Mimi tersentak karena yang mengetuk pintu rumahnya ternyata Gio, suami temannya. "Eh, Pak Gio," sapa Mimi sedikit gugup."Embun ada di sini?""Eh, ada kok, Pak. Sebentar ya biar saya panggilkan.""Nggak usah, biar saya aja yang temui dia. Kamu cukup kasih tahu saya dia ada di mana.""Baik, Pak. Mari ikuti saya."Mimi pun menunjukkan keberadaan Embun, selepas itu Mimi pergi meninggalkan mereka berdua, menurutnya mereka juga membutuhkan privasi, jadi Mimi tak ingin mengusiknya."Eh tunggu dulu, kan, di sini aku yang punya rumah, terus kenapa malah aku yang keluar dari rumah ini?" decak Mimi.Dia baru sadar ketika sudah keluar dari pintu."CK! Biarin aja deh, nggak mau ikut-ikutan cari masalah sama Pak Gio, nanti aku nggak dibolehin kerja lagi di perusahaannya."Sementara Embun, dia mendengar suara derap langkah semakin jelas ke arahnya, tetapi dia tetap dengan posisinya, duduk setengah tidur seraya memejamkan mata."Siapa, Mi? Pasti pacar kamu ya?" tebak Embun setengah mengejek.Embun
"Kenapa diam aja? Katanya tadi kamu mau jelasin semuanya, Mas?" tanya Embun seraya melipatkan kedua tangannya.Gio yang saat ini sedang menyetir pun tersenyum."Nanti aku bakal jelasin kalau kita udah sampai rumah ya?" pinta Gio."Rumah yang mana? Bukannya rumah yang itu udah di tempati orang lain ya?" Embun terus saja nyerocos membuat Gio tertawa."Istriku ini kenapa bawel sekali?" godanya seraya mencolek dagu Embun."Ish! Aku serius tau, dari tadi aku tanya kok nggak dijawab-jawab?""Nanti ya, Sayang. Pasti bakal aku jelasin kok. Saat ini aku sedang fokus menyetir, jadi nggak bisa jelasin di sini, sabar ya," pinta Gio."Oke deh," lirih Embun.Kini wanita itu sudah tak berbicara lagi, dia malah asyik menatap ke arah luar jendela.'Sebenarnya kenapa Gio menyembunyikan semua ini? Kenapa juga aku nggak boleh tau! Ih, nyebelin banget sumpah,' gerutunya dalam hati.Beberapa menit kemudian mobil itu berhenti, membuat Embun celingukan ke sana-sini, di depan dia melihat ada rumah yang sebelu
Setelah beberapa kali berperang dengan pikirannya, akhirnya Gio memutuskan untuk meminta bantuan pada Rena, mamanya.Dia tak ingin selalu berpangku tangan seperti ini, walau sebenarnya dia tahu kalau semua ini adalah ulah mamanya sendiri. Ya, ternyata orang yang berusaha menghancurkan perusahaannya adalah Rena, dengan bantuan orang dalam yang sangat Gio ketahui itu adalah rekan kerjanya sendiri.Selama ini Gio selalu mencari cara agar perusahaannya kembali normal, selalu mencari-cari nama-nama investor yang mau bekerja sama dengannya, sayangnya satupun tak membuahkan hasil.Usaha Gio selama ini terlihat sia-sia, padahal dia sudah berjuang mati-matian. Entahlah, pikiran Gio ini semua sudah bagian rencana dari mamanya agar dirinya mau mengikuti kemauan mamanya itu.Berkali-kali Gio menghela napas berat, dia menatap rumah yang sudah lama tak dia datangi dengan tatapan penuh makna. Setelah dia berusaha menenangkan pikirannya, dia pun memutuskan untuk memasuki rumah itu."Kirain siapa yang
Embun menggigit bibir bawahnya ketika membaca serentetan pesan dari seseorang itu. Ya, ternyata pesan itu dikirim oleh Rena yang meminta untuk bertemu hanya berdua saja tanpa Gio.Embun bertanya-tanya dalam hati, kira-kira ada apa Rena sampai-sampai ingin mengajaknya untuk bertemu? Biasanya juga kalau Rena ingin datang menemuinya pasti langsung datang ke rumah.'Ada apa ya? Kok aku mendadak gelisah seperti ini. Apa jangan-jangan dia mau menanyakan hal yang sama lagi, yaitu kapan hamil?'Embun mengerjapkan matanya berkali-kali ketika tiba-tiba pikirannya ke arah situ?'Aku baru ingat bulan ini belum halangan, kok tumben telat? Harusnya kan udah,' batinnya lagi.Embun bergegas mendekati kalender yang tergantung di dekatnya itu, lalu tak lama kemudian dia terkesiap.'Aish, harusnya kan ini kedua kalinya aku halangan, apa jangan-jangan--'Embun tersentak ketika ada sebuah lengan yang tengah memeluknya dari belakang."Kangen," bisik pria itu seraya menaruh wajahnya di pundak Embun.Embun t
Setelah puas menangis meratapi nasibnya, akhirnya wanita itu memutuskan untuk pulang.Sebelum pulang tak lupa dia mampir ke apotek untuk memastikan kalau dugaannya ini salah atau tidak."Mbak," sapa Embun pada penjaga apotek itu."Iya, Mbak. Ada yang bisa saya bantu?""Saya mau beli test pack."Penjaga apotek itu mengangguk sambil tersenyum tipis, dia pun mengeluarkan semua jenis test pack itu pada Embun, dan juga dia menjelaskan dari merk dan harganya, tak lupa juga dia menjelaskan cara pakainya."Duh, saya jadi bingung, Mbak. Saya beli semua jenis aja deh.""Baik, Mbak. Semoga beneran positif hamil ya, Mbak."Embun tersenyum hambar, entahlah dia harus bahagia atau sebaliknya."Makasih, Mbak. Saya pergi dulu."Embun pun pergi meninggalkan apotek itu dengan perasaan gamang.'Gimana kalau aku hamil? Apa aku sanggup meninggalkan Gio? Gimana ini? Padahal aku udah janji sama dia nggak bakal ninggalin dia, tapi kalau aku bertahan di sisinya, aku nggak mau dia terluka apalagi sampai jatuh b
"Saya kagum dengan kegigihan Anda, Pak Gio, hanya saja mungkin ada orang yang ingin bersaing dengan Anda secara diam-diam sehingga bisnis Anda mengalami kebangkrutan. Sayang sekali ya, tapi Anda tenang saja, saya akan tetap mengajak Anda untuk bekerja sama karena saya yakin kalau usaha ini memiliki power yang kuat, dan saya sangat yakin suatu saat penjualan ini akan naik drastis. Saya sangat yakin kalau penjualan ini tidak akan musiman seperti kebanyakan. Jadi bagaimana, Pak Gio? Apa kerjasama ini mau dilanjutkan?"Gio mengangguk penuh semangat. "Saya menyetujuinya, Pak. Terima kasih karena sudah mau bekerja sama dengan saya.""Sama-sama, Pak. Jadi ini udah deal ya?""Deal!"Mereka pun akhirnya berjabat tangan. Gio akhirnya bisa bernapas lega karena ternyata tidak ada hal yang menurutnya sangat mencurigakan.Gio kira, mamanya telah merencanakan sesuatu untuknya, ternyata dia salah besar. Dia pun berniat setelah pulang dari sini, dia akan pergi menyambangi mamanya terlebih dahulu.'Maa
Dua tahun kemudian.~ Kita bertemu tak disengaja. Kau mengikatku dengan kekonyolanmu. Melamarku dengan caramu sendiri yang mungkin tidak akan orang lain lakukan, tetapi aku tidak akan melupakan momen yang paling berharga itu ~Di notebook itu tertulis tanggal kejadian di mana Gio melamar Embun dengan caranya sendiri.Ketika mengingat hal itu, Gio tersenyum, lalu matanya kembali melirik ke lembar berikutnya.~ Tidak akan ada yang benar-benar melupakan masa lalu yang kelam. Luka itu pasti membekas dan rasa kecewa itu pasti tak akan benar-benar sembuh. Hanya saja kau pintar menyembunyikan semua itu dengan senyuman ~Gio ingat ketika dia menceritakan traumanya pada Embun tentang perlakuan hak asusila yang pamannya lakukan padanya. Lagi-lagi pria itu tersenyum kecil.~ Aku akan berjuang mati-matian jika hubungan kita tidak direstui oleh orang tuaku, tapi aku tidak akan mampu melawan restu dari kedua orang tuamu apalagi ibumu. Jika seandainya aku menjauh dari hidupmu itu adalah sebuah kehar
"Kerja sama dengan perusahaan Mandratama berjalan dengan lancar, Pak," beritahu Rizal."Hemm," jawab Gio sekenanya dengan mata terpejam."Berkas perjanjian sudah dibuat dan Anda harus melakukan perjalanan ke kantor Mandratama besok pagi."Gio membuka matanya. "Mandratama?""Sebenarnya dulunya nama perusahaannya bukan itu, Pak. Namun karena sekarang sudah ganti pemilik jadi nama perusahaan juga sudah diganti. Saat ini pemiliknya adalah anak tirinya yang bernama Langit Mandratama."Gio manggut-manggut. Dia tak bertanya apapun lagi. Rizal pun kembali menjelaskan apa saja jadwal bosnya hari besok."Besok Anda akan ada pertemuan dengan para mengelola senior Mandratama, dan juga akan menyapa beberapa karyawan yang bekerja di sana.""Hemm." Gio menjawab dengan gumaman saja."Dan juga, nyonya Rena meminta Anda untuk menghubunginya jika ada waktu senggang."Kali ini Gio diam saja, tak ada suara gumaman darinya ataupun memberikan reaksi lainnya, pria itu hanya tersenyum sinis.Rizal sudah mendu