Cempaka duduk di ruang tamu saat Danendra memasuki rumah megahnya. Tidak terganggu dengan kedatangan suaminya, Cempaka sibuk mengulir ponsel di tangan.Danendra yakin bila kedatangannya diketahui oleh Cempaka, hanya saja perempuan itu seolah-olah tak peduli kedatangannya. Pria itu melangkah mendekat lalu duduk di salah satu sofa menyenderkan badannya yang lelah.Cempaka melihat jam di ponsel menunjukkan angka 22 lewat."Untuk apa mengunjungi Natali?" Danendra berdiri berjarak dua meter dari Cempaka.Sikap tubuh Cempaka tetap seperti semula. "Dia melapor?" tanya Cempaka yang tidak butuh jawaban, tanpa menoleh pada suami.Mereka berdua terdiam hingga Cempaka mengarahkan badan melihat Danendra, meletakkan ponsel ke atas meja ruang tamu."Masih percaya dengan apa yang dikatakannya?" cecar Cempaka, alisnya terangkat."Apapun yang dikatakan Natali padaku, itu masalah kami." Danendra menatap tajam.Cempaka tertawa sambil mengeluarkan bunyi decih dari bibirnya."Kalau begitu aku tidak akan me
Cempaka ingin mengalahkan rasa kasihan dengan kekesalan dan kekecewaan pada suaminya. Namun, melihat keadaan Danendra tidak baik-baik saja, hatinya pun luluh."Terima kasih sudah mau mengurusku," ucap Danendra usai disuapi makan dan minum obat pereda demam. Danendra telah meminta izin tidak masuk kerja pada pihak rumah sakit sehingga dia bisa beristirahat. "Hm," jawab Cempaka pendek dengan paras datar lalu perempuan itu pergi membawa piring kotor keluar kamar."Cempaka," Panggil Danendra membuat langkahnya terhenti sewaktu akan membuka pintu kamar."Aku minta maaf soal semalam."Tarikan napas pelan menandakan Cempaka teringat akan reaksi Danendra sewaktu ia mengungkap kalau anak dalam kandungan Natali bukanlah anak pria itu. Rasanya sesak dada Cempaka, tetapi ia tak mau ambil pusing lagi.Cempaka pergi keluar kamar tanpa kata. Danendra menyenderkan punggung ke kepala ranjang, diamnya Cempaka menyisakan perasaan bersalah dalam diri pria itu.***"Ya, tolong bagaimana pun caranya info
Siang itu Cempaka berniat keluar rumah. ia menitipkan putranya pada Saidah. Bertepatan Danendra keluar kamar, tubuhnya mulai pulih."Kamu mau ke mana?" Dia mengamati pakaian Cempaka yang rapi dari bawah kaki hingga kepala.Cempaka tertegun sejenak. "Mau ketemu teman."Kening Danendra mengerut, tidak biasanya Cempaka pergi tanpa izin darinya."Siapa?""Kamu tidak kenal," jawab Cempaka lalu melangkah ke arah pintu.Danendra menyusul lalu menghambat lengan Cempaka."Laki-laki atau perempuan?"Cempaka diam saja tanpa reaksi berarti. "Aku bertanya, Cempaka?"Mendengar namanya disebut, Cempaka tersadar kalau suaminya menuntut jawaban."Laki-laki."Tatapan Danendra penuh tanya, tetapi Cempaka bersikap seolah-olah tak ada masalah."Aku pergi dulu."Danendra tidak menahan kepergian istrinya. Namun, rasa penasaran membuatnya bertanya-tanya siapa gerangan yang ditemui oleh istrinya. Dia mengintip dari celah gorden, melihat Cempaka pergi dengan taksi berwarna kuning. ***Danendra uring-uringan
Setelah istirahat beberapa hari, Danendra beraktivitas seperti biasa di rumah sakit tempatnya bekerja.Sewaktu berjalan menuju ruang praktek, tidak sengaja berpapasan dengan Natali yang tampak murung."Kamu kenapa tidak bilang mau periksa?" tanya Danendra merasa tidak enak hati.Natali diam saja sembari menatap suaminya. Dengan kesal Natali berjalan begitu saja meninggalkan Danendra. Pria itu mengejarnya lalu menangkap lengan Natali."Mengapa menangis?"Danendra tahu kalau istrinya sedang tidak baik-baik saja. Ia menyentuh tangan Natali untuk memberi penguatan. "Bayinya ada masalah. Beratnya lebih kecil daripada yang seharusnya," ucap Natali lalu melepaskan tangan dari Danendra. "Itu semua karena kamu!" teriak Natali pada Danendra, ia menunjuk-nunjuk suaminya. "Kamu tidak pernah memperhatikan aku selama kehamilan!"Natali menangis, Danendra merasa tidak enak dengan Natali dan lingkungan sekitar yang berisi banyak pasien."Tenanglah, Natali, mari kita pergi dari sini." Danendra meng
Cempaka membaca pesan Danendra, ia mengerti mengapa suaminya tidak pulang, tanpa dijelaskan secara rinci.Helaan napas Cempaka menandakan kekecewaan dibanding marah. Kecewa pada Danendra yang tidak menganggap perhatiannya selama menjadi istri Danendra. Baru saja Danendra pulih dari sakit dan yang merawat adalah Cempaka.Setelah sehat, pria itu malah pergi ke istrinya yang lain.Cempaka melangkahkan kaki ke kamar anak-anaknya. Ia melihat betapa nyaman dan tentram keadaan kedua buah hatinya.Berbeda saat ia masih menjadi istri Haris, harus mengirit segala pengeluaran untuk bertahan hidup."Bagaimana nanti?" Pikiran Cempaka malah diselubungi kekhawatiran.Namun, sesaat saja, ia teringat pada mertuanya yang penuh perhatian pada kedua anaknya. Cempaka mengusap secara bergantian rambut Saras dan adiknya.Cempaka tersenyum. "Mama harus selesaikan ini sampai akhir, kalian menjadi kekuatan mama," bisiknya lebih untuk dirinya sendiri.Ia melangkahkan kaki keluar, melihat jam di ponsel menunjukk
"Natali, sudahi kebodohan ini!" ujar Dahlia. Baru kali ini perkataan Dahlia serasa tajam di pendengaran Natali."Keluarga Danendra sulit ditumbangkan, lihat papamu, malahan masuk penjara demi aksi balas dendamnya. Apa kamu mau berakhir seperti itu? Cukup menjadi orang jahat, fokuslah sekarang pada anakmu!"Dahlia rasanya tidak sabar lagi menghadapi sahabat karibnya yang terlihat konyol."Tapi... tapi... aku mencintainya, Dahlia," isaknya duduk di kursi."Apa aku bilang! Dulu kamu menikah dengannya tanpa cinta, hanya untuk membalas dendam. Danendra sangat mencintai kamu. Sekarang giliran kamu mencintainya, pria itu sudah tak punya lagi hati untuk kamu. Sadar, Natali!!"Natali semakin terisak, ia merasa menyesal dengan sikapnya di masa lalu sehingga membuat cinta Danendra luntur padanya."Tapi, aku mau berusaha untuk mendapatkan Danendra lagi, Dahlia," ucapnya dibarengi gelengan dari Dahlia."Sadar Natali kesalahan kamu itu banyak, jangan sampai Danendra tahu rahasia kelam kamu, tiba wa
Sebulan berlalu sejak kejadian Cempaka meminta cerai, tinggal tiga bulan lagi. Hubungan antara Cempaka dan Danendra semakin renggang. "Mengapa akhir-akhir ini kamu sering keluar rumah?""Memangnya kenapa? Bik Saidah mengadu?" tanya Cempaka tanpa memandang suaminya. Dia sibuk dengan banyak kertas di tangannya."Kamu buka toko baru?""Kamu membuntutiku?""Kalau tidak seperti itu, kamu tidak pernah mau cerita. Sudah berapa lama?""Bukan urusan kamu." Cempaka berdiri memandang suaminya. "Kamu urusi saja istri kamu yang mau melahirkan itu, bukannya sebentar lagi?"Danendra menghela napas."Jangan mengalihkan pembicaraan. Oh, ya, perlu aku ingatkan keinginan bercerai kamu tidak akan pernah terkabul." Danendra pergi begitu saja dari kamar ke ruang makan. Beberapa minggu belakangan, Danendra sering pulang lebih awal dari rumah sakit.Cempaka terduduk kembali, gilirannya mendengkus karena Danendra memutuskan secara sepihak nasibnya di masa mendatang. ***Usai praktek di poliklinik, Danendra
Dahlia menemui Danendra di rumah sakit, mereka duduk di taman yang sedang tidak banyak orang. "Aku mohon kamu mau menemui Natali." "Aku akan menceraikannya setelah anak itu lahir lalu mengasuhnya bersama Cempaka." Rahang Dahlia mengatup kuat. Dia semakin yakin cinta Danendra pada Natali sudah sirna seiring terkuak kebenaran. "Apa kamu yakin Cempaka akan menerima anak itu?" Natali tidak setuju, tetapi dia pun tidak bisa berbuat banyak. "Untuk terakhir kali aku menemui Natali, setelah itu jangan kamu datang lagi atas suruhan Natali!" "Aku tidak disuruh Natali atau siapapun, hanya demi kemanusiaan." Danendra berdecak lalu tertawa seolah-olah ada yang membuat kelucuan. Cempaka keluar dari persembunyiannya, ia mencuri dengar percakapan antara Danendra dan Dahlia. Keinginan untuk menemui suami pudar, Cempaka memiliki rencana lain. *** "Dane, kamu masih bersedia menemui aku?" Danendra memenuhi keinginan Dahlia untuk menemui Natali. Danendra duduk berseberangan dengan N
Sepekan berlalu, Danendra rutin setiap hari mengirimkan buket bunga mawar untuk istrinya. Sayangnya, ia terus menemukan buket cantik itu di tong sampah belakang rumah.Danendra tahu benar kalau istrinya sangat menyukai mawar.Ada perasaan tersinggung muncul di awal, Danendra memahami bila ia patut mendapat perlakuan seperti itu dari Cempaka.Ini hari kedelapan, masih berlangsung demikian. Selain itu, Danendra berusaha mengajak Cempaka untuk berdialog berdua, makan malam, sampai jalan-jalan bersama, Cempaka kekeh menolak."Apalagi yang harus aku lakukan? Waktu semakin mendekat," lirihnya usai praktek di poliklinik.Danendra tetap bekerja secara profesional, sekalipun pikirannya tertuju pada Cempaka.[Sudah makan?]Danendra mengirim pesan pada Cempaka. Hanya centang dua biru tanpa ada balasan.Danendra menggaruk-garuk kepala, menepuki wajah, sampai menggosok matanya, saking bingung menghadapi istrinya."Memang cukup saja satu istri, sakit kepala kalau ada masalah seperti ini."***"Sara
Hubungan Danendra dan Cempaka tidak berangsur membaik, hal paling ditakutkan Danendra malah terjadi lebih cepat."Kita bisa mengurus perceraian lebih cepat." Cempaka duduk di seberang meja kerja Danendra di rumahnya.Jantung Danendra terasa sesak, seperti akan berhenti berdetak. Wajahnya seperti dihantam benda berat.Kehilangan Cempaka?"Cempaka, aku mohon jangan lakukan ini." Danendra akan mengupayakan apa pun untuk rumah tangganya kali ini."Mau kamu apa? Kamu mau mengikat aku di pernikahan yang tidak bahagia ini. Kamu hanya mau membalas kebaikan Haris dan itu sudah cukup, Dane!"Napas Cempaka tersengal mengatakannya. Danendra masih ingin menahannya lebih lama?Dasar tidak berperasaan!"Aku akan mengikat kamu seumur hidup, Cempaka."Ingin rasanya Cempaka memberi Danendra pukulan supaya pria itu sadar kalau semakin lama bersamanya, Cempaka bisa-bisa mati berdiri atau kemungkinan gila.Namun, badannya yang lebih kecil tidak akan ada artinya bila ia melakukan kekerasan fisik pada Danen
Dahlia menemui Danendra di rumah sakit, mereka duduk di taman yang sedang tidak banyak orang. "Aku mohon kamu mau menemui Natali." "Aku akan menceraikannya setelah anak itu lahir lalu mengasuhnya bersama Cempaka." Rahang Dahlia mengatup kuat. Dia semakin yakin cinta Danendra pada Natali sudah sirna seiring terkuak kebenaran. "Apa kamu yakin Cempaka akan menerima anak itu?" Natali tidak setuju, tetapi dia pun tidak bisa berbuat banyak. "Untuk terakhir kali aku menemui Natali, setelah itu jangan kamu datang lagi atas suruhan Natali!" "Aku tidak disuruh Natali atau siapapun, hanya demi kemanusiaan." Danendra berdecak lalu tertawa seolah-olah ada yang membuat kelucuan. Cempaka keluar dari persembunyiannya, ia mencuri dengar percakapan antara Danendra dan Dahlia. Keinginan untuk menemui suami pudar, Cempaka memiliki rencana lain. *** "Dane, kamu masih bersedia menemui aku?" Danendra memenuhi keinginan Dahlia untuk menemui Natali. Danendra duduk berseberangan dengan N
Sebulan berlalu sejak kejadian Cempaka meminta cerai, tinggal tiga bulan lagi. Hubungan antara Cempaka dan Danendra semakin renggang. "Mengapa akhir-akhir ini kamu sering keluar rumah?""Memangnya kenapa? Bik Saidah mengadu?" tanya Cempaka tanpa memandang suaminya. Dia sibuk dengan banyak kertas di tangannya."Kamu buka toko baru?""Kamu membuntutiku?""Kalau tidak seperti itu, kamu tidak pernah mau cerita. Sudah berapa lama?""Bukan urusan kamu." Cempaka berdiri memandang suaminya. "Kamu urusi saja istri kamu yang mau melahirkan itu, bukannya sebentar lagi?"Danendra menghela napas."Jangan mengalihkan pembicaraan. Oh, ya, perlu aku ingatkan keinginan bercerai kamu tidak akan pernah terkabul." Danendra pergi begitu saja dari kamar ke ruang makan. Beberapa minggu belakangan, Danendra sering pulang lebih awal dari rumah sakit.Cempaka terduduk kembali, gilirannya mendengkus karena Danendra memutuskan secara sepihak nasibnya di masa mendatang. ***Usai praktek di poliklinik, Danendra
"Natali, sudahi kebodohan ini!" ujar Dahlia. Baru kali ini perkataan Dahlia serasa tajam di pendengaran Natali."Keluarga Danendra sulit ditumbangkan, lihat papamu, malahan masuk penjara demi aksi balas dendamnya. Apa kamu mau berakhir seperti itu? Cukup menjadi orang jahat, fokuslah sekarang pada anakmu!"Dahlia rasanya tidak sabar lagi menghadapi sahabat karibnya yang terlihat konyol."Tapi... tapi... aku mencintainya, Dahlia," isaknya duduk di kursi."Apa aku bilang! Dulu kamu menikah dengannya tanpa cinta, hanya untuk membalas dendam. Danendra sangat mencintai kamu. Sekarang giliran kamu mencintainya, pria itu sudah tak punya lagi hati untuk kamu. Sadar, Natali!!"Natali semakin terisak, ia merasa menyesal dengan sikapnya di masa lalu sehingga membuat cinta Danendra luntur padanya."Tapi, aku mau berusaha untuk mendapatkan Danendra lagi, Dahlia," ucapnya dibarengi gelengan dari Dahlia."Sadar Natali kesalahan kamu itu banyak, jangan sampai Danendra tahu rahasia kelam kamu, tiba wa
Cempaka membaca pesan Danendra, ia mengerti mengapa suaminya tidak pulang, tanpa dijelaskan secara rinci.Helaan napas Cempaka menandakan kekecewaan dibanding marah. Kecewa pada Danendra yang tidak menganggap perhatiannya selama menjadi istri Danendra. Baru saja Danendra pulih dari sakit dan yang merawat adalah Cempaka.Setelah sehat, pria itu malah pergi ke istrinya yang lain.Cempaka melangkahkan kaki ke kamar anak-anaknya. Ia melihat betapa nyaman dan tentram keadaan kedua buah hatinya.Berbeda saat ia masih menjadi istri Haris, harus mengirit segala pengeluaran untuk bertahan hidup."Bagaimana nanti?" Pikiran Cempaka malah diselubungi kekhawatiran.Namun, sesaat saja, ia teringat pada mertuanya yang penuh perhatian pada kedua anaknya. Cempaka mengusap secara bergantian rambut Saras dan adiknya.Cempaka tersenyum. "Mama harus selesaikan ini sampai akhir, kalian menjadi kekuatan mama," bisiknya lebih untuk dirinya sendiri.Ia melangkahkan kaki keluar, melihat jam di ponsel menunjukk
Setelah istirahat beberapa hari, Danendra beraktivitas seperti biasa di rumah sakit tempatnya bekerja.Sewaktu berjalan menuju ruang praktek, tidak sengaja berpapasan dengan Natali yang tampak murung."Kamu kenapa tidak bilang mau periksa?" tanya Danendra merasa tidak enak hati.Natali diam saja sembari menatap suaminya. Dengan kesal Natali berjalan begitu saja meninggalkan Danendra. Pria itu mengejarnya lalu menangkap lengan Natali."Mengapa menangis?"Danendra tahu kalau istrinya sedang tidak baik-baik saja. Ia menyentuh tangan Natali untuk memberi penguatan. "Bayinya ada masalah. Beratnya lebih kecil daripada yang seharusnya," ucap Natali lalu melepaskan tangan dari Danendra. "Itu semua karena kamu!" teriak Natali pada Danendra, ia menunjuk-nunjuk suaminya. "Kamu tidak pernah memperhatikan aku selama kehamilan!"Natali menangis, Danendra merasa tidak enak dengan Natali dan lingkungan sekitar yang berisi banyak pasien."Tenanglah, Natali, mari kita pergi dari sini." Danendra meng
Siang itu Cempaka berniat keluar rumah. ia menitipkan putranya pada Saidah. Bertepatan Danendra keluar kamar, tubuhnya mulai pulih."Kamu mau ke mana?" Dia mengamati pakaian Cempaka yang rapi dari bawah kaki hingga kepala.Cempaka tertegun sejenak. "Mau ketemu teman."Kening Danendra mengerut, tidak biasanya Cempaka pergi tanpa izin darinya."Siapa?""Kamu tidak kenal," jawab Cempaka lalu melangkah ke arah pintu.Danendra menyusul lalu menghambat lengan Cempaka."Laki-laki atau perempuan?"Cempaka diam saja tanpa reaksi berarti. "Aku bertanya, Cempaka?"Mendengar namanya disebut, Cempaka tersadar kalau suaminya menuntut jawaban."Laki-laki."Tatapan Danendra penuh tanya, tetapi Cempaka bersikap seolah-olah tak ada masalah."Aku pergi dulu."Danendra tidak menahan kepergian istrinya. Namun, rasa penasaran membuatnya bertanya-tanya siapa gerangan yang ditemui oleh istrinya. Dia mengintip dari celah gorden, melihat Cempaka pergi dengan taksi berwarna kuning. ***Danendra uring-uringan
Cempaka ingin mengalahkan rasa kasihan dengan kekesalan dan kekecewaan pada suaminya. Namun, melihat keadaan Danendra tidak baik-baik saja, hatinya pun luluh."Terima kasih sudah mau mengurusku," ucap Danendra usai disuapi makan dan minum obat pereda demam. Danendra telah meminta izin tidak masuk kerja pada pihak rumah sakit sehingga dia bisa beristirahat. "Hm," jawab Cempaka pendek dengan paras datar lalu perempuan itu pergi membawa piring kotor keluar kamar."Cempaka," Panggil Danendra membuat langkahnya terhenti sewaktu akan membuka pintu kamar."Aku minta maaf soal semalam."Tarikan napas pelan menandakan Cempaka teringat akan reaksi Danendra sewaktu ia mengungkap kalau anak dalam kandungan Natali bukanlah anak pria itu. Rasanya sesak dada Cempaka, tetapi ia tak mau ambil pusing lagi.Cempaka pergi keluar kamar tanpa kata. Danendra menyenderkan punggung ke kepala ranjang, diamnya Cempaka menyisakan perasaan bersalah dalam diri pria itu.***"Ya, tolong bagaimana pun caranya info