata tak teralih memandang pintu kamar sang anak, dimana istrinya itu berada. Clek.Suara pintu kamar yang ia pandangi terbuka perlahan, membuat ia refleks berdiri. Dilihatnya Anna dan anak-anak yang sudah rapi membuat Adrian cukup khawatir. Ia takut kejadian dulu terulang lagi. "Mau kemana? Kok sudah pada rapih, hemm" Adrian bertanya takut-takut saat kedua matanya beradu dengan manik tajam milik Anna. "Ayah basa basinya jelek deh, sudah jelas kami kalau udah rapih gini mau kerumah jiddah buat setor hafalan" kekeh Raja. Adrian m
Pukul tiga pagi Anna mengerjapkan matanya saat alrm pesantren berbunyi, bibirnya mengulas senyum ketika netra coklat itu menangkap wajah damai kedua anak kembarnya yang tengah memeluknya. Sejenak memandang wajah damai mereka membuat hati Anna begitu berbunga, ia sangat bersyukur bisa memiliki kedua anak baik yang menyayanginya begitu tulus. Tuhan memang adil ya, ia mengangkat rahimnya namun ia malah menggantikannya dengan pertemuan berharga anak kembar yang sekarang sudah menjadi anak nya sendiri. Anna memandang keluar jendela, menyaksikan langit yang perlahan berubah warna dari hitam pekat menuju biru lembut. Suasana pagi yang tenang dan dingin terasa sangat kontras dengan kehangatan yang ada di dalam pelukannya. Ia merasakan kehadiran kedua anaknya sebagai berkah yang tak ternilai, sesuatu yang sangat ia hargai setelah perjalanan panjang menuju kebahagiaan ini.Sambil perlahan merapikan selimut di atas tubuh anak-anaknya, Anna mengingat kembali perjalanan hidupnya. Banyak yang men
Bayu menghentikan mobilnya tepat di halaman rumah sakit, usai mematikan mesin buru-buru ia bergegas membukakan pintu untuk Adrian dan Rama. Setelah itu mereka bertiga bergegas memasuki rumah sakit dengan penuh kekhawatiran. "Yu, dimana mereka?" tanya Rama begitu kentara dengan wajah paniknya. Bayu terkesiap, ia menunjuk kearah UGD. Dimana Anna tengah terduduk lesu menatap kosong pintu ruang UGD dihadapannya, buru-buru Adrian berlari menghampiri. "Sayang," tegur Adrian segera mendekat. Anna mendongak, ia bergerak memeluk Adrian dengan tubuh gemetar. "Aruni mas," lirihnya. "Adek gue kenapa An, kenapa bisa ada disini?" paniknya Rama menuntut penjelasan pada Anna. Anna menggeleng lemah. "Aku gak tau, aku baru saja dapat telpon dari nomor Aruni. Tiba-tiba malah dikabarin begini," Rama membuang napas lelah, ia mengusap wajahnya kasar. Sepagi ini pikirannya sudah begitu kacau, ditambah kronologi kecelakaan Aruni yang tidak ada satu pun mengetahuinya membuat Rama merasa teramat bersala
Brak ...Semua nampak begitu kaget saat Rama tiba-tiba menggebrak meja dihadapannya seusai dokter yang menangani Aruni menjelaskan hal yang penting. "Bangsat! Siapa yang melakukan itu ke adik gue!" tuturnya begitu emosi. Matanya memerah, kedua lengangnnya terkepal erat, bibirnya bergetar tak terima dengan apa yang dijelaskan sang dokter barusan. Adrian segera memeluk istrinya saat menyadari Anna begitu ketakutan melihat reaksi Rama disampingnya. "Ini pasti tidak benar kan dok? Adik kami gak mungkin jadi korban pelecehan, dia orang yang sangat bisa menjaga marwahnya sebagai perempuan. Laki-laki mana yang akan bernafsu melihat perempuan setertutup adik kami, mereka pasti malu saat hendak akan melakukan perbuatan tersebut" ucap Adrian dengan beberapa kali menepis apa yang ia dengar barusan. Matanya berkaca-kaca menahan tangis. Dokter itu menghela napas panjang sebelum menjawab. "Kami telah melakukan pemeriksaan dan hasilnya menunjukkan adanya tanda-tanda kekerasan seksual. Kami tahu
Malam ini, Aruni sudah tenang sedari satu jam yang lalu, Melati dan Anna pun setia menunggui. Memberikan dukungan agar Aruni tidak lagi berusaha untuk melukai dirinya.Sejak beberapa menit lalu Anna berusaha untuk membujuk Aruni makan, namun Aruni terus saja menolak dengan gelengan dan tatapan kosongnya."Kamu harus makan nak," Melati berusaha membantu Anna membujuk Aruni, namun lagi-lagi hanya hembusan angin sebagai jawaban."Tidak apa kalau kamu tidak mau makan sekarang, tapi setidaknya pikirkan kesehatan kamu demi kakak kamu. Mereka yang paling keras berusaha membahagiakanmu, tapi kamu malah begini. Ujian yang menimpa kamu memang berat, nak tapi kalau kamu tidak berusaha untuk kuat kita bisa apa? Kamu malah membuat kami semakin terluka" ucapan Melati memang terkesan kejam, tapi itulah cara dia mendidik anak-anaknya. Ia berpikir kalau tidak diberi ucapan pedas, anak-anak mereka tidak akan mau berpikir jernih. Memang terkesan menyakitkan tapi, inilah caranya menunjukan kasih sayangny
Suara kumandang adzan subuh terdengar saling bersahutan dibeberapa mesjid yang tak jauh dari kediaman rumah megah tiga lantai itu yang mereka sebut dengan mansion itu berdiri paling mewah disekitaran perumahan warga. Didalamnya, gemericik suara air keran berjatuhan membelah kesunyian. Nampak, seorang wanita yang sudah mengenakan mukena berwarna putih itu bersandar di ambang pintu. Menatap remang-remang cahaya dihadapannya, menunggu kehadiran sang suami yang sepertinya tengah berwudhu.Seorang pria dewasa, berkoko putih lengkap dengan sarung hitamnya keluar dari kamar mandi dengan pandangan menunduk membuat rambutnya yang basah terkena air wudhu itu menetes. Tangannya cukup sibuk menurunkan lengan baju kokonya yang tersingkap. Matanya memindai kearah lemari, hendak mencari kopiah yang akan dikenakannya untuk shalat subuh hari ini. Setelah menemukannya, ia kenakan rapih kopiah ke kepalanya dengan sedikit menunduk, ia mendongak. Lantas terperanjat kaget saat melihat siluet berwarna puti
"Assalamualaikum, bu. Saya MUA yang dipesan bapak Adrian, bolehkah saya masuk"Anna menggeleng-gelengkan kepalanya, mencoba mengalihkan pikirannya dari kebingungannya. "Waalaikumsalam," jawabnya akhirnya, sambil membuka pintu untuk MUA yang datang.Seorang wanita muda dengan riasan wajah profesional dan perlengkapan lengkap memasuki kamar. "Selamat pagi, Bu Anna. Kita akan mulai dengan riasan dan hijab stylish. Bapak Adrian sudah memesan semua perlengkapan yang dibutuhkan."Anna mengangguk, berusaha tenang. "Silakan, mari kita mulai."Selama proses riasan, hai Anna mulai tidak enak pasalnya riasan yang sedang MUA itu lakukan padanya seperi riasan untuk seorang pengantin dan itu membuat Anna terus-menerus memikirkan apa yang akan terjadi. Masa iya Anna akan menjadi pengantin lagi? Ia kan hanya mengajukan syarat agar Adrian melakukan ijab kabul saja didepan orang tua dan saksi. Udah itu aja, bukan meminta mengadakan pesta besar-besaran. Saat MUA menyelesaikan riasan dan Anna berdiri di
Seminggu telah berlalu, Adrian kini masih berada di kediamannya Anna. Ia masih dalam proses penyembuhan, dan dalam seminggu ini Adrian hanya tidur sendiri di ranjang besar milik istrinya itu. Sementara Anna memilih untuk tidur disofa yang lumayan besar disudut kamarnya. Cukup nyamanlah untuk dipakai tidur. Seperti malam ini, Anna baru saja memasuki kamarnya dan terkejut saat menoleh pada Adrian yang kini tengah merebahkan tubuhnya disofa yang biasa Anna tempati sembari menonton beberapa siaran berita seputaran bisnis minggu ini. "Awas," usir Anna dengan cepat. Adrian mendongak, "mau tidur sekarang?" tanyanya bangkit dari pembaringan. Anna mengangguk, berjalan mengambil bantal dan selimut didalam lemari. "Jangan tidur dulu ya, mas mau ngobrol." pinta Adrian lembut. Anna mendengus sebal, ia meletakan bantal yang dibawanya keatas sofa. "Ngapain? Udah malam, aku ngantuk" tolak Anna halus.Anna malah merebahkan tubuhnya diatas sofa, padahal Adrian masih duduk disana.Adrian melihat ra
Anna duduk di tepi tempat tidur, menatap hujan yang terus menerpa jendela kamar. Suasana di luar yang dingin dan suram mencerminkan perasaannya saat ini. Suara tetesan hujan yang monoton dan gelegar petir membuat suasana hatinya semakin berat. Ia merasa terombang-ambing antara harapan dan ketidakpastian.Hujan ini seolah memberikan penekanan pada kebingungan dan rasa sakit yang ia rasakan. Hujan diluar nampaknya mulai agak mereda, membuat Anna bangkit untuk membuka jendela sekedar untuk menghirup udara pagi ini. Ia harap bau basah tanahnya yang menguar akan mampu menenangkan pikirannya dan berharap Adrian segera pergi dari rumahnya setelah ia menolak untuk bertemu dengannya.Jujur saja, Anna masih merasakan sakit hati atas perbuatan Adrian padanya tapi ia juga merindukananya namun logika Anna kali ini sedang berjalan, ia tidak akan luluh begitu saja saat ibunya bilang jika Adrian tidak memberikan surat yang Anna maksud melainkan Adrian datang ingin memperbaiki hubungan mereka. Jujur s
Sesubuh ini, hujan deras sudah melanda kota Surabaya. Sesekali petir menyambar bumi, dan Anna kini tengah memanfaatkan keadaan, seusai shalat subuh ia masih setia duduk diatas sejadah dengan menengadah berdoa sebanyak mungkin. Anna percaya, salah satu waktu mustajabnya doa ialah diwaktu hujan turun, dan Anna yakin Allah akan mendengar segala keluh kesah serta doa-doa dirinya.Anna memejamkan matanya, membiarkan suara hujan dan petir mengisi kesunyian sekelilingnya. Dalam kegelapan pagi itu, pikirannya melayang jauh, menelusuri berbagai harapan dan impian yang belum terwujud. Ia berdoa untuk kesehatan orang-orang tercintanya, untuk ketenangan dalam hidupnya, dan untuk petunjuk yang jelas dalam menghadapi jalan hidup yang penuh ketidakpastian, terutama untuk keutuhan rumahtangganya. Anna harap, Adrian tidak sungguh-sungguh dengan perceraian itu. Tak lama setelah ia berdoa, samar-samar ia mendengar bell rumah berbunyi. Entah siapa yang bertamu sepagi ini. Anna membuka matanya perlahan d
Setelah kepergian Aruni beberapa menit yang lalu, Adrian masih setia menyandarkan tubuhnya di kursi kebesarannya dengan kepala yang menengadah, menatap langit-langit. Ia bingung, apa yang harus ia lakukan sekarang. Ucapan Aruni seperti perintah baginya, namun apakah harus secepat ini? Bahkan Adrian belum memiliki persiapan untuk bertemu dengan Anna beserta mertuanya. Tiba-tiba tubuh Adrian bergidik ngeri saat mengingat wajah ayah mertuanya yang terlihat begitu tegas nan berwibawa. Ia begitu malu, jika harus menghadap Dirgantara malam itu juga. Entahlah, nyali Adrian selalu menciut jika dirinya tau sudah melakukan kesalahan. Ah, memikirkan hal itu membuat kepalanya pening. Lebih baik ia sekarang bergegas pulang, menemui anak-anaknya. Rindu sekali ia bercanda dengan mereka. Ia pun bergegas pulang, mengendarai mobilnya sendiri tanpa ditemani Rama. Sengaja beberapa minggu ini Adrian membiarkan Rama untuk menjaga Aruni, menemani adik kesayangannya itu agar traumanya cepat sembuh. Seper
1 bulan kemudian ...Tepat satu bulan pertengkaran itu, rupanya Anna benar-benar pergi dari kehidupan Adrian dan kedua anaknya. Dengan terpaksa Anna tidak menuruti permintaan Raja kala itu, Anna benar-benar sakit mengingat Adrian mengajaknya bercerai kala itu. Padahal secara logika, Anna tidak salah dalam hal apa pun justru Anna hanya membantu agar emosi Adrian tidak menambah permasalahan kala itu. Namun, Adriaj terlalu emosi, ia mengartikan semua pembelaan dan kalimat penenangnya hanya untuk Mario, demi kebaikan mantan pacarnya itu.Dan sudah satu bulan ini hidup Adrian dan anak-anaknya begitu menyedihkan. Raja tak ingin berbicara dengannya sampai saat ini bahkan ia memilih untuk tinggal di pesantren al-anwar bersama jiddah dan jaddunnya sebelum Adrian membawa Anna kembali. Sementara Ratu, sampai sekaran putri kecilnya itu begitu murung, bahkan sering sakit-sakitan menggumamkan nama Anna sebagai bunda kesayangannya.Sudah berkali-kali Melati dan Darius menasehati agar Adrian menemui
"Bunda kenapa? Kok matanya bengkak, nangis ya?" kira-kira begitulah Ratu bertanya ketika menemui bundanya yang tengah melamun sendirian menghadap jendela kamar mereka. Anna tersenyum tipis, ia menyambut hangat putri Adrian yang semakin hari semakin cantik dan menggemaskan."Bunda ih katanya dirumah nenek, tapi pas kita kesana gak ada" kesal Raja yang tiba-tiba datang ke kamar mereka. Wajah tampannya menyiratkan kekesalan. Anna menarik napas dalam-dalam, mencoba mengumpulkan kekuatan untuk menjelaskan."maaf ya, tiba-tiba kepala bunda pusing. Makannya bunda pulang duluan darisana, oh iya padahal disana masih ada ayah kalian loh kenapa malah buru-buru pulang?"Ratu dan Raja saling bertukar pandang, tampak bingung sekaligus khawatir. Raja yang biasanya tegas kini menunjukkan sisi lembutnya ketika melihat ekspresi Anna."Bunda pusing kenapa? Udah minum obat atau mau abang ambilkan sesuatu buat bunda?" tanyanya Raja dengan penuh khawatir dan perhatian, ia mendekat kearah Anna dan mengulu
Aruni terduduk dan termenung di kamarnya sejak sejam yang lalu. Meratapi nasibnya sekarang ini. Apakah ia akan sanggup menjalani hidup setelah ini? Apakah ia akan sanggup mengurus bayi tidak berdosa diperutnya itu? Entahlah, Aruni hilang arah. Dia marah, terluka, kecewa. Kalau saja malam itu ia tidak menolong Mario, mungkin sekarang Aruni akan baik-baik saja atau bahkan ia sudah berada di Surabaya menyusul pria yang dicintainya. "ARGHHHH!" teriakan amarah dari dalam kamar itu terdengar begitu memilukan, Melati dan Anna berusaha untuk mencoba memasuki kamar Aruni kembali namun tidak bisa. Sejam yang lalu, Aruni mengusir keduanya saat dokter Tia menyarankan agar Aruni dibawa kerumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut. Namun, Aruni menolak. Ia sudah tau hasilnya dan ia yang merasakannya, bahkan gelagat dokter Tia yang mencurigakan itu membuatnya gampang ditebak. Brak ... Prang ...Suara barang pecah dan berjatuhan membuat Melati dan Aruni panik, keduanya memutuskan untuk menghubung