Fathan dan Alina kini sudah duduk di meja makan warung pinggir jalan itu. Fathan segera memesankan makanan yang biasa ia pesan.“Bu, biasa ya!”“Oke siap Nak Fathan, dua porsi berarti ya,” sahut Ibu pemilik warung itu seraya melihat ke arah Alina. Alina membalas tatapan Ibu itu dan tersenyum ramah.“Iya Bu, biar anak ini enggak masuk rumah sakit lagi, kan aneh kalau liat dia pakek baju pasien gini,” ucap Fathan. Alina membalas dengan tatapan kesal kemudian mengalihkan pandangannya pada hal lain. Fathan tersenyum kemudian melihat ponselnya memeriksa apakah ada pesan masuk.Tidak berapa lama, pesanan pun datang. Mata Alina terbelalak begitu ia melihat sambal terasi dan rebusan. Ayam panggang yang juga tidak kalah menarik perhatiannya. Kemudian Ibu itu menyajikan berbagai macam hidangan laut juga. Alina hampir tidak bisa menahan salivanya.Fathan lagi-lagi tersenyum dan merasa senang telah membawa Alina ke tempat itu. Setelah semua hidangan disajikan, Alina mencuci tangannya, berdoa dan
Fais menuju ke setiap rumah sakit untuk mengetahui dimana keberadaan Alina dan bagaimana keadaannya. Akan tetapi sudah banyak rumah sakit yang ia datangi Alina tidak ada di sana. Fais segera menghubungi Jonathan untuk memberikan kabar itu.“Bos, Alina nggak ada di rumah sakit manapun. Kayaknya dia udah pulang deh.”“Ya udah, kalau gitu intai rumah cewek itu dan cari cela untuk melakukan balas dendam,” jawab Jonathan dari panggilan telepon itu. “Baik Bos.”***Alina saat ini sedang dalam keadaan suasana hati yang gembira. Ia sudah membuat beberapa halaman naskah untuk komik daring. Ia hanya perlu datang ke kantor besok dan bicara pada editor kemudian mereka akan mencari komikus untuk cerita itu.Alina sekarang sedang menyirami semua tanaman yang ada di pekarangan rumah. Wanita itu sesekali tersenyum karena melihat bunga dan kupu-kupu yang hinggap di sana.“Paket!” pekik seseorang dari luar rumah.Alina terkejut dan melihat ke pintu gerbang rumahnya. ‘Aku rasa aku tidak pernah memesan
Setelah beberapa saat Alina perlahan tidak sadarkan diri akibat obat bius. Lalu Siska segera menghubungi Jonathan dan temannya. Beberapa saat kemudian Jonathan masuk, “Hahaha, akhirnya aku bisa balas dendam sama cewek ini. Aku akan buat Fathan menyesal telah mencampuri urusanku bahkan melukai ku,” ucap Jonathan. Siska juga tersenyum puas atas pekerjaan yang ia lakukan. “Akan kita apakan dia Bos?” tanya Fais.Jonathan melihat seisi rumah Alina. Lalu Jonathan bisa melihat beberapa hiasan mewah di dalam rumah itu. Awalnya dia berniat untuk menghancurkan barang-barang itu karena Fathan sudah memporak porandakan basecamp mereka. Tapi ia mengurungkan niatnya karena terbesit di benaknya rasa kasihan pada Alina. “Kalau aku hancurin semua ini terus cewek ini juga aku hancurin hidupnya nanti, aku takut nanti aku ngerasa bersalah kalau berbuat lebih kayak gitu,” pikirnya.“Udahlah, kita bawa aja dia ke basecamp dulu, nanti baru kita pikirkan apa yang harus kita lakukan sama dia,” ujar Jonathan
Alina kembali ke rumahnya. Ia pun berbaring di atas kasurnya kemudian menarik selimut dan menutupi tubuh mungilnya itu. Fathan sangat ingin membelai rambut Alina dengan lembut, tapi ia khawatir penulis itu akan marah padanya.“Alina kamu ke rumah aku aja ya, di sana kan ada Mama yang bisa jagain kamu,” bujuk Fathan.‘Lalu kenapa jika memang ada Mamamu di rumahmu? Itu bukan urusanku,’ benak Alina. Alina menatap kedua mata Fathan dan di saat yang sama muncullah Lisa dari gerombolan anggota street motorcycle. Lisa segera menuju pada Alina yang berada di atas kasur. Lisa mengelus-elus rambut Alina dengan tatapan sedih, kemudian memegang tangannya dengan khawatir.“Kenapa? Alina kenapa?” tanya Lisa panik.Fathan hendak menjawab tapi Alina memberi isyarat untuk diam karena dia yang akan menjawabnya. “Aku baik-baik saja Lisa, mereka semua telah membantuku. Nanti akan aku ceritakan padamu apa yang terjadi setelah mereka pergi,” ucapnya. “Fathan, sekali lagi terima kasih. Sekarang Lisa sudah a
“Apa yang kamu lakukan?” tanya Fathan heran.“Fathan, aku takut padamu. Aku tidak tahu sejak kapan rasa takut ini ada dan aku hanya ingin pembahasan dan pembicaraan kita hanya berkaitan dengan pekerjaan. Aku mohon padamu,” jawab Alina kemudian berbalik dan menjauh dari Fathan.Fathan melihat punggung penulis cantik itu. Ia tidak tahu bahwa Alina ternyata menyimpan rasa takut padanya. Entah dari hal apa dan kejadian yang mana yang membuat Alina takut padanya. Yang Fathan ketahui saat ini adalah bahwa ia merasa sedih mendengar pernyataan Alina.Fathan terdiam sesaat di bawah derasnya air hujan yang terus mengenai tubuh kekarnya. Hingga akhirnya Harun datang dan menyadarkan dirinya.“Ngapain kamu ujan-ujanan nanti sakit tau, Mama kamu nanti khawatir. Ayo pulang, aneh banget dapet kerjaan baru malah main ujan-ujanan,” cetus Harun yang tidak tahu apa-apa.“Oy, malah diem aja. Ayok, kita malam ini kan mau ke rumah Aris. Kamu enggak lupa kan Fat
Alina baru saja bangun dan merenggangkan setiap otot yang ada di tubuhnya. Lalu ia berguling ke kanan dan ke kiri di atas kasurnya. Ia sangat malas bangun pagi itu walaupun ia ada janji temu dengan Fathan dan Retno di apartemen Retno.“Oh sial, aku sangat malas,” gumamnya. Dengan enggan Alina terpaksa bangun dan bersiap untuk pergi.Setelah siap, penulis itu berjalan menuju gerbang rumahnya. Dan tepat di depan rumahnya Fathan sudah menunggunya. Raut wajah Alina berubah menjadi dingin dan jutek.“Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Alina.Fathan turun dari motornya dan mendekati pintu gerbang yang belum terbuka itu. “Retno memintaku untuk menjemputmu,” jawabnya.“Aku akan mengendarai mobil sendiri, kamu tidak perlu repot-repot,” cetus Alina. Tapi sesaat setelah ia berbicara, ia mendapatkan pesan dari Retno yang memintanya untuk datang bersama Fathan karena di basement apartemen Retno sudah penuh untuk parkir mobil. Jadi mau tidak mau Ali
“Makasih untuk hari ini ya, hati-hati di jalan!” Lambaian tangan Retno mengiringi kepergian Alina dan Fathan.Setelah Alina dan Fathan tidak terlihat lagi, ia pun kembali masuk ke dalam gedung itu. Dan di saat itu Retno melihat Ethan berada di dekat pintu masuk gedung menatap ke arahnya.***Retno dan Ethan kini tengah duduk di cafe.“Apa yang ingin kamu tahu atau kamu tanyakan padaku?” tanya Retno.“Apakah yang baru saja pergi adalah Alina?” “Apa pedulimu siapa dia? Mau Alina atau bukan, tidak ada urusannya denganmu.”“Apa kamu juga membenciku Retno?”“Aku tidak membencimu tapi aku kesal padamu, terus kenapa juga kamu harus bertunangan di gedung ini ha?” jawab Retno sekaligus bertanya dengan kesal.“Jadi benar itu Alina, sepertinya wanita yang tadi aku lihat adalah dia dan pria itu,” gumam Ethan.“Hah, terus kenapa? Apa kamu sekarang merasa bersalah pada Alina? Baru sekarang kamu sadar? Sudah terlambat, sudah ada yang siap menjadi mengganti kamu untuk menjaganya,” cetus Retno dengan
Fathan melambaikan tangannya begitu ia melihat Harun yang semakin dekat. Harun segera menghampiri ketua gengnya dan mereka langsung bergerak melacak kemana perginya Alina.“Gimana sih kok bisa cewek itu tiba-tiba berubah sembilan puluh derajat?” tanya Harun.Fathan diam saja tidak ingin menjawab pertanyaan temannya itu. Ia tidak ingin membongkar kesedihan Alina karena Ethan manusia tidak bertanggung jawab itu.“Kenapa diem aja? Kamu juga nggak tau ya?” tanya Harun lagi. Fathan hanya menjawab dengan anggukan pelan dan terlihat di kaca spion.***Beberapa saat kemudian mereka tiba di salah satu toko pakaian yang memperlihatkan banyaknya pakaian seksi untuk wanita. Keduanya sama-sama terkejut melihat ke toko itu lalu melihat satu sama lain.“Oh tidak, firasatku buruk Run,” ucap Fathan.“Aku juga gitu Fathan,” sahut Harun.‘Aish, aku harap cewek itu nggak melakukan hal-hal yang akan merugikan dirinya sendiri,’ benak Fathan.“Apa kamu yakin di sini lokasi terakhirnya?” tanya Harun.“Iya in
Pada hari dimana Alina pulang, Rio tetap mengikuti Alina dan tentu saja itu atas perintah dari Ethan. Rio menjadi pengawal pribadi penulis itu untuk sementara walaupun tidak diketahui olehnya.Begitu Rio sedang bersantai sejenak tidak jauh dari rumah Alina. Tiba-tiba saja beberapa orang keluar dari rumah itu dengan membawa Alina yang pingsan dalam gendongan seorang pria. Rio pun segera menghubungi Ethan karena ia merasa ada yang tidak beres dari itu.“Iya Pak, aku nggak tau siapa mereka. Tapi dari gaya pakainya, kayaknya mereka geng motor lain.”“Ya udah, ikutin terus mereka dan bagi lokasi kamu padaku. Aku akan menyusul dengan beberapa orang sebentar lagi.”“Baik Pak.”Rio pun mengikuti perintah Ethan dan terus mengikuti penculikan Alina dari belakang. Ia melakukannya secara hati-hati agar tidak ketahuan. Karena jika ketahuan bisa saja nanti orang itu akan menyakiti Alina di depan Rio sebagai ancaman.“Kenapa mereka pergi jauh banget,” gumam Rio melihat Alina dibawa ke sebuah desa ya
Alina telah tiba di rumahnya dengan rasa lelah di sekujur tubuhnya. Ia memang kurang beristirahat semenjak kehadiran Fathan ke resort.Alina memarkirkan mobilnya kemudian menurunkan semua bahan makanan yang telah ia beli tadi. Setelah itu ia menuju bunga kaktus untuk mengambil kunci rumah.Dengan tertatih-tatih ia membawa masuk satu persatu semua makanan ke dalam rumah dan hanya menyisakan pakaian di dalam mobil. Ia meletakkan semuanya di dapur dan nanti baru ia akan rapikan setelah ia beristirahat sejenak di kamarnya.Penulis cantik itu berbaring di atas kasurnya dengan nyaman. Perlahan-lahan rasa kantuk mulai menerpanya. Baru saja ia menutup matanya untuk tidur, tiba-tiba saja seseorang yang belum sempat ia lihat wajahnya menutup wajahnya dengan sapu tangan. Dan sapu tangan itu sudah diberi obat bius sebelumnya. Sehingga hanya dalam beberapa saat saja wanita itu tidak berdaya tanpa sempat melawan.Tawa kebahagiaan terdengar dengan jelas dari Siska. Ia sangat senang melihat apa ya y
Jonathan dan yang lainnya sudah mulai melaksanakan rencana mereka untuk menculik Alina kembali. Beberapa orang dari geng motor Jonathan mengawasi gerak-gerik yang terjadi di sekitar rumah Fathan. Dan sebagai besar lainnya mengikuti kegiatan yang diadakan oleh street motorcycle. Sedangkan Jonathan, Siska dan beberapa sisa anggota geng bruiser mencoba menerobos masuk ke rumah Alina. Awalnya mereka mematikan listrik rumah Alina dengan cara mengendap-endap supaya tidak terlihat di kamera CCTV.Setelah listriknya mati, otomatis kamera CCTV itu juga mati. Mereka yang sejak tadi menunggu di luar pun segera memanjat pagar termasuk juga Siska.Jonathan menoleh ke belakang dan melihat adegan di mana Siska mendarat dengan selamat. Musuh geng street motorcycle itu pun bertepuk tangan untuk nya.“Wah Siska, hanya dalam beberapa waktu aja, kamu udah banyak kepandaian sekarang,” puji Jonathan.“Cih, kamu nggak tau ya kalau aku ini memang banyak kepandaian,” jawab Siska.“Bos ngapain? Cepetan ke sin
Alina menyiapkan makanan untuk Fathan. Banyak lauk yang dibuat oleh penulis cantik itu. Ia juga menata makanan itu dengan rapi di atas meja.“Wah, kenapa makan-makanan ini terlihat kayak seni. Kalau di makan kayaknya sayang, tapi makanan ini juga keliatan enak banget,” puji Fathan.Penulis cantik itu tersenyum bangga atas itu. “Oke silakan makan!” Alina pun mempersilakan Fathan untuk menikmati hidangan yang sudah ia masak. Pria tampan itu juga langsung memakannya tanpa henti karena ia sudah merasa sangat lapar.Melihat Fathan makan dengan lahap, itu membuat Alina sangat senang. Ia sangat bahagia apabila ada yang menikmati makanan yang ia buat, ia sangat menghargai itu. Lalu penulis cantik itu menuju meja yang di sana laptopnya sudah menyala, ia siap untuk menulis.Fathan yang sedang asyik makan pun hampir tidak menyadari bahwa Alina tidak bergabung dengannya untuk makan. Begitu ketua geng motor itu merasa haus dan mencari segelas air segar, ia melihat Alina yang sedang serius di depa
“Kenapa Fathan nggak balik-balik ya? Udah 2 jam ini, ngapain aja dia. Di telepon juga hpnya enggak di bawa.”Perut Alina mulai keroncongan. Badannya juga agak lemas karena belum sarapan.“Ya udahlah aku ke restoran sendiri aja. Fathan mah lama.”Akhirnya Alina pun menuju restoran untuk sarapan. Awalnya dia memang hendak sarapan bersama dengan Fathan, tapi setelah ia sudah rapi dan memakai make up ketua geng motor itu tidak kunjung datang.Alina pun berjalan seraya terus mengeluh karena lamanya Fathan. “Cuma disuruh beli itu aja lama. Ngapain coba dia di minimarket? Bersemedi apa ya?”Ethan yang sejak tadi menunggu Alina pun tampak senang melihat kedatangan penulis itu. “Kenapa dia berjalan seperti itu? Apa dia sedang kesal?”Alina duduk di salah satu meja yang kosong dan segera memesan makanan. Sembari menunggu ia menonton video singkat di ponselnya.Ethan sedang menyiapkan mentalnya untuk mendekati Alina. Dia mulai mengatur napasnya agar dirinya bisa tetap tenang.“Oke aku sekarang s
Alina dan Fathan sudah kembali ke resort setelah hari hampir senja. Canda tawa mengiringi perjalanan mereka menuju ke resort. Dan dari kejauhan Ethan melihat mereka berdua berjalan sangat natural seperti sepasang kekasih yang telah lama menjalin kasih. Hati CEO tampan itu terasa seperti sedang disayat-sayat. Wajahnya merah padam dan tangannya mengepal dengan erat. Rio dan pengawal lainnya melihat reaksi Ethan. Dan mereka pun hanya bisa diam tidak bisa melakukan apa-apa. Mereka juga takut pada Ethan jika CEO itu mulai marah.“Rio, besok pagi kamu harus jauhkan Alina dari pria gila itu darinya. Aku akan menemui Alina ketika pria itu tidak ada, agar tidak ada pengganggu nantinya!” perintah Ethan.“Baik Pak,” jawab Rio patuh. ‘Aduh malam ini aku harus cari ide yang bagus untuk itu, kalau gagal bisa bahaya aku. Karena ini adalah masalah percintaan,’ batin Rio.***“Kamu mau aku masakin mie instan nggak?” tawar Alina.Fathan yang sedang membalas pesan grup geng motornya pun menoleh ke ara
Fathan tidak menjawab perkataan Alina cukup lama. “Ya udah kalau nggak mau … kamu tidur aja di luar ini,” ucap Alina lalu berdiri dari duduknya dan hendak pergi. Fathan kemudian menahan tangan penulis itu.“Apa lagi?”“Kalau memang kamu mengizinkan, aku mau,” jawabnya.“Baiklah kamu bisa satu kamar denganku, eeem kalau begitu ikutlah denganku,” ajak Alina.Alina mengajak Fathan untuk tidur satu kamar dengannya bukan tanpa alasan. Ia merasa khawatir akan keadaan pria tampan itu nantinya. Fathan memang sangat pandai dalam berkelahi, akan tetapi Alina baru saja mengetahui bahwa pria mabuk tadi adalah anggota preman yang cukup terkenal di sana, dan ia pun menjadi khawatir.Wanita itu pun mau tidak mau harus mengajaknya karena kasihan dan ditambah lagi ketika Alina mendengar alasannya datang ke sana karena ingin terus melihat penulis itu. Entah kenapa Alina merasa ia tidak bisa membiarkan Fathan begitu saja.Setelah beberapa saat mereka berjalan, Alina dan Fathan tiba. “Kamu bisa meletak
Fathan baru tiba di Berau sehari setelah ia mendapatkan informasi dari Lisa. Ia baru bisa pergi karena ada urusan lain di geng motornya.Tapi karena Fathan pergi tanpa rencana apapun, pria tampan itu belum pesan kamar di resort yang cukup dekat dengan wisata danau labuan cermin. Pria itu pun masuk ke salah satu resort untuk melakukan pemesanan kamar.Begitu ia hendak memesan kamar, ada seorang pria mabuk menabraknya. “Kamu kalau berdiri liat-liat dong,” cetus pria asing itu.“Maaf bro, bukan salahku. Kamu yang salah, siang bolong kok mabok,” celetuk Fathan tidak terima.“Ealah, cecengut ini malah nyolot. Ngajak berantem kamu ha? Ayo sini lawan aku kalau kamu jantan!” tantang pria asing itu.“Aduh Pak, jangan bertengkar di sini,” keluh resepsionis.“Mbak, saya mah nggak mau ribut. Tapi pria ini yang nyolot,” tutur Fathan dalam posisi siaga jika saja pria asing itu menyerangnya.“Kenapa kamu diam? Takutkan kamu sama aku?” “Udah Kak, jangan diladeni dia,” ujar resepsionis.“Saya mah ba
“Aku tidak ingin pergi ke luar negeri,” keluh Yunda pada Ethan.Ethan dan Yunda kini sedang berada di rumah mewah milik keluarga Yunda. Hari ini wanita kaya itu di jadwalkan pergi ke Singapura untuk urusan bisnis keluarganya dan harus menetap di sana selama enam bulan.“Haaaa, Ma,,, aku tidak ingin menjadi perwakilan perusahaan,” rengek Yunda pada Elisa Mamanya.“Sayang, lagi pula pernikahan kamu dan Ethan kan masih tahun depan. Karena tahun ini masih banyak pekerjaan baik di keluarga Ethan maupun keluarga kita,” ucap Elisa memberi pengertian pada anaknya itu.Yunda menatap kedua mata Ethan dengan sangat dalam. Seperti ia sedang berbicara lewat telepati pada pria tampan itu. Ia seperti sedang mengancamnya agar jangan sampai bertemu dengan Alina.Ethan hanya diam dan tidak merespon tatapan Yunda. Ia terus saja memasang wajah ramah pada Elisa agar tidak ada kecurigaan.“Kamu ini lo Yun, tidak malu pada Ethan? Kita ini sudah biasa dengan semua kegiatan ini dan di kedepannya juga pasti se