Mendengar perkataan Stella, Reno merasa terhina.Dia menatap Stella dengan tajam, api amarahnya berkobar di dalam hatinya."Dari mana datangnya keberanianmu untuk berbicara seperti itu?! Apakah karena kamu merasa cantik sehingga kamu menjadi sombong seperti itu? Dasar jalang!!” teriak Reno, menggertakkan giginya. Wajahnya merah padam, menunjukkan emosinya yang tidak terkendali. Tatapannya tajam seperti iblis, dan dia langsung melayangkan tamparan keras."Plak!"Tamparan itu mendarat tepat di pipi Stella. Ia memegang pipinya yang terasa panas, air matanya mengalir menatap Reno dengan perasaan campur aduk antara sakit hati dan takut.Livy yang sejak tadi diam saja, kini tak bisa lagi berdiam diri. “Reno, apa yang kamu lakukan?!” bentak Livy marah, menghampiri Stella dan memeluknya.Reno menatap Livy dengan tatapan penuh amarah dan berkata, “Apa yang aku lakukan? Tentu saja hal itu memberinya pelajaran. Apakah karena dia cantik dia bersikap sombong seperti itu? Di kota Falone, wanita se
Reno menatap Aksa dengan jijik, lalu berkata, “Asal kamu tahu, aku menginginkannya sejak lama, tapi malah kamu yang mendapatkannya. Begini saja, aku tidak mau berbelit-belit denganmu. Aku beri kamu dua miliar dan satu Audi A6, lalu tinggalkan dia untukku.”“Reno, kamu…” Stella hendak mengutuk, namun Livy menghentikannya.Aksa pun tertawa kecil mendengar hal itu. Reno ingin membeli Stella dengan uang? Apakah dia butuh itu?Aksa pun menjawabnya, "Aku tidak butuh uang. Simpan saja dan pergilah dari sini. Aku juga malas meladeni orang sepertimu."Sejak kecil, hidup Aksa sudah berkecukupan. Hanya dengan Audi A6 dan uang dua miliar, itu tidaklah besar baginya.Bagi Aksa, meskipun dia tidak mencintai Stella, namun Stella lebih berharga dari semua itu.Karena kalau bukan Roman yang membantu Aksa, dia tidak tahu apakah dia masih bisa hidup damai di kota ini sekarang.Reno berjalan mendekati Aksa dan menatapnya, "Baiklah, jika kamu tidak menginginkan uangku dan menyuruhku pergi, aku akan pergi
“Iya, sebenarnya aku ingin membicarakan hal ini denganmu,” kata Stella sambil mengangguk. Dia lalu melanjutkan, “Ah, tapi kenapa aku harus repot-repot meminta maaf? Itu hanya akan menurunkan harga diriku terhadapnya. Aku tidak mau. Lebih baik Reno memberi pelajaran pada Aksa juga."Stella membenci keduanya. Lantas mengapa dia harus merendahkan dirinya di untuk mereka? Lebih baik biarkan mereka bertarung sampai mati.Namun, Livy menepuk keningnya, “Stella, kamu benar-benar tidak faham apa yang aku maksud. Pertama, Aksa melakukannya untukmu. Dia membalas tamparan yang kamu terima dari Reno. Tidak bisakah kamu melihat kebaikannya?”Livy terdiam beberapa saat, lalu melanjutkan, "Kedua, kalau kamu berdamai dengan Reno, dia mungkin bisa membantumu untuk melunasi hutang ayahmu. Bukankah ini juga sebuah peluang?"Mendengar hal itu, Stella terdiam, namun pikirannya berpacu. Ingatannya kembali teringat ketika pegawai bank datang saat itu. Ia ingin menyelamatkan bisnis ayahnya, namun di sisi
Reno tersenyum dan berkata, "Ini tidak terlalu berat. Selama kamu bisa melunasinya dalam waktu setengah tahun, maka urusannya selesai.""Namun, perjanjiannya adalah jika kamu tidak dapat mengembalikannya dalam jangka waktu tersebut, kamu harus menikah denganku. Atau setidaknya, kita bisa tidur bersama selama seminggu," kata Reno dengan santai.Mendengar hal ini, Stella tentu saja terkejut. Dengan persyaratan itu, apakah Reno sudah gila?"Perjanjian bodoh macam apa ini? Aku tidak setuju," ucap Stella menolak dengan tegas.Reno kembali menyesap kelapa mudanya dan tersenyum sinis, "Kalau kamu tidak mau, tidak apa-apa. Aku juga tidak memaksamu. Lagi pula, aku juga tidak akan rugi apa-apa."Stella terdiam dan memikirkan hal ini. Bayangan pamannya kembali terlintas di benaknya. Utang dan bisnis keluarga Yuan terlintas di pikirannya, seakan-akan menghantui Stella.Dia menggelengkan kepalanya, keluar dari pikiran yang mengganggunya itu."Aku akan mencoba memikirkannya lagi nanti."Reno menga
"Kenapa? Apakah kalian meragukan ku?" tanya Reno dengan serius.Semakin banyak orang yang kagum dengannya, maka dia semakin puas.Pegawai bank itu langsung menggeleng cepat, tidak berani meragukan perkataan Reno. Meskipun mereka sedikit bingung, namun mereka tetap mempercayainya.Orang gila mana yang menghabiskan uang sebanyak seratus miliar dalam satu hari untuk melunasi hutang orang lain? Reno berkata lagi, memandang Aksa, "Kalau yang berbicara dia, kalian boleh meragukannya. Sedangkan yang berbicara sekarang adalah aku."Kedua pegawai bank itu mengangguk, tak berani meragukan perkataan Reno. Reno kemudian mengeluarkan sebuah kertas yang ia bawa dan meletakkannya di atas meja.Dia memandang Stella dan berkata, "Kamu tanda tangani dulu perjanjiannya. Asalkan kamu sudah menandatanginya, aku langsung meminta orangku untuk melunasi hutang ayahmu."Stella tampak ragu sejenak, namun demi bisnis Keluarga Yuan tetap berada di tangannya, dia pun meyakinkan dirinya sendiri. Stella pun men
Stella yang sejak tadi menggertakkan giginya, tiba-tiba berdiri dan menatap Aksa dengan tajam, lalu langsung menamparnya.Plakk!Tamparan itu tak bisa ditangkis oleh Aksa. Lebih tepatnya, Aksa tidak siap."Stella, kamu..." Aksa menatapnya dengan bingung.Jelas-jelas tujuannya bagus untuk menyelamatkan pernikahan mereka, tapi selain mendapatkan kecaman dari Stella, ia juga mendapatkan tamparan darinya.Stella menatapnya dengan tajam dan berbicara dengan nada keras, "Kenapa kamu hanya menjadi pengganggu saja? Apakah kamu hidup hanya untuk menjadi pengganggu? Bisakah hidupmu lebih berguna?" kata Stella dengan nada penuh kemarahan.Aksa terdiam sejenak, menatap Stella dengan tatapan yang sulit dibaca. "Stella, aku melakukan ini demi kita. Demi keluarga. Kamu mungkin tidak mengerti sekarang, tapi suatu hari nanti kamu akan mengerti."Stella menggelengkan kepalanya, air mata mulai menggenang di matanya. "Tidak. Yang kamu lakukan bukan demi kita, tapi demi egomu sendiri. Aku berharap kamu b
Aksa berjalan ke arah keduanya dengan pelan, mendengarkan perdebatan mereka baik-baik. Stella mengepalkan tangannya erat-erat, menahan amarah yang membara di dalam dirinya."Kenapa kamu tega melakukan ini padaku? Bisnis ini adalah warisan Kakek yang dikelola dengan baik oleh ayahku setelah kamu menghancurkannya. Kamu tidak punya hak untuk mengendalikannya lagi!" seru Stella dengan suara gemetar karena emosi.Jiwan tertawa kecil, mendengar ucapan Stella. Seakan-akan, dia hanya bermain dengan keponakan bayinya."Oh, Stella. Kamu masih terlalu naif. Dunia bisnis itu kejam, dan hanya yang kuat yang akan bertahan. Jika kamu tidak bisa mempertahankan bisnis ini, maka aku yang akan melakukannya."Aksa yang sejak tadi mendengarkan percakapan itu, mulai berpikir lebih dalam. Ternyata, keluarga Yuan yang ia kenal, tidak sedamai yang ia kira. Ada banyak hal yang tersembunyi di balik permukaan yang selama ini ia abaikan."Paman Jiwan," Aksa akhirnya angkat bicara, suaranya tenang namun tegas, "a
Pada pukul dua belas malam, Stella merasa sangat sulit untuk tidur. Kondisi ini sangat tidak biasa baginya karena biasanya ia selalu berada di kamar yang nyaman. Stella telah mencoba berbagai cara untuk memejamkan mata, namun rasa kantuknya tidak kunjung datang. Rasanya seperti malam yang panjang dan sunyi baginya, di mana pikirannya terus berputar tanpa henti."Astaga, mengapa aku begitu sulit tidur? Rumah yang sempit tanpa pendingin ruangan membuatku merasa tidak nyaman," gumam Stella pada dirinya sendiri. Dia duduk dan menatap ke lantai, di mana Aksa terlihat tertidur pulas tanpa kesulitan apapun."Dia sangat mudah tertidur. Mungkin sudah terbiasa dengan kehidupan sederhana, sehingga tidak terganggu," pikir Stella dengan sedikit nada sinis.Stella kembali berbaring dan memejamkan matanya, tapi dia tetap tidak bisa tidur. Berbagai posisi sudah ia coba, namun rasa kantuk yang tak kunjung datang justru membuatnya merasa tersiksa. Tak lama kemudian Aksa terbangun dan melihat