"Nona tidurlah di ranjang. Saya akan tidur di sofa. Saya tidak akan memaksa Anda kalau Anda belum siap Nona," ucap Arga dengan tatapan keraguan.
Setelah pernikahan ekpress itu, kini keduanya berada di dalam kamar dengan status pengantin baru.Maria lantas menatap lekat wajah Arga.'Sepertinya, pria ini tidak jahat,' pikirnya.Perempuan itu pun tersenyum dan berucap pelan, "Terima kasih."Seketika Arga merasa iba dengan calon istrinya itu. Perlahan, ia pun tersenyum. "Anda jangan takut, Nona. Saya tidak akan menyakiti Anda. Saya akan menjaga Anda dengan sangat baik. Maaf kalau saya belum bisa membawa Anda pergi dari rumah ini karena Tuan Askara tidak mengizinkan kita pergi," ucap Arga.Maria mengangguk lemah, wanita itu pun memilih untuk masuk ke dalam selimut, sedang Arga menuju ke sofa.Tubuhnya sudah sangat lelah dengan drama hari ini.****Esok harinya, Arga yang sudah rapi bersiap untuk menjalankan aktivitasnya.Namun, dia dibuat kaget karena ada orang asing di rumah itu, dan sepertinya usianya tak jauh berbeda dari Arga."Ah kebetulan kau turun Arga, ada yang mau aku bicarakan denganmu," ucap Tuan Askara.Arga pun mendekati majikannya. Di sana, ada juga ada Nyonya Askara dan Tantenya Maria."Iya Tuan, ada apa ya?" tanya Arga.Dia sudah memiliki firasat tak baik, melihat kedatangan pria lain di rumah itu dengan menggunakan pakaian rapi ala sopir pribadi."Begini Arga, mulai sekarang tugasmu akan digantikan oleh Bambang. Kau lakukan saja tugasmu dengan baik," ucapnya."Apaaa Tuan? Saya dipecat?" tanya Arga kaget.Tuan Askara hanya tersenyum santai. "Bisa dibilang begitu.""Tapi, kenapa Tuan? Anda kan tahu saya harus membiayai hidup orang tua saya di kampung.""Terserah aku dong mau mempekerjakan siapa," sahut Tuan Askara, membuat Arga kesal."Sekarang kembalilah ke atas, temani adikku sarapan," imbuhnya lagi."Baiklah Tuan, kalau Anda memang sudah tidak membutuhkan saya, saya akan mencari kerja di tempat lain. Saya pamit dulu," ujar Arga menahan emosi.Pria itu lalu melangkah menjauhi anggota keluarga Askara yang selalu menghina status sosialnya itu."Bisa apa kau huh, mau mencari kerja di tempat lain? Sudah tinggal saja di rumah, dan cepat berikan yang aku mau agar kau bisa keluar dari rumah ini!" seru Tuan Askara."Kalau Anda berkenan, izinkan saya mengajak Nona Maria untuk tinggal bersama saya," ucap Arga."Saya berjanji akan menghidupi beliau secara layak," tambah Arga lagi.Mendengar itu, Tuan Askara lantas memberi kode pada Bambang untuk pergi dari sana. Dia tak ingin pembicaraannya didengar oleh sopir barunya.Tuan Askara segera berdiri, lalu mendekati Arga. Ia menatap lekat pria yang sudah sah menjadi adik iparnya."Mau kau kasih makan apa adikku di luar, huh? Batu?" cercanya.Tanpa perasaan, Tuan Askara menghina Arga, hingga dua wanita beda usia itu pun ikut tergelak."Hahahaha, sudah enak hidupmu tinggal di sini! Masih mau banyak tingkah? Cih, dasar orang miskin tak tahu diri!" sambar Nyonya Askara yang selalu bersemangat menghina Arga.Entah apa salah Arga, hingga membuat dua wanita ini begitu membencinya."Kau memang suami dari keponakanku, tapi hanya suami SEMENTARA!" Dahlia ikut menyudutkan Arga.Tangan Arga mengepal.Sepertinya, dia harus segera mencari tahu fakta tentang dirinya agar bisa membalas dendam pada orang-orang sombong ini.Untungnya, emosi Arga bisa tertahan karena sang kepala pelayan mendekat ke arah mereka."Tuan Arga, Nona Maria menunggu Anda untuk sarapan," ucap sang pelayan."Tuan Arga?"Tiga orang bermulut kejam itu membeo."Bi, dia hanya sampah dan orang miskin. Meski dia adalah suami Maria, tapi di mata kami dia tetap sampah," ucap sang Nyonya kejam.Dada Arga bergemuruh hebat. Ingin rasanya dia menampar wanita bermulut kejam yang selalu menghinanya.Namun, Arga tahu dia tak pantas melakukan itu. Arga lantas memilih naik ke lantai dua, tanpa membalas hinaan majikannya."Awalnya, aku tak berharap menjadi anak pria kaya itu. Tapi, jika itu benar, kupastikan kalian menderita," batinnya dalam hati.*****Siang harinya, Arga kembali bertemu di rumah sakit.Dengan kecanggihan alat di rumah sakit itu, akhirnya hasil tes DNA itu pun keluar.Jantung Arga berdetak sangat kencang. Meski tadi sesaat ia mengharapkan menjadi anak orang kaya, hati kecilnya berharap bahwa dirinya adalah anak kandung dari ayah dan ibunya.Merekalah yang sudah membesarkan Arga walau di tengah kekuarangan."Sebelum Tuan Muda membuka hasil tes DNA itu, sebaiknya Anda lihat dulu video ini Tuan," ucap asisten Tuan Gavin mendadak.Pria bertubuh kekar itu segera menyerahkan ponselnya kepada Arga."Arga memang bukan anak kandung kami," ucap ayahnya berusaha tegar.Sang Ibu pun menduduk. "Wa--waktu itu, kami menemukan Arga di pinggir jalan."Setelah mengucapkan itu, kedua orang tua Arga memperlihatkan barang-barang Arga sewaktu pertama kali ditemukan.Mata Arga pun membelalak dan berkaca-kaca saat melihat rekaman video berdurasi sepuluh menit itu.Bahkan, tanpa disadarinya, air mata pun lolos. Kenyataan ini sungguh menyakitkan.Harusnya, Arga bahagia dengan kenyataan bahwa dirinya anak dari konglomerat nomor satu di Ibukota, kan? Tapi, kenapa rasanya sesakit ini?!Tak menunggu lama, Arga pun membuka amplop coklat dari rumah sakit yang masih tersegel.[ Probabilitas DNA antara Arga dan Gavin Dewantara adalah 99,99% ]Dia mulai membaca kesimpulan akhir tes tersebut dan benar saja, Tuan Gavin Dewantara adalah Ayah biologis Arga.Arga menangis, sementara Tuan Gavin segera memeluk anaknya itu dengan erat. "Bertahun-tahun, Papa mencari keberadaanmu," lirihnya, "bahkan, semua orang menganggapmu sudah meninggal, tapi Papa yakin kau masih hidup.""Sampai akhirnya Papa mencoba untuk ikhlas, Tuhan malah mempertemukan kita Nak."Wajah Tuan Gavin memerah. Ada banyak emosi di wajah pria paruh baya itu.Hanya saja, Arga masih menunduk, hingga Tuan Gavin menyadarinya.Pria paruh baya itu pun terdiam dan berlutut untuk menatap mata putra yang selama ini dicarinya."Kembalilah, Nak. Hanya kau satu-satunya ahli waris seluruh kekayaan keluarga Dewantara."Setelah menyelesaikan urusannya dengan pria yang "ternyata" merupakan Papa kandungnya, kini Arga pun kembali ke kediaman keluarga Askara. Rencananya, ia akan meminta izin kepada sang majikan, sekaligus kakak ipar tersebut untuk diizinkan pulang menemui kedua orang tuanya.Meski sudah melihat video pengakuan keduanya, Arga merasa harus bertemu langsung dengan kedua orang tua itu dan mendengarnya secara langsung mengenai rahasia ini.Entah mengapa, alam bawah sadar Arga masih menolak fakta yang ada. Namun, begitu tiba di kediaman keluarga Askara, ia justru disambut oleh sang kepala pelayan dengan wajah penuh rasa khawatir."Kau lagi ngapain sih di luaran sana? Kenapa lama sekali angkat telepon dari Nyonya? Beliau sampai lelah menghubungimu!""Aku tadi ada urusan, Bi. Lagi pula, aku sudah dipecat. Kira-kira disuruh ngapain ya, Bi?" tanya Arga.Ia tak habis pikir mengapa wanita super sombong itu masih membutuhkannya sampai memarahi mantan atasannya ini.Bukankah baru tadi pagi dirinya d
Hari berganti minggu. Minggu berganti bulan. Kini, genap dua bulan sudah Arga menjadi suami dari Maria. Hanya saja, sampai detik ini, Arga belum berani menyentuh istrinya itu. Entah mengapa pria itu, khawatir dalam prosesnya akan menyakiti Maria. Jadi, Arga lebih memilih setiap hari dimaki-maki oleh Tuan Askara yang mulai menganggapnya "tidak mampu" memberi keturunan di keluarga itu.Dalam periode yang sama, Arga juga sudah sempat pulang ke kampung halamannya untuk mengonfirmasi pada kedua orangtua angkatnya mengenai jati diri Arga yang sebenarnya.Mereka pun menceritakan semua yang terjadi, sehingga Arga harus menerima fakta kalau dirinya memang benar-benar keturunan dari keluarga Dewantara.Namun, Arga tidak bisa melupakan jasa kedua orang tua angkatnya itu. Jadi, pria juga meminta pengertian Gavin Dewantara sebagai Papa Kandungnya untuk membiarkan pria itu tetap menganggap mereka sebagai orang tuanya juga. Dan hari ini .... Tuan Gavin Dewantara kembali ke Indonesia hanya untu
"Kalau benar seperti yang dikatakan oleh istriku, maka aku tak segan-segan akan membunuhmu karena sudah mencoba mempermainkanku!" seru Tuan Askara penuh penekanan."Itu semua tidak benar Nyonya," jawab Arga.Ia sangat kesal pada wanita bermulut kejam ini, yang selalu menganggap orang miskin seperti penyakit yang bisa menular kepadanya."Mana mungkin ada maling ngaku, kau keenakan kan tinggal di tempat ini? Kau pikir kami tidak tahu rencana licikmu huh? Kau selalu saja membuat alasan agar tetap bisa berada di sini," ucap sang nyonya lagi.Arga mengepalkan tangan, menahan emosi. Ia benar-benar tak habis pikir apa sebenarnya maunya wanita ini. "Kalau memang Tuan dan Nyonya mengizinkan saya untuk tinggal di tempat lain, dengan senang hati akan saya lakukan agar saya tidak sampai minta makan di sini, bahkan asal anda tahu saja selama saya tinggal di sini dan menikahi Nona Maria." "Saya baru tiga kali minta makan di kediaman Anda. Selebihnya, saya selalu membeli makanan secara online, dan
Arga menghela nafas kasar lalu menuju ke dalam kamarnya. Ia berniat untuk berbicara dengan Maria. Siapa tahu, istrinya mau diajak pergi dari rumah ini olehnya.Namun, setelah tiba di dalam kamar, Arga tak menemukan Maria di sana."Ke mana dia? Apa mungkin dia di perpustakaan?" tanya Arga pada diri sendiri, "aku mandi dulu deh," gumamnya lagi.Lalu, ia pun masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri dan mengganti pakaian rumahan.Hanya saja, Maria belum juga kembali ke kamar."Apa Maria ke perpusatakaan?" gumamnya. Tak menunggu lama, pria itu pun berjalan menuju ke ruang perpustakaan.Hanya saja, saat Arga hendak membuka handle pintu, ia mendengar suara bentakan dari dalam ruang perpustakaan. "Kau hanya seorang gadis yang memiliki penyakit kelainan mental, bisa dibilang Kau adalah orang gila yang saat ini masih berusaha dirawat di rumah oleh kakakmu! Jangan banyak tingkah, karena aku yakin kau dan kakakmu lah yang mandul!"Suara itu terdengar begitu menyakitkan di telinga Arg
Arga mengajak Maria untuk duduk di sofa yang ada di dalam kamar itu, lalu dia mengambilkan Maria air putih untuk diminum oleh sang istri.Maria pun merasa jauh lebih baik setelah meneguk habis air itu. Tak lama, ia juga mengembalikan gelas kosong tersebut kepada Arga.'Ternyata benar kata Arga,' batin Maria kala perasaannya jauh lebih baik dari sebelumnya. Padahal, dulu, setiap dirinya mendapat bully-an yang sama dari tante dan juga kakak iparnya, hatinya selalu tidak baik-baik saja.Ada satu titik sampai Maria hendak melakukan percobaan bunuh diri yang kebetulan digagalkan oleh sang kakak.Namun, entah mengapa, Maria merasa hidupnya jauh lebih berarti setelah Arga datang membelanya."Apa wanita itu selalu menghinamu, Nona? Apa dia selalu menyakitimu?" tanya Arga tiba-tiba yang membuat Maria menunduk.Sejujurnya, dia pun bingung harus menjawab apa pada sang suami."Kau tidak perlu khawatir, Nona. Aku orang yang akan melindungimu dengan nyawaku. Jadi, jangan takut," ucap Arga sembari
Melihat tak ada respons dari istrinya, Arga pun kembali mendekati Tuan Askara. "Maaf, Tuan. Bukan bermaksud untuk sombong, tapi saya membelinya di sekitar sini dan Anda pun sering makan di restoran ini," bela Arga setelah tuduhan itu. Tak lupa, ia menyerahkan nota pembelian di restoran terbaik yang ada di Jakarta.Sejujurnya, Arga tak habis pikir bagaimana Tuan Askara selalu saja berpikir buruk terhadapnya.Padahal, pria ini sudah tampak jelas sangat membutuhkan bantuan Arga, tapi Arga tak pernah diberlakukan baik.Apa bisa se-tidak-tahu-diri itu?"Dari mana kau mendapatkan uang?" tanya Tuan Askara mendadak sengit."Itu bukan urusan Anda, Tuan." "Lancang sekali kau melawan!" sentaknya.Arga pun tersenyum. "Saya tidak melawan, Tuan. Saya hanya menjawab apa yang harus saya jawab." "Saya pun tidak pernah melakukan tindakan yang kurang baik pada Maria. Bahkan, kalau Anda izinkan, saya mau membawa Maria pergi dari rumah ini dengan senang hati. Saya berjanji-"Belum selesai Arga menunta
Setelah masuk ke dalam kamar, Arga membuka makanan yang tadi ia beli.Pria itu menyuapi Maria dengan sangat telaten, sesekali mereka tertawa bersama, tampak jelas terlihat oleh mata tajam Tuan Askara kalau Maria begitu nyaman berada dekat dengan Arga.Dulu Maria bahkan tidak mau berkomunikasi dengan pelayan di rumahnya, ia selalu meminta pelayannya langsung pergi dari dalam kamarnya.Akan tetapi tidak dengan sekarang, dia melihat dengan mata kepala sendiri Maria begitu penuh semangat menerima setiap suapan yang diberikan oleh Arga.Sepertinya Arga bisa membuat sang adik kembali sembuh seperti sedia kala."Apakah aku harus membiarkan mereka keluar dari rumah ini?" tanya Tuan Askara di dalam hati.Pria itu mengintip dari celah pintu kamar Maria yang sebetulnya sengaja tidak ditutup rapat oleh Arga, karena ia tahu kakak iparnya tersebut pasti akan mengintai keberadaannya dan juga keberadaan Maria."Wah kamu makan banyak sekali,' Arga meledek Maria.Namun wanita cantik itu bukannya marah,
Esok harinya Arga dan Maria sudah bersiap-siap akan pergi dari rumah itu.Tuan Askara tampak sedikit murung. Karena sejujurnya beliau tidak ingin berjauhan dari sang adik.Maria dan Arga pun berjalan menuju ke meja Makan di mana sang kakak sudah menunggunya di sana."Silakan duduk," ucap Tuan Askara."Terima kasih," jawab keduanya kompak."Wah … wah, mau ke mana sepasang suami istri ini? Pasti bulan madu ya? tebak Nyonya Askara."Memangnya dia punya uang untuk bulan madu?" tante dari Maria seakan meledak Arga dan juga Maria.Bisa nggak sih kalian diam, ada Maria di rumah ini kalian keberatan, sekarang mereka mau pergi, mulut kalian masih saja usil. Aku sudah tahu semua belang kalian, sekarang aku mungkin masih bisa memaafkan kalian berdua dan memberi satu kali kesempatan lagi untuk memperbaiki diri," ucap Tuan Askara tegas, membuat sang istri yang memang tidak memiliki rasa takut terhadap apapun, melempar serbet ke atas meja makan."Apa yang sudah aku lakukan pada adik kesayanganmu in
Dua puluh menit berikutnya, mereka tiba di depan hotel terbaik di kota Cappadocia. Cessa mematung melihat kedua orang tua Leo, ada Mama dan Papa, juga Arjuna dan adik sepupu Cessa serta Grandpa Arga dan Grandma Maria sedang tersenyum ke arahnya.Kenapa bisa begini? Sejak kapan mereka di sini? Lalu kenapa sang Mama dan Mamanya Leo juga Grandma Maria tampak akrab? Siapa yang membuat kejutan ini untuknya? Untuk apa?Air mata mulai membasahi wajah cantik Cessa."Papaaaaaaaaaaaa …..!" teriak si kembar kompak, lalu berhamburan berlari ke arah Arjuna. Mereka sangat merindukan Arjuna yang selalu dipanggil Papa.Meskipun sudah ada Leonard mengambil alih tugas Arjuna selama ini, tapi posisi Arjuna di hatinya tidak akan pernah berubah. Arjuna, masih menjadi pria yang terbaik yang ada untuk hidup Ratu dan Rani."Honeyyyyyy ……!" balas Arjuna.Pria itu berjongkok, lalu merentangkan kedua tangannya memeluk si kembar yang sudah ia anggap seperti darah dagingnya sendiri."Kami benar-benar tak dianggap
Si sulung bersungut-sungut kesal karena perdebatan kedua orang tuanya tidak akan pernah berakhir.Setiap kali Cessa menatap tajam ke arah Leonard, si kembar tahu kalau sang Mommy sedang marah, dan mereka diminta untuk mengerti keadaan yang ada. Tapi nyatanya tak bisa."Iya benar, kalau Mommy gara-garanya kita ketinggalan pesawat, kita seruduk Mommy," Rani menimpali. Rani ikut menghentak-hentakkan kakinya berjalan mendekati pintu keluar."Kalian ya, mulai nggak nurut sama Mommy," kata Cessa kesal."Kabuuuuurrrrrrrrr!" teriak si kembar kompak lalu berlari ke arah mobil."Tunggu kalian," teriak Cessa, ikut mengejar kedua anak nya ke dalam mobil. Hati Leo menghangat melihat tingkah anak kembarnya dan Cessa, 'aku akan memperjuangkan kalian,' batin Leo berujar demikian.Tak bisa Leonard bayangkan bagaimana dulu ketika Cessa hamil si kembar tanpa ada dirinya mendampingi sebagai suami.Apa mungkin Arjuna selalu siap siaga ketika Cessa muntah? Apa mungkin Arjuna yang menjaga Cessa sepenuhnya?
Hari ini hari pertama si kembar libur sekolah sejak keduanya merengek minta liburan hanya bersama kedua orang tuanya saja. Mereka libur sekolah selama 1 bulan dan sudah berkali-kali berbicara pada Leo untuk mengajak mereka liburan.Sang Daddy sangat setuju, kemanapun si kembar mau akan dikabulkan olehnya, dan soal pekerjaan ia bisa serahkan pada Jeki.Akan tetapi, seperti biasa yang masih menolak mengabulkan permintaan si kembar adalah Cessa, wanita itu masih sangat membenci Leonard, dan rasanya begitu mudah pria itu mendapatkan hati kedua anaknya.Cessa juga menyesali, kenapa mereka harus ke Dubai, sehingga membuat Leo bertemu dengan kedua putrinya tersebut.Tapi, kembali lagi kedua orang tuanya selalu mengingatkan Cessa, agar tidak terlalu berlebihan menanggapi masalah ini.Inilah takdir yang memang harus Cessa alami, bahkan hingga detik ini wanita itu masih sering merasakan sakit kepala yang luar biasa, yang biasanya hanya ia tahan sendiri dengan mengkonsumsi obat. Jujur saja Ces
****Flash Back"Ayo sayang! Loh mana Rani?" tanya Cessa, yang tiba-tiba Rani tak ada di dekatnya."Mom Rani Huaaaaa huaaaaa," Ratu menangis menunjuk ke arah adik kembarnya. Cessa membelalak melihat ke arah yang ditunjuk oleh Ratu."Rani jangaaaaaaaaan," Cessa berteriak sambil menangis histeris.Bruggghhhh "Raniiiiiiiiiiiiiiii," teriak Cessa sambil berlari bangunan tembok di tempat Rani berdiri roboh. Cessa yakin salah satu anak kembarnya ada di bawah reruntuhan itu. Ratu tak kalah histeris melihat sang Mommy menangis kencang, padahal Ratu tidak pernah tahu apa yang sedang terjadi. Arjuna yang melihat dari lantai enam berhamburan berlari sekencang mungkin.Bahkan ia sempat terjungkal dari lantai atas. Keningnya mengeluarkan darah dan ia abaikan. Demi apapun Arjuna tak sanggup menerima kemungkinan terburuk yang keponakannya itu. Nenek dan Kaka dari Ratu dan Rani kakinya tiba-tiba melemas, hatinya mencelos bagai agar-agar, jantungnya seperti terperosok ke dasar perut, tanpa disadar
Setelah menempuh perjalanan selama 32 jam, mereka tiba di kediaman Dewantara.Petugas keamanan di kediaman keluarga Dewantara masih mengenali Leo sebagai pria yang pernah menghancurkan Cessa. Tapi mereka masih bersikap ramah terhadap Leo dan juga sang papa."Selamat sore, Tuan. Ada yang bisa kami bantu?" tanya petugas keamanan tersebut, saat sudah mendekati mobil yang ditumpangi Leo dan sang papa."Selamat sore juga, Pak. Kami ingin menemui Tuan Dewantara," ucap Leo. "Tapi ngomong-ngomong, kenapa ramai sekali ya Pak?" imbuh Leo lagi, dengan rasa penasaran karena melihat banyaknya mobil yang berjajar di halaman depan rumah keluarga Dewantara."Oh ini keluarga besar sedang berkumpul. Tapi, hanya keluarga Dewantara dan keluarga Askara saja. Mereka merayakan hari ulang tahun Nona Ratu dan Nona Rani," ungkapnya "Apaaaaaa ja–jadi mereka ada di Jakarta?" tanya Leo terbata."Iya benar, Tuan. Beliau baru tiba dua hari yang lalu di Jakarta. Saya coba tanyakan dulu pada Tuan Besar ya, Tuan.
"Papa, Leo mau bicara," ucap Leo pada sang papa. Hubungannya dengan pria paruh baya tersebut tidak terlalu baik-baik saja, semenjak Arjuna memutuskan secara sepihak untuk membatalkan pernikahan Cessa dan Leo."Apa yang ingin kau bicarakan sama Papa, dan untuk apa jauh-jauh pulang ke Amerika? Apakah hal itu sangat penting sekali?" Tidak hanya satu, tapi tiga pertanyaan sekaligus diucapkan oleh sang papa kepada Leo.Leo menghembuskan nafas kasar, merasa Papanya selalu menyalahkan Leo atas batalnya pernikahannya dengan Cessa."Ternyata Cessa membohongi kita. Dia sudah melahirkan anak kembar dan anak itu adalah anak kandung Leo.""Apaaaa?" sang papa tersentak."Cessa melahirkan anak kami Pa, mereka kembar," ulang Leo."Apa kau bilang? Kau sedang tidak bercanda kan?" tanya sang papa, tak percaya akan pendengarannya.Leo menggeleng, sebagai jawaban atas pertanyaan Papanya tersebut."Leo sungguh-sungguh, Pa. Ternyata kami tak sengaja bertemu di Dubai. Ada dua anak yang persis wajahnya sepe
Dua hari berikutnya, keluarganya dari Jakarta tiba di Dubai. Lagi dan lagi ketika mereka makan siang malah bertemu dengan Leo.Leo yang hendak kembali menyentuh Ratu dan Rani, terhalang oleh Cessa. Cessa melayangkan tendangan maut ke bagian inti Leo hingga pria itu merasa sakit luar biasa di bagian intinya. Tapi Leo tidak akan pernah melawan Cessa."Ingat sampai mati pun tak ku biarkan-mu berani menyentuh anakku!" Bugh Satu kali tendangan lagi di bagian inti milik Leo, hingga pria itu tersungkur di atas lantai.Leo merasa tubuhnya terbelah, sakit dan wajah sudah sangat mengenaskan. Jeki hanya diam mematung saat melihat bos nya teraniaya."Auwwwwwwww!" Leo kembali berteriak, ketika Cessa berhasil menginjak kakinya, lalu pergi dari tempat itu, meninggalkan Leo yang kesakitan."Tu–Tuan, Ayo kita masuk ke dalam mobil," ucap Jeki terbata.Demi apapun Jeki, sangat kasihan melihat bosnya kesakitan seperti itu. Ternyata wanita mungil yang disangkanya lemah, memiliki kekuatan yang dahsyat.B
lSelama ini Cessa memiliki butik yang cukup besar tapi karena dirinya memiliki dua anak yang tidak bisa ditinggalkan, Cessa mempercayakan butik yang tersebut pada Veronica. Cessa memang bukan perancang busana terkenal, akan tetapi banyak orang penting yang datang ke butiknya untuk memesan gaun pada Cessa. Cessa memang sudah berencana di Dubai akan membeli beberapa bahan untuk rancangan terbarunya.Tiba-tiba ponsel Cessa berdering menampilkan nama Veronica wanita yang dipercaya mengelola butiknya. Kening Cessa berkerut, sebab tak biasanya sang asisten menghubunginya seperti ini. "Siapa yang nelp?" Tanya Arjuna sebab sang adik kembar tak mengangkat panggilan di ponselnya."Veronica, ada apa ya dia nelp Cessa, Arjuna?" Cessa tiba-tiba menjadi bodoh. Otak cerdasnya tak berfungsi baik, sudah nyata yang nelp sang tangan kanan eh dia malah nanya pada Arjuna yang jelas-jelas ada di sampingnya. Arjuna tergelak melihat wajah polos adiknya, terlebih saat Cessa malah bertanya ada apa se
****Flash Back On"Alma, aku minta uang lagi dong," ucap Juwita."Cessa sudah pergi, aku tak membutuhkan bantuanmu lagi!" kata Alma ketus."Tidak bisa begitu dong, Kau kan sudah janji untuk tetap membiayai kuliah aku di sini," Juwita mulai menuntut. Wanita itu tidak terima Alma mengingkari janjinya."Kau mau memerasku ya!" sentak Alma."Ada apa ini, kenapa kalian ribut di rumah Leo? Nanti suamiku mendengarnya, habis kalian! Apa sih yang kalian perdebatkan?" tanya Mamanya Leo. "Juwita mau memerasku Tan," adunya pada Mamanya Leo. Alma begitu disayangi oleh Rosiana sehingga apapun yang wanita itu katakan. Mama dari Leo pasti akan mendukung dan membenarkannya."Benar begitu?" tanya Mamanya Leo kepada Juwita."Tentu saja benar nyonya, karena memang Alma sudah berjanji pada saya untuk membiayai kuliah saya hingga tamat di Perancis, lalu sekarang ketika SPP saya belum dibayar olehnya, apa saya salah datang ke sini untuk meminta uang lelah saya?" adunya pada Rosiana."Kita sudah tidak membu