Aku memandang pantulan bayanganku di depan cermin, semalam tadi aku sukses cosplay imenjadi Kuntilanak yang galau karena perasaan sendiri. Saat orang lain sudah terlena dengan tidur mereka hingga asyik bermimpi, sialnya aku masih menatap layar ponsel berharap ada pesan dari Athar yang nyatanya gak kunjung datang.Sebal! Aku yang sempat berpikir Athar akan menjelaskan tentang hubungannya bersama Clara nyatanya harus menelan pil kecewa. Tak kuduga lelaki itu sama sekali gak menghubungiku, padahal aku mengira setelah kejadian di depan ruangannya kemarin, dia akan menjelaskan tentang gosip yang terjadi di kantor.Mungkinkah benar kalau mereka sudah menjalin hubungan? Mungkinkah hatinya kini sudah terpaut pada Clara? Apalagi dia sudah dekat dengan ibunya.Ah, sial! Kenapa aku jadi overthingking begini? Hanya karena dia pernah melamarku, aku jadi punya harapan lebih pada Athar yang baiknya aku hindari."Sudahlah, Nia! Jangan pikirin Athar! Jangan!" rapalku di depan cermin.Menyadari kebodo
Don't judge the book by it's cover. Benar banget, buktinya lelaki bernama Athalarik Yusuf ini dari luarnya aja kalem, sok dingin, cengengesan, jahil tapi aslinya dia dewasa dan terlalu gegabah.Apa buktinya? See! Sekarang tanpa persetujuan apa pun dia tiba-tiba mengikrarkan diri untuk melamar langsung ke Mamah lagi.Oh Tuhan! Lama-lama aku bisa sawan melihat kelakuan Athar.Entahlah bagaimana pikiran Athar tapi yang jelas aku bingung. Diam-diam aku hanya berdoa semoga Mamah tidak bertanya macam-macam dan menyelidiki Athar.Kalau Mamah sampai tahu Athar ini adik dari pelakor' yaitu Anita, sudahlah tamat riwayatku.Bisa-bisa bukan hanya Athar ditolak, tapi aku pun pasti diminta keluar dari tempat kerja yang sekarang."Huuuuuuh!"Entah ke berapa kalinya, aku menghela napas tegang karena situasi di ruang tamu yang lebih horor dari sidang sarjanaku. Setelah Athar bilang ingin melamarku, Mamah langsung meminta kami duduk berbincang dengan serius.Namun, ketika kami sudah berhadapan anehnya
Aku menatap nyalang langit-langit kamar. Usai lamaran dadakan yang dilakukan oleh Athar tadi sore, entah mengapa aku sama sekali tak dapat memejamkan mata. Kalau kata penyanyi dangdut Cita Citata, bisa jadi aku sedang mengalami GEGANA (Gelisah, Galau dan Merana).Ya, aku gegana karena Athar hingga aku tidak tahu harus berbuat apa. Di satu sisi, aku tak mau munafik kalau mulai menaruh hati. Melihat dia yang selalu membelaku, rasa kewanitaanku mulai tergelitik tapi di sisi lainnya aku merasa hubungan kami akan sulit. Athar adalah adik dari Anita, tidak terbayangkan jika kami harus berada di bawah satu atap yang sama.Oh Tuhan. Tidak! Aku tidak mungkin menikah dengannya, di saat aku masih penuh ras atrauma. Aku bahkan tak yakin bisa menjalin hubungan lagi dengan lelaki. Aku yakin ada yang salah untuk semua ini tapi anehnya Mamah sama sekali tak mau menerima protesku. Mamah bersikeras tentang permintaannya padahal aku sudah bilang kalau aku ingin Mamah menolak saja, tidak perlu sampai me
"Jangan bermain api jika kamu tidak mau terbakar bersamanya."Begitulah petuah ayahku sebelum beliau meninggal. Jika mengingat itu jantungku seakan berdenyut ngilu.Ayah benar!Seharusnya aku tak bermain api karena sekarang aku tak tahu bagaimana memadamkan asapnya. Seharusnya dulu aku tak sempat membuka hati karena sekarang aku bingung mengobatinya.Semalam setelah permintaan ibunya Athar yang membuatku sakit hati. Tanpa berpikir panjang dan berdiskusi dengan Mamah, aku langsung menghubungi Athar untuk menolak lamarannya. [Athar, saya harap kamu mundur dan berhenti mengatakan ingin melamar saya. Kalau pun terjadi, hubungan ini akan sulit lebih baik kita berhenti.] Begitulah isi penolakanku pada Athar tadi malam.Sungguh, aku tidak bisa mentoleransi lagi. Aku tidak sudi dituduh macam-macam sama keluarga Athar.Menanggapi penolakanku itu, tentu saja Athar langsung tak terima. Lelaki itu berulang kali mengirimi aku pesan dan menelepon bagaikan orang yang hilang akal.[Mbak. Kenapa Mbak
Aku memijit kening yang terasa berat. Jujur, meski aku sudah berusaha untuk fokus rasanya tetap saja gagal. Berkas, angka-angka dan kerjaan yang menumpuk sama sekali tak bisa mengalihkan konsentrasi yang terpecah.Galau! Aku sedang galau. Kondisi hatiku yang tidak terlalu bagus ini semua diakibatkan karena kepikiran Athar. Tak bisa dipungkiri dari mulai omongan hingga ekspresinya saat tadi meninggalkan ruang meeting bersama manajer cantik itu membuat perasaanku gundah.Wajahnya yang tampak dingin dan semua sikapnya yang berubah membuatku merasa bersalah dan cemburu. Dia tak lagi memanggilku menyapa dengan ramah, seperti ingin menunjukan kalau dia marah.Oalah! Ruwet! Ruwet!Kenapa aku jadi frustasi sendiri? Bukankah ini keputusanku untuk menolaknya?"Nia?"Di tengah-tengah konflik batin yang sedang kualami, tiba-tiba ada panggilan yang mengarah ke padaku.Aku terperangah, seperti dibangunkan dari lamunan. "Eh, ya apa?" tanyaku kaget pada Danil. Dia adalah teman satu timku."Kamu ditun
Mobil Athar berhenti di salah satu pemakaman umum. Lelaki itu dengan wajah dingin meminta aku turun dari mobilnya."Kenapa kita ke kuburan? Kamu mau nyari setan?" tanyaku heran. Sungguh, aku tidak memahami jalan pikiran Athar. Tadi dia bilang mau membawaku ke keluarganya tapi nyatanya malah ke kuburan.Bukannya menjawab, sebaliknya Athar melengos. "Udahlah, turun saja! Nanti juga Mbak tahu," sergahnya menyebalkan.Jujur, aku ingin sekali membantah tapi akhirnya aku menyerah. Aku bergegas mengekori Athar yang sedang berjalan lurus di atas jalan setapak yang berada di tengah-tengah pemakaman.Selama aku mengikuti langkah panjang Athar, perasaanku jadi gak karuan. Apalagi kondisi sangat hening, sepi dan berangin. Aku bergidik seraya melihat sekelilingku yang dipenuhi kuburan dan tanaman bunga Kamboja yang menebarkan aroma khasnya.Diam-diam aku berdoa semoga gak ada makhluk yang tak kasat mata mengikuti. Takut banget kalau pulang dari sini ketempelan.Nauzubillah! Amit-amit!"Pak Athar
Berondong Devil:[Kania, saya tunggu jawaban kamu. Saya harap kamu berubah pikiran.]Sebuah notifikasi pesan dari Athar menghiasi layar ponselku sekali lagi. Namun, dikarenakan aku masih tidak memiliki jawaban dan bingung, aku memutuskan tak menjawabnya. Aku juga bahkan mengabaikan sampai menghindari Athar selama ini demi menjaga hatiku yang cenat-cenut gak karuan.Seusai pembicaraan kami kemarin di depan pusara ibunya, aku meminta pada Athar untuk memberiku waktu. Aku butuh mencerna semua permasalahan yang ada.Jujur, setelah mendengar pengakuannya bahwa kalau dia dan Anita merupakan saudara tiri, sepulangnya aku sangat syok. Rasanya aku bak memakan buah simalakama, dimakan sakit gak dimakan pun sakit, aku merasa berdiri di tepi jurang sekarang. Di satu sisi, kuakui kalau aku merasa kalau ucapan Athar ada benarnya, baik disadari atau tidak aku dan dia sama-sama terluka oleh keluarga Anita. Aku benci tapi tak bisa. Aku marah tapi nyatanya aku masih punya hati untuk tak memutus semua
"Mbak." Panggilan Athar yang lembut membuat aku mengerjap pelan. Saat itu aku tersadar kalau ketiduran dan mobil Athar sudah berada di depan rumahku yang jalannya sudah diperlebar hingga nyaman untuk parkir. "Eh, maaf saya ketiduran." ujarku seraya membenarkan posisi duduk seraya memegang kepala. Entah mengapa rasanya kepalaku sangat sakit, sepertinya ini karena aku terlalu syok atas insiden di kantin beberapa waktu lalu. Beruntung, Athar datang dan menghindarkanku dari cengkraman Hans. Masih terbayang aksi heroik Athar tadi hingga akhirnya aku diantai pulang. Athar tersenyum mafhum. "Gak apa-apa, saya paham Mbak pasti kelelahan dan masih syok gara-gara Hans."Aku menoleh pada Athar dan mata kami bertemu. Tatapan teduhnya membawa perasaanku serasa lebih baik. Aku jadi berpikir andai aku bertemu Athar lebih dulu dan bukan Hans, mungkin kejadian buruk ini tak akan terjadi. Andai, Athar bukanlah adik tiri dan bagian dari keluarga Yusuf Kalindra yang merupakan besan Bu Nur mungkin kepu
Aku mengamati wajah Athar yang masih memejamkan mata. Ini sudah hampir satu Minggu pasca kejadian nahas itu terjadi. Namun, tak ada tanda-tanda suamiku akan tersadar dalam waktu dekat ini. Tampaknya suamiku masih setia dalam tidur panjangnya."Sayang bangun ...." bisikku getir. "Thar maafin aku, ya. Maafin udah bikin kamu jadi kayak gini. Aku janji kalau kamu bangun, gak akan panggil kamu lagi dengan yang aneh-aneh. Ayo buka matamu Sayang! Kamu suamiku Thar, suamiku."Lagi, aku menangis karena menyadari kalau yang kuajak bicara sama sekali tak bereaksi.Aku tahu Athar mungkin tak mendengarku tapi entah mengapa aku sangat rindu. Aku rindu mendengar suaranya, aku rindu pelukannya dan aku rindu tingkahnya yang konyol saat menggodaku.Kuakui melihat Athar terbaring dengan banyaknya perban di kepala dan tubuh suamiku tak ayal hatiku terasa remuk dan perasaanku campur aduk.Sampai saat ini, aku masih gak menyangka suami yang kusayangi harus hidup hanya dengan dipenuhi berbagai alat yang men
Di tengah keputus-asaan dan kewarasanku yang tinggal setengahnya tiba-tiba telinga ini menangkap suara lelaki yang sangat kurindukan berteriak lantang. Sontak suasana jadi gak terkendali. Semua mata mengarah tajam ke arah pintu yang menampilkan bayangan suamiku.Ya Allah, alhamdullilah! Aku selamat. Dia datang."Athar, itu kamu, kan? Athar!" teriakku parau berharap penglihatanku gak salah. "Iya, Sayang! Ini aku! Bertahanlah! Aku akan bebasin kamu!" jawab Athar dengan suara bergetar. Pandangan matanya yang sedih beralih padaku yang sedang dalam kondisi mengenaskan."Iya, Thar! Hati-hati ya mereka orang jahat! Mereka menyekapku karena Anita! Dia gak mau kamu menuntut ibunya! Kamu jangan terpengaruh Athar!"Aku terus berusaha menambah keyakinan Athar. Melihat suamiku datang, rasanya tenagaku seolah disuntik ribuan vitamin. Aku berusaha kembali mengerahkan sisa tenaga untuk melawan para lelaki besar yang sedang mengikatku. Meski aku merasa kesakitan, kukuatkan jiwa dan raga demi bisa beb
Mataku terbuka setelah tersorot cahaya dari pintu kamar yang terbuka sempurna. Aku tidak tahu sudah berapa lama tertidur karena sepertinya aku pingsan usai dipukul oleh Ratna. Tak berapa lama, muncullah bayangan dua orang manusia yang berjalan dengan pongah dari ambang pintu. Dari bentuknya, aku yakin itu adalah dua orang wanita.Karena kepalaku masih sakit akibat hantaman benda tumpul, aku sangat sulit mengenali dengan jelas siapa saja yang datang itu. Terlebih, kini mataku terasa sangat perih dan parahnya badanku pun terikat hingga tidak bebas bergerak.Barulah setelah wanita itu menyalakan lampu dan sampai di depanku, aku langsung bisa melihat wajahnya yang serasa tak asing, meski lebih kurus dari sebelumnya tapi aku tahu kalau dia ...."Hey janda!" "Ternyata benar kalian bersekongkol? Berengsek!" makiku marah ketika melihat Ratna dan Anita berdiri di depanku sambil melipat tangan.Walau aku sudah curiga tetap saja kenyataan kalau mereka bersekutu sangat membuat darahku seolah men
Di antara kesadaran dan ketidaksadaran, sayup-sayup aku mendengar lagu BTS mengalun. Semula hanyalah alunan kecil semata tapi lama-lama semakin keras dan menuntut untut diangkat. Astaghfirullah! Ini siapa sih yang berani mengganggu tidurnya seorang istri yang baru saja menyelesaikan kewajibannya? Apa dia tidak tahu kalau aku sudah sangat bekerja keras demi mempersembahkan seorang anak bagi Athalarik Yusuf yang kekarnya setara dengan Aqua-Man? Astaghfirullah! Lemas, sumpah lemas. Gak nyangka kepiawaian berondong membuatku lupa akan trauma.Dikarenakan dering telepon itu terus mengganggu, dengan sangat terpaksa aku pun membuka mata. Walau pun nyawa belum kumpul semua dan melanglang buana setidaknya aku tahu dari arah mana itu berasal. Secara malas dan dengan masih memejamkan mata, aku merentangan tangan dan meraba-raba sisi di samping tempat tidur, berharap aku bisa menemukan benda pipih yang terus mengganggu itu dan akhirnya dapat."Halo, assalammu'alaikum. Halo? Siapa nih?" tanyaku
POV ATHARDengan perasaan masih tak karuan, aku hanya mampu terduduk di balik kemudi. Setelah melewati proses pemakaman dan interogasi yang menyita perhatian tentang kematian Clara akhirny aku bisa pulang. Namun, aku kecewa ketika sampai ke rumah aku malah tak menemukan Kania--istri yang selalu membuatku khawatir.Di mana dia? Kenapa semalam ini dia belum kembali? "Shit! Pake merah lagi!"Aku mendengkus kesal ketika mobilku terhalang lampu merah padahal perasaanku sudah sangat cemas. Sambil menunggu lampu berubah hijau, aku merogoh ponsel yang ada di saku celana. Tanganku gegas menekan tombol hijau untuk menelepon Kania tapi lagi-lagi gak ada jawaban. Hampir frustasi, aku memukul pelan setir dan lalu memandang layar hape yang menunjukan wajah istriku.Kupandang walpaper itu lamat-lamat.Heran. Ini orang narkoba apa manusia? Kenapa bisa membuatku resah begini? "Mbak kamu di mana? Lagi apa? Dan sama siapa?" Aku mendesah gelisah, apalagi lampu tak juga hijau. Sudah menjadi rahasia umu
Aku menatap perempuan yang ada di depanku dengan wajah datar. Sudah lima belas menit berlalu aku dan Anita duduk berhadapan di meja kafe tapi wanita di depanku belum juga bersuara. Tadinya, aku malas sekali menemui perempuan yang telah merebut Hans dariku ini tapi dia terus memohon hingga aku tak ada pilihan selain menemuinya. Pertemuan ini bermula dimulai dari beberapa waktu lalu di mana aku yang sedang membeli nasi goreng tiba-tiba melihat Anita turun dari mobil dan menghampiriku. Jujur, aku terkejut melihatnya menemuiku semalam ini, padahal aku kira dia sedang berada di luar kota dengan Bu Maryam sesuai yang aku lihat di medsosnya. Ternyata ... oh ternyata dia ada di sini, ajaib!Saat di depan tukang nasi goreng, Anita bilang dia ingin bicara padaku empat mata saja. Mulanya aku menolak karena curiga dan juga takut Athar mencari tapi dia tetap memaksa sampai memohon-mohon. Katanya ini sangat penting dan dia berjanji tidak akan lama berbicara. Entah apa tujuannya tapi kuakui kal
Kania mondar mandir gak tenang. Sudah seharian ini Athar tidak bisa dihubungi. Otaknya terus saja melancarkan aksi spekulasi tentang berbagai peristiwa yang mungkin terjadi pada Athar di luar sana. Setelah berpamitan pagi tadi, Athar seolah susah dihubungi.Kania gelisah, galau dan merana. Akibat kabar meninggalnya Clara, ternyata sangat hebat. Bahkan Kania saja yang sengaja gak masuk kantor langsung mendapat kasak-kusuk yang gak jelas via grup WA para karyawan.Mendapati itu, tak dipungkiri di satu sisi dia juga merasa sedih karena walau Kania tak menyukai Clara tetap saja dia adalah manajer di kantornya. Sedikitnya Kania dan Clara sempat bersinggungan. Namun, anehnya selain sedih di satu sisi lainnya Kania merasa sangat khawatir.Ya, khawatir akan ada masalah baru lagi."Huf."Kania mengambil napas dalam sekaligus beristighfar. Gadis itu menengadahkan tangannya menghadap kiblat untuk berdoa.Dia memutuskan untuk mendoakan mendiang Clara dan juga kebaikan untuk keluarganya terutama A
POV AuthorMata Athar mengerjap pelan ketika dia melihat tubuh atas Kania yang ter-ekspos setelah istrinya tersebut menanggalkan baju piyama. Ini untuk pertama kalinya Kania berani membuka pakaiannya di depan Athar. Melihat pemandangan ekslusif ini, Athar tidak menyangka kalau Kania memiliki banyak luka di sana sini, ada luka pukulan sampai goresan semua ada. Athar yakin semua itu bukti kekerasan Hans yang entah mengapa belum sembuh walau sudah sekian lama berlalu. Sebaliknya, Kania pun terkejut melihat penampakan punggung Athar yang kini bisa dilihatnya dengan jelas. Jujur. Kania tidak menyangka kalau Athar juga memliki bekas luka bakar di tubuhnya. Kata Athar itu terjadi karena dulu almarhum bapaknya sempat memukulinya karena berani menantang Bu Maryam. Mereka pun saling iba terhadap kondisi masing-masing dan berjanji akan saling melindungi, walau tidak terucap secara langsung."Mbak, kenapa Mbak gak pernah bilang kalau punya luka seberat ini? Ini harus divisum Mbak. Kita harus m
Kania terperanjat saat melihat Athar pulang dengan tatapan mata yang begitu sayu. Lelaki yang katanya mau menunaikan misi itu malah pulang dalam keadaan yang mengkhawatirkan. Semalaman di luar nyatanya membuat tampilan Athar teramat kusut di pandangan Kania yang telah mencemaskannya.Tentu pemandangan ini membuat Kania bertanya-tanya. Apa yang terjadi pada suaminya? Kenapa pulang dari rumah Clara jadi seperti ini? Berbagai macam pertanyaan dan hipotesis mulai muncul di benak Kania. Namun, sayangnya belum juga itu terjawab, Athar sudah lebih dulu berjalan masuk melewati istrinya dengan tatapan kemarahan. Lelaki itu mengarahkan kakinya ke dapur meninggalkan Kania yang masih melongo kebingungan. "Thar, kenapa? Kamu haus?" kejar Kania cemas. Athar tak mengindahkan pertanyaan Kania. Athar lebih fokus untuk membuka kulkas untuk mengambil botol minum berisi air es dan lalu meminumnya hingga tandas. Akan tetapi, meski sudah beberapa kali menegak minuman sialnya rasa panas yang membakar tu