Aku bahkan tidak mau bertemu dengan calon yang paman pilihkan, bahkan sampai sekarangpun aku tidak tau seperti apa calon yang paman pilihkan untukku.
Karena aku yang tetap bersikeras ingin menikah dengan mas Yoga, paman akhirnya luluh. Dia memberikan restunya. Bibi juga awalnya terpaksa. Dia bilang calon yang dipilihkan paman sepertinya lebih baik.
Ketika lamaran mas Yoga di terima oleh paman dan bibi, aku kembali bertemu dengan mas Candra.
Dia datang langsung ingin melamar ku, saat itu kami janjian di sebuah kafe. Aku sebenarnya penasaran dengan mas Candra, sudah lama kami tidak bertemu. Komunikasi terputus. Tidak ada kata putus diantara kami sebenarnya.
"Mas selama ini kemana aja? Mas ninggalin aku tanpa ada kabar sedikitpun!" ujar ku mengawali pembicaraan kami.
"Maafkan mas, Riana. Setelah kita sama-sama wisuda, mas kembali ke kampung"
"Lalu kenapa handphone mas tidak bisa
Aku ke dapur dan langsung membuka kulkas, aku mau masak ayam goreng saja. Tadi, aku sudah makan dendeng sambal ijo. Besok saja aku masak itu.Aku mulai membersihkan ayam yang sudah terpotong menjadi beberapa bagian. Menyiapkan bumbu agar gorengannya tidak menjadi amis nantinya. Setelah bumbu tersedia, aku balurkan pada ayam yang sudah dicuci bersih.Ayam yang sudah di kasih bumbu mau aku ungkap dulu sebentar. Sambil menunggu bumbu meresap pada daging ayam, aku mulai menyiapkan bahan untuk sambalnya. Aku mau buat sambal terasi, pake sedikit gula aren. Biar rasanya menjadi lebih gurih."Masak apa ma?" mas Yoga menghampiriku di dapur."Ayam goreng""Enak dong?""Ya, jelas enak lah...kalau aku yang buat""Iya, masakan mama memang lebih enak daripada Rindu""Nggak usah bandingin aku sama dia, mas! Aku dan dia jauh berbeda. Nggak selevel!""Emang apa bedanya kamu dengan Rindu?" ucapan mas Yoga membuat aku menatapnya tajam.
Aku tersentak kaget saat mendengar perkataan mas Yoga, dia mau membuatkan minuman itu untuk perempuan itu. Selama jadi istrinya belum pernah dia ikut campur urusan dapur. Semuanya aku yang membereskan. Tapi sekarang, dia rela melakukan apa saja demi perempuan itu.Aku tidak terima, dia sungguh keterlaluan. Apa rasa cintanya pada perempuan itu sangat besar? Hingga dia rela diperbudak olehnya."Kamu kenapa sih, mas? Kenapa mau membuatkan minuman itu untuknya? Suruh dia yang mengerjakan, bukannya kamu!" aku tak habis pikir dengan jalan pikiran mas Yoga."Lho? Kenapa mbak marah? biarin saja mas Yoga yang bikin. Mbak tau nggak? Apapun yang aku mau pasti cepat dia lakukan. Karena dia sangat mencintaiku!" dengan sombongnya perempuan itu menepuk dadanya."Apa kamu pikir dia sangat mencintaimu? Dia hanya dibutakan oleh rayuan mu yang terlalu murahan!" aku membalas perkataannya dengan keras."Bilang saja mbak cemburu? Karena tidak pernah diperlakukan seperti
Perempuan itu dibaringkan oleh mas Yoga dan perawat di atas ranjang rumah sakit. Setelah memasangkan infus pada lengan perempuan itu, perawat meninggalkan ruangan inap.Sekarang hanya ada aku, perempuan itu dan juga suamiku yang duduk di samping ranjang sambil memegangi sebelah tangan perempuan itu."Awas saja jika terjadi sesuatu yang buruk pada Rindu! Aku akan bersikap sangat tegas padamu, Riana!" kilatan kemarahan terpancar jelas dari raut wajah mas Yoga ketika mengucapkan kalimat ancaman itu padaku."Aku tidak bermaksud membuat dia celaka, mas! Dia yang mulai duluan. Perkataannya sungguh menyinggung diriku!" aku berupaya membela diri."Aku tau pasti ini kemauanmu, membuat Rindu menderita! Kenapa sih kamu sangat arogan sekali? Kalian sama-sama istriku, tapi sikapmu seperti orang asing yang tidak kukenali!" mas Yoga mulai menghakimiku."Lalu apa mau mas? Aku sudah cukup sabar selama ini! Pe
Aku bergegas ke kamar, meraih handphone dan melihat siapa yang menelpon. Ternyata itu dari Bayu, seseorang yang aku suruh memata-matai perempuan itu."Riana, aku sekarang ada di rumah sakit. Tempat perempuan itu di rawat!" aku kaget, darimana dia tahu perempuan itu dirawat. Aku tidak memberitahunya."Kamu darimana tahu di rawat? Aku kan tidak mengabarimu?" ujarku heran."Semalam, aku mengikutinya saat suamimu menjemput perempuan itu ke rumahnya. Aku pikir itu laki-laki lain, ternyata itu suamimu!" kirain dia mau ngasih kabar baik."Lalu sekarang untuk apa kamu nelpon saya? Dia kan sekarang sama suamiku. Aku sudah tahu itu!" ujarku kecewa."Bukan itu masalahnya, aku baru nyampe rumah sakit tadi. Suamimu sudah pergi sejak pagi. Tapi, ada seseorang yang datang menjenguknya! Seorang laki-laki!" aku langsung terkejut mendengar ucapan Bayu."Apa kamu tidak salah lihat? Mungkin itu suamiku yang kembali?""Bukan, itu bukan suamimu. Dia
Kenapa perempuan itu seperti tahu sesuatu tentang rahasia suamiku? Kenapa dia bilang suamiku bahkan tidak mencintaiku sejak sedari awal pernikahan kami. Dia bilang itu cuma dikarenakan rasa bersalah dan kasihan padaku? Rasa bersalah apa? Apa aku orang yang harus mas Yoga kasihani?Ada apa? Aku dan mas Yoga saling mencintai sebelum kita menikah. Bahkan mas Yoga yang memaksa dan berjuang keras agar paman merestui pernikahan kami. Lalu apa maksud perempuan itu? Kenapa dia berkata seperti itu? Apa suamiku berkata sesuatu kepadanya? Yang membuat dia salah paham lalu beranggapan seperti itu?Pikiranku mumet, sepertinya perempuan itu ingin mengalihkan pikiranku. Mungkin dia takut aku mencari tahu tentang laki-laki yang berkunjung tadi ke ruang inapnya.Tidak, aku tidak boleh termakan ucapannya. Aku yakin sekali, dia hanyalah sedang memancing perselisihan antara aku dan mas Yoga. Tidak ada masalah apapun antara aku dan mas Yoga sebelum kehadirannya. Dia lah
Kuparkirkan mobil di bagasi rumah, dengan gontai aku beranjak membuka pintu rumah. Meletakkan tas dan kunci mobil di atas meja. Lalu duduk termenung di kursi tamu.Apa yang harus aku lakukan di rumah ini sendirian? Sepi sekali. Aku rindu canda tawa mas Yoga disini. Dulu aku sering bermanja-manja pada mas Yoga disini. Menghabiskan waktu libur mas Yoga berdua di rumah ini. Rasanya rindu masa itu.Handphone ku berdering, aku meraihnya dari dalam tas. Ternyata dari mas Candra."Hallo, mas?""Kamu dimana?""Aku di rumah mas, ada apa mas?" ujarku menanyakan maksud mas Candra menelpon."Sibuk nggak? Apa boleh mas bertandang ke rumahmu?" tanya mas Candra."Nggak, aku lagi sendiri di rumah. Mas Yoga lagi sama perempuan itu""Boleh dong? Mas main kesana?""Boleh mas. Nanti aku share lokasi rumahku ya?""Ok, mas kesana sekarang!""Baik, mas"Mas Candra mematikan sambungan telpon, aku segera mengirimkan al
Aku menggigit bibir bawahku dengan gelisah. Sedangkan mas Candra duduk sambil terus menatapku. Aku mengendalikan detak jantungku yang teramat kencang. Rasanya lututku goyang, tak mampu menopang tubuhku.Aku menikmati setiap sentuhan yang diberikan oleh mas Candra, aku sebenarnya ingin lebih dari itu. Tapi aku tahu posisiku. Apa bedanya aku dengan mas Yoga jika aku juga berkhianat dibelakangnya.Aku lalu duduk di sofa, agak jauh sedikit dari mas Candra. Aku tak ingin dia tahu, betapa groginya aku."Mas sayang sama kamu, Riana. Bahkan masih sama seperti dulu. Saat kita masih bersama. Mau kah kamu memulai lagi dengan mas, Riana?" tanya mas Candra padaku.Aku menatapnya dalam, aku tak tahu harus menjawab apa. Disatu sisi, aku sudah menyerah atas mas Yoga. Disisi lain aku masih menyimpan keraguan.Aku semakin penasaran dengan ucapan perempuan itu, aku ingin menyelidikinya. Sekarang bukan waktunya aku untuk membuka hati bagi laki-laki lain.
Rahasia apa yang disembunyikan oleh suamiku? Perempuan itu bilang, pernikahan kami hanyalah atas dasar rasa bersalah dan kasihan. Tapi mana mungkin?Aku dan mas Yoga bertemu saat sama-sama mencari pekerjaan. Pertemuan yang tanpa sengaja sedikitpun. Setelah itu saling dekat dan mulai berpacaran kemudian menikah.Selama rentang kejadian itu, tidak ada masalah sedikitpun diantara kami. Lalu apa maksud perempuan itu berbicara seperti itu?Bahkan mas Yoga sangat takut perempuan itu membocorkan rahasia itu padaku. Apa mas Yoga menikahi perempuan itu agar bersedia tutup mulut padaku?DeggggJantungku berdebar tak karuan, sangat gelisah. Penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi. Rahasia apa? Haruskah aku tanyakan langsung pada mas Yoga? Tidak...sepertinya itu bukan ide yang baik.Pikiranku berputar-putar mencari cara untuk menemukan jawaban atas keresahan hatiku. Aku tak boleh
Aku tak henti mengucapkan rasa syukur, setelah Mas Candra dan kedua orang tuanya pergi dari rumahku. Restu yang Mama Mas Candra berikan membuat hidupku seakan kembali semangat. Aku tak sabar ingin segera menjadi istrinya Mas Candra. Seseorang yang sudah membuatku merasakan semangat untuk menjalani kehidupan ini.Sesuai janjinya, Mas Candra menjemputku keesokan harinya untuk menemui Paman dan Bibi. Aku sengaja membawa Adam dan Bi Inah. Pasti Paman dan Bibi rindu pada Adam. Aku sengaja tidak memberi kabar pada paman bahwa aku dan Mas Candra serta keluarganya akan datang mengunjungi mereka. Aku hanya menanyakan apa yang akan mereka lakukan hari ini. Dan syukurnya, Paman dan Bibi hari ini sedang di rumah. Paman tidak ke kantor karena sekarang hari sabtu.Saat mobil Mas Candra masuk ke halaman rumah Paman, aku segera turun di ikuti oleh yang lainnya. Bibi yang tengah menyiram tanaman di halaman depan rumahnya, terlihat sangat kaget dan langsung menghampiri kami."Rum
Jika ada yang bilang cinta itu harus di perjuangkan, aku setuju dengan ujaran itu. Tapi bagiku, cinta itu tak harus menimbulkan derita bagi orang lain. Aku tak ingin menyakiti hati perempuan lain untuk menciptakan kebahagiaanku sendiri. Itu terkesan egois bagiku, apalagi dengan semua derita yang pernah aku alami. Itu semakin membuatku tak mau menyakiti hati perempuan lain. Biarlah aku yang mengalah. Aku tak akan memperjuangkan Mas Candra.Jika dia adalah jodohku, aku yakin Tuhan akan menyatukan kami. Aku hanya ingin menyerahkan semuanya pada takdir. Apapun yang terjadi, aku tidak akan berkecil hati. Walau Mas Candra sudah berjanji untuk mendapatkan restu dari Mamanya, tetap saja aku tak menaruh harapan yang berlebihan. Walau di dalam sudut hatiku yang terdalam, aku mendoakan Mas Candra.Pagi harinya aku tetap menjalankan aktifitasku seperti biasa, untuk menghilangkan rasa jenuh aku berencana untuk membawa Adam dan Bi Inah berbelanja ke swalayan. Apalagi, sudah banyak k
Seperti ancamannya, Mbak Lisa ternyata menggunakan Mama untuk memuluskan jalannya. Dengan menghasut Mama agar tidak merestui aku dengan Riana. Hatiku rasanya sangat geram melihat Mbak Lisa tengah memasak di dapur bersama dengan Mama.Perkataan kasar Mama pada Riana tadi, aku yakin sekali itu akibat dari hasutan dari Mbak Lisa."Candra, ayo makan! Semua sudah terhidang di meja makan!" Panggil Mbak Lisa padaku dengan suara di buat semerdu mungkin. Aku melengos jengah melihat tatapan matanya padaku."Aku tidak lapar!" jawabku dengan ketus. Tanpa menghiraukan wajahnya yang berubah seketika, aku langsung memasuki kamar.Rasanya aku tidak ingin menikmati sedikitpun makanan yang sudah dia buat. Walaupun di bantu oleh Mama. Aku tidak ingin memberikan sedikitpun harapan padanya. Karena aku tidak akan bersedia menikah dengannya apapun bujuk rayu Mama dan Papa."Nak, ayo makan! Nak Lisa sudah susah payah memasak makanan kesukaanmu, kamu jangan bertindak
Aku meletakkan handphone di atas meja ruang tamu rumahku. Setelah Riana memutuskan sambungan telpon itu. Apa yang Riana ucapkan membuatku merasa khawatir. Dia tidak mau menikah denganku tanpa restu dari Mama. Sedangkan aku mengenal betul watak Mama. Sekali dia bilang tidak, maka akan tetap seperti itu pendiriannya. Apapun yang akan aku lakukan untuk membujuknya akan sia-sia.Ucapan Riana tadi seakan meruntuhkan impianku yang begitu besar untuk bisa membina rumah tangga dengan wanita yang selama ini selalu aku cintai. Ya, Riana adalah satu-satunya wanita yang sangat aku cintai. Dari semasa kuliah aku sudah menaruh hati padanya. Bahkan jauh hari sebelum aku dan dia jadian, aku sudah mencintainya.Sebenarnya, bukan maksud hatiku dulunya untuk menjauh dari Riana setelah kami wisuda. Aku hanya ingin mencari pekerjaan yang bagus sebelum memberanikan diri untuk melamar Riana. Tapi, semuanya terlambat. Saat aku sudah mempunyai pekerjaan yang bagus, aku baru menemui
"Memang seharusnya sikapmu seperti itu. Kamu harusnya sadar diri, jangan menjadi perusak hubungan orang lain, tidak baik!" Ujar Mamanya Mas Candra menyela ucapanku.Hatiku langsung remuk redam mendengar perkataan Mamanya Mas Candra. Tak ada kesempatan sedikitpun untukku bersatu dengan Mas Candra. Kebahagiaan yang sempat ku impikan harus musnah secepat ini. Senyuman kemenangan di perlihatkan oleh Mbak Lisa. Dia sepertinya sangat bahagia mendapat pembelaan dari Mamanya Mas Candra."Mas, kalau begitu aku pergi dulu! Maafkan aku, jika kehadiranku di kehidupanmu sempat mendatangkan derita!" ujarku. Aku langsung meraih tas yang tergeletak di atas sofa di samping tempat dudukku.Mbak Lisa dan Mamanya Mas Candra langsung saling pandang dan memberikan kode. Sepertinya mereka merasa menang karena aku akhirnya mengalah seperti itu."Jangan pergi dulu, Riana! Ini belum selesai. Mas sungguh-sungguh ingin menikahi kamu!" Mas Candra menarik tanganku agar kem
Belum berapa jauh mobil Mas Candra meninggalkan rumahku, lagi-lagi handphonenya berdering. Kali ini wajah Mas Candra berseri saat melihat layar handphonenya."Iya, Ma! Ini aku lagi di jalan menuju ke rumah Mama," ujar Mas Candra melalui sambungan telpon itu."Apa? Mama dan Papa sekarang ini lagi menuju ke rumahku? Udah berangkat dari tadi? Kok nggak ngasih kabar? Kemaren kan aku sudah bilang mau pulang ke rumah bawa seseorang," jawab Mas Candra lagi.Aku mendengar semua pembicaraan Mas Candra dengan Mamanya. Perasaanku langsung tidak enak. Kenapa Mama dan Papa Mas Candra memutuskan untuk datang ke sini? Padahal mereka sudah di beritahu Mas Candra bahwa hari ini kami akan menuju rumah mereka di kampung."Ya sudah, kalau begitu, aku tunggu Mama dan Papa di rumah!" jawab Mas Candra akhirnya.Saat Mas Candra menyimpan kembali hamdphonenya ke dalam saku celananya, aku langsung bertanya padanya."Ada apa, Mas?" tanyaku dengan heran."
Aku membiarkan begitu saja saat dering handphoneku memekakkan telinga. Sudah dari tadi Mas Candra mencoba menelponku. Rasanya aku tidak bisa lagi dekat dengan Mas Candra.Perkataan perempuan itu masih terngiang di telingaku. Aku tidak ingin menjadi perusak dalam hubungan orang lain. Lebih baik aku yang mundur. Walau hatiku sudah mulai bisa menerima kehadiran Mas Candra. Sudah mulai bisa merasakan getaran saat tatapan matanya bertemu denganku.Rasa cinta itu sebenarnya sudah datang di hatiku untuk Mas Candra. Tapi aku tidak ingin apa yang aku rasakan dulu, di rasakan juga oleh perempuan lain. Sakitnya di khianati oleh Mas Yoga masih membekas di hatiku. Tiap ingat Mas Yoga aku masih tetap menitikkan air mata. Cinta yang begitu ku agungkan ternyata memendam duri yang begitu tajam.Walaupun sekarang dia tengah menjalani hukuman atas perbuatannya, tetap saja luka di hatiku tak bisa hilang oleh perbuatannya.Karena tak ku gubris sedikitpun, ak
Pikiranku kalut, semua kata-kata yang di lontarkan perempuan itu seperti bom yang selalu meledakkan jantungku. Kenapa dia sampai tega memfitnahku seperti itu. Dia bilang akulah yang merusak hubungan pernikahan Mas Candra dengan adiknya, bahwa akulah yang menyebabkan adiknya meninggal.Apa yang sebenarnya Mas Candra lakukan pada mantan istrinya itu, hingga dia sakit-sakitan dan akhirnya meninggal. Apa benar akulah yang menjadi biang rusuh dalam pernikahan mereka? Karena Mas Candra kecewa dengan lamarannya yang aku tolak dulu hingga membuatnya berlaku tidak adil pada istrinya sendiri?Tiba-tiba aku ingat Amira, dia adalah teman dari mantan istrinya Mas Candra. Aku ingin mencari tahu kebenarannya dari dia. Aku segera menghubungi Amira."Amira, apa kamu punya waktu untuk bertemu denganku?" Kuutarakan langsung niatku saat Amira menjawab panggilan telpon dariku."Kebetulan hari ini anak-anak di bawa neneknya, suamiku juga lagi kerja. Kamu mau ketemu di mana?" b
Aku menatap punggung Sakti dan temannya yang beranjak keluar dari pintu utama rumahku. Di tangan Sakti, dia membawa tas berisi uang 2M yang dia minta padaku. Sedangkan aku, memegang surat perjanjian yang sudah dia tanda tangani. Ada sedikit perasaan lega, sekaligus sedih. Lega karena mulai sekarang, Adam akan menjadi milikku. Dia akan menjadi putraku dalam segi hukum. Sakti tidak akan bisa lagi merampas dia dari diriku. Sedih, karena aku harus kehilangan uang dalam jumlah sebanyak itu. Mas Candra memandangi wajahku yang sedikit murung setelah kepergian mereka. "Apa sekarang kamu menyesal? Mas sudah memperingatkan kamu sebelumnya, sekarang semua uang itu sudah mereka bawa. Seandainya kamu mau menempuh jalur hukum, kemungkinan kamu bisa menang. Karena Sakti selama ini memang tidak mau bertanggung jawab pada Adam." "Aku hanya tidak mau berurusan dengan pengadilan, Mas! Proses hukum Mas Yoga saja, sudah membuatku lelah. Aku tidak ingin kembali bolak balik