Bab42"Ibu ...." Dewa menjerit, ketika tangan neneknya itu, menyentuh keras pipiku."Berani sekali anda ...." Terdengar suara berat Ammar. Aku langsung menoleh ke arahnya, menatap dia dengan tatapan memohon, agar dia tidak meluapkan emosinya."Wanita kurang ajar, berani- beraninya dia menipu Zoya.""Apa maksud anda?" tanya Ammar. Sebelum ibu kembali bersuara, aku meminta Dewa untuk masuk ke dalam rumah. Sukurnya, lelaki kecil itu cukup penurut, meskipun geraknya lambat."Demi bisa meninggalkan kamu dan anak kalian, dia menipu Zoya. Dengan harapan bisa kembali bersama kamu, Zoya rela memberikan sejumlah uang kepada Olivia, dengan nominal yang cukup besar. Wanita itu, dengan ucapannya yang terdengar sungguh - sungguh dan kasihan, Zoya menuruti permintaannya. Tapi nyatanya? Dikembali tanpa rasa malu," jelas ibuku sendiri panjang lebar.Dimatanya, aku hanyalah seorang wanita, bukan anaknya. "Aku nggak nyangka, bisa memiliki anak seperti kamu! Tidak tahu malu," desisnya, menatap murka
Bab43"Haha, ih mesum ...." "Biarin, sama istri sendiri," kekehnya yang langsung menggendongku."Ammar, turunin. Nggak enak diliat pelayan," bisikku."Biarin, paling juga iri ...." Lelaki itu dengan tingkah tengilnya langsung membawaku menaiki tangga. Aku cukup ketakutan, karena berada di dalam gendongannya, ketika menaiki tangga."Ammar pelan- pelan, aku takut kita jatuh.""Tenang. Kalau jatuh nanti misiku gagal," jawabnya."Idih, dasar mesum ...."Pintu kamar telah siap dia dorong, namun suara kecil yang terdengar manja itu, mematahkan semangatnya."Ibu, Ayah ...." suara Dewa menghentikan kegilaan Ammar. Kami berdua kini terdiam, ketika berada di depan pintu kamar."Eh ...." Aku meminta Ammar menurunkanku dari gendongannya. Spontan Ammar pun dengan cepat menurunkan aku."Ibu kenapa, terjadi sesuatu pada kaki ibu?" tanya si kecil Dewa, yang kini berjalan ke arah kami bersama pengasuhnya.Di rumah besar ini, aku tidak sendirian mengurus Dewa, ada suster yang membantu."Tidak sayang,
Bab44"Kalau memang kamu sudah move on dari Dion. Seharusnya, kamu tetap datang ke acara itu, sebagai kerabatnya Dion." Ucapannya penuh tekanan, seakan- akan mengejekku yang berniat menghindari acara itu."Dia akan datang," jawab Ammar lagi."Bagus. Saya tunggu kedatangan kalian, oke." Nyonya Alisa tersenyum sarkas, kemudian berjalan kemali ke arah mobilnya dan masuk."Ammar, aku keberatan untuk hadir," ungkapku. Ammar menatap ke arahku."Tidak apa- apa, sayang. Kita datang saja, lagi pula biar bagaimana pun, mereka masih kerabat kita."Aku terdiam sejenak."Tidak masalah kan? Apakah karena ini acara kekasih Dion, sehingga ada perasaan tidak nyaman?" tanya Ammar padaku."Bukan. Aku malas, pasti banyak teman- teman semasa sekolah.""Ada aku disana, jangan khawatir," ujarnya lagi. Dan aku pun akhirnya mengangguk patuh saja.Hari itu pun telah tiba, meski ada ragu di hati ini, tapi karena permintaan suami, aku berusaha tetap percaya, kalau semuanya akan baik- baik saja. Kami pun pergi
Bab45"Cukup! Ini rumah sakit ...." suara Ammar terdengar tegas dan penuh emosi. Nyonya Mona yang semula ingin melampiaskan amarahnya pada Olivia, pun langsung terhenti.Baskoro masuk ke ruang perawatan, menatap sedih kepada putrinya yang terbaring di atas ranjang, masih tidak sadarkan diri.Dimata Baskoro, Olivia seakan tidak ada. Dia tidak pernah menyapa Olivia sama sekali."Apa yang terjadi?" tanya Baskoro pelan."Anakku ...." Suara nyonya Mona terdengar lirih, mendekati brankar Zoya.Olivia hanya terdiam duduk di sofa, dia merasa tidak dianggap ada sama sekali."Demi menyalamatkan saya, Zoya rela dirinya tertembak," jelas Ammar."Astaga, anak bodoh ini. Kenapa dia nekat melakukan itu? Padahal kamu bajingan tidak berguna, sudah menyia- nyiakan ketulusan cinta Zoya selama ini. Kalau bukan karena Alisa sialan itu yang memprovokasi Zoya, dia mana mungkin meninggalkan kamu, Ammar.""Kamu berhutang nyawa pada Zoya, Ammar. Seharusnya, jika Zoya sudah sadar, kamu wajib bertanggung jawab,
Bab46"Maksudnya?" Ammar menatap serius ke arah Zoya.Zoya membuang perlahan pandangannya dari Ammar, dan memasang wajah putus asa."Meskipun kita tidak berjodoh. Langit juga tahu, kalau aku orang yang paling mencintai kamu, dan paling takut kehilangan kamu, Ammar. Aku berusaha ikhlas, kamu tidak memilihku sebagai teman hidup. Tapi setidaknya, aku bisa melihat kamu bahagia, kamu sehat dan kamu ada.""Penyesalan selalu datang terlambat, dan tidak mungkin aku bisa memiliki kamu lagi seperti dulu. Tapi percayalah Ammar, aku takut kehilangan kamu. Jadi tolong, hindari bahaya itu, dengan membiarkannya berlalu begitu saja, aku mohon.""Aku tidak membiarkan, siapapun bermain- main dengan nyawaku, nyawa keluargaku, Zoya."Ammar menjawab tegas, ada kilatan amarah dimata hitamnya."Aku takut kamu dalam bahaya lagi, Ammar. Andai saja aku tidak datang saat itu, kamu bisa saja tidak ada lagi di dunia ini. Dan aku, orang pertama yang akan menderita, Ammar."Kini Zoya berkata sembari terisak- isak,
Bab47"Liv, bentar ya. Zoya sepertinya kesakitan." Usai berkata, Ammar mematikan sambungan teleponnya begitu saja. Olivia hanya bisa terhenyak, ketika Ammar lebih memperdulikan Zoya, dibandingkan dirinya.Ada perasaan sakit dihatinya. Padahal dia berusaha untuk bersabar diri, legowo dan coba mengerti keadaannya. Tapi sepertinya, Ammar lupa prioritasnya siapa, dia hanya terfokus pada Zoya.Akhirnya, Olivia hanya bisa terdiam. Namun yang tidak pernah bisa dia duga, seseorang masuk ke dalam rumahnya begitu saja._________"Apa yang sakit, kamu kenapa?" tanya Ammar yang ikutan panik, melihat kondisi Zoya yang nampak terlihat menegang."Ammar, Ammar ...."Ammar pun memanggil dokter, tidak lama kemudian, dokter pun masuk ke dalam ruangan, bersama dua perawatnya. Perawat meminta Ammar menunggu diluar, dan mereka pun memulai pemeriksaannya pada Zoya. Ammar panik, dan lupa dengan telepon Olivia tadi.Dia bahkan tidak terpikir, untuk menghubungi Olivia lagi. Ammar sibuk mengurus Zoya, dan mem
Bab48"Maaf, Nek. Tapi Zoya juga butuh saya," ujar Ammar.Nenek Lisa menatap tajam ke wajah lelaki itu."Apa cuma kamu yang dia punya? Keluarganya mana, jangan bodoh, Ammar. Kamu bisa menghancurkan keluarga kecil kamu lagi ....""Orang tuanya keluar kota. Mereka meminta saya untuk bertanggung jawab, atas segala yang terjadi pada Zoya. Zoya begitu kondisinya, karena menyelamatkan nyawa saya, Nek.""Nenek tidak mau tahu. Sewa perawat untuknya, dan jangan kamu urusin dia lagi. Disini, Olivia butuh kamu," tegas nenek Lisa.Belum selesai mereka bicara, suara lembut terdengar dari belakang."Ammar, apa yang terjadi pada Olivia?" Ammar dan nenek Lisa melihat ke arah asal suara. Zoya duduk dikursi roda, dengan seorang perawat yang mendorongnya."Kenapa kamu kemari?" tanya Ammar, tanpa berani mendekati Zoya.Zoya menatap sendu, ke arah Ammar."Aku khawatir dengan keadaan Olivia, makanya aku minta perawat mengantarku kemari.""Cih. Semua gara- gara kamu! Apa kamu nggak malu, gangguin rumah tan
Bab49"Jika kamu, tidak berniat memperbaiki rumah tangga kalian. Untuk apa membuat Olivia kembali ke kota Luky? Untuk menyiksanya lagi, dengan cara yang berbeda?"Ammar menggeleng."Tidak pernah ada niat seperti itu, Nek.""Sudahlah, cukup. Terserah kamu saja! Lagi pula, umurku belum tentu lama lagi, aku tidak akan banyak berharap lagi padamu," ungkap nenek Lisa. Ammar akhirnya terdiam, dan berjalan menjauh dengan lesu.Sudut bibir Dion yang berdarah sedikit pun terangkat. Ada kepuasan dipancaran matanya, melihat kondisi Ammar saat ini.Entah kenapa, Ammar pun bingung, karena keadaannya bisa menjadi sekacau ini. Ammar kembali mengerahkan anak buahnya, untuk menyelidiki semua kejadian yang menimpanya ini dengan benar, dan tanpa melewati apapun juga.Karena seperti ucapan nenek Lisa. Semua yang terjadi, serba kebetulan, dan tidak masuk akal.Kurang dari 24 jam. Ammar sudah mendapatkan laporan, bahwa dalang dari semua ini, sudah di temukan.Dan orang itu, merupakan teman lama Ammar. Enta
Permintaan Terakhir IstrikuPart1Hallo, aku Mala, anak tunggal dari Baskoro dan Julia. Hobbyku adalah membuat berbagai kue yang lezat dan cantik! Setelah lulus kuliah, aku tidak berniat untuk melanjutkan bekerja sesuai jurusanku. Tapi aku meminta Ayah untuk memberikan aku modal untuk membuka toko kue, sesuai cita-citaku. Untungnya Ayah selalu saja menuruti kehendakku. Sedangkan Bundaku sedikit cerewet dan tak menyukai pilihanku, bagi Bunda, jadi penjual kue itu memalukan. Tapi aku tak begitu peduli, ia lebih setuju jika aku bekerja di perusahaan besar, dengan gaji yang besar pula. Bunda Julia, dia begitu banyak memiliki teman sosialitan, dulunya ia seorang desainer terkenal, bahkan Butik yang kini ia buka pun sangat ramai pengunjung."Mala Baskoro! Kapan kamu berhenti dari cita-cita konyolmu ini?" tanya Bunda dengan berang, ketika memperlihatkan fotoku yang tengah mengantar kue pesanan pelanggan dari tokoku. Aku begitu bekerja keras merintis usahaku dari nol, aku pembuatnya, aku jug
°pov Jalu°Aku tidak akan rela, jika Rosalinda jatuh ke pelukan lelaki lain, termasuk Gunawan.Apapun caranya, aku akan merebut Rosa kembali ke pelukanku.Saat aku melihat Rosa dan Airin berada di cafe, aku pun berusaha memberanikan diri, membujuk Rosa untuk kembali.Namun, lagi-lagi kecewa yang aku terima, ia bahkan tidak menghiraukan perkataanku, padahal aku begitu mengiba kepadanya.'Aku nggak akan menyerah, Rosa. Kamu nggak mau kembali kepadaku, maka tidak ada seorang pun yang berhak memiliki mu, kecuali aku.' kupacu semangat dalam diriku lagi, untuk berjuang merebut hati Rosalinda kembali. Tentunya secara diam-diam, agar Ratih tidak tahu perasaanku yang sesungguhnya. Saat ini, aku memang tidak memiliki kekuatan apapun, selain mengikuti perintah Ratih.________"Kak, ini Jalu, aku mau kakak kasih dia pekerjaan yang memiliki jabatan baik di kantor ini," ucap Ratih pada Arjun, Kaka tirinya yang kaya raya."Apa kebisaan kamu? Sehingga meminta posisi yang layak di kantor saya?" tanya
Bab84"Ros, maaf!" lirih Liandi, dengan wajah menunduk. Aku mengulas senyum. "Iya, aku juga minta maaf, tadi membentak kamu!" sahutku."Yasudah, kita fokus kembali saja, kamu sambil cek beberapa berkas pekerjaan yang Mike tinggalkan, mana tahu ada bukti baru lagi, mengenai kecurangannya selama menjabat sebagai CEO." "Ah, kamu benar juga, aku mau cek semua berkas dulu, semoga saja ada titik terang. Lagi pula aku urung mau melaporkannya, kasihan Ibunya sebatang kara. Lagi pula, uang ratusan juta itu, sudah berada di rekeningku.""Luar biasa, aku suka kebaikan hati kamu.""Aku mah dari dulu memang baik, dari lahir malah." Aku menjawab seraya tertawa geli."Percaya diri betul," sahutnya sambil nyengir-nyengir tidak jelas.Aku hanya menanggapinya dengan senyuman, sambil mulai melihat-lihat berkas-berkas yang bertumpuk di atas meja.Semua data sih aman saja sejauh ini. Berarti memang tidak begitu banyak yang sempat ia korupsi, kurang lebih dua ratus juta saja, nggak masalah!"Sebab seratu
Bab83"Ros ...." Suara ketukan pintu dari luar kamar, menghentikan aktivitasku yang tengah asik berdandan secantik mungkin, sebab, hari ini aku akan kembali ke kantor Papah.Sekalian untuk menyaksikan penurun jabatan Mas Jalu. Ah, rasanya tidak sabar lagi, mau membuat Mas Jalu dan Ratih hancur lebur.Pastinya, hari ini akan menjadi sejarah memalukan dalam hidup mereka berdua.Aku berjalan menuju pintu kamar. "Ada apa? Mah." Aku bertanya dengan wajah mendongak di balik pintu."Sayang, buruan! Papah sudah menunggu untuk sarapan!" titah Mamah sambil mengulas senyum menatapku."Iya, Mah. Bentar lagi Ros turun, Mamah duluan saja!" ujarku. Mamah pun mengangguk, ia lalu menuruni anak tangga.Aku pun bergegas menyusulnya, untuk sarapan bersama keluarga. Moment ini, rasanya sedikit mengiris hati. 'Semoga nanti aku pun memiliki keluarga seharmonis Mamah dan Papah.' batinku, rasanya pilu membayangkan kandasnya rumah tangga, yang mati-matian aku perjuangkan."Ros, kok ngelamun? Nak. Ayo sarapan
Bab82"Rosa ..., Menantu nggak ada akhlak emang!" teriak Ibu mertua membahana keseluruh ruangan. Bahkan suaranya terngiang-ngiang mengikuti langkahku menaiki anak tangga menuju kamar. Jika saja mulut Ibu tidak setajam silet, mungkin aku tidak akan setega ini kepadanya.Bertahun-tahun aku selalu ia perlakukan kasar, namun aku tidak pernah membenci maupun marah kepadanya. Namun kali ini sudah berbeda, Ibu mas Jalu tetap saja selalu angkuh dan se'enaknya. Seakan ia lupa keadaannya seperti apa, gila harta pula."Ros ...." Suara mas Jalu memanggil namaku, ketika ia membuka pintu kamar, lalu masuk ke dalam. Aku hanya menatapnya sesaat, sambil menyandarkan tubuh di dipan yang berukir kayu jati. Mas Jalu, ia duduk di bibir ranjang, sambil menatapku datar.Aku mengernyitkan dahi. "Ada apa?" tanyaku bingung."Ros, maaf, Ibu akan tinggal bersama kita!" ucapnya pelan dengan wajah menunduk."Nggak, aku nggak setuju!" jawabku cepat. "Ibu mampir sebentar saja rumah ini sudah rame dengan ocehan, ap
Bab81"Ros, ibu butuh uang banyak. Aku boleh pinjam simpanan kamu, nggak?"Mereka tidak menjawab pertanyaaku tadi, malah mau uang?Aku hanya mengulas senyum. "Oh, emang ibu perlu uangnya untuk apa?" Aku kembali melayangkan pertanyaan.Mas Jalu seketika langsung menegang. Ia bahkan enggan melihatku lagi, entahlah."Mas ...." Aku kembali menyebut namanya."Ibu ..., dia dituduh melakukan penipuan, jadi sekarang masih di tahan di kantor Polisi. Guna melengkapi data-data penyidikan."Kok bisa di tuduh, kalau tuduhan tanpa bukti, harusnya tidak akan kuat untuk menahan Ibu.""Entahlah," jawab Mas Jalu lesu.Aku memandang ke arah Ratih, namun Ratih dengan cepat membuang pandangan dariku.'Cih, belagu kali, bentar lagi juga bangkrut si Jalu itu, siap-siap menampung para Benalu. Terlebih Ibu mertua yang sombong dan cerewetnya tidak ketulungan.' batinku tertawa geli, walau hanya bermain dengan imajinasi."Ratih, terimakasih ya! Sudah mau menolong Ibu Mertua." Aku mengucap sambil tersenyum kepada
Bab80'Ayo Rosa, bangkit dan hadapi para bedebah itu dengan cantik. Buat mereka menyesal seumur hidup, telah menyia-nyiakan ketulusan kamu.' batinku mencoba memberi semangat, meskipun konsekuensinya, aku akan hancur dan terluka. "Apa rencana kamu, Ros?" Ibu bertanya."Banyak, terutama untuk mengembalikan Mike kepada asalnya." "Besok kamu berpura- pura pergi liburan. Pasang cctv, agar lebih cepat mendapatkan bukti. Agar secepatnya pula, mengurus perceraian kalian.""Wah, ibu benar juga. Tapi ibu mertua pasti melarangku, Bu."Ibu tersenyum dan mengeluarkan dua tiket."Berikan tiket ini untuknya. Dan dia akan pergi lebih dulu, agar tidak menghalangi rencana kamu.""Ibu selalu saja banyak idenya. Makasih ya, Bu. Rosa sayang ibu." Aku memeluk lengan ibu. Setelah pulang ke rumah, setengah jam berlalu, ibu mertua pun datang bersama Davina.Wajahnya nampak terlihat tidak berdaya."Ada apa, Bu?" Aku berjalan sambil bertanya."Ada apa- ada apa? Jangan banyak tanya, saya lagi pusing.""Mend
Bab79Malam ini, Rosalinda mengajak Mike, untuk makan malam bersama. Mike pun tidak menolak, dan setuju untuk pergi.Di tengah asik mengobrol sambil makan, Rosalinda membuka suara."Sayang. Kenapa selama menikah, kita tidak saling terbuka?" "Maksud kamu apa, sayang?" Suara Mike begitu lembut."Selama ini, teman- temanku rata' rata tahu pin ATM suaminya. Tapi aku?"Rosalinda menjeda kalimatnya, menatap penuh dengan tatapan yang mudah ditebak kalimat jedanya."Mereka sangat beruntung. Tapi tidak masalah, aku nggak gila harta juga. Lagian, kamu sudah baik sama aku selama ini.""Ini sepele sebenarnya. Pin ATM aku itu, tanggal pernikahan kita.""Serius?" Mata Rosalinda berkaca- kaca."Iya, sayang."Rosalinda tersenyum bahagia, untung saja selama ini, dia tidak pernah terlihat serakah. Jadi, tentu saja Mike percaya dengannya.Besoknya, Rosalinda pergi dengan taksi, untuk mengambil semua uang, yang ada di kartu ATM milik Mike. Kartu ATM yang ada di brankas, sedangkan yang di dompetnya, mung
Bab78Rosalinda kini terdiam di dalam kamar. Kini Mike pun masuk, kemudian berlutut di hadapan Rosalinda."Sayang. Aku mohon, maafkan aku."Rosalinda diam, tidak bereaksi apapun."Sayang. Aku mohon jangan diam, aku nggak bisa kamu begini."Rosa tidak bergeming. Perasaannya hancur, dan dia kesulitan untuk memafkan.Mike menangis, memeluk kedua kaki Rosalinda. Rosalinda yang duduk disisi kasur, tetap terdiam."Jangan diamkan aku, sayang. Aku mohon, bicaralah. Apapun akan aku lakukan dan turuti, asal kamu nggak marah lagi sama aku."Rosa kini akhirnya mau menatap wajah Ammar, setelah diam saja dari tadi."Kamu mau melakukan apapun untukku?""Ya. Asal aku bisa, pasti aku turuti.""Baik. Keluarlah, bawa ibumu. Aku masih merenungi nasib seorang diri di rumah.""Tapi ...." Mike berniat protes. Namun melihat tatapan dingin Rosalinda, Mike memutuskan tetap menuruti.Mike akhirnya keluar kamar, mengajak ibunya pergi dengan alasan makan malam diluar.Disaat itulah, Rosalinda memanfaatkan keadaan